A/N: Agak telat update gara-gara WB dan tugas sekolah... (tepar). All right, this is the last chapter.
Disclaimer: Free! by KyoAni and Vocaloid by Yamaha dan developer masing-masing
Warning: tortured character, gore, cerita gaje, typo, ugh... (author tepar di atas keyboard)
Dan dia mulai bergerak...
Bergerak...
Mencari tumbal untuk malapetaka...
"Kerahkan semua pasukan! Hari ini kita akan memulai invansi Tokyo secara total dengan pasukan yang telah kita sediakan!"
Seorang gadis berambut hijau kebiruan memerintahkan prajuritnya untuk melaksanakan rencana kudeta yang telah disusun sedemikian rupa. Raut wajahnya yang angkuh serta sikap duduknya di atas singgasana laksana ratu kecantikan seolah memberi kesan akan besarnya kekuasaannya atas seluruh kota Tokyo ini –bahkan mungkin seluruh Jepang dan dunia jika perlu.
"Baik, Hatsune-hime!" para prajurit menurut, lalu menyebar ke seluruh penjuru kota untuk melaksanakan perintah tuan mereka.
Hatsune Miku, demikian nama sang pemberi perintah, menyeringai licik. "Bagus. Mulai dari Tokyo sebagai ibukota, lalu berlanjut kepada seluruh Jepang. Jepang akan jadi milikku!"
Cepat... Cepat...
Tiada kata menunggu, cepat...
Sebelum terlambat, harus cepat
Sebelum dunia menjelma cacat
Sementara itu, Haruka, Makoto dan Rin duduk di jok belakang mobil sport bertenaga listrik milik Kiyoteru. Piko menemani Kiyoteru yang sedang menyetir di jok depan. Kaito dan Gakupo mengendarai motor masing-masing, ditambah Gakupo membawa Yuuma yang saat itu dalam kondisi tidak aktif karena baru saja diisi tenaga tambahan.
"Kenapa terburu-buru sekali?" Makoto bertanya kepada Kiyoteru yang sedang berkonsentrasi mengendarai mobil dengan kecepatan 60 kilometer per jam.
"Kalau tidak segera, bisa gawat," sahut Kiyoteru. "Putri Iblis pasti akan cepat bertindak tanpa kita bisa memprediksinya. Meski dia angkuh dan terlihat seperti putri yang manja, dia tidak bodoh."
"Kalau boleh tahu, siapa nama 'Putri Iblis' itu?" Rin ikut-ikutan.
Kiyoteru terdiam sejenak, lalu menjawab, "Miku. Hatsune Miku."
"Kelicikan Hatsune Miku tidak ada yang menyadarinya," Piko menambahkan. "Dengan kedok sebagai penerus dari perusahaan raksasa di Jepang, dia melakukan program pengembangan IPTEK untuk menarik simpati masyarakat. Namun di balik itu semua, ia punya niat busuk, yaitu ingin menghancurkan Jepang dan mengubahnya dengan Tatanan Dunia Baru. Untuk itu semua, secara diam-diam, dia mengambil tumbal yang tidak sedikit."
"Sejauh ini, sudah 500 orang lebih yang menjadi korban, dengan beberapa di antaranya diseret dari masa lalu, termasuk masa kalian hidup," Kiyoteru berkata lagi. "Beberapa diantara mereka dijadikan senjata biologi dan kelinci percobaan para ilmuwan yang bekerja sama dengan Miku. Sebagian lagi diambil organ dalamnya dan dijual secara ilegal melalui sindikat gelap bertaraf internasional. Para wanitanya dijadikan pelacur. Sekitar lima persen yang selamat dijadikan budak."
Makoto, Rin, dan Haruka bergidik ngeri. Mungkinkah nasib para peserta lomba di Iwatobi akan mengalami nasib demikian? Begitu pula dengan nasib Nagisa, Rei, Ama-chan-sensei, Gou... Apakah mereka semua akan selamat dari rencana keji Miku?
"Tapi mungkin Miku tak bisa menangani rekan-rekan kalian untuk saat ini," Kiyoteru tersenyum, berusaha menenangkan. "Kita masih punya waktu untuk menyelamatkan mereka semua."
"Syukurlah kalau demikian," ujar Haruka. "Ngomong-ngomong, dari mana Kiyoteru-san bisa tahu mengenai Miku sejauh ini?"
Diam. Kiyoteru terdiam beberapa saat sebelum melakukan drift saat melewati tikungan tajam. "Karena..., aku, Kaito, dan Gakupo, pernah menjadi bawahan Miku sebelumnya. Aku bertugas sebagai ilmuwan yang menangani penciptaan senjata biologi, dengan Kaito sebagai hasilnya."
DEGH! Benarkah demikian? Kiyoteru, Gakupo, dan Kaito yang sekarang berniat untuk menghancurkan Miku adalah mantan bawahan putri iblis itu? Apakah ini semacam tindakan balas dendam?
"Normal sebagai manusia bila memiliki dendam. Tapi, pembalasan dendam harus dilakukan dengan harga yang sepadan," desis Piko. "Jangan sampai kita mengambil sesuatu yang beresiko tinggi, kecuali jika itu adalah pilihan terakhir. Dalam kasus Miku, dia harus membayar dengan 'jiwa'-nya."
"Jiwa?" Makoto kaget. "Berarti, di... dibunuh...?"
"Tidak," Piko menggeleng. "Jiwa memiliki arti yang berbeda. Secara konotatif, jiwa juga bisa berarti 'bagian yang terikat' atau 'sesuatu yang penting'. Untuk Miku, dia harus membayar dengan apa yang menurutnya penting."
"Kiyoteru-sensei!" Suara Kaito terdengar dari Portable Communicator yang terpasang pada mobil Kiyoteru. "Radius 500 meter, arah jam 8, pasukan Miku bergerak!"
"Baik, segera bersiap," sahut Kiyoteru, lalu menatap semua orang yang menumpang di mobilnya. "Segera persiapkan diri kalian. Ambil senjata di dekat kaki jok, lalu ganti pakaian kalian dengan pakaian tipis yang ada di I-Costume kalian. Piko, kau juga harus persiapkan senjatamu."
Semuanya menurut. Piko mengambil ancang-ancang dengan stun gun yang diambilnya dari kabinet yang ada di bawah joknya. Haruka, Makoto, dan Rin mengganti pakaian yang mereka pakai dengan pakaian tipis yang terbuat dari bahan isolator khusus berwarna putih metalik. Pakaian tersebut begitu ketat sehingga lekukan tubuh mereka menonjol.
"A-anu, tidak apa-apa memakai pakaian begini?" Rin menutupi area pribadinya yang terlihat menonjol.
"Tidak. Ini pakaian khusus yang digunakan untuk melawan pasukan Miku yang kebanyakan memakai senjata elektrik, sekaligus pakaian yang mendukung untuk melakukan serangan 'suara burung' yang akan kulakukan bersama kalian bertiga," jawab Kiyoteru sambil mengaktifkan mode automatic driver di mobilnya dan melepas pakaiannya sampai hanya mengenakan pakaian putih metalik ketat.
"Suara burung? Nama yang aneh," Haruka berujar pendek.
Kiyoteru tersenyum. "Kau akan tahu nanti, Haruka-san."
Sejuta isyarat tercipta di muka bumi
Melahirkan jutaan informasi penuh arti
Dari yang biasa sampai yang rumit sekali
Itulah nyanyian kami
Pasukan Miku rupanya telah datang menghadang. Di sekitar mereka, puluhan mayat tergeletak tak karuan. Darah muncrat di sana-sini. Suasana Tokyo mendadak bagaikan medan tempur yang dahsyat.
Haruka, Makoto, dan Rin telah bersiap dengan pakaian masing-masing. Ketiga pemuda itu juga memakai Squad Connector dengan teknologi wireless untuk menghubungkan mereka dengan Kiyoteru. Alat itu berbentuk seperti ransel ringan yang dipasang di punggung mereka. Ketiga pemuda itu juga telah memegang senjata masing-masing –Haruka membawa dagger, Makoto memegang tali cambuk dari aliase logam ringan dan kuat, dan Rin memegang pedang laser sepanjang satu meter.
"Perang sudah dimulai," desis Rin sambil mencengkeram erat pedang lasernya.
"Kita juga," Kiyoteru memasang headphone-nya. "Code: 637xDE0#001473-ADD. Sound connection: ON, MotorNeuron Command: PERMISSION. Aktivasi perintah suara pada otak. LOCK. LINK IN."
Mata Haruka, Makoto, dan Rin mendadak berubah menjadi perak berkilat. Tubuh mereka bergerak tanpa mereka sadari saat Kiyoteru mulai menyanyikan sebuah lagu bertempo lambat namun terdengar mengerikan.
"Tu... tubuhku bergerak sendiri!" Rin berseru panik.
Kiyoteru terus bernyanyi, kali ini dengan tempo yang lebih cepat disertai geraman dan desahan seperti orang kesakitan. Mendesah, lalu mengeluarkan teriakan kasar seperti suara penyanyi metalcore. Dan bersamaan dengan itu, tubuh ketiga orang yang dikendalikan ilmuwan itu bergerak sangat cepat dan menyerang musuh tanpa ampun.
"Ah... aaaaahhhh... AAAAARRRRRGGGGHHHHHH!" Kiyoteru berteriak, bola matanya berubah menjadi merah darah. Serangan Haruka, Makoto, dan Rin juga makin brutal dan beringas. Cipratan darah dan jerit kesakitan yang dikeluarkan para pasukan Miku semakin menjadi-jadi.
Nyanian Kiyoteru berubah melambat, namun tetap terdengar mengerikan. Serangan yang dilancarkan pun berubah –kali ini lebih tenang namun efek mematikannya tidak kalah hebat. Serangan mereka pun berhenti tatkala semua pasukan Miku berhasil ditaklukan.
"Berhasil...," Kiyoteru mengusap keringat di dahinya. "Sound Connection: OFF."
Warna bola mata Haruka, Makoto dan Rin kembali seperti semula. Kaito, Gakupo dan Piko yang berjaga di sekitar lokasi menghampiri mereka sembari membopong Yuuma yang masih dalam kondisi off.
"Syukurlah. Kalian melakukannya dengan baik," Kaito tersenyum. Ekornya bergoyang-goyang. "Kiyoteru mampu mengeluarkan jurus 'suara burung' dengan baik."
"Ngomong-ngomong," Haruka menyela. "Apa maksud dari 'suara burung'?"
Piko membantu mengusap cipratan darah yang menempel di tubuh Haruka. "Kau tahu fungsi dari kicauan burung?"
"Anu... nyanyian dan panggilan?"
"Hampir tepat. Kita ambil contoh burung bulbul, yang berkicau 'hoohokekyoo...' pada musim semi, tapi berbunyi 'cip cip cip' pada musim lainnya. 'Cip cip cip' ini diartikan sebagai panggilan dan artinya berbeda-beda tergantung tinggi-rendah suaranya, penekanan, sampai temponya, sedangkan 'hoohokekyo' dianggap sebagai nyanyian pelipur lara belaka. Begitu anggapan manusia pada umumnya."
Kiyoteru meneruskan sembari mengusap darah di tubuh Makoto dan Rin. "Tapi, menurut penelitian, diketahui bahwa gelombang longitudinal dari suara burung membentuk susunan yang kompleks. Gelombang ini berisi informasi penting yang kira-kira serupa dengan kode-kode digital pada bahasa pemrograman komputer. Cara ini digunakan untuk menyampaikan informasi yang tak cukup disampaikan dengan kata-kata belaka, karena saking rumitnya."
"Jenius memiliki pemahaman berbeda dari orang biasa," Kaito menambahkan. "Seorang jenius memiliki 'sensibilitas' atau 'penalaran konsep' dalam dunia otak yang tak mampu dijangkau nalar biasa. Dengan demikian, ia perlu media untuk menerjemahkan informasi dalam otaknya menjadi sesuatu yang mampu ditangkap nalar orang biasa, guna melahirkan duplikat sang jenius."
"Ru... rumitnya...," Makoto mengernyitkan dahi.
"Hmm... intinya begini, deh. Kiyoteru mengembangkan alat Squad Connector untuk menerjemahkan informasi rahasia melalui suara yang nantinya dikonversi menjadi sinyal listrik yang terhubung langsung dengan saraf kalian. Begitulah caranya Kiyoteru mengendalikan kalian agar bisa menyerang pasukan Miku yang jumlahnya jauh lebih banyak."
"Dari pada memikirkan itu...," Kiyoteru menyibakkan kain yang menutupi tubuh Yuuma dan memencet tombol power yang terletak di atas area genital-nya. "Yuuma mungkin akan berguna untuk pertarungan selanjutnya. Ayo, kita berangkat."
Tubuh berdarah adalah hasilnya
Tiada hasil yang patut dibangga
"KUSOOOO!"
PRANG! Miku membanting sebuah gelas sampai pecah berantakan. Suasana di puri miliknya mencekam. Mata sang putri iblis terbelalak seolah ingin lepas dari rongganya. Ia tampak seperti iblis yang sesungguhnya –penuh murka dan hasrat membunuh yang kuat- tatkala mendengar penuturan Mikuo, panglima pengawal Miku sekaligus kakak kembarnya sendiri.
"Seluruh pasukan yang melancarkan kudeta terbunuh oleh mereka, para pengkhianat itu...," Mikuo tertunduk.
"Sialan. Mereka mencari perkara rupanya," Miku mendengus. "Oke. Mikuo, kita sambut mereka dengan senjata kita yang paling bagus!"
"Tapi, Miku-hime..."
"Tidak ada tapi! Meskipun mereka baru selesai satu jam lalu, mereka adalah senjata yang paling cocok untuk melawan mereka! Cepat keluarkan!"
"Ba-baik!"
Haruskah aku melawan orang-orang di hadapanku kini?
Haruskan aku meyakiti orang-orang ini?
Haruskah aku melukai teman-temanku sendiri?
Puri kediaman Hatsune Miku mampu dimasuki dengan mudah oleh Kiyoteru dan rekan-rekannya. Mereka menyerbu masuk ke dalam puri dan menghabisi setiap musuh yang ada di depan mereka. Tujuan mereka hanya satu, menantang Miku sendiri.
"Miku selalu ada di kamarnya, tepatnya di lantai tiga puri ini," ujar Gakupo. "Yuuma-san, bisa kau pastikan keberadaan Miku?"
"Ya. Dia memang ada di kamarnya," jawab Yuuma, yang sibuk melakukan kemampuan penglihatan tanda-tanda keberadaan manusia di ruangan itu. "Arah jam 6."
Yang lain pun mengikuti instruksi Yuuma. Tepat lima puluh meter sebelum sampai di kamar Miku, mereka pun dihadang oleh orang-orang yang Haruka, Makoto, dan Rin kenal.
"Nagisa? Rei? Ama-chan-sensei?" Makoto berkata, tidak percaya atas apa yang dilihatnya.
"Mikoshiba-kaichou? Nitori?!" Rin berseru kaget.
Anehnya, kelima orang yang disebutkan namanya tampak dingin. Bola mata mereka pun berubah warna menjadi hijau mengkilat bak mata robot. Wajah mereka pun tak menunjukkan ekspresi.
"Target ditemukan. Pertarungan dimulai," kata Rei dingin, sambil mengeluarkan senapan laser yang dibawanya.
"Mereka dikendalikan," desis Kiyoteru. "Senjata biologi yang diinginkan Miku sejak lama. Memanfaatkan manusia untuk dijadikan mesin pembunuh."
"Ja-jangan bercanda, Kiyoteru-san!" suara Rin bergetar, tak percaya begitu mengetahui nasib rekan-rekannya yang diubah menjadi monster. "Gou! Kalau begitu, Gou... GOU!"
"Mencari Gou?"
Sebuah suara sopran yang khas memecah ketegangan suasana. Dari pintu kamar paling pojok, munculah sosok yang menjadi dalang di balik semua kekacauan ini. Sang Putri Iblis, Hatsune Miku, muncul dengan gaun hitam dan riasan bak hantu-hantu Eropa seraya menyeret seorang gadis telanjang yang lehernya dirantai, yang tak lain adalah Gou.
"GOU!" jerit Rin. Ia menghunuskan pedangnya ke hadapan Miku. "Kau pasti Miku, yang menjadi biang keladi semua masalah ini. Serahkan Gou!"
"Hihihi...," Miku menyeringai. "Tak semudah itu aku menyerahkan Gou-mu, juga seluruh orang yang sudah kuambil untuk menyukseskan rencanaku. Termasuk Rei, Nagisa, Mikoshiba, Nitori, dan Miho yang kujadikan senjata biologisku ini."
Hening. Suasana semakin mencekam.
"Aku akan menguasai dunia ini! Persetan dengan segala manusia-manusia bodoh yang selama ini hidup di Bumi. Hanya orang-orang sesempurna akulah yang berhak atas dunia ini! Manusia hanyalah sampah yang bisanya cuma membuat Bumi rusak. Dengan aku sebagai pemimpin dunia, akan kutegakkan keadilan dunia baru yang lebih baik! Hahahaha!" Miku tertawa puas.
"Memangnya kau siapa? Kau juga manusia!" Makoto menggeram.
"Manusia, katamu? Hah! Aku punya kekuatan, kekayaan, karisma, kecantikan, segalanya! Aku jauh lebih tinggi dari manusia! Manusia akan jadi budakku ketika Bumi sudah kukuasai. Akan kubuat mereka menjadi bodoh dengan pengetahuan yang selama ini mereka kuasai dan menghancurkan keyakinan mereka akan religi! Karena apa? Ilmu tidak akan berkembang kalau terus dikekang aturan agama manapun!"
Piko tersenyum kecil. "Hatsune... Miku..., kau tahu dua potensi yang dimiliki manusia? Akal dan nafsu. Keingintahuan manusia adalah nafsu, sedangkan nilai-nilai moral dan religius adalah akal untuk membatasi gejolak nafsu. Keduanya sama seperti konsep Yin-Yang, saling melengkapi dan menyeimbangkan. Keseimbangan akan menciptakan kedamaian yang sesungguhnya, keadilan yang sebenarnya."
Miku pun tersenyum. "Tubuhmu kecil tapi bicaramu sok. Ditambah lagi, kau hanya robot. Terlihat jelas dari kilatan lempengan besi di tubuhmu itu."
"Oh, ya?" Piko melirik, menatap Kiyoteru. "Kiyoteru-san, koneksikan dirimu dengan Haruka, Makoto, Rin, Gakupo, dan Kaito. Aku dan Yuuma akan melakukan formasi mantra untuk memperkecil tingkat kerusakan di sini."
"Baik, Piko-san," Kiyoteru mengangguk. "Gakupo, Kaito, ganti pakaian kalian dengan baju yang sama dengan yang dikenakan Haruka, Makoto, dan Rin. Lalu, bentuk formasi melingkar bersama-sama."
"Oke," Kaito dan Gakupo langsung mengaktifkan I-costume masing-masing dan memakai pakaian yang dimaksudkan Kiyoteru. Mereka juga sudah siap dengan Squad Connector di punggung mereka dan membentuk formasi lingkaran. "Code: 637xDE0#001473-ADD. Sound connection: ON, MotorNeuron Command: PERMISSION. Aktivasi perintah suara pada otak. LOCK. LINK IN. Lepas sirkuit mantra jalan Yin-Yang. OM!"
Munculah lingkaran mantra di lantai, yang terdiri dari 12 shio china, lima unsur, lima aksara Sanskerta, dan lambang Yin-Yang. Bola mata Haruka, Makoto, Rin, Kaito dan Gakupo berubah menjadi perak berkilat. Piko dan Yuuma bersiap di tengah-tengah lingkaran dan tangan dibentuk sikap mudra. Kiyoteru mulai bernyanyi pelan, seperti lagu dalam pementasan Kagura. Dan suara Haruka, Makoto, Rin, Gakupo dan Kaito terdengar bergantian.
"VAN!"
"U-N!"
"ARA-KU!"
"KIRI-KU!"
"AKU!"
Lima aksara Sanskerta dalam lingkaran sihir itu bersinar. Piko dan Yuuma berseru bersamaan.
"Wahai air, tumbuhkanlah kayu, kobarkanlah api, menjelmalah tanah, berkilaulah emas, jadilah air! Lima unsur, lindungi kami! KI-KA-DO-KIN-SUI."
Muncul tabir pelindung dengan radius 100 meter dari lingkaran mantra tersebut. Miku tetap diam sambil memasang raut wajah datar.
"Tak kusangka, hal murahan semacam sihir ada di dunia ini," desis Miku, meremehkan.
Yuuma menatap Miku tajam. "Ini bukan sekadar sihir. Ketika ajaran Buddha Esoterik dengan Shinto masih dilakukan secara bersamaan, selalu muncul kata-kata dari kitab suci yang digunakan sebagai mantra untuk menangkal kejahatan. Kami sengaja membuat kekkai pelindung agar kalian tidak bisa kabur dan meminimalisir kerusakan."
"Bagus juga," Miku tersenyum. "Serang mereka!"
Kelima 'senjata' Miku langsung menyerbu, namun Kiyoteru sudah mempersiapkan strategi. Pria itu terus bernyanyi, membuat lima orang yang dikendalikannya menghindari serbuan mereka dengan cepat. Teknik suara burung yang dimiliki Kiyoteru berguna sekali dalam situasi ini. Piko dan Yuuma melayang sejauh 10 meter dari tanah, menggunakan kekuatan mereka sebagai tsukumogami untuk memeriksa keganjilan pada 'senjata' Miku.
"Seperti kata Kiyoteru-san, mereka dikendalikan," Piko berkata pada Yuuma melalui telepati setelah melihat sesuatu di leher kelima senjata biologis Miku. "Alat kendalinya adalah kecerdasan buatan berbentuk chip yang tertanam di leher mereka."
"Baik, akan kusampaikan pada Kiyoteru-san," Yuuma mengangguk, lalu melakukan telepati kepada Kiyoteru. "Kiyoteru-san! Cabutlah chip yang tertanam di leher mereka. Itulah alat kendali pikiran mereka."
Kiyoteru mengangguk, lalu mengubah pola nyanyiannya untuk mengubah strategi. Piko menyerahkan air mineral dalam kemasan kecil pada Yuuma. "Ciptakan tabir asap untuk mengecoh."
"Oke," Yuuma melempar air tersebut cukup tinggi dan merapal mantra. "On-aku-vira-un-kya-ja-ra-ku-man... VAN!"
Muncul tabir asap dari air tersebut. Serangan dari 'senjata' Miku berhenti sesaat, dan Kiyoteru memanfaatkan kesempatan ini untuk balas menyerang. Ia mengendalikan Haruka, Makoto, Rin, Kaito dan Gakupo dengan cepat dan langsung mencabut semua chip yang tertanam di leher senjata biologis Miku hingga pingsan.
"Sial!" Miku mendengus. Ia langsung mengaktifkan chip pengontrol yang tertanam di leher Gou. Gadis berambut magenta itu langsung bangkit dan bersiap dalam posisi menyerang. "Kugunakan ini saja. Serang dia, Gou!"
Gou langsung menerjang Kiyoteru cs. dengan tangan kosong. Tingkah gadis itu kini seperti monster pembunuh paling ganas di dunia, karena dia menyerang seperti kesetanan, tak peduli keadaan.
"AAARRRGGGHHH!" Gou mencakar lengan Rin hingga berdarah. Rin meringis.
"Rin!" jerit Haruka.
"Ukh...," Rin menjilat darah yang mengucur dari lengannya. "Gou, kau..."
"Dia tak akan mendengarmu lagi," Miku menatap tajam Rin. "Dia hanya akan patuh kepadaku."
Gou menyerang lebih ganas lagi. Kelima pemuda yang dikendalikan Kiyoteru pun tak luput dari cakaran dan gigitan Gou. Keadaan semakin parah tatkala Gou menggigit leher Kiyoteru.
"AAAKKKHHHH!" jerit Kiyoteru. Nyanyiannya terganggu. "Sound Connection: OFF!"
Bola mata Haruka, Makoto, Rin, Kaito dan Gakupo kembali seperti semula. Kiyoteru jatuh di lantai dengan darah mengucur di lehernya.
"Kau memang pengkhianat yang menyusahkan, Kiyoteru," Miku tersenyum licik. "Kau akan hidup enak kalau bekerja untukku. Tapi kau justru membelot dan balik menyerangku. Tidak tahu diri."
"Mi... ku...," Kiyoteru mengambil sesuatu dari tas kecil yang dibawanya. Sebuah suntikan kecil berisi cairan bening. Kiyoteru langsung menginjeksikan cairan itu ke tubuhnya sendiri.
"Obat perangsang pembekuan luka," desis Kiyoteru. "Kau tidak apa-apa, Kiyoteru-sensei?"
"Yah," Kiyoteru bangkit kembali. "Untung darah yang keluar tidak banyak. Benar-benar serangan yang tak terduga."
"Kiyoteru-san...," Makoto berdesis.
"Seranglah Gou dengan kemampuan kalian berlima sendiri," sahut Kiyoteru. "Cabutlah chip yang tertanam di lehernya dengan cara apapun, tapi jangan sampai membunuhnya."
"Di-dia itu adikku, Kiyoteru-san!" Rin tampak emosi.
Kiyoteru tersenyum. "Yang penting, adikmu tidak terbunuh, bukan? Hanya mencabut chip itu saja, kok. Sebagai kakak, kamu pasti ingin menyelamatkan adikmu, bukan?"
Rin diam, meneguk ludah sesaat.
Haruka menepuk bahu Rin. "Ayo kita lakukan, Rin. Kita kerahkan tenaga kita untuk mengalahkan Miku yang sudah merampas orang-orang yang dekat dengan kita."
"Haru...," Rin agak canggung, lalu tersenyum mantap. "Oke. Kita lakukan!"
Dan pertarungan pun terjadi lagi. Cipratan darah tercecer di sana-sini saat kelima orang itu bertarung dengan Gou yang menggila. Setelah cukup lama bergelut dalam pertarungan sengit, kelima orang itu berhasil melumpuhkan Gou dan mengambil chip yang tertanam di lehernya.
Menyadari dirinya kalah, Miku menjadi tak terkendali. Diambilnya pisau lipat yang tersimpan di balik gaunnya dan ia langsung menerjang, hendak menusuk dada Kiyoteru.
"MATI KAU, KIYOTE..."
JRASSSSHHHH!
Cipratan darah menyebar bersamaan dengan terbelahnya tubuh Miku menjadi dua. Dari belakang, muncul Mikuo yang menghunuskan pedang berdarah ke arah Miku yang kini sudah tak bernyawa.
"Mikuo Hatsune?" Gakupo menatap Mikuo yang tampak terpukul dengan kelakuan adiknya tersebut.
"Maafkan aku, adikku. Kau sudah keterlaluan. Kebengisanmu harus diakhiri sekarang juga," desis Mikuo sambil berlinang air mata.
Keserakahan akan teknologi adalah bencana
Namun, moral adalah penyeimbangnya
Dunia yang indah bukanlah kejayaan teknologi belaka
Lebih dari itu, dunia yang indah
Adalah ketika teknologi berguna bagi manusia
Bukan menguasai manusia
Kota Iwatobi kembali damai. Semua orang sudah melupakan kejadian buruk yang mereka alami. Piko dan Yuuma sudah menghapus ingatan mereka agar tak terlibat dalam trauma yang akan berefek buruk bagi kehidupan mereka.
Namun, Haruka, Makoto, dan Rin tak melupakan kejadian tersebut. Setidaknya, ada hikmah yang bisa mereka petik, sekalipun itu dari kejadian yang buruk.
"Makoto, Rin," kata Haruka suatu hari pada Makoto dan Rin saat mereka tengah menyantap makarel saus pedas di rumahnya.
"Ada apa, Haru?" tanya Makoto sambil mengunyah makarel. Rin sendiri hanya mengangkat alis.
"Sesempurna apapun teknologi, tetap tak bisa menyelesaikan semua rasa keingintahuan manusia. Karena di dunia yang luas ini, ada hal-hal yang tak mampu ditangkap nalar manusia biasa dan perhitungan ilmiah sekalipun."
"Kau benar," Rin mengiyakan. "Kita lanjutkan makan saja. Tambah sausnya, Haru!"
A/N: Akhirnyaaaa... Ada sedikit pengaruh dari beberapa animanga di sini (yang paling dominan adalah Air Gear dan Magister Negi Magi). Ngomong-ngomong, Van U-N Ara-Ku Kiri-Ku Aku itu mantra jalan YinYang yang dikenal dengan nama Shaman yang asal katanya diambil dari korelasi pada lima Buddha dalam ajaran Buddha esoterik dengan lima unsur (Wu Xing). Lalu Om itu adalah kata pembuka mantra, sedangkan On-aku-vira-un-kya-ja-ra-ku-man itu mantra yang disebut kutukan 8 huruf (walau ada 9, 'on/om' itu hanya bagian pembuka saja)