Start of Something Good

DISCLAMER : MASASHI KISHIMOTO

STORY BY AZALEA RYUZAKI

PAIR: SASUHINA

RATED : T

WARNING: AU, OOC, BANYAK TYPO, BAHASA ANCUR, PLOT BERANTAKAN, ALUR CEPAT, IDE PASARAN, DLL

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

.

Peluh yang mengalir, udara yang panas menyengat dan rasa gerah yang menyiksa, merupakan sesuatu yang sangat wajar dan biasa untuk kami, atlet lari jarak pendek yang akan menghadapi turnamen dengan pelatih tergalak sepanjang masa.

Yang kusesalkan, turnamen yang membawa nama sekolah ini akan dilaksanakan pada awal musim panas yang terasa PANAS. Dan yang paling parah, ini hari minggu. Tapi kami masih dituntut untuk latihan?!

Ini benar-benar menyedihkan.

Kami hanya sekumpulan remaja tanggung tapi dipaksa merasakan beratnya tantangan hidup diusia sedini ini.

Aku tidak bermaksud mengeluh. Sungguh. Aku hanya…mengeluh.

Baiklah, ini sama sekali tidak bagus.

Tapi siapa yang bisa menyalahkanku? Aku hanya remaja labil yang ingin menikmati masa remajaku yang indah.

Yang seharusnya indah.

.

.

.

Setelah latihan yang sangat menyiksa, pulang ke rumah merupakan satu-satunya hal yang menjadi penghiburan setelah latihan. Aroma masakan lezat yang memenuhi dapur, air hangat untuk melepas lelah dan buku komik siap baca merupakan kesenangan tersendiri bagiku.

Seperti oasis di gurun pasir.

Namun pikiran itu harus tertunda, saat aku melewati tikungan menuju rumah, dan melihat gerombolan pemuda dengan tampang sangar yang tengah menghisap rokok sambil mengobrol. Mereka kelihatannya sama sepertiku, masih duduk di bangku sekolah. Kami tidak jauh berbeda, tapi entah kenapa, ada sesuatu yang membedakan kami.

Dan saat itu pula aku menyadari, apa yang membuatku dengan mereka terasa begitu berbeda.

Aku tidak punya sifat memberontak.

Benar, hanya sesederhana itu. Selama ini aku hanya mengikuti jalan hidup yang dirancang kedua orang tuaku. Mengikutinya tanpa membantah. Tanpa banyak bertanya.

Inilah sesuatu yang hilang dalam diriku: pemberontakan masa muda. Dan aku pastikan akan segera memulainya.

Masalahnya, pemberontakan seperti apa yang cocok denganku?

Merokok?

Tidak, terimakasih. Aku masih sayang nyawa. Merokok tidak baik untuk kesehatan, ingat? Hal itu sebenarnya sudah tertera jelas dalam bungkus rokoknya. Jadi kusimpulkan, hanya orang tuna aksara atau orang yang tidak mempedulikan kesehatan dirinya dan orang lain yang berani merokok. Lagipula merokok hanya akan merusak image keren yang sudah ku bangun dengan susah payah.

Tawuran?

Sama sekali tidak cocok. Aku orang yang penuh kesabaran, cinta damai dan menghormati sesama. Lagipula aku belum siap dengan aksi keroyokan dan lempar batu. Bayangkan wajah tampanku rusak hanya karena sebongkah batu. Itu memalukan.

Bolos?

Cari mati. Ayahku akan sangat senang mengetahui aku bolos sehingga ia mempunyai alasan untuk mengulitiku hidup-hidup.

Minum alkohol?

Mencium bau sake saja sudah membuatku mual.

Di tato?

Aku takut jarum.

Lalu apa?

Aku kembali meneliti satu-persatu remaja tanggung segan hidup yang berkumpul di depanku. Penampilan mereka sangat menyedihkan: kucel, rambut di pangkas rata dan baju bolong-bolong.

Tapi diantara penampilan mereka yang mendekati preman pasar itu, aku menemukan sesuatu yang menarik. Ada benda kecil berkilau yang terpajang di salah satu hidung mereka.

Tindik?

Hmm…kurasa itu bukan ide buruk. Aku akan mencoba ditindik.

.

.

"Jadi…kau ingin di tindik?" Tanya pria berbadan gempal itu untuk kesekian kalinya. Dan itu membosankan. Lidahku sudah mulai kelu untuk menjawab 'ya', jadi aku hanya mengangguk dengan tampang bosan andalanku. Lagipula ini sudah menjelang malam saat aku mampir ketempat tindik ini. Kalau tidak cepat-cepat selesai, makan malamku bisa keburu dingin.

"Mau dimana?"

Pertanyaan bagus. Aku belum memikirkan soal itu. Tindik di bagian hidung, telinga dan atas alis sama sekali bukan pilihan. Siapapun akan tahu aku sedang dalam masa pemberontakan. Tindik di bagian lidah juga bukan sesuatu yang bagus.

"Aku tidak ingin di tindik di bagian wajah." Sahutku akhirnya, terlalu bingung untuk memutuskan.

"Bagaimana kalau di pusar?"

Pusar? Sepertinya bagus. Kenapa tidak terpikirkan olehku sebelumnya?

.

.

Inilah saat-saat yang patut dikenang.

Akhirnya aku melangkah kedalam jalan penuh pemberontakan dan rasanya sungguh memuaskan. Rasanya, aku seperti terbebaskan dengan cara yang luar biasa.

Kenapa aku tidak melakukannya sejak dulu?

Aku selesai di tindik hanya dalam waktu beberapa menit hingga bisa pulang tepat waktu. Saat tiba di rumah, makan malamku masih hangat dan utuh. Okaasan membuat hamburger dengan telur mata sapi diatasnya dan ekstra tomat untuk makan malam. Makanan terlezat sepanjang masa. Dan khusus untukku, okaasan sengaja memberikan porsi yang jauh lebih besar di bandingkan otousan maupun Yuumi, adikku.

Kehidupan memang seharusnya indah seperti ini.

Dipenuhi kehangatan keluarga dan sedikit pemberontakan masa remaja.

Tapi…kenapa pemberontakan pertamaku terasa…gatal?!

Pusarku gatal! Kenapa?! KENAPA?!

AAAARRRRGGGGHHHH

.

.

.

"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Hinata saat bergabung dengan Sasuke yang masih sibuk menatap televisi yang kini menyiarkan berita tengah malam. Kedua anak mereka tampaknya sudah terlelap sejak tadi, sehingga Hinata bisa tahu dengan jelas, ada yang mengusik lelaki yang ia nikahi tujuh belas tahun yang lalu itu.

Suaminya tidak langsung menjawab, bahkan terkesan enggan. Namun wajahnya yang melunak membuat Hinata yakin bahwa lelaki itu tidak keberatan berbagi sesuatu yang mengganggu pemikirannya.

"Aku hanya bertanya-tanya, sejak kapan kita menjadi jauh seperti ini?" Akunya setelah terdiam cukup lama. Televisi masih tetap menyala, namun kini perhatian lelaki itu teralih pada wajah cantik istrinya.

"Aku selalu berpikir kesibukanku yang membuat jarak diantara kita, jarak yang menjauhkanku darimu dan Yuuki. Setiap kali aku ingin mendekat, kalian seperti berada di sebuah lingkaran yang tidak bisa kujangkau. Aku bahkan merasa tidak bisa mendekati kalian. Semuanya terasa serba salah. Dan Yuuki makin membenciku."

"Itu karena kau terlalu keras padanya."

"Ya, mungkin." Gumam Sasuke sambil tersenyum tipis. "Tapi sekarang aku tahu itu hanyalah alasanku agar tidak terlibat dengan sesuatu yang bersifat emosional. Aku hanya takut akan kembali kehilangan. Tapi tidak bisa mengatakannya dengan kata-kata yang tepat."

"Sasuke…"

"Maafkan aku, itu pemikiran yang sangat bodoh, kan?"

"Ya, itu hal terbodoh yang bisa terpikirkan pria pintar sepertimu." Balas Hinata dengan suara tenang sambil memeluk lengan suaminya dengan sayang. "Kami tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku tidak akan meninggalkanmu." lanjutnya lagi. Jemarinya menggenggam erat jari-jari kasar suaminya. "Dan Yuuki…aku yakin, suatu saat ia akan bisa memahamimu."

Malam makin larut, televisi masih menyiarkan warta berita terbaru dan mereka masih duduk dalam diam. Meresapi keberadaan satu sama lain. Keadaan ini hampir mirip seperti 17 tahun yang lalu. Saat mereka baru saja memulai sebuah awal.

Saat itu Sasuke selalu takut keputusannya memperistri Hinata merupakan sebuah langkah yang terburu-buru. Ia hanya seorang guru dengan gaji pas-pasan. Rumah mungil yang minim perabotan juga menjadi salah satu hal yang kerap meresahkan Sasuke. Terlebih saat istrinya mengandung, beban yang ditanggungnya terasa makin berat.

Dan ketakutan yang dirasakannya menjadi dua kali lipat.

Ia takut dirinya belum siap menjadi seorang ayah, ia takut tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga, dan ia takut hinata akan menyerah dalam menghadapinya.

Tapi kini, ia merasa mereka semua akan baik-baik saja.

"Hinata…"

"Hm?"

"Terimakasih." Bisik Sasuke sembari mengecup puncak kepala istrinya lembut. Ya, mereka akan baik-baik saja.

Ia merasakan firasat baik mengenai hal itu.

.

.

a/n: hai, minna-san ^^

btw, kalian terganggu dengan keterangan pov yang tidak tercantumkan di fic ini? maaf ya, lea tidak terbiasa mencantumkan keterangan seperti: bagian ini untuk pov yuuki atau bagian lain untuk pov sasuke. sekali lagi maaf membuat kalian kebingungan.

jaa ne.

special thanks for:

cecil hime, Moku-Chan, Yukori Kazaqi, Nivellia Neil, Grey and Chocolate, Guest, hinatauchiha69, Syura, KumbangBimbang.