Disclaimer: bukahkah seluruh karakter dalam Naruto milik Masashi Kishimoto?
Genre: Com-Rom (Comedy-Romance), Hurt/Comfort.
Main Chara: Naruto Uzumaki-Haruno Sakura (NaruSaku) and Shikamaru Nara-Ino Yamanaka (ShikaIno)
Warning: author amatiran, abal tak terkira, banyak kesalahan dalam penulisan, payah EYD, bergelimpungan typo(s), hanya berharap maklum dari para readers.
Summary: Jika biasanya seorang gadis mau melakukan apa saja termasuk menjadi pasangan palsu seorang pria demi uang, di sini lain cerita. Naruto dan Shikamaru harus berpura-pura menjadi pasangan dua gadis tirani, Ino-Sakura, agar dapat membayar tagihan apartemen. Apa alasan Ino dan Sakura yang awalnya berencana mengumumkan siapa kekasihnya pada orang terdekat, kini malah menyewa dua pria itu?! Dan semuanya semakin jauh dari rencana awal!
The Back-up Plan
'when the plan need a back-up'
Ini hari yang spesial, khususnya bagi dua gadis yang sibuk dengan aktivitas mencoba-coba gaun terbaik mereka. Sesekali bergantian berlenggak-lenggok di hadapan cermin besar, bahkan tak jarang suara bising terdengar. Anak hawa yang satu dengan rambut bubble gum, begitu bingung untuk memutuskan antara gaun merah muda atau putih yang nantinya akan ia kenakan. Sedangkan yang berambut pirang, sudah memastikan bahwa ia akan memakai black lace dress.
Ooh, jangan ingatkan acara nanti malam yang membuat mereka dalam keadaan tak dapat bersantai ini. Keduanya telah mengundang keluarga dan teman terdekat mereka untuk menyaksikan apa yang ingin disajikan. Ini hal konyol, yakin saja kalau itu memang suatu yang langka! Bagaimana tidak, alih-alih mempersiapkan diri untuk pinangan seorang pria, kedua gadis ini nanti malam akan melakukan aksi memperkenalkan kekasih mereka – dengan atau tanpa permintaan terhadap sang pria.
Bosan dengan hubungan yang tak tentu arah, keduanya memutuskan untuk memperjelas status dengan meminta prianya menjadi pacar dengan cara yang memang agak memaksa. Malam nanti, tepatnya pukul tujuh. Yaa, keduanya memang nampak seperti pejuang emansipasi wanita dalam urusan percintaan. Tidak ada ideologi lama mengenai sang lelaki yang harus lebih dahulu menyatakan rasa di dalam kamus mereka. Kendati demikian, lebih tepatnya adalah kedua gadis itu jengah dengan keadaan yang stagnan.
Tinggal di apartemen yang sama, bekerja dengan pekerjaan yang tidak berbeda – bahkan satu aliansi, berteman dari sekolah dasar dan menamatkan perguruan tinggi yang memang tak ubah, membuat mereka seperti memiliki satu nasib yang sama. Yaa, meskipun terbilang miris, setidaknya mereka mampu menunjukan contoh persahabatan sejati.
"Aku lebih suka kau pakai dress asimetris berwarna putih itu, Sakura," si blonde berargumentasi. Ia duduk di atas kasur dengan kedua tangan menumpu dagunya. Gadis yang menerima saran cuma mampu menimang alternatif yang tercetus dari kawannya. Melempar gaun pink yang tak terpilih, lantas memakai dress berwarna polos itu ke tubuhnya.
"Bagaimana?" ia meminta pendapat, saat pakaian itu sudah terpasang manis. Memutar badannya tiga ratus enam puluh derajat, dan menepuk-nepuk bagian depan kainnya. Memang, dress dengan bagian skirt tak rata itu begitu cantik dikenakannya. Orang yang ditanya tampak berpikir sesaat, menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "aku yakin, Sasuke akan menyesal bila tidak menerimamu."
Ancap pemilik rambut bunga musim semi itu tersenyum manis, ia benar-benar tersipu atas pujian dari sahabatnya. "Bagaimana denganku?" balas tanya gadis yang saat ini mengikat rambutnya menjadi pony tail itu, seraya berdiri dan memalingkan tubuh ke arah kiri dan kanan. "Ayolah, Ino…! Aku bingung dengan apa yang dipikirkan Sai, apabila ia menolakmu."
Tak sampai lima detik, keduanya layak nenek sihir yang cekikikan bersamaan. Mereka yang tahun ini sudah mencapai usia dua puluh tujuh, tetap seperti anak remaja sepuluh tahun lebih muda dari umur. Benar-benar menyenangkan, apabila realita memang seperti apa yang diutarakan oleh satu sama lain.
Sedikit penjelasan mengenai keduanya, yang dimulai dari gadis bernama Sakura. Ia bekerja sebagai dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit kota ini, dan sudah menjalin hubungan tanpa kejelasan status dengan seorang pria Uchiha, Sasuke Uchiha, teman semasa duduk di bangku senior yang dari dulu ia sukai, dan kembali menjalin komunikasi semenjak delapan bulan lalu.
Oke, untuk si rambut pirang, ia bekerja satu tempat dengan sahabatnya – Sakura. Bekerja sebagai ahli kandungan, dan sudah enam bulan ini dekat dengan seorang lelaki yang di kenal dengan nama Sai. Himura Sai, seorang pelukis yang tengah naik daun dalam dunia artistik, dan pertemuan mereka di galeri seni pemuda itu membuatnya kepincut setengah gila.
Kembali ke aktivitas keduanya, mereka sekarang tengah merapikan seluruh pakaian yang sukses terobrak-abrik dari dalam lemari. Setelahnya, dua kaum hawa itu memutuskan untuk pergi ke salon kecantikan, guna membuat penampilan mereka berdua semakin sempurna. Bodoh, benar-benar tidak pintar. Dunia sepertinya tidak dalam bentuk yang elips lagi, mungkin sudah jadi prisma!
Sakura bersiap memutar gagang pintu, yang hal ini batal terjadi karena menerima panggilan telepon dari sang pujaan hati. Bukannya bergegas menjawab telepon, ia terlebih dahulu melakukan euphoria dengan melompat-lompat di tempat ia berdiri sekarang. "Heei, cepat angkat teleponnya…!" syukur saja ia punya teman yang membuatnya tersadar.
"Ha-halo, Sasuke-kun?" entah apa yang ia bicarakan dengan seseorang di seberang sana. Tapi yang jelas, senyum dan wajah sumringah itu tidak bisa luput dari dirinya. Sesekali mengiyakan, bahkan memberikan tanggapan mengangguk seolah berhadapan langsung dengan sosok yang ditelepon. Langsung merengkuh sahabatnya begitu saluran telekomunikasi dihentikan.
"Ino, katanya Sasuke-kun, ia ingin memperkenalkan seseorang nanti malam denganku. Jangan-jangan, itu orang tuanya." Kontan saja, keduanya langsung berteriak heboh layaknya gadis belia yang melihat sang tokoh idola. Begitu bahagianya, hingga bisa saja lupa dengan tujuan sebelumnya. Masih saja melanjutkan kesenangan semu, hingga satu gangguan datang…
Ting… tong…! Ting… tong…!
Suara bel yang berbunyi, tentu saja membuat keduanya menghentikan aksi khayalan bodoh mereka. Merapikan baju yang dianggap berantakan, Ino bergerak untuk sekedar membuka penghalang keluar masuk kediaman. Tatkala menemukan siapa tamu yang berkunjung, tak pelak wajah kusut ia perlihatkan.
Mendapati seorang anak lelaki berambut jabrik kuning dengan tiga goresan imut di masing-masing pipinya, serta senyum manis yang merekah di bibir lelaki itu, sama sekali tidak membawa mood baik bagi gadis ini. "Ada apa?" bukan Ino yang melontarkan tanya, melainkan sahabatnya yang hanya memberikan delikan sarkatis.
Menyusul dari belakang pemuda di hadapan dua gadis itu seorang pria lain, yang satu ini menunjukan rona malas tanpa minat apapun selain tidur. "Waaw…! Tumben sekali, the prince sleeping ugly ini ikut datang berkunjung," Ino berkata, mimik mukanya memang menunjukan raut yang tidak menduga. Dilihatinya pemuda yang mengikat rambutnya tinggi hingga menyerupai buah nanas itu dari ujung kaki sampai ubun-ubun kepala.
Perkenalkan kedua tamu siang ini, si rambut pirang biasa dipanggil Naruto dan yang disebut sleeping ugly itu adalah Shikamaru. Sejak setahun lalu berada dalam satu lantai apartemen yang sama dengan Ino dan Sakura, menjadikan mereka lumayan akrab dengan dua gadis itu. Juga merupakan sebagian masalah bagi dua nona tersebut, karena kebiasaan mereka meminjam sesuatu – entah mobil, kaset DVD, laptop, dan lain sebagainya. Percaya saja, kali ini perilaku meminta pertolongan penting akan kembali diberlakukan.
"Sakura-chan, Ino-chan, pleaseeee… tolong kami!" Naruto pertama yang berbicara, dengan menautkan kesepuluh jari tangannya berseling – lagak memohon. Nada suara sengaja dibuat sesedih mungkin, tidak lupa dengan tatapan nanar yang menunjukan kepasrahan tingkat tinggi. Shikamaru sendiri di belakangnya, malah tidak menunjukan ekspresi yang sama – tetap mengantuk.
"Mau apa lagi?" Sakura mendekat, kedua tangannya yang menyilang sama sekali tidak menunjukan keramahan tuan rumah. Tak semerta-merta memberikan jawaban, Naruto terlebih dahulu memberikan tatapan sendu ke arah Shikamaru di belakangnya. "Woooi…!" gertak gadis yang sama, membuat pemuda itu kelabakan sendiri.
"Begini, Sakura-chan, Ino-chan, bisakah kami meminta bantuan?"
"Katakan saja, apa yang kalian mau. Kami ingin cepat," Ino menyahuti, bergaya hanya bisa memberikan sedikit waktu dengan aksen melihati jam tangannya. "Bagaimana, yaaa...?" tanya balas tanya, nampak seperti empat manusia yang memiliki kemampuan intelegensi di bawah rata-rata, lalu dikumpulkan dalam satu ruangan. Foolish!
"Kami ingin pinjam uang." Akhirnya, yang dari tadi diam saja kini yang mengutarakan inti dari kedatangan mereka. Seketika tatapan sarkatis didapat dari dua gadis yang berdepanan dengan ia dan Naruto. Menemukan Sakura dan Ino saling melempar tatapan geli, Shikamaru hanya mampu menghembuskan napas bosan – seperti bukan ia yang memerlukan bantuan.
"Berapa?" Sakura berbaik hati, ia sedang dalam suasana perasaan yang riang kali ini. Maka, hal itu tidak akan mengacaukan semua pikiran indah yang membumbung di benaknya. Seraya ingin mengambilkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya, juga menunggu untuk salah satu dari kedua lelaki itu menjawab tanya.
"Dua ribu dolar, Sakura-chan." Kontan saja, Ino dan Sakura memberikan nanar terkejut pada si pembicara, Naruto. Bukan hanya itu, spontan keduanya jaws-drop dan menggelengkan kepala pelan. Rupanya, apa yang diucapkan Naruto kali ini benar-benar di luar ranah estimasi mereka. Sakura menghela napas panjang; Ino hanya mengerjapkan indera visualnya beberapa kali.
Uang segitu tidak bisa dinilai sedikit, apalagi meminjamkan cuma-cuma pada dua orang yang dikenalnya tak lebih dari dua belas bulan. Bercanda, Shikamaru dan Naruto kali ini sedang melucu saja. "You're joke, right?" Ino meminta klarifikiasi, yang sayangnya malah dijawab dengan gelengan kepala ringan dari Naruto. Makin tidak percaya, hembusan napas Ino terdengar berat.
"Uang sebanyak itu untuk apa?" kali ini, Sakura yang meminta penjelasan. Terlebih dahulu Naruto melakukan sebentuk tarikan napas pelan, "untuk bayar sewa apartemen selama satu bulan, Sakura-chan. Aku baru berhenti bekerja bulan lalu, dan gaji Shikamaru tak cukup untuk membayar." Tidak tahulah apa, mereka berdua ini benar-benar mencari masalah. Sudah tahu bekerja serampangan, tapi tetap memutuskan untuk tinggal di apartemen premium segala.
"Kami janji, pasti akan membayarnya walau mencicil sedikit demi sedikit," imbuh Naruto. Wajahnya betul-betul menunjukan raut gawat darurat. "Ada bunganya pun, kami mau. Asal tidak banyak. Iya, kan, Shikamaru?" tambahnya, kali ini direksi netranya berpaling ke posisi Shikamaru berada. Shikamaru beranjak untuk mengeliminasi jarak dengan ketiganya dan melakukan helaan napas sebelum ia berbicara, "tolonglah! Begitu kami punya uang, kami akan membayarnya."
"Jaminannya?"
Serempak Naruto dan Shikamaru langsung bergeleng begitu mendapatkan tanya dari Ino. Apa yang mereka bisa gadaikan? Kalau memang ada, pasti lebih baik menjaminkannya dengan pemilik tempat mereka tinggal. Pergerakan arti mentidakkan tersebut tentunya membuat dua gadis itu semakin kepayahan saja, tak habis pikir demi dua makhluk Adam di depan mereka.
"Tolonglah, Ino-chan, Sakura-chan! Kalau bukan kalian, siapa lagi yang bisa bantu kami?" aah, kalimat andalan Naruto di saat terjepit. Hanya dipergunakan kepada dua manusia di hadapannya, yang biasanya langsung menorehkan keberhasilan untuknya. Sekali lagi, Ino dan Sakura saling memandang. Satu ide brilian muncul di otak mereka, dan Ino bersiap mengutarakannya,"kami hanya bisa pinjamkan setengah dari itu, sisanya kalian cari sendiri."
"Terimakasih, terimakasih…!" Naruto berkata, sangking senangnya langsung menyalami tangan Ino dan Sakura secara bergantian. "Eeits... Tunggu dulu!" Sakura berkata. Ia menarik tangannya yang kemudian disusul sahabatnya, "kalian berdua, harus menjadi supir dan asisten kami." Ino tersenyum tipis, "tapi tenang saja, kami memanggil kalian apabila kami memerlukan bantuan saja. Jadi, bisa dianggap kerja part-time."
Gantian, kali ini dua pemuda itu yang dibuat melongo tak percaya. Tampang bodoh Shikamaru benar-benar terlihat kali ini, beberapa kali mata pemuda itu dan rekannya mengerjap. Berpandang- pandangan seperti pasangan homoseksual, dan kembali mengarahkan netra pada dua gadis tirani itu. Naruto menggaruk tengkuknya," bagaimana kami mau bekerja, kalau kami…"
"Sudah dibilang, kan? Kalau aku dan Sakura hanya memanggil kalian apabila kami memerlukan bantuan. Sisanya, kalian bisa menjalan aktivitas seperti biasanya," sela Ino saat Naruto belum menuntaskan verbalisasinya. Sahabatnya menambahkan, "Ino benar! Dan tugas kalian selesai, apabila sudah melunasi utang kalian. Deal?"
Belum ada jawaban dari para pria yang ditanya, kedua insan yang mungkin bisa saja dikatakan teraniaya di sini hanya mampu mempertimbangkan pilihan yang mereka punya. "Yaa, kalau tidak mau, tak masalah!" jengah untuk menunggu pertanyaan terjawab, Sakura beserta kawannya lekas-lekas bermaksud menutup akses penghalang. Akan berhasil, jika tidak ditahan oleh dua pria di depan pintunya.
"Oke, okee…! Kami setuju." Shikamaru dan Naruto berujar bersamaan, membuat Ino membatalkan niatnya untuk menutup pintu apartemen. "Oke, kalian bisa memulai tugasnya dari sekarang," Sakura berkata, setelah itu seenaknya melanglang pergi meninggalkan. "Apa yang kalian tunggu?" sahabatnya menambahkan setelah selesai mengunci dengan pass-card.
o
O
o
"Terus, habis ini kita ke mana?" tanya Naruto. Ia duduk di kursi kemudi dengan Shikamaru bersebelahan dengannya. Sedangkan Ino dan Sakura mengambil posisi manis di bangku belakang, tampak sedang menyibukan diri dengan mengamati riasan mereka. Keduanya bungkam untuk sesaat, berpikir sekiranya destinasi mana lagi yang jadi target mereka.
Setelah melakukan reservasi ulang di restoran yang menjadi pilihan kedua gadis itu, hanya memastikan semuanya akan berjalan sesuai keinginan. Sekarang, harusnya mereka pergi ke salon seperti yang telah ditentukan sebelumnya. Namun, sepertinya ada pergantian jadwal di luar dugaan dengan adanya kehadiran dua pemuda itu.
"Kami ingin belanja. Rasanya, aku dan Ino butuh membeli bahan makanan." Mendengar apa yang baru saja dilontarkan Sakura, mau tak mau Naruto harus mengarahkan perjalan ke Konoha Square, di mana mall itu terdapat supermarket yang menjual berbagai keperluan. Wajah dua pemuda itu carut-marut, yakin saja dalam hati terus melakukan aksi misuh-misuh tak karuan.
Mau bagaimana lagi, bukankah salah satu hal yang paling menyebalkan bagi seorang pria adalah menemani gadis berbelanja? Di mana membuatnya hilir-mudik tak jelas hanya demi barang yang bagi mereka sama saja. Yaa, ketentuan itu biasanya berlaku untuk pemuda normal. Apabila bengkok sedikit, lain lagi beritanya.
"Oke. Ayo, ikut!" tutur Ino, seenaknya membuana terlebih dahulu bersama Sakura. Membiarkan Shikamaru dan Naruto mengikuti tapakan kaki mereka yang memiliki passion lebih saat berhubungan dengan shopping. Tak bisa menolak, pemuda-pemuda menyedihkan tersebut hanya bisa terdiam dan menjejakan langkah mengikuti dua gadis itu.
Miris, benar-benar kasihan. Kedua pemuda itu betul-betul seakan menjadi pembantu bagi duo berisik ini. Meminta mereka untuk mengambilkan bahan makanan, menyuruh untuk menunggu di kasir, dipekerjakan untuk membawa belanjaan yang seabrek. Dua gadis itu sungguh-sungguh makhluk tirani rupanya!
Belum sampai di situ, dua pria menyedihkan itu harus menanti berjam-jam ketika mereka asyik berdandan di salon langganan. Tampak seperti suami-suami yang tak berkutik di hadapan istri, Naruto maupun Shikamaru hanya bisa melepaskan lirikan dari kiri ke kanan dan sebaliknya. Tubuh mereka agak membungkuk, mengindikasikan rasa lelah tiada tara. Bagi mereka, lebih baik melakukan perjalanan dengan berjalan kaki berkilo-kilo meter, daripada harus menemani seorang gadis melakukan aktivitas seperti ini.
"Haai, Shikamaru! Apa kau yakin dengan semua ini? Bagaimana kalau kita…"
"Sudahlah, Naruto!" kali ini ucapan Naruto terhenti oleh Shikamaru, membuatnya jadi bungkam kembali dan arah matanya terdireksi pada dua gadis yang sibuk melakukan perawatan diri. Shikamaru menghembuskan napas saat ponselnya bergetar karena ada panggilan masuk dari seseorang, dari layar LCD tertera tulisan 'daddy' – arti sang penghubung adalah ayahnya.
"Ibuku juga tadi pagi ada menghubungiku," tutur Naruto sesaat setelah melirik layar mobile sahabatnya. Shikamaru diam saja, sama sekali tidak memiliki niatan untuk sekedar mengatakan bahwa ia sedang sibuk pada orang yang menghubunginya. Menghela napas sekali lagi, sebenarnya dalam palung hatinya tidak tega mengacuhkan sang orang tua pria.
"Ayo, boys, kita pergi!" ajak Sakura. Sekali lagi dua gadis itu menunjukan posisinya sebagai boss dengan melangkahkan kaki terlebih dahulu. Membiarkan pemuda-pemuda yang mengikuti mereka kepayahan membawa banyaknya barang. Kadang Ino dan Sakura setengah mati menahan gelak tawa, tatkala mendapati dua tetangga yang biasa menyusahkan mereka, kini dibuat sulit oleh keduanya.
Sampai kembali ke apartemen, Shikamaru dan Naruto pun diharuskan untuk membantu membenahi barang-barang belanjaan mereka. Tak punya rasionalisasi menolak apalagi di hari pertama bekerja, tentu mereka mengikuti saja. Tidak tahu ini akan berapa lama terjadinya, yang jelas sehari saja Shikamaru dan Naruto sudah merasa tulang-belulang mereka ingin retak. Seretak, retaknya-retak!
"Oke, kalian sekarang boleh pulang. Tapi ingat, jam enam nanti kalian harus datang menjemput kami dan mengantarkan kami ke restoran," titah Ino. Apa yang dilisankan gadis itu berhasil membuat Shikamaru dan Naruto membatu. Sudah bekerja hingga secapek ini, masih juga diperintah-perintah untuk hal yang sebenarnya mereka tidak diperlukan. Heh, bagaimana dengan penjelasan bahwa mereka dipekerjakan saat hanya dibutuhkan? Ambigu!
Mendapati tatapan kosong dua pria di hadapannya, membuat Ino dipaksa harus menambahkan kalimatnya, "kalian belum makan, kan? Uang kalian juga belum kalian terima, kan?" spontan duo Shika-Naru mengangguk pasrah. "Kalau begitu, datanglah nanti malam dan antar kami ke restoran," imbuh gadis berambut pirang tersebut.
"Sebaiknya, kalian mengenakan pakaian yang rapi." Setelah mengucapkan kalimat demikian, gadis itu menambahkan lagi kata 'see a' dan langsung menutup rapat pintunya. Tahu apa yang bisa dilakukan dua pria ini? Apalagi hanya melampiaskan ekspresi kesal mereka di depan pintu. Sayang, belum puas mengumpat, Ino kembali membuka penghalang keluar masuk itu. Memberikan tatapan sadis, dan sekali lagi memberikan debaman pintu yang jauh lebih nyaring dari sebelumnya.
o
O
o
Sampai di restoran tepat waktu, Sakura dan Ino tidak akan membuat diri mereka malu dengan membiarkan tamu yang menunggu. Orang tua Ino dan Sakura sudah menampakan diri, teman-teman yang diundang pun sudah menduduki bangku yang telah dipersiapkan. Kedua gadis itu benar-benar begitu cantik malam ini, sampai saat ini semuanya sama persis seperti apa yang direncanakan.
Sibuk akan segalanya, melupakan Naruto dan Shikamaru yang duduk di kursi paling ujung. Menikmati makanan pembuka, dan sekedar melihat-lihat sekeliling. Berharap keduanya menemukan gadis manis dan baik untuk sekadar diajak berbincang. Bosan, kedua pemuda itu benar-benar jengah dengan suasana yang seperti ini.
"Mana orangnya, Sakura?" tanya Mebuki, ibunda dari gadis berambut merah muda itu.
Sakura tersenyum dan menggeleng pelan, "dia pasti datang, bu."
"Ayah tak sabar ingin melihatnya, Ino." Kali ini giliran Ino yang menerima desakan halus dari orang tua prianya. Setali tiga uang dengan Sakura, Ino hanya tersenyum dan mengatakan kalimat yang sama. Berbeda dengan orang tua Sakura, Inoichi, ayah Ino itu sedikit agak sulit dibuat diam menunggu. Dia dengan seenaknya berdiri, dan meminta Ino dan Sakura untuk menjelaskan maksud keduanya mengundang orang-orang terdekat.
"Baiklah. Selamat malam semuanya! Terimakasih telah mau datang ke acara kecil aku dan Ino," Sakura terlebih dahulu memperdengarkan suaranya, agak gemetar juga ia saat mengingat tujuannya. "Seperti yang sudah kalian tahu semua, bahwa kami akan mengenalkan kekasih kami," sambung Ino, tangannya bergerak untuk menggenggam jemari sahabatnya. Sekalinya, bukan hanya Sakura yang gugup di sini.
Tepuk tangan terdengar dari berbagai penjuru ruang, yang bahkan Shikamaru dan Naruto turut melakukan hal yang sama. "Tapi sayangnya, kita harus menunggu dua orang lagi sebelum kami mengenalkannya pada kalian," Sakura bertutur lagi. Kalimat itu dirasanya jauh lebih baik, dari pada mengatakan kalau insan yang ingin dipertemukan belum menampakan diri.
Memposisikan kembali ke tempat mereka semula, dengan sebelumnya mengatakan untuk bersabar sebentar kepada semua yang datang. Sakura dan Ino tentunya harap-harap cemas saat ini, mereka berdua secara bergantian memusatkan perhatian pada pintu masuk restoran. Berharap agar orang-orang yang mereka tunggu bersamaan hadir sekarang.
Terutama Sakura, ia begitu tidak dapat menahan rasa senang saat dipikirnya bahwa Sasuke akan datang membawa calon mertuanya. Sekadar bercengkrama singkat dengan teman-teman dekat, kadang sesekali Ino dan Sakura menghampiri dua asisten pribadi mereka. Tampak begitu tenang, walau demikian merekalah orang yang paling tak sabar untuk menunggu.
Ancap Sakura tersenyum, begitu mendapati orang yang ia nanti memasuki ruangan. Secepatnya ia berjalan untuk mendatangi pemudanya. Sayang, langkahnya harus terhenti tatkala melihat pemuda itu menggandeng seorang wanita berambut merah. Alih-alih calon ibu mertua, gadis yang dibawa Sasuke itu dapat lebih tepatnya dikatakan sebagai kekasih.
Sakura menatap nanar, langkahnya satu demi satu dan lamban, namun tetap terdestinasi pada seorang yang tadinya ia harapkan kedatangannya. Ada yang salah! Ino tahu itu, ia pun bergegas mengikuti tapakan kaki sahabatnya. Berdiri di samping Sakura, dan mendapati sahabatnya hampir meneteskan air mata.
"Sakura, perkenalkan, ini Karin. Ia pacarku," ucapan Sasuke, terbilang pelan namun bagi Sakura terdengar begitu menggelegar. Napasnya berat, tenggorokannya kering, ia hanya bisa balas menyalami tangan gadis bernama Karin yang terulur padanya. Tersenyum semanis mungkin, tapi yakin saja kalau hatinya remuk kali ini. Bisa-bisanya hal itu terjadi!
Ino terdiam, dan makin mengerti apa yang dirasakan sahabatnya saat adegan seseorang yang ditunggu datang bersama seorang yang lain. Tidak ditemani Sakura, gadis itu melangkah maju sendiri mendatangi pria berambut eboni bersama gadis berambut pirang serta poni berpotongan rata." Pacarmu, kan?" Ino memberanikan diri untuk menebak sendiri. Mungkin saja gadis itu belajar untuk menerima realita secepatnya. Sai mengangguk, "perkenalkan, namanya Shion."
Benar-benar bagai dua sahabat yang ditakdirkan Tuhan untuk memiliki nasib yang tak berbeda, bahkan saat patah hati pun mereka di timing bersamaan. Ino dan Sakura mempersilahkan masing-masing orang yang mereka tunggu untuk menduduki bangku yang ada, mengikuti jalannya empat orang itu dari belakang sembari berusaha tetap kuat.
"Kudengar kau ingin memperkenalkan kekasihmu, maka kubawa Shion." Pengutaraan dari Sai hanya membuahkan anggukan kepala pada Ino, ia melirik sahabat di sampingnya yang juga mungkin mendapatkan penuturan dengan maksud sama saja. Berpikir keras, karena bisa-bisanya hal ini luput dari prediksi mereka selama berbulan-bulan mengenal pria-pria itu.
Bagai sinema yang didramatisir, keadaan ini bagi siapapun tentu sangat dihindari. Dari sudut ruang, Naruto beserta rekannya nampak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Awalnya ingin mentertawakan, karena mungkin saja ini hukum karma bagi Ino dan Sakura sebab telah mengerjai mereka. Tapi apa urusan mereka? Keduanya hanya orang yang meminjam uang dengan jaminan bekerja sebagai pesuruh dua gadis itu.
"Sakura, Ino, siapa lagi yang kalian tunggu?" tanya Kinzashi, ayah Sakura. Moment yang satu ini, sukses membuat dua nama yang baru saja disebutkan itu terperangah. Tak bisa berbohong sebab memang tidak ada lagi yang ditunggu, mereka menggeleng saja. "Kalau begitu, beritahu kami siapa kekasih kalian!" semakin memaksa saja sang ayah dari keluarga Haruno.
Suara bising terdengar dari berbagai arah, meminta Ino dan Sakura untuk mengenalkan si pujaan hati kepada orang-orang terdekat dalam hidup mereka. Mau tak mau kedua gadis itu mendirikan tubuhnya, memberikan arah picingan mata ke setiap sudut. Mencoba mendapatkan pemecahan masalah keduanya saat ini, karena tidak mungkin mengenalkan orang yang membawa pacar sebagai kekasih, apalagi sampai berlagak tidak tahu dan membatalkan acara ini. Itu akan sangat memalukan!
Rotasi pandangan Sakura terhenti saat matanya terdireksi pada Naruto, ia pun memukul pelan lengan Ino agar memperhatikan dua pemuda di ujung ruangan sana. Mencoba menyamakan persepsi, Ino juga melihati Shikamaru dengan begitu lekatnya. Keduanya tersenyum, dalam otak mereka kini memiliki siasat yang telah dimatangkan bersama.
Masing-masing langkah kaki mereka mendekati dua pemuda tersebut. Ino menggenggam tangan Shikamaru, dan tentu saja Sakura melakukannya terhadap Naruto. Menggiring pria-pria itu ke tengah-tengah keramaian yang ada. Tersenyum pada mereka yang menatap penuh tanya, bahkan sudah ada yang bertepuk tangan.
"Semuanya, perkenalkan! Ini Shikamaru, aku sudah menjalin hubungan dengannya selama… ehhm," Ino agak kesulitan begitu harus mengungkapkan berapa lama ia dan Shikamaru bersama. "Berapa lama, sayang, aku mengenalmu?" berlisan demikian, dengan senyuman manis yang dipaksakan terhadap Shikamaru. Serta alih-alih berucap, Shikamaru hanya menjawab dengan satu jemari telunjuk teracung. "Ooh, iyaa, satu tahun!" tambahnya lagi.
"Dan, ini Naruto. Sama seperti Ino, aku sudah mengenalnya selama itu," Sakura turut mengambil bagian aktingnya. Selanjutnya, tentu saja langsung disambut dengan tepukan tangan yang membahana dari mana saja.
Kedua pemuda itu hanya diam, mata mereka mengerjap polos karena sebenarnya tidak sesungguhnya paham dengan situasi ini. Edaran mata Shikamaru dan Naruto mengamati orang-orang yang memberikan senyuman manis pada mereka, dan anehnya mereka membalas dengan nanar lugu. Tak mampu berkata apa-apa, Shikamaru menggaruk tengguknya, sedangkan temannya yang satu masih nampak cengo mengamati sekitar.
"Ooh, ternyata ini orangnya!" verbalisasi dari Inoichi, ia bersama pasangan hidupnya, Aishi, mendekati Shikamaru untuk sekedar menjabat tangannya. Shikamaru tersendiri, tersenyum kecut yang diusahakannya senormal mungkin. Bibirnya terkulum, helaan napasnya pendek, terutama saat dengan sengaja Ino menepuk-nepuk dadanya.
"Manisnya calon menantuku," Mebuki ikut membuat keadaan Naruto menjadi seburuk kawannya. Bisa dibayangkan wajah tololnya Naruto yang saat ini semakin bodoh saja itu berupaya sesantai mungkin. Sakura melingkarkan tangannya di pundak Naruto, beradegan semesra mungkin yang bisa ia berikan kepada penonton dramanya.
Ino meminta para tamu yang ada untuk kembali duduk, dan menikmati makanan yang telah tersaji secara prasmanan. Para undangan pun, tentu akan menghormati pemilik acara dengan menikmati suguhan yang ada. Sesaat, Naruto dan Shikamaru bagaikan artis ternama, banyak di antaranya datang untuk sekedar bersalaman – termasuk Sasuke dan Sai dalam hal ini.
"Ikut kami!" perintah Ino kepada Shikamaru serta Naruto, yang langsung saja disertai derapan kaki mengejar dari dua orang itu. Sampai di satu ruang yang menurut dua gadis itu aman, mereka bersiap untuk menjelaskan rencana yang mendiami benak keduanya. Berdiam sesaat, mencoba beradaptasi untuk meyakini bahwa tempat yang sekarang ini aman untuk mereka membahas hal tersebut.
"Baiklah. Ini semua memang terjadi di luar rencana kami, sampai kalian terkena imbasnya," Sakura yang melakukan pembukaan sesi wacana. Mirisnya, dua lelaki itu tetap saja melongo seperti orang bego. "Kalian harus berpura-pura menjadi kekasih kami malam ini, dan mungkin untuk beberapa saat ke depan. Untuk itu kami akan memberikan kalian uang dua ribu dolar," Ino semakin memperjelas isi pembicaraan tersembunyi mereka.
Shikamaru masih hening juga, namun rupanya raut wajahnya telah menunjukan ia mengerti akan jalan permainan ini. Tersenyum tipis, " tiga ribu dolar. Deal?" lelaki cerdik. Begitu ia paham, langsung dipergunakannya kesempatan ini untuk mendapatkan keuntungan. Sebenarnya Ino dan Sakura merasa kesal, hal ini terbukti dari helaan napas mereka yang berat. Akan tetapi, mereka tidak punya pilihan, bukan?
"Oke!"
"Ooh, aku mengerti! Kalian ingin kami menjadi kekasih palsu kalian, dan kalian akan memberikan kami uang?" pada ujungnya, manusia yang memiliki kemampuan komprehensip terpayah di sini paham juga dengan apa yang terjadi.
"Tiga ribu dolar, deal!" tangan kanan Sakura terulur kepada Naruto, begitu Ino terhadap Shikamaru.
"Pekerjaan sebagai supir dan asisten tidak berlaku lagi?" Naruto mengimbuhkan, menyeringai untuk dua gadis yang sudah seenaknya terhadap mereka. "Dan kami bisa memperlakukan kalian sebagai pacar di hadapan orang-orang itu," Shikamaru ikut memperpanjang daftar perjanjian. Mengiyakan tanpa kata, Sakura dan Ino langsung berjalan terlebih dahulu meninggalkan. Shikamaru maupun Naruto mengikuti saja, mereka rasa bisa sedikit bersenang-senang dan membalaskan rasa kesal mereka tadi siang.
"Aku kekasihmu, kan?" kalimat tersebut menjadi senjata Naruto, tatkala Sakura merasa risih saat ia dengan seenaknya mencium pipi dan melingkarkan tangannya di perut gadis musim semi itu. Sakura tersenyum hambar, ia berusaha untuk tetap menyabarkan diri saat ini – sungguh, ia menghindari adanya adegan gore di restoran ini.
"Don't we have a deal?" aah, untuk tiap kata ini menjadi milik Shikamaru ketika meminta Ino untuk mengambilkan makanan ataupun minuman yang diinginkannya. Ia juga dengan seenaknya meminta gadis blonde itu untuk menyuapinya. Aah, kedua lelaki ini benar-benar diberi kesempatan untuk membalaskan rasa kesalnya.
Tapi mau menyalahkan siapa lagi, bukankah Ino dan Sakura membutuhkan opsi baru dan mengakhiri semuanya tanpa cela?! Nah, ini dia, Back-up Plan mereka!
To Be Continued…
A/N:
Bukannya melanjutkan fic yang progress, saya malah menambah daftar hutang fic saja. Terus, cerita yang dibuat benar-benar RUSH gak kira-kira. Dan, apa itu nama ibunya Ino malah Aishi? Ngarang terjal ini namanya.*readers lemparin panci ke author – authornya pundung di kamar.
Cuma akhir-akhir ini saya begitu kepincut ingin menuliskan fic soal NaruSaku, karena saya lebih banyak menuliskan fic ShikaIno dan porsi mereka lebih sedikit. Akhirnya,setelah mikir, saya buat fic Shikaini dan NarusSaku dengan porsi yang sama. Back-up Plan ini menjadi fic multi-pairing dan multi chap saya yang pertama, dan akhirny bisa saya realisasikan sekarang.
Terimakasih untuk bebebku, Co-Bebh, yang memberikan aku keyakinan untuk bisa menuliskan fic serba multi ini. Love you, bibeh! Awalnya ngerasa gak mungkin bisa buat, tapi ternyata chapter pertama sudah sepanjang ini. Dan kata 'when the plan need a back-up' itu bukan termasuk judul, melainkan taglines-nya.*sok-sok kaya pilem aja.
Gak perlu banyak bicara, saya hanya berharap cerita ini bisa dinikmati dan disukai oleh seluruh pecinta pairing NaruSaku dan ShikaIno. Dan bagaimana menurut kalian tentang fic ini? Saya ingin tahu pendapat teman-teman, jadi tolong berikan tanggapannya via review, yaa?!
So, review pleaseee…!
Salam,
Pixie (Yank)-chan