Summary : Kurosaki Ichigo, pengusaha muda, sukses dan handal yang tak pernah mengenal cinta Ketika akhirnya seorang gadis mampu mencuri hatinya, dia akan berbuat apa saja untuk mendapatkannya. Rukia boleh saja diirikan oleh jutaan wanita karena menjadi seorang calon istri dari seorang pria tampan, kaya dan setia, namun tahukah mereka? Pertunangan yang dipaksakan tanpa cinta tetaplah menyakitkan.

.

.

.

Title : Prisoner of Love

Pair : Kurosaki Ichigo, Kuchiki Rukia dan Ulquiorra Schiffer

.

.

.

Angin akhir musim dingin membelai halus pipi seputih gading milik seorang wanita di balik jendela mobil yang terbuka. Rembulan menyembunyikan diri dengan selimut awan gelapnya sementara lampu jalan raya menyala redup seperti kunang-kunang. Menemani sepasang insan tersebut hanyalah gulitanya malam.

Entah ke mana arah tujuan mobil berpenumpang dua orang ini, tapi itu tida menjadi masalah. Asalkan mereka dapat menghabiskan sisa waktu kebersamaan yang singkat. Terlampau singkat sebetulnya. Namun apa dikata, hanya satu hari tersebut saja kedua anak manusia ini diperbolehkan oleh takdir untuk memadu kasih.

Saat bulan sudah mengarungi separuh khayangan, mobil yang dikendarai pria bersurai coklat berhenti ini di depan sebuah pondok terpencil di tengah gunung. Bagi orang-orang yang sedang melarikan diri seperti mereka, tempat ini memang cocok menjadi markas persembunyian. Meski kekasih hatinya sudah terbuai mimpi di sebelahnya, beruntung wanita tersebut bertubuh mungil dan ringan. Tidak sulit bagi si pemuda untuk menggendong sang pujaan hati.

Begitu tida di dalam bangunan kayu tersebut, ternyata dalamnya cukup rapi dan bersih. Mungkin pondok ini sering digunakan para pemburu untuk menginap jadi kondisinya cukup terawat. Nasib mereka terbilang mujur menemukan tempat untuk bermalam sekaligus bersembunyi dari kejaran pihak berwajib. Bagaimana pun, cepat atau lambat, tempat ini pasti ditemukan semata-mata untuk mengejar mereka.

Pria yang tidak jangkung itu kemudian membaringkan tubuh wanitanya di atas karpet bulu dan menutupinya dengan selimut. Seletah itu dilepaskan penyamarannya berupa wig coklat dan kacamata hitamnya, memamerkan pada temaran cahaya lambu rambut hitam kelam dan orb emerald yang misterius. Sungguh tidak dapat dipercaya, dirinya, Ulquiorra Schiffer yang terkenal berhati es, berwajah lebih kaku dari tembok, dan tidak pernah berekspresi, melakukan hal senekat ini hanya demi menghabiskan 24 jam bersama seorang wanita yang telah bertunangan. Apa kata dunia?

Tapi, itu adalah dirinya yang dulu. Sebelum Ulquiorra Schiffer jatuh cinta pada Ukitake Rukia.

Membiarkan dara jelita yang mengenakan wig berwarna pirang tersebut meneruskan mimpi indahnya sementara dia menghangatkan pondok dengan membuat bara di perapian. Suasana ini terasa begitu romantis sekaligus membuat hati berbunga-bunga. Berduaan saja dalam sebuah pondok di tengah gunung, dengan perapian yang menyala, berbaring di atas karpet sambil berbagi selimut. Jikalau bukan karena situasi yang terbilang genting, Ulquiorra bisa saja berpikir bahwa sebenarnya dia tengah berbulan madu.

"Nghhh~"

Entah apa sebabnya dewi tidur mencampakkan Rukia kala pemuda itu tengah asyik memandanginya. Namun hal tersebut juga merupakan berkah karena kristal violet cantik sang wanita kemudian berlaga langsung dengan manik hijau tuanya. Bisakah seseorang tengelam dalam bola mata seperti yang dirasakan Ulquiorra saat ini? Jawabannya, bisa. Saat kau sedang jatuh cinta.

"Ulqui..." lirih Rukia, dengan mata sayunya memandang sekeliling. "Di mana ini?"

"Pondok di tengah gunung. Tidak sengaja kutemukan. Malam ini kita bermalam di sini," jelas Ulquiorra sembari membenarkan letak selimut yang melorot karena wanita mungilnya bangun.

"Oh..."

Hening. Lagi-lagi seperti ini. Dikarenakan keduanya bukan tipe yang senang olahraga bibir, maka perbincangan yang berlangsung selalu singkat dan tepat tujuan, tidak pakai basa-basi.

Biarpun begitu, suasana yang mereka ciptakan adalah sesuatu yang nyaman dan penuh kehangatan. Seperti ini kah rasanya jika berada dekat dengan orang tercinta? Tidak menuntut dan tidak membutuhkan apapun kecuali ada di sisinya.

"Ceritakan tentang dirimu..." pinta Ulquiorra setelah diam beberapa saat. "Aku ingin tahu semua tentangmu..."

Rukia hanya membisu. Waktu satu hari ini, waktu yang sangat berharga namun singkat-

"Kalau begitu, ceritakan juga mengenai dirimu. Semuanya..."

-akan mereka gunakan untuk saling berbagi rasa. Masa kanak-kanak mereka. Masa remaja mereka. Lalu impian masa depan, yang meski sebetulnya diharapkan bisa terus bersama tapi tahu bahwa hal itu tidak mungkin terjadi.

Berkhayal... tidak salah, bukan?

Kepollisian perfektur Tokyo dibuat pusing tujuh keliling karena harus mencari seorang wanita dari populasi 35.676.000 orang penduduk (*) yang sama saja menyuruh mereka mencari jarum di lautan jerami. Beruntung mereka menemukan pentunjuk yang dapat menuntun mereka menemukan jejak sang penculik. Berdasarkan CCTV yang dimiliki Rumah sakit, mobil yang dikendari dua orang mencurigakan tersebut terakhir terlihat menuju daerah pegunungan.

Maka meluncurlah bergerombol mobil polisi dengan sirinenya yang memekakkan telinga ke arah barat. Kawasan dataran tinggi tersebut harus disusuri dari ujung ke ujung hingga menemukan calon istri sang Direktur muda Kurosaki jika tidak ingin lencana mereka terancam dicabut. Beginilah nasib orang berpangkat rendah menghadapi pihak yang memiliki kekayaan dan kekuasaan tak terhingga. Selain bertindak semena-mena pakai mengancam pula.

"Hah... dasar orang kaya menyebalkan. Tidak heran tunangannya kabur!" sengit seorang polisi berkepala licin.

"Hush! Ini pekerjaan kita. Kalau berhasil mungkin kita akan langsung naik pangkat, lho!" bujuk rekannya yang sedikit... kemayu?

"Bah! Naik pangkat saja sendiri. Ogah naik pangkat kalau caranya beginian."

"Issh! Kamu ini!"

Saat mendengar suara sirine polisi yang mendekat kontan suasana hangat antara Ulqiorra dan Rukia berganti menjadi panik dan gundah. Bola mata ungu kelabu dan hijau tua saling memandang, berkomunikasi hanya dengan tatapan. Pikiran mereka sama.

Polisi telah mengendus jejak mereka dan kini tengah dalam pengejaran. Sepasang insan ini tahu mereka harus kabur. Meski bukan maksud berbuat buruk. Waktu satu hari yang dijanjikan masih belum habis.

Setidaknya biarkanlah mereka berbahagia di waktu yang singkat ini.

Satu hari saja. Tidak diijinkan juga, kah?

Karena sudah kepalang tanggung, melarikan diri dari kejaran polisi adalah satu-satunya pilihan yang tersisa. Nekad memang. Tapi mau bagaimana lagi?

Bergenggaman tangan erat, Ulquiorra dan Rukia berlari ke arah mobil yang terparkir tidak jauh dari pondok. Si pria berambut hitam pendek itu kemudian segera melesat jauh dari tempat tersebut dengan menginjak pedal gas kuat-kuat. Kemungkinan besar mereka akan terlibat kebut-kebutan seperti adegan di film action.

Tapi ini kenyataan. Dan tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi nantinya.

Nguing! Nguing! Nguing!

Beberapa mobil bercorak panda tengah melaju dengan kecepatan tinggi di belakang sebuah mobil minivan berwarna hitam. Dengan kondisi jalan di pegunungan yang sepi dan berkelok-kelok, para pengemudi ini harus ekstra hati-hati jika tidak ingin bertaruh nyawa.

Permasalahannya, Ulquiorra tidak lagi sempat memikirkan soal nyawa di saat seperti ini. Diburu sebagai buron pelaku penculikan seorang wanita yang menjadi calon nyonya sebuah grup perusahaan ternama di seluruh Jepang. Mengendarai mobil dengan kecepatan yang lebih layak jika berada di arena balap, berusaha keras meloloskan diri dari kejaran para polisi di belakangnya.

"Ulqui…" lirih Rukia ketakutan sambil berpegangan erat pada jok mobil. Kengeriannya pada Roller Coaster bisa makin menjadi setelah pengalaman malam ini.

Meski tahu hal yang dilakukannya berbahaya, tetap saja pemuda berdarah Eropa tersebut tidak mengurangi laju mobilnya. Itu sama saja berpasrah diri ditangkap oleh aparat hukum yang kini mengejarnya. Dan akhirnya Rukia akan kembali jatuh ke tangan pria itu. Kurosaki Ichigo.

Pedal gas ditekan lebih kuat. Suara deru mesin makin mengganas. Mobil yang ditumpangi Rukia serasa seperti membelah angin saking cepatnya. Bibirnya sudah menjerit kecil beberapa kali, terutama saat menghadapi tikungan tajam.

Meskipun begitu, para polisi itu juga keras kepala. Meskipun tahu kebut-kebutan di jalan pegunungan sangat berbahaya tapi mau bagaimana lagi jika karir menjadi taruhannya?

Kehendak Atas tidak ada yang mengetahui, niat alam semesta tak ada yang menduga. Sepandai apapun, bermain apa pasti pada akhirnya akan terbakar juga. Begitu pula dengan mobil yang dikemudikan oleh pemilik marga Schiffer ini. Saat bermaksud berbelok di tikungan di depannya, salah satu mobil bercorak hitam putih tersebut menambah kecepatan mendadak dan berhasil menyalip kendaraannya.

Braakk!

"KYAAA!" pekik Rukia.

Akibatnya Ulquiorra kehilangan kendali roda kemudinya. Menabrak pembatas jalan dengan hantaman yang luar biasa hingga membuatnya jebol. Lalu kedua mobil tersebut... terjun bebas ke arah jurang terjal.

"Rukia!"

Kurosaki Ichigo masih larut dalam kekecewaan ketika seorang pelayan tua menyampaikan kabar yang membuat hatinya makin hancur.

"Mobil yang ditumpangi Rukia-sama mengalami kecelakaan dan jatuh ke jurang, Kurosaki-sama."

Jika ada hal yang paling ditakuti oleh direktur hebat ini, maka hal itu ialah kehilangan tunangan tercintanya untuk selamanya. Mencintai seorang wanita bertubuh lemah dan sakit-sakitan sama saja berarti harus siap menghadapi kemungkinan terburuk setiap saat. Untuk mencegah hal tersebut, entah sudah berapa banyak uang yang dihamburkan untuk memastikan kondisi Rukia selalu dalam keadaan terbaiknya.

Tapi kecelakaan? Jatuh ke jurang?

Apakah masih ada kemungkinan dirinya bisa melihat Rukianya lagi?

"Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja?"

Sungguh, rasanya takut sekali menunggu rentetan kalimat itu meluncur dari bibir pelayannya. Suaranya bahkan sudah seperti menahan tangis.

"Tim penyelamat menemukan dua orang di mobil tersebut. Satu orang meninggal sedangkan satunya lagi kritis," jelas sang kepala polisi setenang mungkin meskipun dengan konsisi kerah ditarik, punggung mencium dinding serta kaki tidak menapak tanah.

Pelakunya siapa lagi kalau bukan Kurosaki Ichigo. Saking tidak sabarnya menunggu berita mengenai kondisi sang tungangan, akhirnya dia langsung melesat ke kantor polisi dan menuntut untuk dipertemukan dengan pimpinan yang ada. Seharusnya kejadian ini belum boleh disebarluaskan terlebih dahulu. Karena kelalaian (atau kenekatan) petugas polisi yang mengejar malah mengakibatkan korban mengalami kejadian yang buruk, kepala polisi berambut putih tersebut sangat paham akan konsekuensi yang akan menimpa nama baik kepolisian Tokyo.

Apalagi yang dihadapinya adalah Direktur grup Kurosaki.

Sungguh sangat tidak menguntungkan.

Mendengar kabar mengejutkan itu, pegangan Ichigo pada kerah pria bernama Kensei tersebut melonggar. Hatinya mencelos mengetahui bahwa wanita yang amat dicintainya ini kemungkinan telah tiada.

"A-a-apa? R-r-rukia! Tidak! Tidak mungkin! Rukia! Bagaimana dengannya? Apa dia baik-baik saja?!"

Pemandangan yang sangat jarang terlihat. Kurosaki Ichigo begitu panik dan seolah tidak dapat berpikir jernih, dia mulai meracau tidak jelas. Tak dapat disangkal sedalam apa perasaannya pada wanita bernama Rukia ini.

"Wanita dalam mobil itu, tunangan Anda maksud saya, saat ini dalam kondisi kritis. Nyawanya terselamatkan karena laki-laki di bangku kemudi melindungi tubuhnya dengan badannya sendiri. Tapi karena jatuh dari jurang, mobil mengalami benturan keras dan keduanya sempat terjepit. Usaha penyelamatan agak memakan waktu karena kondisi alam yang menyulitkan. Terlambat sedikit saja, mungkin Rukia-sama juga tidak akan tertolong."

Penjelasan panjang lebar tersebut disimak baik-baik oleh Ichigo. Seketika jantungnya terasa berhenti berdetak selama beberapa saat.

'Jadi laki-laki itu sudah mati, ya?' batin Ichigo berbicara. Ada sedikit perasaan lega karena itu berarti tidak ada lagi saingan untuk memperebutkan hati Rukia.

Namun kemudian timbul rasa takut. Bagaimana jika Rukia mengetahui bahwa pria yang dicintainya itu ternyata meninggal karena melindunginya? Lebih-lebih, sekarang pun Ichigo dicemaskan dengan keadaan calon istrinya yang sekarat. Tubuhnya sudah lemah dari lahir, sekarang malah mengalami kecelakaan hingga kritis.

Jika Rukia tidak dapat melewati masa kritisnya...

'Tidak, Ichigo! Berhenti berpikir seperti itu!' makinya kepada diri sendiri. 'Rukia akan selamat. Dia akan baik-baik saja.'

Saat ini, yang paling penting adalah memastikan Rukianya melewati masa kritis.

.

.

SKIP TIME : TIGA TAHUN KEMUDIAN

.

.

Sebuah rumah megah berdiri angkuh di kelilingi taman bunga mewangi. Di salah satu lokasi taman yang indah, berdiri seorang wanita mungil tengah memanjakan dirinya dengan menari-nari di antara bunga aneka warna. Terkadang dipetik satu dua kembang dan dihirup aromanya. Senyum lebar bertengger di wajahnya yang rupawan. Matanya bercahaya penuh kebahagiaan. Sesekali gelak tawa kecil meluncur dari bibir merah jambunya.

Menyoroti tempat lain, tepatnya di garasi, sebuah mobil menghentikan lajunya di tempat khusus parkir kendaraan pribadi pemilik mansion mewah tersebut. Seorang pria tegap dengan rambut sewarna mentari terbenam menapakkan kakinya setelah turun dari sedan hitamnya.

"Kurosaki-sama. Selamat datang kembali," sambut seorang pelayan wanita tergesa-gesa menghampiri majikannya ini.

"Bagaimana keadaan Rukia hari ini?"

Yah, lagi-lagi pertanyaan itu yang terlontar dari bibirnya. Setiap hari, tanpa pernah absen sekalipun. Setiap dia pulang dari kantor. Atau ketika dia harus meninggalkan rumah selama berhari-hari, dia akan tetap mengecek melalui telepon. Istri tercintanya yang telah dinikahinya semenjak tiga tahun yang lalu.

"Seperti biasa, Kurosaki-sama. Tidak ada perubahan. Sekarang beliau ada di taman."

Lalu, jawaban yang hampir selalu sama. Hampir, karena terkadang kondisinya bisa gawat atau tidak terkendali.

Kurosaki Ichigo hanya menggumam. Langkah kakinya ia bawa menuju tempat Rukianya berada. Saat berada di teras, dirinya memperhatikan sosok mungil itu dengan segala kenaifannya menikmati waktu sore dengan bercanda gurau sendiri. Masih menggenggam beberapa tangkai bunga yang dia petik. Kikikan terdengar beberapa kali.

Sang suami hanya bisa menatap pilu dari jauh. Meski ingin, dirinya sadar bahwa dia tidak akan diizinkan untuk berada di samping wanita yang paling dicintainya tersebut. Ichigo memilih untuk tidak mengusik kondisi stabil.

Kejadian tiga tahun lalu telah menjungkirbalikkan dunia Rukia sepenuhnya. Kenyataan bahwa Ulquiorra Schiffer tewas karena kecelakaan amat menghancurkan hati sang wanita. Awalnya depresi, batinnya tertekan oleh rasa bersalah. Selalu menangis, kadang sampai meraung-raung. Lama kelamaan, mental tunangan direktur grup Kurosaki ini makin memprihatinkan. Obat dan terapi terus diupayakan, namun tak memberi hasil yang diharapkan. Hingga akhirnya dokter mendiagnosa bahwa Rukia positif mengalami gangguan jiwa.

Sekarang, seperti inilah keadaannya. Setelah peristiwa penculikan itu, upacara pernikahan segera dilangsungkan. Meski kedua orang tuanya sempat tidak setuju karena menganggap Rukia mencoba kawin lari dan menyatakan tunangannya gila, Ichigo tetap melanjutkan niatnya dengan kukuh. Secara resmi, perempuan yang dicintainya ini adalah istrinya. Tapi hatinya begitu jauh, sama sekali tak tergapai. Setiap kali melihatnya, Rukia akan histeris. Seolah tengah melihat monster paling menakutkan di dunia. Dan hal itu sukses membuat sanubarinya hancur berkeping-keping. Demi menghidari hal-hal yang tak diinginkan, Ichigo memilih untuk menjaganya dari jauh. Biarlah bidadarinya bahagia di dunia kecilnya.

"Kurosaki-sama, ada telepon untuk Anda."

Panggilan si pelayan membuyarkan lamunan direktur grup Kurosaki tersebut. Kemudian Ichigo segera menerima panggilan yang sedang menunggunya itu.

"Halo?"

"Otou-chan? Kapan Otou-chan pulang?"

Ah… ternyata yang menghubunginya adalah Hikari, putri semata wayangnya. Memang Ichigo sengaja membeli dua rumah yang berbeda. Satu rumah untuk ditempati istrinya, sedang yang lain ditinggali ia sendiri dan anaknya. Hal itu disebabkan kondisi kejiwaan Rukia. Dia tidak akan membiarkan masa kanak-kanak Hikari hancur karena mengetahui ibunya mengalami gangguan mental.

Pria berambut mentari terbenam ini tersenyum hangat. "Sebentar lagi, sayang. Tunggu di rumah dan jadilah anak baik," bujuknya lembut.

"Hem… baiklah. Hikali akan tunggu…" jawab sang anak yang masih cadel bicaranya.

Sambungan bicara pun terputus. Lelaki berjas mahal tersebut jadi teringat bagaimana Hikari lahir dulu. Karena Rukia tidak bisa didekati lagi, Ichigo nekat menjalani prosesi bayi tabung. Dengan sel telur istrinya dan sperma miliknya yang sudah dibuahi dimasukkan ke rahim ibu pengganti, Hikari hadir dalam hidupnya yang sepi.

Jujur saja, jika tidak ada anaknya yang terlahir persis menyerupai ibu biologisnya itu, mungkin Ichigo sudah lama menyerah. Hikari menguatkan hatinya yang terus mencintai Rukia, bahkan hingga detik ini.

Kisah cintanya memang tidak bahagia. Persis seperti perkataan Ukitake-san dulu… Padahal tunangannya tersebut menemukan pria lain yang amat dikasihinya, namun karena keegoisan Ichigo… karena memaksakan cintanya pada Rukia…

'…semuanya jadi begini. Semua adalah salahku.'

Menyunggingkan senyum getir sekali lagi seraya menatap malaikat yang telah merebut hatinya itu, Ichigo membalikkan tubuhnya. Melangkah pergi tanpa diketahui oleh sang wanita.

'Meski begitu… aku tetap mencintaimu, Rukia…'

.

.

TAMAT

.

.

* à Berdasarkan data dari wiki/World_population

.

.

Voidy's note : Yeah… bisa dibilang cerita ini berakhir dengan sangat bad ending. Sejak awal saia memang menduga kalau cerita ini gak akan berakhir bahagia. Tapi semakin berlanjut saia entah kenapa terpikir ending yang begini. Dan karena galau, saia pun bertanya ke Kin, enaknya gimana. Dan Kin pun sepakat kalau sad ending mungkin adalah akhir yang paling tepat untuk cerita ini. I have no excuses. Endingnya mungkin akan membuat kalian kecewa, sebal, atau apa pun. Tapi sungguh, sebagai pengarang cerita ini, saia pikir inilah yang terbaik. Saia sangat menghargai masukan kalian para reader, tapi permintaan kalian soal Rukia menerima dan mencintai Ichigo… jujur saja, ga masuk ke cerita. Dia dipaksa bertunangan. Oleh pria yang 15 tahun lebih tua darinya. Kemudian dia jatuh cinta kepada pria lain. Entah saia harus berpikir sekeras apa demi membuat Rukia balas mencintai Ichigo. It's like… really impossible.

Pembaca kebanyakan adalah penggemar Ichiruki, saia juga… tapi yah… untuk fic kali ini mereka tidak berakhir bahagia. Sayangnya… Well, saia juga minta maaf karena update fic ini sangat molor. Hiatus tahunan… disebabkan berbagai hal… ok. Negatifnya ditendang jauh-jauh, pokoknya saia sudah comeback dan akan melanjutkan cerita2 saia yang lain. Asal gak WB dan moodnya ok. Doakan saja yang terbaik. Terakhir, saia ucapkan terima kasih telah membaca karya saia.