"Waah... Pengantin prianya begitu tampan. Aiiih, betapa bahagianya Naruto,'' sebuah tawa renyah terdengar dari sosok cantik bersurai merah terang yang disanggul rapi tengah mengusap bangga lengan Sasori. Senyum mengembang tak pernah lepas dari bibirnya saat mendapati calon menantunya mempunyai fisik yang terlihat sempurna dimatanya, juga sifat yang dinilainya begitu mencintai putri bungsunya. Namikaze Naruto.

''Terimakasih, Baa-san,'' Sasori membungkuk kecil, tersenyum menanggapi pujian dari Kushina-ibu Naruto, dirinya tak bisa menahan dadanya yang terasa mengembang bangga.

''Ah, kau ini. Panggil aku Kaa-san. Sebentar lagi kau akan jadi putraku juga.''

''Benar itu Sasori. Panggil aku Tou-san juga,'' kata Namikaze Minato. Lelaki yang terlihat seperti berumur akhir dua puluhan itu merangkul bahu Sasori, tak luput dengan senyum menawan yang membuat dua pemilik marga Akasuna tersenyum senang. Akasuna Hoshiko dan Akasuna Yumiko.

Kegembiraan terpancar jelas tanpa orang-orang sembunyikan, lantunan musik klasik yang menggema dari dua orang pemain biola membuat suasana semakin nyaman. Diikuti daun Maple yang berguguran terlihat seperti kepakan sayap mungil para peri yang membawa kehangatan musim gugur.

Apalagi melihat beberapa sahabat mempelai wanita- Yamanaka Ino, Nara Shikamaru, Sabaku Gaara, Ayame dan Shion kini duduk bergerombol sambil tertawa senang. Tak banyak yang datang keacara pernikahan ini, untuk keluarga Akasuna hanya dihadiri oleh Sasori, Hoshiko, Yumiko, Chiyo dan Deidara saja yang datang, bukan apa karena memang hanya tinggal mereka berempat saja penyandang marga Akasuna.

Dua marga-Namikaze dan Akasuna- adalah penguasa keuangan Jepang bahkan tak memberitahukan acara pernikahan putra-putri mereka kepada media massa, tak ada satupun wartawan yang datang untuk meliput disini. Karena memang Sasori dan Naruto yang ingin pernikahan sederhana dengan anggota keluarga saja yang datang. Dan kedua kepala marga menyetujui keinginan mereka.

Kurama-kakak lelaki Naruto- yang memakai jas formal berwarna hitam gelap mendekati Ino saat melihat sepupunya itu berjalan menjauhi kerumunan.

''Aku tak menyangka kalau Naruto akan menikah hari ini,'' kata Kurama saat berdiri tepat disamping Ino, tangannya terulur mengambil wine merah diatas meja.

''Kurama-nii? Kau mengagetkanku,'' sungut Ino, dirinya mengelus dadanya yang berdetak lebih cepat.

Kurama hanya berdecih mendengar sungutan Ino, gadis pirang itu mengambil gelas yang berisi ekstrak blueberry dan meminumnya pelan penuh keanggunan. ''Aku juga tak menyangka-'' kata Ino menerawang jauh. ''-kau tau, sekarang Naruto bukan bocah yang akan terus mengikutimu sambil menarik bajumu. Kini dia adalah wanita dewasa yang bisa saja tersakiti tanpa kita sadari.''

Kurama memandang Ino datar, tapi dirinya melihat rahang gadis didepannya menegang. ''Ada apa? Ada yang kau sembunyikan?'' Tanya Kurama iris merah vertikalnya menyipit tajam, mengamati gestur Ino dengan seksama.

Sedangkan model sekaligus sosialita itu mengendikan bahunya. Mengacuhkan pertanyaan Kurama, dirinya lebih memilih memandang pantulan wajahnya dari gelas yang dia pegang.

''Ah, Ino,'' Kushina berjalan menghampiri Ino dan Kurama, ''bisa panggilkan Naruto, sudah waktunya dia turun.''

Ino memandang Kushina, menggangguk lalu tersenyum hangat. ''Tentu, Bibi.''

''Ah, biar aku saja,'' Shion yang terlihat begitu cantik dengan gaun berwarna pink pucat datang menghampiri mereka, senyumnya yang manis terkembang membuat Kushina tersenyum senang, berbeda dengan Ino yang terlihat tak suka.

''Baiklah, katakan pada Naruto agar cepat kemari ya! Pasturnya sudah siap.''

''Baik, bi.''

Kushina mengamati Shion yang pergi menjauh, jemarinya tanpa sadar saling meremas gugup dan terasa dingin. ''Aku gugup sekali, Ku. Adikmu akan menikah hari ini.''

Kushina berjalan pelan menuju altar gereja, diikuti Ino dan Kurama yang berjalan disampingnya.

Lelaki bersurai merah-jingga yang mendengarnya mendengus meremehkan. ''Yang menikahkan Naruto, kenapa Kaa-san yang gugup.''

''Hei, itu pasti dong,'' dengan gemas Kushina mencubit lengan Kurama, ''Naruto anak Kaa-san.''

''Iitai, Kaa-san. Kenapa mencubitku?'' gerutu Kurama, mengusap lengannya yang terasa panas.

Ino yang melihat mereka hanya bisa tersenyum geli, tangannya melambai kearah Ayame yang menyuruhnya agar segera memasuki altar pernikahan, orang-orang sudah menunggu disana sekaligus dengan pasturnya.

Tapi kegembiraan berganti dengan kecemasan saat melihat Shion berlari dengan wajah pucat.

Ada apa?

Kushina menoleh, keningnya berkerut saat tak melihat Naruto.

Shion mendekat, nafasnya terasa berat. ''Na, Naruto tak ada..''

THE BRIDE FOR MY DOCTOR

CHAPTER TWO

Naruto

Masashi Kishimoto

TeaJustmine

Sasufemnaru

Sasofemnaru

Namikaze Naruto: 23 tahun

Uchiha Sasuke: 32 tahun

Akasuna Sasori: 28 tahun

T

Drama, family

Ooc, oc, typo, EYD berantakan, au, no bashing chara. Genderswict, femnaru

Empat OC karangan saya. Akasuna Hoshiko dan akasuna Yumiko (aku tidak tau nama orang tua sasori)

Uchiha Kazuki dan Uchiha Chieko ( anak Sasuke)

Fic ini hanya untuk kesenangan semata dan tidak mendapat keuntungan materil apapun dari fic ini.

Tokyo sama seperti kenyataannya. Dan konoha merupakan desa pinggiran.

Cover bukan punyaku

''Namikaze Naruto, gadis yang sebentar lagi menikah, memutuskan kabur dari acara pernikahannya sendiri dan malah terdampar di daerah tak dikenal dengan masih memakai gaun pengantin, bersama Uchiha Sasuke-duda- dokter yang mempekerjakannya menjadi babysister. Tinggal satu atap bersama.''

Happy reading

O!o

.

Suara debur ombak terdengar saling menyahut, seperti lulabai yang membawa ketenangan bagi orang-orang, kehangatan yang ditawarkan, pemandangan indah yang terlihat dibatas cakrawala, keramahan yang diselingi keganasan -dilain waktu-juga desir angin yang membawa kesejukan dikulit membuat Naruto tanpa sadar menyunggingkan senyum.

Inilah tempatnya saat ini, tempatnya untuk memulai segalanya. Naruto bermonolog dalam hati. Melepas semua gundah dalam hidupnya.

Aroma khas laut yang tercium membuat paru-paru Naruto mengembang, dirinya membungkuk, sekali lagi mengucapkan terimakasih kepada sang sopir taksi yang membalas dengan senyuman serupa, pria paruh baya itu juga berkata tak akan memberitahukan pada orang lain tentang hal ini, membuat Naruto tersenyum penuh haru.

Dirinya perlahan menaiki tangga beton yang menjadi jalan satu-satunya menuju penginapan, tangga itu dipenuhi oleh guguran daun mahoni yang melayang-layang diudara, tanpa sengaja sappirenya menangkap sosok lelaki dengan mantel coklat menuruni tangga, langkah tegap dan terasa sedikit angkuh. Seperti pejantan tangguh yang tak terbantahkan.

Perlahan Naruto menurunkan viel yang tanpa sadar tetap dipakainya, membuat surai blonde-nya tertiup angin laut, menerbangkan ikal-ikal rambut yang bersinar dibawah langit sore Konoha. Surai blonde Naruto terbias hingga menimbulkan jejak keemasan yang terjalin indah. Jemari Naruto menahan surainya saat angin pantai yang lebih kencang menerpa dirinya.

Mereka bersisipan dalam diam, Naruto tak bisa mencegah irisnya untuk tak memandang sosok pria disampingnya, raven hitam yang mencuat, wajah tampan dan datar. Sesaat hidung Naruto mencium wangi yang menenangkan, seperti percampuran musk dan pinus yang tertinggal saat lelaki muda itu melengos disampingnya.

Naruto mengangkat bahunya acuh.

Pandangannya tertuju pada bangunan yang terlihat lebih tinggi dari rumah-rumah disekitar, dengan cat berwarna hijau muda yang sudah mengelupas disana-sini.

Bunyi gemerincing lonceng terdengar saat Naruto membuka pintu penginapan, hidungnya disuguhi oleh aroma kayu yang segar, tak seperti bangunan didepan tadi, didalam penginapan kehangatan seolah terbayang didepan mata, kayu jati berwarna coklat tua, perapian kecil yang terdapat dipojok kiri dilengkapi beberapa sofa gelap. Meja yang juga terbuat dari kayu berada diantara sofa-sofa hangat. Beberapa potret yang terpasang rapi didinding.

Penelitian kecil Naruto terputus saat dia merasakan seorang lelaki yang terlihat lebih tua dari Naruto menatap tanpa berkedip, dimasing-masing pipinya terdapat tato segitiga terbalik tengah bermain dengan ponselnya saat Naruto masuk. Dilantai yang dilapisi karpet hijau tua, Naruto berdiri kikuk. Dia sedikit tidak suka dengan pandangan lelaki didepannya.

''Ada kamar kosong?'' suara cempreng Naruto terdengar, tapi sayangnya lelaki bertato segitiga terbalik sama sekali tidak menghiraukannya, masih sibuk mengamati Naruto. Naruto menggerutu kesal dalam hati.

''Ada kamar kosong untuk satu orang?'' tanya Naruto sedikit menaikan nada suaranya.

''Eh-eh,'' gelagapan, pemuda itu segera berlari dibalik counter , ''-ada. Anda ingin berapa hari menginap?'' tangannya dengan lincah menyusuri buku besar bersampul usang diatas meja.

''Mungkin tiga hari,'' ucap Naruto tidak yakin.

Lelaki itu mengangguk paham, setelah memberitahu harga sewa kamar dan Naruto membayarnya dimuka, dia mendapatkan kunci kamarnya.

''Nama saya Inuzuka Kiba, panggil saja Kiba, saya anak dari pemilik disini, kalau ingin memesan makanan kami juga melayani,'' terang Kiba. Dirinya berjalan didepan yang diikuti Naruto dibelakangnya.

Hening menyapa, hanya derit kayu yang terinjak yang terdengar, Naruto masih mengamati sekitarnya, hingga dia mengingat sesuatu.

''Ah, Kiba- san ,'' panggil Naruto.

Kiba berbalik. ''Ya?''

''Aah, maaf merepotkan sebelumnya, tapi aku ingin bertanya apa anda punya saudara perempuan seumuran saya?''

Naruto mendapati alis pemuda didepannya terangkat, sebuah gesture tanya yang tanpa sengaja dia lakukan, Naruto tersenyum canggung, jemarinya menggaruk pipinya gugup . ''Kalau tak punya tidak apa.''

''Ah, aku punya kakak perempuan.''

''Benarkah?''

Kiba mengangguk mengiyakan. ''Ada apa?''

Naruto memandang Kiba. ''Sebenarnya saya ingin meminjam baju dan rok atau celana. Ah maksudku. Aku ingin kepertokoan sekitar sini untuk membeli baju karena tak mungkin aku keluar memakai pakaian seperti ini,'' buru-buru Naruto menjelaskan saat Kiba terlihat akan menolak permintaannya,

Kiba mangut-mangut memandang dari atas kebawah. ''Benar juga, tak mungkin kalau anda keluar dengan pakaian seperti itu. Ah, aku akan meminjamkan baju untuk anda, hanya beberapa blok ke utara pusat pertokoan disini.''

''Ah, trima kasih, Kiba-san,'' kata Naruto seraya membungkuk.

Wajah Kiba bersemu merah entah karena apa. ''Tidak apa-apa, anda pelanggan disini sudah seharusnya saya membantu anda. Ah ini dia kamar anda. Semoga betah.''

Naruto tersenyum kecil mengamati lelaki yang kini berjalan menjauhinya.

Kesan pertama yang dilihat Naruto adalah sederhana, ranjang ukuran sedang diapit oleh dua nakas kecil, lemari dengan kaca rias terletak disamping pintu, meja berkaki pendek ditengah ruangan dan lukisan bangau emas tertempel didinding. Secara keseluruhan Naruto menyukai kamarnya ini. Setidaknya kamar ini tak terlihat buruk. Tidak semewah kamarnya sih tapi untuk saat ini Naruto tidak akan membandingkannya.

Naruto melemparkan tasnya kenakas sedangkan dirinya menghempaskan tubuhnya diranjang. Penat memenuhi otak kecilnya, pandangannya menatap langit-langit kamar.

''Mungkin mereka sedang kalang kabut, hihihi.''

Rasanya tak sopan jika menertawakan mereka tapi disaat meraka khawatir dengan keberadaannya Naruto malah khawatir dengan kehidupannya disini.

Bunyi derap langkah dan gonggongan anjing membuat Naruto membuka kembali matanya. Ah, rupanya dia sempat tertidur. Tubuh ramping itu mengeliat layaknya ulat bulu.

''Akamaru, tu-tunggu!"

Teriakan bocah yang disambut salakan riang anjing membuat Naruto mengernyit. ''Ternyata ada anak kecil yang tinggal disini.''

Naruto merebahkan tubuhnya kembali kekasur setelah melepaskan sepatunya, menghilangkan rasa kantuk yang masih membuat matanya enggan terbuka.

Tok-tok-tok

Sebuah ketukan membuatnya kembali terjaga. Dengan kaki telanjang, Naruto membuka pintu. Lelaki dewasa berdiri didepannya, menatap kikuk dengan potongan baju ditangan.

''Ah, Kiba-san,'' Naruto membuka pintu kamarnya lebih lebar.

''Eh-I-ini baju yang anda minta.''

''Wah, terima kasih.''

Senyum terkembang saat Naruto menerima baju yang diulurkan Kiba.

''Sama-sama, tidak usah sungkan. Oh ya, maaf hanya itu baju Nee-sanku yang paling kecil-''

Naruto tersenyum menenangkan. ''Tidak apa kok, Kiba-san.''

Alis Naruto melengkung saat mendapati lelaki didepannya berdiri salah tingkah. ''Umm-Naruto-san, boleh aku memanggil begitu?'' Naruto mengangguk meng-iya-kan, ''- kau tau, aku ada didepan-ah, maksudku aku berjaga didepan jika Naruto-san perlu sesuatu. Umm-selamat istirahat kalau begitu.''

''Ah, ya. Sama-sama,'' jawab Naruto.

.

Naruto mengela nafas berat, sudah tiga hari tapi tak ada satupun yang menerima lamaran pekerjaannya. Uh, jika sampai besok dia tidak mendapatkan pekerjaan maka satu-satunya jalan dia harus menjual kalungnya.

''Uh, aku lupa kalau aku tidak membawa ijazah dan seharusnya aku ingat jika mereka tak akan menerimaku semudah itu,'' erang Naruto, tangannya memukul pelan kepalanya sebagai aksi meruntuki kebodohan. Mungkin dengan itu dia merasa kebodohannya sedikit mereda.

Naruto kembali menyuapkan ramen instan yang dibelinya diminimarket tadi pagi. Terduduk dimeja berkaki pendek, Naruto mengingat lagi tentang perjalanannya melamar pekerjaan yang nyaris diusir tanpa dia menyelesaikan kata. Uhh jadi ini yang dirasakan para pengangguran diluar sana. Stress.

Salahnya juga yang pilih-pilih pekerjaan.

Setelah menyelesaikan makan malamnya Naruto mengumpulkan semua sampah bekas dikantung plastik lalu membawanya keluar. Koridor dengan lentera remang-remang menemani perjalannya.

''kau masih belum menemukan baby sister, Sasuke?''

Dahi Naruto mengerut. Langsung bersandar didinding saat mendengar percakapan yang mungkin saja bisa mendatangkan pekerjaan untuknya.

''Hn.''

Okey, pasti lelaki itu begitu pelit bicara, batin Naruto semakin menekan aura kehadirannya.

''Kasihan anak-anakmu, Sasuke. Mereka butuh seseorang yang menemani. Kau tidak bisa meninggalkan mereka dirumah tanpa pengawasan,'' Naruto mengangguk, iya yakin ini adalah suara Kiba.

''Tapi tak ada baby sister yang mau. Kau tau seperti apa Kazuki itu, '' helaan nafas terdengar.

Naruto mengintip, matanya bergerak liar mencari dua orang sosok-ah itu dia. Naruto bersorak dalam hati. ''Lho bukannya itu lelaki yang kemarin?''

Dua orang lelaki duduk berhadapan di sofa, Kiba dengan santainya tiduran-dengan anjing putih mendekur diperutnya-lalu seorang lelaki tampan-Naruto merona- menatap langit-langit. Naruto mengernyit, dia seperti mendapati wajah penat dibalik muka datarnya itu.

''Kau sudah menulisnya dikoran?''

Naruto mendongak telinganya mendengar sesuatu, entah apa yang mereka bicarakan tapi tampaknya lelaki itu- Sasuke- beranjak bangun.

Naruto panik.

Pintu terjelebak terbuka tiba-tiba, membuat pandangan dua pria matang kearahnya.

''AKU INGIN MELAMAR KERJA, TOLONG TERIMA SAYA!'' teriak Naruto panik, berlari kearah mereka.

''AKU AKAN BEKERJA DENGAN RAJIN DAN SUNGGUH-SUNGGUH, RAJIN MENABUNG JUGA JUJUR. JADI TERIMA SAYA!'' teriak Naruto dalam satu tarikan nafas, kedua tangannya mengatup tepat diatas kepala.

.

.

.

.

.

Sasuke mengernyit saat mendapati telinganya berdenging keras. Dihadapannya berdiri perempuan aneh dengan membawa kantong kresek tengah berteriak keras melamar pekerjaan.

Sasuke ingat perempuan dengan baju normal -celana pendek hitam dan kaus orange- sama dengan perempuan aneh dengan baju pengantin turun dari taksi. Ternyata dia bisa berpakaian sesuai tempatnya.

''Hei!''

Suara cempreng menyadarkan Sasuke. ''Aku menolak,'' datar dan singkat.

Sasuke mengamati wajah gadis itu yang berubah panik, mulutnya membuka menutup.

''Sasuke, kenapa kau menolaknya?'' tanya Kiba.

''Hn,'' jawab Sasuke, dirinya berjalan menuju pintu tapi tertahan saat lengannya ditarik seorang gadis sedangkan Kiba beranjak bangun mendekatinya dengan panik.

''Kumohon, aku memang tidak mempunyai ijazah, tapi-umh aku sedang ada sesuatu, ta-tapi aku tidak akan menipumu, aku akan bekerja dengan sungguh-sungguh. A-aku menyukai anak-anak,'' mata sappire itu membulat menyakinkan, tak terlihat kebohongan sedikitku.

Sasuke bergeming, membiarkan gadis didepannya dan Kiba membujuknya. Ada apa dengan sahabat Coklatnya itu.

'' -ya?''

Apa dia lupa jika mereka pernah bertemu dulu? Batin Sasuke. Menatap datar.

Tapi wajah itu...

''Ikut aku sekarang.''

Sasuke berbalik, berjalan menjauh. Dibelakangnya terdengar teriakan senang yang melengking diudara diikuti gonggongan riang anjing.

''Haaaahh, apa yang aku lakukan?'' tanya Sasuke menatap langit.

.

Keheningan menyapa dalam perjalanan kerumah sasuke. Naruto duduk mengamati pemandangan sekitar walaupun Sasuke tau jika gadis itu tak nyaman.

''Umm- boleh aku tau siapa nama anda? Aku bingung mau memanggil,'' gerakan kikuk terlihat dari kaca spion.

''Uchiha Sasuke.''

''Salam kenal Uchiha-san. Aku Na-U-uzumaki Naruto.''

Sasuke mengangguk sebagai balasan. ''Asalmu dari mana?''

''Tokyo," lirih Naruto. ''Siapa nama anak-anak anda, Uchiha-san?''

''Kazuki dan chieko. Mereka kembar,'' jawab Sasuke. Perlahan mobilnya memasuki halaman rumah mungil yang terlihat asri. ''Kita sudah sampai.''

''Iya.''

Sasuke segera membuka pintu mobil setelah memasukkan mobilnya kebagasi diikuti oleh Naruto. Setelah memastikan pintu garasi terkunci Sasuke berjalan menuju bagian dalam rumah.

''Ah, Sasuke-kun sudah pulang? Mereka baru saja tidur. Chieko hari ini sangat sulit tidur,'' Kurenai, berjalan menghampiri Sasuke dengan tas yang tersampir dibahunya.

''Hn, terima kasih sudah mau menemani mereka Kurenai. Kau boleh pulang.''

''Jangan khawatir. Oh, ngomong-ngomong siapa gadis ini? Kau tak bermaksud untuk-''

''Bukan, sudah pulang sana,'' usir Sasuke datar yang ditanggapi kekehan geli Kurenai.

Sasuke sempat melirik gadis dibelakangnya yang berjengit kaget mendengar kata-kata Kurenai. Berdiri kikuk dan mengangguk pelan saat Kurenai tersenyum kearahnya.

Sasuke berjalan melewati beberapa ruangan yang terhubung dengan garasi mobil, rumah yang diberi sentuhan minimalis tanpa menghilangkan unsur Jepang terlihat hangat, wallpaper ungu lembut menyambut pemandangan saat memasuki ruang keluarga. ''Kemari,'' dirinya menghempaskan tubuhnya disofa hitam lembut, memandang Naruto yang perlahan berjalan kearahnya.

''Kita bicarakan kontrak kerja ini.''

''Iya.''

''Aku menggajimu sebulan sekali ¥ 570.510. Bertugas dari jam lima. Memasak makanan, membersihkan rumah menemani anakku, mengantar mereka kesekolah, aku tak mempermaslahkan ijazahmu.''

Terlihat Naruto yang memikirkan sesuatu, berkata sedikit ragu. ''Ya, aku menerimanya. Tapi sebelumnya boleh aku meminta tinggal disini-uhh aku tak punya tempat tinggal, aku sedang berlibur kesini-yah begitulah...''

Sasuke mencemooh dalam hati, bahkan dia tak pandai berbohong. Saat melihat Naruto meremas tangannya gugup. Bahkan orang lainpun tau jika dia tengah ada masalah. Tak mungkin seseorang bepergian dengan gaun pengantin lengkap.

''Hn,'' Sasuke mengangguk.

Binar gembira terlihat jelas diwajah Naruto. ''Dan-dan aku ini setengah gaji dimuka.''

Dahi Sasuke mengerut. ''Apa maksudmu?''

''Aku membutuhkan untuk membeli baju dan yang lainnya, karena aku tak mempunyai baju kecuali ini dan sepotong dipenginapan. Aku janji akan bekerja sungguh-sungguh dan aku tidak akan menipu kok, yakin,'' gadis itu menunjukkan tanda 'piece' kekanakan dengan roman yang terlihat aneh.

Sasuke mendapati kepalanya mengangguk. Ada apa dengan sistem kinerja tubuhnya hari ini.

''Yey.''

''Tou-san?''

Sasuke mendongak melihat anak perempuannya yang menuruni tangga perlahan, tampak lucu dengan piyama biru muda bergambar panda.

''Tidak bisa tidur?'' tanya Sasuke setelah mendekat, menggendong dengan kedua lengan kuatnya.

Gadis cilik itu mengangguk tampak sedikit malu-malu dengan kedua pipi yang memerah. ''Si-siapa itu?''

''Oh-'' Sasuke berbalik, ''-baby sister pengganti Aiko-nee.''

Naruto berjalan menghampiri. ''Apa Chie mau Naru-Nee buatkan susu hangat? Chie suka susu?'' tanya Naruto mengelus rambut indigo pelan.

Chieko tampak malu, wajahnya menyusup dileher Sasuke. Sedangkan Sang Tou-san hanya menepuk pelan pundaknya. ''Kau mau susu?'' hening sesaat hingga terlihat indigo pendek yang bergerak menggangguk.

Naruto nyaris memekik senang bahkan berlari menuju dapur yang tidak dia ketahui dimana tempatnya.

Sasuke begitu terkejut dengan reaksi 'unik' baby sisternya kali ini. Tangannya menunjuk sebuah ruangan saat Naruto menoleh kearahnya dengan wajah bingungnya. Benar benar ceroboh.

.

.

.

.

.

Naruto berjalan pelan menaiki tangga, ditangannya terdapat susu putih hangat. Ada dua kamar dilantai dua, segera Naruto tau jika kamar dengan pintu gambar hewan adalah kamar Si Kembar.

Pintu terbuka perlahan.

Sasuke berdiri dengan Chieko dipundak mengayunkannya pelan.

''Susunya sudah jadi.''

Kepala Chieko terdongak, memandang Naruto saat dia meletakkan susu dimeja terdekat, tangannya terulur meminta Chieko dari gendongan Sasuke. Bocah itu menggeleng tak mau, wajahnya semakin tersembunyi dileher Sasuke.

Naruto terkekeh pelan, lucu sekali bocah ini.

''Tidak apa. Ayo sini sama Naru-nee,'' Naruto tak menyerah, dia suka anak-anak. Sikap tadi tak membuatnya kesal, malah sebaliknya. Chieko sangat menggemaskan.

Sasuke menatap Naruto sebagai perintah agar tak memaksa putri bungsunya saat dirasa pelukan erat ditubuhnya.

Naruto tersenyum. ''Ayo, katanya tadi ingin minum susu, nanti keburu dingin lho,'' bujuk Naruto.

Chieko memandang Tou-sannya dan Sasuke mengangguk, perlahan pelukan terlepas.

''Huplah... Anak pintar,'' Naruto menggendong Chieko terampil, seolah tak ada masalah yang berarti saat bocah sepuluh tahun itu menempel didadanya. Naruto mengulurkan segelas susu yang diterima Chieko malu-malu. ''Ini susunya, dihabiskannya!''

Tegukan pertama disusul tegukan berikutnya, Susu hangat berpindah keperut mungil Chieko. ''Suka?''

Gadis cilik itu mengangguk pelan. ''A-ada ra-rasa madunya,'' cicit Chieko malu-malu.

''Woah, pintar sekali. Tadi Nee-san menambahkan madu didalamnya. Nah sekarang waktunya tidur, besok sekolah kan?''

Tubuh cilik itu rebah diranjang pink, ranjang biru disampingnya terdapat Kazuki yang tertidur pulas. Menarik selimut hingga batas dagu, Naruto mengecup pipi gembil Chiko. ''Berdoa dulu sebelum tidur ya.''

Dan sesaat Naruto melupakan sosok pria yang berdiri menatapnya dengan datar.

.

.

TBC.

.

.

.

Cuma copas dari ffn ke watty

.

Please coment and vote yaa...

TeaJustmine