Hai… ketemu sama saya lagi~ Dan akhirnya memutuskan nyoba nulis multific lagi. Semoga ga mengecewakan )/

Disclaimer:

Detective Conan and Magic Kaito fully belong to Aoyama Gosho

The story belongs to me

Now, let the story begins...

o.O.O.o.o.O.O.o

Tokyo, 31 Agustus 20xx 11:24 AM

Hari ini hanya salah satu hari di tengah musim panas yang telah melewati puncaknya, tidak lebih dari sebuah hari biasa dengan panas mentari yang menyengat dan kesibukan kota Tokyo yang seakan tak ada habisnya. Atau kira-kira begitulah bagi sebagian besar warga Tokyo, kecuali bagi satu orang.

Setelah 8 tahun terkurung dalam sangkar penjara, akhirnya ia bisa keluar dari sana. Dan itu bukan waktu yang singkat, sungguh. Awalnya ia berpikir ia dapat melewatinya dengan mudah, ia hanya perlu bersikap baik dan menunggu masa tahanannya berlalu secepat mungkin. Tapi ia salah. Ia terlalu naif karna berpikir ia dapat bertahan disana hanya dengan bersikap baik dan memasang poker face andalannya— dulu.

Berada di balik jeruji besi –di tengah-tengah para kriminal yang bukannya bertobat tapi masih terus mencari korban untuk kepuasan mereka– penindasan bukanlah hal asing disana, apalagi bagi para tahanan baru. Dengan dalih 'mengajarkan peraturan tak tertulis yang ada di dalam penjara', orang-orang sok jagoan yang menganggap diri mereka penguasa tempat itu akan dengan senang hati menyiksa sang anggota baru, fisik maupun mental.

Dirinya yang saat itu masih berusia 17 tahun bukanlah pengecualian. Terima kasih kepada UU Kenakalan Remaja di Jepang hasil revisi, yang menyatakan bahwa anak di atas 14 tahun dapat dihukum atas tindakan pelanggaran hukum yang dilakukannya, akhirnya ia berakhir di tempat ini.

Awalnya ia melawan sekuat tenaga. Tidak ada orang waras yang akan diam saja jika diperlalukan seenaknya kan? Dan tidak bermaksud sombong, tapi bagaimanapun ia juga seorang kriminal yang telah lolos dari jerat polisi berkali-kali. Ia tidak akan diam saja saat harga dirinya diinjak-injak. Ayah dan ibunya tak pernah mengajarinya untuk menyerah.

Namun seiring bulan berganti tahun, ia tahu usahanya sia-sia. Ia tidak bisa menghadapi segerombolan orang barbar yang mengeroyoknya, sementara ia tak punya senjata maupun tempat untuk lari dan sembunyi. Tubuhnya seakan sudah kebal dengan rasa sakit yang mereka timbulkan. Otaknya sudah tidak berniat untuk mencari cara mengalahkan mereka. Batinnya sudah terlalu sering menanggung perih atas penghinaan yang terjadi. Ia lelah.

Toh yang lain menutup mata akan apa yang terjadi. Tak ada yang bisa menolongnya disini. Para tahanan lain tak ada yang berani mengintervensi. Para sipir berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. Kadang mereka hanya memberikan omelan singkat yang tak sungguh-sungguh hanya agar terlihat peduli. Tapi tidak, sesungguhnya mereka tidak peduli. Kecuali kau adalah orang dengan banyak uang yang masih dapat memperoleh apa saja di luar sana –menyogok sipir; menyelundupkan alkohol dan narkoba ke dalam penjara; mengancam akan membunuh keluargamu yang ada di luar sana jika kau mencari masalah dengannya– maka kau tak akan mampu melawan para 'penguasa' tempat ini. Orang lain akan berusaha sebaik mungkin agar keberadaan mereka tak disadari para setan itu, menjauh dari masalah yang mungkin terjadi.

Karena itu ia menyerah. Ia masih melawan tapi tak segigih dulu. Ia masih menjerit tapi tak sekeras dulu. Ia masih tersenyum, terus tersenyum dengan poker face kebanggaannya. Topeng yang selalu menjadi andalannya sejak dulu itu kini sudah seperti menyatu dengan kulit wajahnya. Ia sudah tidak peduli. Tapi paling tidak ia tak mau membiarkan mereka mendapat kepuasan darinya. Mangsa yang tidak memberikan perlawanan saat diburu sama sekali tidak menarik, ia tahu pasti hal itu. Dan itu yang ia lakukan, meskipun itu artinya ia harus membuang harga dirinya. Namun ia sudah tak peduli akan hal itu, maupun hal lain. Ia hanya hidup, tanpa tujuan, hanya terus hidup.

"Selamat atas kebebasanmu. Jangan sampai kembali kesini lagi," ujar petugas yang membukakan gerbang padanya dengan muka acuh.

"Aku juga tidak berniat kembali," ia membalas dengan nada yang ia usahakan terdengar riang. Dan akhirnya ia pun resmi menjejakkan kaki keluar dari bangunan yang telah mengurungnya selama 8 tahun ini.

Matanya menyapu sekitar, ingin melihat apa yang tidak bisa dilihatnya dari dalam sana. Ada beberapa mobil yang terparkir disana, deretan pepohonan yang memberikan perlindungan dari terik matahari, dan beberapa orang yang berlalu lalang. Yang paling dekat dari tempatnya berdiri saat ini adalah dua orang pria berpakain rapi yang tengah mengobrol satu sama lain, mungkin anggota keluarga salah satu narapidana? Atau mungkin petugas polisi? Ia mengedikkan bahu. 'Entah, bukan urusanku dan tidak ada hubungannya denganku,' pikirnya

Ia mengalihkan pandangannya ke arah langit biru yang membentang. Refleks, ia menyipitkan mata karena sinar terang matahari yang mendadak menyerbu masuk ke pupilnya. Panas. Hampir tidak ada awan di atas sana. Benar-benar musim panas yang kering. Dan setiap musim panas keadaan di dalam sana sangatlah tidak nyaman. Yah, memang tidak pernah nyaman apapun musimnya, sebenarnya. Ia menghela napas panjang, memindahkan tas kertas –yang berisi beberapa barang yang kebetulan dibawanya saat ditangkap– ke tangannya yang satu lagi. Yang ia kenakan saat ini juga adalah baju yang dulu ia kenakan. Warnanya sudah pudar dan lecek, dan entah kenapa sekarang terasa lebih kecil di badannya. Apa ia sekurus itu sekarang? Yang pasti ia juga bertambah tinggi, melihat celananya yang kini tak lagi mencapai mata kaki.

Ia bebas sekarang, tapi ia sudah tak punya tempat untuk kembali. Rumahnya sudah habis terbakar. Keluarganya juga sudah tidak ada. Ia sendirian, dan tak punya tujuan. Jadi apa yang harus dilakukannya sekarang? Ia tidak tahu.

Ketika ia baru saja memutuskan untuk melangkah kemanapun kakinya membawanya, ia mendengar seseorang memanggilnya— atau apakah benar ia yang dipanggil?

"KID!" seru pemuda, yang awalnya mengobrol dengan orang yang terlihat seperti atasannya, begitu menyadari sosok pemuda lain yang berdiri di depan gerbang pembebasan. Begitu memastikan bahwa panggilannya terdengar, ia berjalan mendekati pemuda yang perawakannya tak beda jauh dengannya itu. Sementara itu pemuda yang dipanggil hanya terdiam di tempatnya. Termenung.

'Ah, sudah lama sekali aku tidak mendengar panggilan itu…,' pikirnya.

Julukannya, bukan, julukan itu dipakai ayahnya dulu. Setelah mengetahui rahasia di balik kematian sang Ayah, ia pun memutuskan untuk meneruskan apa yang dulu dilakukan beliau. Menjadi Kaitou KID, mencuri berlian-berlian besar dari segala penjuru untuk mencari satu batu berlian istimewa –Pandora– yang konon dapat memberikan keabadian. Ya, dia adalah Kaitou KID yang tertangkap 8 tahun yang lalu. Dan setelahnya ia hanya pernah mendengar julukan itu diucapkan dengan nada mengejek –merendahkan– oleh penghuni penjara lainnya.

Dengan menekan perasaan takut yang mendadak bergolak di perutnya, ia menolehkan ke arah sumber suara itu. Dan ia mendapati wajah yang tak asing. Wajah yang meskipun sudah lama tak dilihatnya masih bisa diingatnya. Tanpa sadar lidahnya sudah menggulirkan panggilan pemuda itu, penuh dengan rasa nostalgik, entah kenapa.

"Tantei-kun..."

.

To be continued

Pendek~ Ahahaha gomen, anggep saja masih prolog. Next chapter diusahakan update secepatnya ' ')9 Anyway, gimana pendapat kalian tentang fic ini? Let me know~ Review if you don't mind. Doumo arigatou buat yang udah baca. Matta ne!