Hinata dan Sasuke masih terjaga di dekat api unggun yang hampir habis. Keduanya tidak bisa tidur seperti Sasori, Sakura dan Naruto yang nyenyak menggantung di antara pohon-pohon. Hinata memandang kosong api kecil yang ada di dekatnya, semakin kecil api itu semakin dekat tangan Hinata. Sasuke sedari tadi memerhatikan Hinata walaupun pemuda itu hanya diam saja. Keduanya tak bicara apa-apa.
"Jika perang ini berakhir …,"
Hinata menengok ketika Sasuke akhirnya bersuara. Pemuda itu memikirkan kata-kata yang tepat setelahnya, dan Hinata menunggu.
"Menikahlah denganku."
Sasuke melanjutkan dengan mantap ketika pandangan matanya menatap lurus kedua mata Hinata. Hinata terlalu terkejut untuk menjawab. Disaat genting seperti ini, Sasuke mengatakan hal yang tidak wajar. Terlebih lagi setelah ia mantap memutuskan untuk memilih Hanabi sebagai wadah yang cocok untuk melawan Orochimaru, sekarang Sasuke semakin membuat Hinata berharap setelah lamarannya.
"T-Tidak bi-"
"Kau tidak akan mati sebelum aku mati Hinata."
Sasuke mendekatkan wajahnya kea rah wajah HInata yang baru saja memalingkan pandangannya. Wajah Hinata bersemu ketika pandangannya bertemu mata tajam Sasuke yang begitu dekat.
"K-Kau … bodoh."
"Jangan berpikir ini ciuman yang terakhir."
Hinata sedikit tertawa ketika air matanya sedikit menetes, Sasuke hanya merona mencoba menekan rasa gugupnya ketika wajahnya mendekati wajah Hinata.
.
.
.
HEART OF EMPEROR
Heart of Emperor
Heart of Emperor©Hachi Breeze
Character adapted©Naruto©Masashi Kishimoto
©SasuHina
©2013
.
.
.
Sakura melepaskan mantra penghalang yang melindungi mereka. Naruto sudah menyelesaikan persiapan mesiu dan senjata-senjata barunya yang lain. Sasuke membantu Hinata menaiki kuda yang akan mereka tunggangi. Sasori mengambil salah satu omikuji peruntungan, dan mempersiapkan mantra untuk bertarung.
"Baiklah kita berangkat."
"Tunggu,"
Sasori gemetar, omikuji yang baru di ambilnya nampak membuatnya gemetar. "Ini buruk sekali."
"Orochimaru ada disini."
.
.
.
Hanabi memegang dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. Itachi hampir saja berpikir gadis itu akan jatuh dari kuda jika tak memeluknya barusan. Gaara hanya melirik dari depan ketika dipandangnya dari sana Hanabi terlihat tidak baik-baik saja. Gadis itu masih memegang tempat yang sama, dan jemarinya yang lembut kini berganti meraba jimat pelindung rohnya yang terpasang rapi di obinya.
"Ada apa?"
"Ini sakit. Sakit sekali."
Itachi bingung, baru saja ia hendak memanggil Ino yang bersama Sai di barisan paling depan. Tangan Hanabi menghentikannya, gadis itu menahan sakit yang ada di dadanya. Sementara Gaara masih memerhatikan walaupun sesekali ia konsentrasi mengendalikan kudanya.
"Kumohon lebih cepatlah saja, aku merasakan mereka dalam bahaya."
Itachi mengangguk. Pemuda itu hendak memercepat tunggangannya mendahului rombongan, hanya saja mendadak berhenti ketika ada satu kuda yang menghalangi di depan mereka.
"Temari-nee!"
Hanabi mendongak ketika disana ia mendapati Neji dengan seorang gadis tengah duduk di atas kuda, walaupun wajahnya penuh luka memar.
.
.
.
"Kenapa buru-buru sekali perginya?"
Orochimaru sedikit tersenyum dengan banyak sekali tentara mainannya yang dibawa dari kerajaan Sabaku. Pria itu masih menggosok-gosokan kedua telapak tangannya. Sakura segera berlari menuju bagian depan kuda yang ditunggangi Hinata.
"Anda harus pergi Hinata-sama!"
Hinata menggeleng dengan ragu ketika menatap punggung kecil miiko yang ada di bawah sana. "Kumohon! Pergilah! Semuanya akan sia-sia jika anda terbunuh, Hinata-sama!"
Orochimaru tertawa bahagia disana. Tentara yang dibawanya juga banyak. Ini seperti pertandingan yang tidak adil ketika ia membawa ratusan prajurit yang hanya melawan lima orang saja. Pandangan Orochimaru menajam, "Oh, ada seorang peramal ya di antara kalian? Pantas saja kalian bisa memprediksi. Tapi sayang sekali ya kali ini ramalanmu kali ini 95% lebih cepat."
"Kumohon Sasuke-san, bawalah dia pergi!"
Sebenarnya Sasuke bingung, tapi dia masih akan menaiki kuda dan memacunya pergi dari sana. Naruto yang baru menyadari situasinya langsung berdiri di samping Sakura. Gadis miiko manis itu mengangkat kedua sisi lengan kimono panjangnya.
"Kau cukup manis ya jika sedang serius."
"Ini bukan waktunya bercanda, Naruto-san."
Orochimaru mendesah pelan. Dengan mudah ia bisa menangkap Hinata dan Sasuke yang mencoba melarikan diri dari sana. Hinata terjatuh, lepas dari pegangan Sasuke yang terlambat meraih tangannya hingga mereka berdua terpisah. "Cukup mudah."
"Lawanmu disini pak tua!"
Sakura berlari sambil melemparkan beberapa mantra penyerang. Hanya satu yang berhasil mengenai wajah Orochimaru tepat di pipi bagian kanan. Pria itu menengok dengan mengerikan ke arah Sakura, masih belum melepaskan genggaman sihirnya pada Hinata.
"JANGAN MACAM-MACAM DENGANKU, GADIS JALANG!"
Naruto dengan cepat menangkap tubuh Sakura yang terlempar jauh hingga di dekatnya.
.
.
.
"Apa yang terjadi?"
Hanabi semakin meramas dadanya yang semakin terasa sakit. "Jangan pedulikan aku. Ceritanya bisa kita simpan nanti saja. Sekarang ayo cepat pergi!"
.
.
.
Sasori terbatuk-batuk tiada habisnya. Pemuda itu mengakhirinya dengan memukul dadanya sendiri hingga akhirnya darah yang keluar dari bibirnya mengakhiri batuknya. Ia mengusapnya dengan susah payah. Naruto juga melirik beberapa tumpukan mesiu yang ada di dekatnya. Jika terus-terusan bergantung menggunakan mesiu ini, bisa bisa dia akan kehabisan sebelum selesai melawan Orochimaru.
"Sial, tentara milik Gaara kuat-kuat sekali. Mau tidak mau aku harus memakai katana untuk menghemat mesiu."
"Jangan berkata begitu Naruto-san. Anda sudah menghambiskan hampir seluruh pasukan yang dikendalikan Orochimaru."
"Anoo, Sakura-san, p-pahamu kelihatan."
"Jangan melihatku!"
Sakura memukul Naruto dengan sebelah tangannya yang kosong. Sasori mengambil busur panahnya kembali. Bersama dengan Sakura, mereka berdua membuat mantra penyerangan ganda. Sasuke ada ditengah sana bersama Hinata. Paling tidak selama Sasuke masih disana, ia tak perlu mengkhawatirkan Hinata disana. Ia cukup fokus melemahkan pasukan ini saja. Naruto mengambil salah satu katana dan berlari menebas musuh dengan instingnya, bukan dengan kemampuannya.
Disana, Hinata sudah melepaskan semua kekuatannya untuk menghentikan Orochimaru. Kimono gadis itu sudah bukan seperti kimono yang tadi dikenakannya. Perlahan pakaiannya sudah sedikit berubah. Disana, gadis itu terengah-engah menahan napasnya. Ini gawat jika sampai kekuatan yang ditampung tubuhnya keluar semua. Sasuke masih berusaha menyerang Orochimaru dengan kekuatan Hinata yang dibantu dari belakang. Bukannya menyerah, pria itu malah tertawa senang dengan menepis semua serangan sebelah mata.
"Ini menyenangkan sekali! Hahahaha."
Hampir saja Hinata mendapatkan serangan langsung dari Orochimaru sebelum pria itu menghentikannya sendiri. Pria itu masih saja tertawa sambil mengendus.
"Tak kusangka dua roh yang beda alam bisa bertemu disini."
"Jangan mengganggu kakakku, kakek tua."
Orochimaru terkejut. Hal itu digunakan Sasuke untuk mundur dan menggapai tubuh Hinata yang hampir ambruk mengeluarkan banyak kekuatan. Itachi bersiap mengeluarkan pedang katana nya ketika Orochimaru mendekat dengan pandangan tidak percaya. Pria itu menatap Hanabi dan Hinata bergantian.
"Apa ini … ? Kembar?! Sungguh keberuntungan yang sangat besar."
"Tutup mulutmu pak tua."
.
.
.
"Sakura!"
Sakura menengok dan mendapati Ino baru saja turun dari kuda yang ditunggangi nya bersama dengan Sai. Gadis itu dengan segera menyiapkan mantra pertarungan yang sama seperti Sakura. Sai dan Gaara masih menatap tak percaya jika pasukan sebanyak ini adalah pasukan dari kerajaan mereka. Pasukan yang tak berdosa mereka digunakan oleh tabib dari kerajaan mereka sendiri, Orochimaru. Dan kenyataan jika Kankurou, kakaknya, telah dibunuh olehnya juga. Gaara semakin geram. Temari juga memotong ujung kimononya. Gadis itu juga ingin bertarung menggunakan katana. Gadis itu melemparkan katana yang lain kepada Neji. Pemuda Hyuuga itu melirik medan pertempuran yang hampir habis. Disana Neji bisa menemukan orang yang dicarinya.
"Tunggu apalagi?! Aku sudah lelah menghabiskannya sendirian. Bantu aku!"
"Ah iya, Naruto-san."
Temari hendak menghentikan Neji yang berlari cepat mendekati pusat pertarungan dimana Orochimaru dan yang lainnya. Gaara menepuk pundak kakak perempuannya lalu mengikuti Neji untuk menuju ke pusat.
.
.
.
"Kau bodoh sekali menggunakannya, Hinata."
Hanabi dan Hinata kembali menjaga jarak mereka berdua. Tak ada yang mereka lakukan selain memikirkan taktik yang baik ke depannya. "Kau sudah berubah sejauh itu?"
Hinata ganti melirik pakaiannya. "Eh?! Sejak kapan? Aku tidak sadar."
Hanabi hanya menghembuskan napasnya pelan dan mulai membuka lapisan terluar kimononya. Dari dalam gadis itu keluar lilitan roh berwarna merah yang menyelimuti tubuhnya. Perlahan membakar lapisan kainnya hingga berubah warna. Pandangan Hanabi juga mulai menajam ketika mendongak.
"Menjauhlah sedikit, kau nanti malah terbakar."
Orochimaru tertawa bahagia sambil terus menerus meneriakan kata 'sempurna' tiada habisnya. Walaupun Hanabi sering membalasnya dengan ejekan yang tak kalah sakartisnya dengan kelakuan Orochimaru, gadis itu tak gentar.
Itachi menahan Sasuke dengan sebelah tangan. "Jaga Hinata, ingat kewajibanmu."
Sasuke hanya mengangguk ketika kakaknya berjalan mengekori Hanabi yang mendekat ke arah Orochimaru
"Hei, paman jelek. Kau sepertinya kehabisan banyak sekali mantra, apakah lelah?"
"Tidak jika aku bisa mendapatkannya."
"Ha? 'Nya'?"
.
.
.
Sai dan Naruto terjatuh setelah mengalahkan musuh yang terakhir. Keduanya kelelahan. Sai masih terengah-engah ketika Naruto masih saja bisa tertawa walaupun penuh peluh dan darah yang menempel di tubuhnya. Kedua pemuda itu tertawa. Temari lemas tak berdaya ketika mendapati kenyataan jika kerajaannya sudah tidak memiliki apa-apalagi setelah ini. Hanya tersisa dirinya, Sai dan Gaara. Gaara, mengingat itu Temari langsung mencari sosok Gaara yang bertarung di tengah sana. Sasori memuntahkan banyak darah di belakang sana. Ino dan Sakura menangkap tubuh kecil Sasori yang sudah banyak mengeluarkan pelindung.
"Kau hebat, Sasori. Biar kita sembuhkan."
Sasori hanya mengangguk.
Disana, Orochimaru masih melawan Hanabi yang tak menyerah menyerangnya terus menerus dalam jarak yang begitu dekat. Bisa saja jika sekarang dirinya mengambil roh Hanabi, hanya saja Itachi yang terus menerus menyerangnya dengan bantuan Hanabi sekarang ini pun jauh lebih susah dan merepotkan. Semakin lama pergantian tubuh Hanabi semakin terlihat. Roh api sudah menampakan wujud aslinya.
"Kalian hanyalah satu jiwa yang hidup di dua tubuh."
"Oh? Kenapa?"
Hanabi terus menerus melancarkan serangannya. Hingga sebelum Orochimaru melancarkan serangannya yang membuat Hanabi melengah. Itachi kalap dan terburu-buru mendekap tubuh kecil Hanabi, melepaskan katananya. Hinata buru-buru memasang pelindung dan Sasuke juga berlari berganti menyerang Orochimaru.
Tes.
"M-Masih sempat, untung masih sempat."
Tes.
Hanabi membeku dalam dekapan Itachi. Pelukan lembut pemuda itu membuatnya sakit di bagian bawah dekat obi yang dikenakannya.
Tes.
Itachi bergerak menggapai wajah Hanabi, kedua tangan pemuda itu mendekatkan wajah Hanabi pada bibirnya. "Kau bisa memiliki jiwaku bersamamu."
Ciuman yang terakhir itu bagaikan Death Kiss untuk Itachi. Dengan lubang dibagian perut, pemuda itu tahu jika dirinya tidak akan selamat walaupun di obati sekalipun. Walaupun sebelumnya dengan getir ia menyesalkan pergerakannya yang lambat untuk menghentikan semuanya, beruntung pergerakan Hinata yang membuat pelindung di belakang punggungnya tak membuat efeknya sampai menembus tubuh Hanabi. Hanya sampai ditubuhnya yang memblok Hanabi. Itachi lega gadis itu baik-baik saja.
Selepas itu, tubuh Itachi ambruk tanpa penghalang apapun. Menabrak dingin dan kerasnya tanah yang sudah penuh dengan darah pertempuran. Hanabi masih disana, baru saja mendapatkan jiwa. Jiwa orang yang paling dikasihinya. Ia hanya bisa menjerit dan memeluk tubuh kaku Itachi yang baru saja jatuh. Sasuke tak bisa berbalik untuk melihat, lebih baik menembuskan pedangnya menembus Orochimaru untuk membalaskan Itachi.
Hinata hanya menunduk sedih ketika ia terlambat membuat penghalang yang besar. Ketika Hinata mendongak, Neji sudah memunggunginya tepat di depan.
"A-Anda ceroboh lagi kali ini, Y-Yuuta-san."
Hinata terkejut ketika tubuhnya ambruk di pangkuannya dengan beberapa anak panah yang menancap. Neji hanya bisa tersenyum. Hinata berusaha menyembuhkan Neji. "Tidak apa-apa, ini balas budiku."
.
.
.
Hanabi mengamuk setelah itu. Gaara sempat terlempar hingga menabrak dinding dan tak sadarkan diri akibat dari radiasi ledakan api Hanabi. Sasuke juga tak sadarkan diri di pelukan Hinata ketika gadis itu bisa dengan tepat menangkap tubuh pemuda itu ketika terlempar. Tubuh Neji dengan cepat Ino obati dengan energi miliknya yang masih tersisa.
Sebagian tubuh Orochimaru terbakar karena ledakan Hanabi. HInata membuat perisai pelindung di kedua tubuh kedua sang Uchiha bersaudara. Ini tidak bisa dibiarkan. Jika terus menerus begini, tubuh Hanabi juga akan terbakar. Hinata keluar dengan menyerang Orochimaru sendirian. Gadis itu sudah bisa menguasai kekuataannya sendiri.
Ketika pandangannya bertemu dengan Hanabi yang tak sengaja menatapnya, gadis itu menarik Hinata untuk mendekat kepadanya. Hinata memikirkan kembali susunan rencana yang sudah disepakati bersama semalam. Sebelum ia mendekat penuh ke arah Hanabi, ia melirik sebentar Sasuke yang masih tidak sadarkan diri.
'Maafkan aku Sasuke-kun, ini sudah waktunya.'
Hinata mengeluarkan pisau kecil dan hendak menghunuskannya pada dirinya lalu membiarkan dirinya menyatuh dengan Hanabi.
"H-Hanabi, gunakan ini. Ambil ini bersama denganmu dan ha-"
Hanabi menampar dengan keras wajah kakaknya hingga memerah.
"Kau bodoh! Semuanya akan sia-sia jika kau yang mati! Harusnya kau yang memiliki ini." Dengan cepat pisau itu berbalik menghunus dada Hanabi. Dengan tangan Hanabi yang menuntun Hinata untuk menghunusnya, Hinata tidak percaya.
Semuanya, memudar. Hanabi menjatuhkan tangannya dan semuanya jiwanya berpindah ke Hinata. Sesaat sebelum gadis itu kehilangan semuanya, Hanabi masih sempat tersenyum, "Sekarang kita sudah menjadi satu. Hal yang seharusnya sejak dulu terjadi. Tadaima, Hinata."
Hinata meletakan tubuh Hanabi yang sudah tak bernyawa di dalam pelindung dimana ada semua orang-orang yang bisa ia lindungi. "O-Okaeri, Hanabi." Isaknya.
.
.
.
Orochimaru semakin tidak bisa menghadapi Hinata. Dengan tubuh setengah terbakar seperti ini dan kabut yang diciptakan Hinata membuatnya sangat susah untuk bertarung.
"Aku bisa menghidupkan lagi orang-orang yang berharga bagimu, Hinata."
Hinata tidak mendengarkan apa yang di ucapkan Orochimaru. Gadis itu terus menerus melakukan penyerangan. Naruto dan yang lainnya meneriakan nama Hinata untuk mengambil bubuk mesiu yang masih tersisa. Gadis itu mengerti. Dengan cepat gadis itu mengambil apa yang sudah Sai dan Naruto berikan dan melemparkan kepada Orochimaru.
Hinata membakar Orochimaru dengan bubuk mesiu, mengikatnya dengan api lalu membungkusnya dengan perisai air hingga menjadi gumpalan yang sangat besar. Disana bisa disaksikan banyak orang jika pria itu terbakar dan sangat gembira karena bisa mendapatkan lawan tanding setara.
Hinata memandang Sasori, "Ini akan menjadi uap. Awal wabah tiap manusia untuk menjadi jahat jika mereka mementingkan nafsu dunia. Kau harus menjaga sisanya, Sasori-san. Buat pelindung pada semuanya untuk sesaat, ini akan sedikit berbahaya sebelum uapnya menghilang."
Semua yang ada disana bingung, "Menjaga … sisanya, itu apa maksudnya?" bisik Naruto pelan.
"Jangan-jangan … !"
Sasuke membuka matanya yang sedikit terasa berat. Disampingnya ia bisa melihat tubuh kakaknya dan Hanabi yang tergeletak. Jika Hanabi ada disana berarti Hinata …, pemuda itu bangun dan mencari sosok Hinata. Gadis itu merentangkan tangannya dan sangat berkonsentrasi sekali, belum lagi ia bisa melihat Orochimaru menjadi sangat mengerikan di dalam gumpalan air itu. Sasuke bisa melihat Sasori keluar dari pelindung ketika hendak menuju Hinata.
Hinata menghentikan Sasori dengan menahannya menggunakan sihir hingga pemuda itu terpental kembali ke dalam pelindung. Sasuke mulai merasa ada yang tidak wajar, ia berlari menuju Hinata. Mencoba menghentikan gadis itu.
"S-Sasori, apa yang terjadi?" semua yang ada disana merapat mendekati Sasori. Melihat kengerian dari balik sana.
"Hinata-sama, dia mencoba untuk memisahkan roh api dan roh bulan yang sudah menyatu di dalam dirinya. Itu akan berakibat fatal pada tubuhnya."
"Maksudnya?" Naruto dan yang lain yang bukan miiko masih bertanya bingung.
"Roh dewa bulan dan roh api harus stabil. Tidak boleh seperti sekarang, jadi Hinata melakukan pemisahan bersamaan dengan melenyapkan Orochimaru menjadi uap. Tapi resiko yang di ambil adalah tubuhnya akan menghilang. Jiwanya juga akan hilang."
"APA?!"
"Tapi, menurut ramalanku, jika ini semua berhasil. Kita semua akan bereinkarnasi ke wujud dan nama yang sama seperti sekarang."
Naruto masih bingung. "Reinkarnasi itu apa?"
"Kau akan terlahir kembali dengan nama yang berbeda, ingatan yang berbeda pula, tapi jiwamu tetap sama."
'Tapi mereka berempat,'
.
.
.
Hinata terkejut ketika Sasuke memeluk tubuhnya ketika ia hampir selesai memisahkan sesuatu yang ada dalam dirinya. Gadis itu juga perlahan menghilang mulai dari ujung kakinya.
"Apa yang kau lakukan, bodoh?"
"S-Sasuke-sa-"
"Bawa aku. Bawa aku bersamamu kemanapun itu. Jangan tinggalkan aku sendiri, Hinata."
"A-Aku akan menghilang Sasuke."
"Bawa aku. Aku akan ikut bersamamu. Walaupun terlahir kembali, aku akan mencarimu."
.
.
.
2014, Sekarang.
Gaara dan Hanabi berlari terburu-buru menuju ke stasiun kereta bawah tanah. Keduanya hanya tersenyum kecil ketika mendapati tiket yang mereka beli bisa tepat waktu dengan kereta yang akan berangkat. Hanabi duduk di dekat Gaara dengan mengatur napasnya yang sedikit tak beraturan. Rambut panjangnya sedikit lengket karena keringat. Gaara memerhatikan sedari tadi dengan merona.
"Kudengar, Hinata-senpai sudah masuk kuliah ya?"
"Ya, dia akhirnya bisa memutuskan akan masuk ke bagian apa. Lagipula upacara masuk SMA kali ini sangat luar biasa. Aku tidak menyangka kita bisa diterima." Hanabi masih tersenyum senang, dan Gaara juga hanya bisa menyembunyikan rona merahnya memandang obyek lain.
Ketika kereta berhenti di stasiun yang berikutnya secara tiba-tiba, ia tak sengaja memukul wajah seseorang yang tengah tertidur di sebelahnya. Tidak hanya itu, tubuhnya juga menekan tubuh orang yang ada di sampingnya. Hanabi gugup. Rambut panjang pemuda itu terlihat berantakan, dan belum lagi ketika ia baru membuka matanya yang tajam sudah membuat Hanabi gemetar. Tapi ketika pemuda itu tersenyum manis, Hanabi mendadak merona. Ia bisa merasakan dadanya bergetar. Dan ketika pemuda itu sadar, ia juga seperti ada yang kurang ketika memerhatikan Hanabi.
Pemuda itu melihat jam tangan Hanabi yang masih diam memandang dirinya. "Maaf, ya aku buru-buru."
"Hanabi-chan, kau kenapa?"
"Tidak, hanya saja, rasanya barusan aku dan merasa jika berdiri di tempat tak berujung waktu."
.
.
.
"Dahulu kala, hidup dua putri kembar yang memiliki roh hebat. Karena terlalu hebat dan membuat sang monster dari tujuh samudra menjadi menginginkannya. Mereka bertemu dengan pangeran bersaudara yang menyelamatkannya. Mereka mengalahkan monster dan akhirnya hidup bahagia selamanya, Ino-chan! Bukankah ini cerita yang bagus?!"
"Ayolah Sakura, itu hanya mitos Jepang. Bagaimana mungkin cerita tua seperti itu kau buat menjadi romantis?"
Ino, Sakura dan Sasori berjalan di aula kampus yang ramai, "Tidak. Aku tahu bagaimana cerita lengkapnya tentang cerita itu. Itu sudah penuh dengan modifikasi tahu! Yang benar itu penyihir, bukan monster tujuh samudra! Apaan tuh."
"Oh ya, kalian melihat Hinata-chan tidak?"
Sasori berhenti membalik lembaran buku yang dibawanya. "Hinata-chan? Kalian kenal dengan Hinata?"
"O-Oh, ya. Kenapa memang?"
"Aku sudah lama mencarinya."
.
.
.
Hanabi mengejar sosok yang sudah sedari tadi dicarinya setelah upacara penerimaan siswa baru. Gaara hanya mengekor beberapa meter di belakang. Gadis itu sungguh tak bisa di tebak setelah kejadian di kereta pagi tadi. Gaara bisa menemukan sosok pemuda yang mereka temui pagi tadi, dan Hanabi yang sudah berhenti disana. Menghalangi jalan pemuda itu sambil mengatur napasnya.
"T-Tunggu, siapa n-nama anda?"
"Ah, kau yang tadi pagi?"
"Tolong beri tau saya, saya merasa seperti di sini," Hanabi menunjuk dadanya sambil mengatur napasnya. Pemuda itu masih memerhatikan. "Dan disini berkata jika aku sudah lama mencarimu. Dan aku merindukanmu. Tolong bisakah anda menjelaskannya?!"
"Kau jatuh cinta padaku?"
Gaara menahan napasnya ketika pertanyaan ritoris pemuda itu membuat Hanabi terkejut.
"Aku guru loh disini, untuk SMA, hubungan antara murid dan guru sangat dilarang, bukan? Entah mengapa ketika kau mengatakan itu, aku juga bisa merasakannya."
"Eh?"
"Namaku Uchiha Itachi. Mungkin kau bisa mengingatnya."
"Hyuuga Hanabi." Hanabi berbisik kecil.
.
.
.
"Oi Sasuke, kudengar Itachi-nii bekerja paruh waktu menjadi seorang guru di SMA, ya?"
"Hn."
"Wah, Itachi-nii sudah dewasa sekali."
Sai dan Naruto masih menghabiskan soda yang dibawanya dari kantin. Sementara Sasuke masih diam sambil memijat sebelah tangannya yang terasa pegal. Mereka bertiga sudah terbiasa bersama sejak kecil. Bahkan Sasuke sudah terbiasa dengan teriakan Naruto untuk berangkat ke sekolah bersama-sama. Sasuke hendak berbalik menghadap Naruto, namun tanpa sengaja tubuhnya menabrak tubuh seorang gadis yang membawa banyak buku. Sai dan Naruto hanya mendesah. Sasuke dengan cepat membantu gadis itu untuk merapikan semua buku yang sudah jatuh berantakan.
"Maaf aku tidak seng-"
" … Etto, t-tidak apa-apa kok. Mungkin aku yang ku-kurang benar berjalan."
Sasuke diam disana. Pemuda itu bukannya membantu gadis di depannya untuk merapikan buku, ia malah teringat sesuatu ketika memandang wajah gadis yang mengenakan kacamata di depannya ini.
"Anoo, -"
"Hinata! Apa yang kau lakukan?! Kelas hampir dimulai!"
"Ah, Neji-senpai t-t-tunggu! M-Maaf aku buru-buru."
Gadis itu berlalu melewati Sasuke dengan cepat. Sasuke bisa mengenali aroma yang baru saja masuk dalam indra penciumannya. Tidak salah, Sasuke tidak salah. Sasuke berlari mengejar gadis yang baru saja melewatinya. Memblokir jalan gadis itu hingga ia bingung. "Temui aku nanti setelah jam kuliah di kantin. Aku menunggumu."
Hinata diam dan bingung memerhatikan Sasuke yang tiba-tiba lari darinya.
.
.
.
"Baru tadi aku melihatmu mengejar gadis, Sasuke."
Sai membenarkan apa yang baru saja dikatakan oleh Naruto. "Aku merasa jika dia beda saja."
"Ah lihat itu, bukankah dia gadis tadi?"
Sasuke mendongak. Ia melihat disana ada Sakura dan Ino yang juga merupakan teman sewaktu sekolah dasar. Ini kesempatan bagus. Sasuke berlari setelah sosok Hinata menghilang, bermaksud menanyakannya langsung pada temannya.
"Sakura,"
"Eh? Sasuke?"
Sasuke masih mengatur napas, Sasori sudah mendekat sambil memerhatikan wajah Sasuke. Pemuda itu langsung tersenyum.
"Kalian semua sungguh tidak ada yang berubah!"
"Dia ngomong apa sih?"
.
.
.
"Anoo, Yamakawa-san, apa tidak apa-apa?"
Naruto melirik Sakura yang antusias mengintip dari jauh setelah mendengar cerita dari Sasuke.
Sai hanya tersenyum ketika Ino juga sama. "Naruse-san juga sama ya, hehe."
"Oh ya, rasanya kok aku pernah mengenal wajah Ogawa-san dan Saruhiko-san, ya? Apa karena kemarin kita terlalu sering mengunjungi panti jompo ya, Sakura?"
"Kau pikir kita mbah-mu?! Masa sih wajah kita boros banget?!"
.
.
.
"Uchiha Sasuke, namaku Sasuke. Apa kau Hyuuga Hinata?"
Hinata sedikit menarik jemarinya yang lentik dari dekat gelas yang berisi minuman pesanannya. Sasuke menahan rona merah wajahnya yang sedari tadi sudah menghinggapinya.
"Anoo, a-apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Tidak. Tapi ketika tadi aku tak sengaja menemukanmu, sempat terfikir kata-kata 'aku menemukanmu.' Secara berulang-ulang."
"O-Oh, lalu?"
"Bisakah kita menjadi t-teman untuk sekarang?"
Hinata hanya tersenyum. "Namaku Hyuuga Hinata. Mohon bantuannya Uchiha-san."
.
.
.
Sasori hanya memandang dari jauh. Pemuda itu hendak ingin menyelesaikan masalah yang tidak bisa ia hentikan sendiri. Tapi rasanya juga percuma jika meminta bantuan pada gadis yang sudah mengutuknya untuk membantu, kali ini gadis itu sudah tak memiliki apa-apa. Lagipula gadis itu juga sudah lupa. Tapi Sasori senang, waktu dimana kala itu ada kini bisa berjalan kembali setelah ia menemukan teman-teman seperjuangannya.
"Kau curang Hinata-sama, kau membiarkan yang lain bereinkarnasi sementara aku tidak. Kau membiarkanku abadi begini gara-gara menyelamatkanku waktu itu."
"Tapi aku senang jika kali ini, Uchiha-san dan Hyuuga-san baik-baik saja kedepannya."
.
.
.
[End]
©Hachi Breeze
©2014
Kalimat bijak : "Hidup hanyalah sebuah sejarah yang terulang tiada habisnya."
Terima kasih atas segala dukungannya yang sudah mau menunggu untuk fic ini. Saya sangat beruntung menjadi orang yang bisa menghibur secara tidak langsung kalian semua. Terima kasih walaupun ini endingnya agak nge-twisting ya. Mohon maafkan.
Terima kasih, sekali lagi terima kasih #DeepBow
-Hachi Breeze-