Start of Something Good

DISCLAMER : MASASHI KISHIMOTO

STORY BY AZALEA RYUZAKI

PAIR: SASUHINA

RATED : T

WARNING: AU, OOC, BANYAK TYPO, BAHASA ANCUR, PLOT BERANTAKAN, ALUR CEPAT, IDE PASARAN, DLL

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

.

Namaku Uchiha Yuuki, usiaku 15 tahun dan aku membenci ayahku.

Alasannya?

Tidak ada alasan khusus. Dia hanya terlalu menyebalkan untuk kusayangi.

Lupakan soal itu.

Hal yang membuat kita bertahan disaat terpuruk adalah kenangan. Dan kenangan yang selalu ku ingat adalah kenangan ketika usiaku 6 tahun. Saat itu, aku merasa segala hal merupakan misteri yang harus di pecahkan, di jelajahi dan diteliti. Tapi dari semua misteri yang ada, hanya satu misteri yang paling menggangguku, yaitu: bagaimana adik bayi dibuat?

Bukan prosesnya yang membuatku penasaran, tapi 'mengapa'.

Dan rasa penasaranku itu membawaku pada pertanyaan lain. Mengapa seorang ibu lebih suka memiliki satu anak bahkan tidak menginginkannya sama sekali, disaat beberapa pasangan sangat mendambakan keluarga besar?

Aku tahu itu bukan pemikiran yang seharusnya terlintas dipikiran seorang bocah berusia 6 tahun.

Dan aku sangat menyadarinya.

Karena itu, aku tidak pernah mengatakan apa yang kupikirkan pada siapapun termasuk orang tuaku. Lagipula orang-orang yang mengaku dewasa disekitarku tidak terlalu pintar, jadi aku merasa tidak terlalu rugi. Maksudku, setiap kali ku tanya bagaimana bayi dibuat, mereka selalu tergagap dengan muka merah dan pergi tanpa memberi penjelasan apapun.

Walaupun begitu, pemikiran tersebut masih terus menghantuiku hingga sekarang. Tapi seperti tahun-tahun sebelumnya, aku tidak membaginya pada siapapun.

.

.

Apa aku sudah bilang bahwa ayahku menyebalkan?

Sebenarnya dia tidak terlalu menyebalkan saat kau tahu cara mengabaikannya. Hal itu sudah kubuktikan sendiri saat ia menjadi guruku ketika aku menginjak tahun keduaku di Konoha Gakuen.

Dia guru olahraga. Guru yang paling kejam dari semua guru yang ada. Dan dia lebih kejam lagi padaku.

Anehnya, semua orang selalu mengeluhkan kekejamannya padaku padahal akulah pihak yang seharusnya mengeluh dan dikasihani.

Sadarlah, jika ia bisa menyiksaku disekolah, ia juga leluasa membully-ku di rumah.

Tapi dia ayahku. Dan menurut norma yang berlaku, aku dituntut harus menghormatinya. Dan aku melakukan hal itu. Dengan berat hati. Yang justru makin memperparah keadaan. Kami memang tidak terlalu cocok satu sama lain sejak aku masih sangat kecil.

Untungnya dia cukup tampan dan keren juga kaya untuk bisa menggaet ibuku, Uchiha Hinata. Atau lebih tepat, ayahku beruntung bisa meyakinkan kakek Hiashi yang terdengar sangar. Karena kalau boleh jujur, ayahku mungkin keren, tapi tidak ada perempuan waras yang mau menghabiskan hidup dengannya. Ia terlalu baik hati untuk bisa membiarkan mereka hidup tenang.

Aku bersyukur ibuku bisa tahan menghadapi lelaki dingin dan kaku seperti ayahku hingga saat ini.

Dan satu lagi yang membuatku sangat bersyukur: disaat pertengkaran kami menjadi lebih panas, ibuku selalu ada dan dengan senang hati menjadi pihak penengah yang selalu berhasil melerai kami. Ayahku tidak pernah bisa berkutik menghadapinya dan aku terlalu menyayangi perempuan itu hingga kami akan selalu menuruti semua perkataannya.

Walaupun tentu saja, kami akan terus berselisih disetiap kesempatan.

Sampai hari itu.

Hari dimana kompetisi lari jarak pendek 100 m antar sekolah dimulai. Hari yang mengubah sudut pandang kami kepada satu sama lain menjadi lebih baik.

Apa aku sudah bilang bahwa aku seorang atlet?

.

.

"Yuuki, kemari." Suara tegas itu terdengar disela-sela latihan rutin kami menjelang kompetisi yang akan dimulai seminggu lagi. Dan aku kenal suara itu. Sangat kenal. Dia guru olahraga sekaligus pelatih kami di klub lari. Dan dia juga ayahku, Uchiha Sasuke. Pelajaran yang bisa kupetik selama ia melatih kami: hidup itu kejam.

Dengan malas aku berjalan menghampirinya yang masih terus menatapku galak. Dalam hati bersiap menebalkan telingaku.

"Apa kau ingin mempermalukanku? Catatan score-mu menurun dari hari kemarin. Aku ingin kau lari keliling lapangan 5 putaran sebelum kembali bergabung dengan teman-temanmu." Ujarnya dengan nada datar yang membuatku makin kesal.

Aku tidak bohong saat bilang dia menyebalkan, kan? Dan bukan hanya aku yang berpikir demikian.

Saat bergabung dengan klub ini, jumlah anggotanya mencapai 30 orang. Tapi ketika ayahku menjadi pelatih, angkanya turun drastis dengan menyedihkan menjadi 5 orang. Alasannya? dia punya masalah dengan kesempurnaan dan hingga saat ini dia tidak bisa mengatasinya.

Setiap pagi kami di suruh berlari mengelilingi lapangan sebanyak 6 putaran baru boleh memasuki kelas. Bayangkan jam berapa kami harus tiba disekolah? Hal itu diperparah dengan latihan ala professional yang ia terapkan. Jadi wajar saja banyak yang mengundurkan diri. Sudah berkali-kali aku berpikir untuk keluar dari klub, hanya untuk membuatnya malu. Tapi kemudian aku menyadari, itu bukan pilihan. Jadi aku bertahan. Dengan kesabaran yang semakin tipis setiap harinya.

Aku bersyukur tidak ada satupun sifatnya yang diturunkan padaku. Aku terlalu mirip dengan ibuku: baik hati, lemah lembut, tidak sombong dan selalu menolong sesama.

Hidup ternyata tidak terlalu kejam.

"Hei Yuuki, kau dihukum lagi?" Tanya seorang anak lelaki, yang kemungkinan besar salah satu temanku, dengan nada menyebalkan. Namun setelah kupikir-pikir, wajahnya terlalu jelek untuk jadi temanku.

"Tidak, pelatih hanya memberiku latihan tambahan karena kalian semua terlalu mengecewakan." Jawabku mencoba untuk terus bersikap sopan. Aku mirip ibuku, ingat? Dan dia termasuk perempuan yang sangat menjunjung tinggi kesopanan.

Aku sayang ibuku.

.

.

tbc

.

.

No one starts a war- or rather, no one in his sense ought to do so- without first being clear in his mind what he intends to achieve by that war and how he intend to conduct it.

-Carl von Clausewitz, Vom Kriege-