Hola Minna. Ada yang bosen ketemu fic baru (lagi-lagi) saya? Semoga nggak ya.

.

DISCLAIMER : TITE KUBO

.

RATE : M For Safe

.

Warning : OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (Nongol mulu), Gak karuan.

.

Attention : Fic ini hanyalah fiksi belaka. Apalagi terdapat kesamaan atau kemiripan situasi atau tokoh atau apapun itu dengan cerita lain dalam bentuk apapun itu, adalah tidak disengaja. hehehe

.

.

.

"Kyaaa! Astaga! Lihat, lihat! Dia kemari! Bagaimana ini?!"

"Oh tidak, jantungku belum siap sekarang…"

"Aku mau sekali berkencan dengannya…"

"Kau mau mimpi 1000 kali juga tidak akan dapat tahu!"

"Astaga… Dewa mana sih yang bisa membuat ciptaan begitu sempurna… kukira pria seperti itu hanya ada di dalam komik saja…"

Astaga… gadis-gadis centil ini sungguh tidak tahu diri. Ini kan di dalam perpustakaan kampus, kenapa harus histeris tidak penting seperti itu. memangnya mereka pikir hanya mereka yang berada di dalam perpustakaan ini?

Setidaknya hormati orang lain yang tengah berjuang mati-matian supaya tidak mengulang lagi mata kuliah sialan itu! Benar-benar. Seharusnya jangan diambil mata kuliah itu!

"Hei, kau kenapa?"

Membetulkan kacamatanya, dirinya tetap fokus pada buku di hadapannya. Setidaknya tugas hari ini harus selesai sebelum siang nanti. Kerja part time-nya tidak boleh terlambat. Dia sudah sering terlambat karena selalu terlambat keluar dari kelas mata kuliahnya. Semua itu karena Sensei bodoh yang sering mengulur waktu walau tahu jamnya sudah habis!

"Tugasku belum selesai," katanya singkat.

"Hei, kau buka saja internet. Di sana kan ada semua jawabannya."

"Aku tidak punya waktu untuk ke sana. Lagipula, sistem wifi di kampus ini membuatku repot. Aku kan tidak punya laptop sendiri. Dan internet kampus selalu penuh!"

"Kenapa kau tidak bilang? Aku bisa meminjamkanmu kan?"

"Sudah terlambat. Ah sialan! Aku terlambat! Aku pergi dulu!"

Tangan mungilnya secepat mungkin membereskan meja yang berantakan karena ulahnya menebarkan buku-buku tebal itu.

"Selalu buru-buru… Hei! Awas tersedak nanti!"

Bis… bis… bis… argh! Keluar dari gerbang kampus saja sudah memerlukan waktu lima belas menit. Dari sini ke tempat kerjanya bisa setengah jam! Dia bisa benar-benar terlambat. Semoga saja siang ini tidak begitu ramai.

Khee! Restoran mana yang tidak ramai hah?

Kuchiki Rukia, mahasiswa tingkat dua. Sekarang di usianya yang ke 20 tahun ini dia sama sekali belum memiliki kekasih. Yah, pria mana yang mau dengannya? Tidak bisa berdandan. Selalu memakai baju asal-asalan, fokus pada part time dan studinya, tidak bisa bergaul akrab. Astaga, banyak sekali kekurangannya.

Apalagi tubuhnya yang pendek dan mungil ini. Dia benar-benar tidak mirip dengan gadis impian mana pun. Siapa juga yang mau dengan dirinya yang sederhana… mungkin yah miskin?

Hidup di apartemen kecil peninggalkan kakaknya yang sudah lama meninggal. Harus menghidupi diri sendiri. Tidak memiliki siapapun. Apalagi kalau bukan fakta bahwa Rukia berasal dari panti asuhan sejak masih bayi.

Tapi Rukia bersyukur. Setidaknya, hidupnya selama ini membuatnya bisa bertahan hidup seperti sekarang. Mandiri tanpa bergantung pada siapapun. Rukia bisa melakukan apa saja yang dia inginkan. Tidak ada yang melarang dan tidak ada yang mendukung. Dia bebas melakukan apa saja…

Apa saja…

Walau kesepian, setidaknya Rukia tidak merasakan itu.

Ada banyak hal yang membuatnya tidak merasakannya hal itu.

Berusaha hidup bahagia.

.

.

*KIN*

.

.

Hari ini rasanya mengantuk sekali. Sejujurnya, malam tadi dia pulang begitu larut dan terlalu lelah untuk memikirkan hal lain.

Karena shift kerjanya disesuaikan dengan jadwal kuliahnya, kini setelah beberapa tahun menjalaninya Rukia mulai merasakan dampaknya. Kelelahan. Yah itu benar. Akhir-akhir ini Rukia mulai mudah mengantuk. Apalagi di kelas dengan Sensei tua menyebalkan yang terlalu banyak berteori. Kalau muncul Sensei yang seperti itu, Rukia sudah bersiap untuk duduk di bangku paling belakang.

"Kau mengantuk seperti biasa."

Hinamori Momo, sahabatnya sejak pertama kali menginjakkan kaki di Universitas ini. Anaknya baik dan ramah. Rukia memang tidak mudah berteman. Mungkin karena sikapnya yang introvert itu. Jadi dirinya tidak memiliki begitu banyak teman, sejujurnya memang tidak punya sama sekali.

"Oh, Hinamori. Pagi…"

"Wajahmu mengerikan Kuchiki. Bersihkan dulu sana…"

Rukia menguap lebar tanpa menutup mulutnya sama sekali.

"Awas, lalat masuk ke dalam mulutmu!" sindir Hinamori.

Rukia mulai berjalan sempoyongan. Hari ini kantuknya luar biasa menyeramkan. Bahkan Rukia tidak bisa melihat Hinamori dengan jelas di sampingnya kini.

"Kuchiki, berjalanlah dengan normal."

"Aku sedang berusaha―"

BRUUKK!

Rukia langsung tersadar dari kantuknya ketika dirinya terhuyung ke depan saat menabrak sesuatu. Matanya terbelalak lebar dan mulutnya ternganga luar biasa. Gawat…

"Maafkan kami Sensei, dia tidak sengaja," Hinamori langsung ambil alih ketika Rukia masih tidak berucap apapun.

"Kalian mahasiswa tingkat berapa?" tanya sang Sensei dengan suara datar itu.

"Tingkat… dua," jawab Hinamori.

"Seharusnya kalian tahu sopan santun. Bukankah di koridor ini tidak hanya kalian yang berjalan? Perhatikan orang lain. Apalagi mengantuk selagi berada di lingkungan kampus. Sebaiknya tidur di rumah daripada kuliah dengan setengah hati."

Setelah menasehati seperti itu, Sensei tersebut langsung pergi setelah memungut bukunya yang terjatuh. Hinamori membungkukkan badannya berkali-kali tanda permintaan maaf pada Sensei yang ditabrak oleh Rukia karena kantuk yang menyerang itu.

"Hei, kenapa hanya aku yang meminta maaf? Itu kan salahmu?" protes Hinamori.

"Sudah kubilang aku tidak akan pernah berhubungan dengan orang seperti itu!" balas Rukia jengkel.

"Ahh, kau masih memusuhinya hingga kini?" lanjut Hinamori.

"Apa kau tidak dengar nada angkuhnya tadi? Memangnya dia pikir aku mengantuk karena apa? Dia selalu saja sok memberikan ceramah pada orang lain, tapi dia sendiri tidak tahu situasi orang itu!" gerutu Rukia.

"Hmm, sepertinya kau masih dendam padanya karena semester lalu memberikanmu nilai C ya pada mata kuliahnya?"

"Tentu saja! Aku yakin jawabanku benar kok. Dari sekian banyak orang, kenapa harus aku yang mendapatkan nilai terkutuk itu! Karena dia aku harus mengulangnya nanti! Tapi maaf saja, tidak akan pernah kuulang!"

"Ahh, kau ini. Kenapa begitu membencinya? Dia kan tidak sejahat itu… sebenarnya dia itu Sensei yang baik dan ramah kok. Kau tidak pernah melihatnya mengobrol dengan mahasiswa lain? Kau tidak pernah lihat mahasiswi yang tergila-gila padanya hingga menjadi fans fanatiknya?"

"Sudah cukup. Kenapa aku harus mendengarkan semua hal tentangnya?"

"Itu karena aku tidak pernah tahu seperti apa dia itu. Sensei cerdas yang masih sangat muda. Mahasiswi mana yang tidak tergila-gila? Apalagi wajahnya yang begitu tampan. Ahh, kau pasti menyesal nanti karena pernah benci padanya."

"Tidak akan pernah! Sudahlah, kita masuk ke dalam saja sekarang."

.

.

*KIN*

.

.

Kurosaki Ichigo Sensei.

Katanya dia adalah dosen muda yang baru ditempatkan satu tahun ini. Sejak pertama kali bertemu, Rukia memang sudah tidak suka dengannya. Entah kenapa setiap kali melihat wajahnya sepertinya ingin meremukkan sesuatu. Terbukti, ketika Rukia tanpa sengaja memilih kelasnya, alhasil nilai Rukia langsung berubah total! Mata kuliah yang seharusnya mudah didapatkan itu menjadi bencana untuknya. Sensei itu seringkali mengadakan test dadakan dan memberikan soal yang cukup sulit. Meskipun banyak mahasiswa yang menggerutu tapi tidak sedikit yang menyukainya. Karena katanya Sensei itu sering membantu nilai dengan memberikan tugas ditambah lagi wajahnya tampan!

Yah, mau dibilang mukanya menyebalkan menurut Rukia, tapi sebenarnya kalau diperhatikkan, wajahnya memang tampan meski dia seringkali berwajah datar tanpa ekspresi.

Menurut kabar juga, orangtua si Sensei ini cukup kaya raya. Dia sendiri membawa mobil ke fakultas. Sering ada mahasiswi yang iseng menumpang di mobilnya. Tapi itu hanya bercanda karena tidak pernah sekalipun Sensei itu pulang bersama mahasiswi manapun. Mobilnya kadang ditumpangi oleh beberapa Sensei yang ikut.

Seberapa pun Rukia membenci Sensei itu, tetap saja kenyataan kalau Sensei muda itu populer karena ketampanannya tidak bisa dihilangkan begitu saja. Yah mereka memang benar. Sensei itu memang sangat tampan.

Ya ampun, hari ini karena bertemu Sensei yang tidak pernah diharapkan Rukia itu membuat mood-nya jadi jelek sekali! Karena itu Rukia tidak pernah mau lagi mengambil mata kuliah yang ditangani Sensei itu!

"Selamat pagi semuanya…"

"Pagiiii Sensei!"

Kalau kalian mendengar suara bersemangat yang begitu keras dari anak laki-laki, jadi perhatikan apa yang membuat hal itu bisa terjadi.

"Kenapa sepertinya mood-mu jadi jelek begitu setelah bertemu dengan Kurosaki Sensei?" tegur Hinamori yang duduk tepat di sebelah Rukia. Karena kasihan dengan Rukia yang tampaknya ingin tidur, Hinamori akhirnya memilih kursi di bagian belakang yang tidak begitu kelihatan.

"Kau sudah tahu aku benci sekali dengan orang itu! Dan sekarang kenapa dengan Sensei satu ini?!"

"Oh, Inoue Sensei kah? Kau ini bicara apa? Bukannya kau sendiri yang mengambil mata kuliah ini?"

"Seingatku bukan dia Sensei-nya!"

"Memang sih, ah sepertinya dia hanya Sensei pengganti. Sudahlah, dia kan Sensei yang juga baik."

Pelu diketahui, setali tiga uang dengan Kurosaki Sensei, Inoue Orihime Sensei yang bergabung ke fakultas ini sekitar dua tahun yang lalu itu adalah Sensei tercantik di wilayah kampus ini. Sama seperti Kurosaki Sensei, dia juga populer di kalangan mahasiswa. Kalau kalian bisa melihat bentuk tubuhnya yang seperti gitar Spanyol itu, kalian pasti tahu kenapa dia populer di kalangan mahasiswa.

Sikapnya yang ramah dan baik―berbeda jauh dari Kurosaki Sensei yang menyebalkan itu, membuat banyak mahasiswa yang terpikat. Apalagi dia sering memakai pakaian tertutup yang sebenarnya ketat, yah memperlihatkan lekuk tubuhnya sih.

Tapi sialnya, saat Rukia mengambil mata kuliahnya, lagi-lagi nilai C yang didapatkannya. Padahal Rukia yakin ujian, kuis-kuisnya selalu mendapat nilai besar. Tapi satu kesalahannya waktu itu adalah Rukia lupa mengumpulkan tugas karena kesiangan bangun setelah kerja gila-gilaan di part time-nya. Sebenarnya Rukia mendapatkan beasiswa dari kampus ini. Tapi dia juga butuh uang untuk melanjutkan hidup. Makanya part time sangat dibutuhkan olehnya. Apalagi sekarang dia punya dua kerja part time.

Dan bernasib sama dengan mata kuliah Kurosaki Sensei, Rukia tidak mau mengulang lagi mata kuliahnya itu. Menurutnya diskriminasi sekali hanya karena tidak mengumpulkan tugas langsung mendapat C itu benar-benar menyebalkan!

Karena tidak mau ambil pusing, akhirnya Rukia hanya diam saja dan menelungkupkan kepalanya. Dia ingin tidur meski hanya beberapa saat saja. Matanya sudah sangat mengantuk.

.

.

*KIN*

.

.

Musim dingin ini banyak mahasiswa yang benar-benar malas untuk pergi ke kampus. Sama halnya dengan Rukia. Menjelang musim dingin ini benar-benar membuat dirinya malas melakukan apa saja. Karena sejujurnya, Rukia tidak suka musim dingin.

Seperti biasa, Rukia melakukan kerja part time-nya tanpa hambatan berarti.

Hidupnya memang datar-datar saja tanpa kendala. Itu karena Rukia memang tidak pernah ingin terlibat masalah apapun. Juga tidak ingin membuat masalah apapun. Menjauhi masalah adalah motonyo. Makanya Rukia menyeleksi betul siapa saja orang-orang yang berusaha ingin mendekat padanya.

Rukia sudah pulang cukup malam hari ini, dia ingin istirahat. Hari ini dia terlalu banyak mengeluarkan tenaga. Ditambah lagi insomnia yang dialaminya belakangan ini. Sebenarnya Rukia tidak bisa tidur selama beberapa minggu ini. Karena terlalu lelah, kadang Rukia tidak bisa tidur sama sekali sampai menjelang pagi. Makanya di siang hari dirinya selalu terlihat mengantuk.

Begitu bercermin di depan kaca, Rukia tertegun sebentar dengan ekspresi datarnya. Kantung matanya bertambah lagi. Tubuhnya sudah sekecil ini malah membuat masalah.

"Kenapa kau muncul seperti ini?!" tunjuk Rukia pada kantung matanya.

Sudahlah, mungkin besok Rukia harus membeli beberapa mentimun untuk mengompres kantung matanya itu.

Baru saja ingin beranjak menggelar futonnya, Rukia kaget karena ponselnya berdering.

Hinamori…

"Halo? Kenapa?" jawab Rukia.

"Hei, aku… ingin kau melakukan sesuatu. Tenang saja, ada bayarannya kok."

"Melakukan sesuatu?" ulang Rukia.

"Hmm, pekerjaannya mudah. Kau hanya perlu mengambil foto seseorang. Dan kau akan mendapatkan bayaran tiga ribu yen!"

"T-tiga ribu yen? Hanya untuk foto?" pekik Rukia tak percaya.

"Iya, makanya. Apa kau ingin?"

Bagus sekali! Uang untuk membeli mentimun!

"Aku akan sangat mau Hinamori! Foto siapa yang harus kuambil?"

"Kau akan tahu besok. Ah baiklah, aku tutup dulu ya. Selamat malam Rukia."

.

.

*KIN*

.

.

Hei Kuchiki Rukia.

Kenapa kau tergoda hanya karena uang tiga ribu yen?

Rukia membenturkan kepalanya berkali-kali ke atas meja di ruang kelas mengajar hari ini.

Kau tahu Shiba Kaien kan? Nah, kau harus mengambil fotonya. Ini untuk temanku. Sebenarnya aku ingin mengambilnya sendiri. Tapi aku tidak berani. Karena katanya dia berani membayar kuberikan padamu. Kau harus mengambil fotonya sebanyak apapun tahu? Shiba Sensei itu susah sekali ditemui.

Hinamoriiiii!

Shiba Kaien Sensei, juga termasuk Sensei yang masih muda. Tapi dia sudah mengajar tiga tahun lebih di fakultas ini. Hanya saja, Sensei ini lebih sibuk melakukan penelitian di luar daripada mengajar di kampus. Karenanya frekuensinya berada di kampus sangat sedikit. Bahkan hampir-hampir tidak pernah ada.

Rukia tahu Sensei itu, tapi belum pernah melihat wajahnya langsung. Rukia juga tidak pernah mengambil mata kuliahnya. Makanya dia juga baru kali ini melihat Shiba Sensei.

Aduh, kepalanya bisa gatal kalau begini.

"Selamat pagi."

Begitu kelas penuh, Shiba Sensei masuk ke dalam kelas.

Betapa kagetnya Rukia saat melihat Shiba Sensei itu.

Wajahnya… tampan dan ramah. Dia juga sering tersenyum dan suaranya sangat… halus. Astaga, kenapa tiba-tiba Rukia terpesona seperti ini pada orang ini? Seketika itu pula merasa pipinya memanas. Astaga… kenapa Sensei ini tampan sekali.

Benar-benar tipe idaman Rukia. Apa dia sudah punya pacar? Apa Sensei ini sudah menikah? Pantas saja ada yang ingin mengambil fotonya seperti ini. Rukia juga ingin…

Diam-diam Rukia mengambil ponsel-nya dan melakukan aksinya.

Foto pertama tertangkap. Saat Sensei itu menjelaskan materi kuliah di depan kelas. Sejauh ini Rukia berhasil menyembunyikan ponsel-nya dengan buku tulisnya. Tapi begitu Rukia memerhatikan foto di ponsel-nya itu, tiba-tiba Rukia terdiam sejenak. Rukia menyukai wajah Shiba Sensei. Tapi kenapa wajahnya mirip dengan Kurosaki Sensei?

Grr!

Mengingat nama Sensei sial itu sungguh membuat mood Rukia tidak terkendali.

Namun untuk saat seperti ini Rukia harus bersabar. Sungguh dia harus bersabar. Rukia tidak boleh memikirkan hal sentimentil seperti itu kalau ingin mendapatkan uang untuk mentimunnya. Kantung matanya ini sudah sangat mengerikan.

Baiklah, mungkin satu foto terakhir untuk―

"Saya perhatikan sejak tadi kau terus memegangi ponsel itu dari balik buku tulis. Apa yang kau lakukan?"

Seketika itu pula Rukia terbelalak kaget.

Astaga…

"Eh, itu… aku… sebenarnya aku… memperhatikan Sensei sambil merekam materinya…" jawab Rukia seadanya.

"Benarkah? Kalau begitu kau bisa memberikan tanggapan mengenai diskusi kelas hari ini? Karena kau pasti mampu memahaminya kalau memang kau mendengarkannya sejak tadi," jelas Shiba Sensei dengan senyumnya.

Apakah sebaiknya Rukia mati sekarang?

Kini dia jadi perhatian seisi kelas. Dan yang terparah… Rukia mana mendengar apa yang dijelaskan oleh Sensei ini. Kalau Rukia sembarangan bicara dia bisa… dan yang terparah… kalau dia asal jawab… bagaimana ini?!

"Ah ya, hampir lupa, siapa namamu?"

"Eh? Aku… Kuchiki… Rukia…" jawab Rukia pelan sembari menundukkan kepalanya.

"Baiklah, Kuchiki-san, apa kau sudah mendapatkan jawabannya?"

Sudahlah, bohong juga percuma. Daripada dia jadi bulan-bulanan mahasiswa lain karena tidak bisa menjawab sebaiknya Rukia…

"Maafkan aku Sensei, sebenarnya aku di sini menggantikan temanku yang sedang sakit untuk mengikuti perkuliahan Sensei. Aku… sama sekali tidak mengambil mata kuliah ini," jelas Rukia. Terdengar bisik-bisik menyebalkan di sana. Sudah jelas mereka pasti tengah membicarakan Rukia. Sial…

Shiba Sensei nampak diam sejenak sambil memperhatikan Rukia. Tentu saja itu penjelasan yang aneh! Mana mungkin Rukia jujur soal dia harus mengambil foto Shiba Sensei untuk uang tiga ribu yen! Bisa-bisa Rukia mendapatkan hukuman yang tidak akan pernah bisa dia lupakan seumur hidup!

"Saya rasa… mengenai hal itu kau bisa diancam karena melakukan perbuatan illegal kepada fakultas. Karena saya tidak tahu harus memberikan sanksi apa padamu, ponsel ini akan saya tahan dan temui saya setelah mata perkuliahan hari ini selesai, Kuchiki-san."

Rukia semakin menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Baiklah, Shiba Sensei…"

Rasanya… Rukia yakin dia pasti akan langsung sekarat di tempat.

.

.

*KIN*

.

.

Shiba Kaien memang menyadari sesuatu sejak menjelaskan materi perkuliahan hari ini. Seorang gadis yang mengikuti mata perkuliahan sejak tadi menyembunyikan ponsel-nya di balik buku dan sesekali mengangkatnya ke depan. Bukan sekali dua kali Kaien menangkap gadis itu melakukan perbuatan aneh.

Hingga akhirnya, Kaien penasaran juga apa yang dilakukan oleh gadis berambut hitam itu sehingga dirinya tidak fokus pada penjelasan Kaien. Jelas saja Kaien tahu gelagat mahasiswa yang tidak mendengarkan penjelasannya dengan serius.

Dan lucunya, ketika mahasiswi itu tertangkap basah, dia malah mengatakan hal yang di luar dugaan.

Ternyata dia cukup jujur dengan mengatakan hal itu. Kaien pun merasa, jika dia di posisi gadis mungil itu, pasti Kaien bingung setengah mati.

Setelah mata kuliah selesai, Kaien sekilas memperhatikan sosok gadis itu.

Kepalanya tertelungkup ke atas meja. Kelihatan sekali kalau dia tengah mengalami depresi. Membuat Kaien geli setengah mati.

"Kuchiki-san," panggil Kaien.

"Ya, Sensei!" jawabnya begitu terkejut. Kepalanya terangkat begitu cepat dengan wajah memerah karena malu.

"Jangan lupa untuk ke ruangan saya."

"Baik… Sensei…"

Setelah mengatakan hal itu, Kaien tersenyum seadanya dan keluar kelas.

Mahasiswi yang menarik. Kaien mulai berpikir apa yang akan dia lakukan pada mahasiswi itu.

Begitu tiba di ruangan dosen, Kaien segera menuju mejanya. Mulai menyiapkan bahan perkuliahan selanjutnya. Tapi dirinya penasaran dengan apa yang ada di dalam ponsel ini. Kaien memang tahu kalau membuka benda pribadi milik orang lain itu dilarang, tapi bagaimana pun dirinya juga penasaran. Benarkah gadis itu merekam penjelasannya saja?

Begitu membuka ponselnya, Kaien langsung terkejut karena melihat foto dirinya terpajang di sana. Ini… foto dirinya yang tengah menjelaskan materi tadi.

Bukan hanya satu dua foto.

Kaien terkekeh geli. Dia memang tahu ada banyak mahasiswa yang mengaguminya dan menghormatinya. Bahkan menyukai dirinya. Tapi tidak pernah tahu ada yang begini terang-terangan menyimpan fotonya.

"Astaga, lihat betapa narsis-nya dirimu, Kaien!"

Shiba Kaien cukup terkejut dan mengalihkan pandangannya dari ponsel itu.

"Oh, Kurosaki. Kau sudah selesai dengan perkuliahanmu?"

"Tentu saja. Hei, jangan mengalihkan pembicaraan. Kenapa kau melihat fotomu sendiri seperti itu? Kau terlihat begitu narsis," ucap Ichigo yang baru saja masuk ke ruangan dosen dan langsung menghampiri meja Shiba Kaien ketika melihat dosen muda itu begitu tekun melihat sebuah ponsel. Apalagi kenyataan kalau meja mereka berseberangan.

"Aku tidak narsis. Lagipula… ini bukan ponsel-ku."

"Bukan? Lalu milik siapa? Kau mencuri?"

"Sembarangan! Ini milik seorang bocah."

"Bocah?" ulang Ichigo seraya menaikkan sebelah alisnya.

"Ahh~ bisa dibilang begitu. Mungkin dia akan segera kemari."

"Kemari? Kau menyuruhnya kemari?" ulang Ichigo.

"Astaga, kenapa kalian begitu serius mengobrolnya? Ada apa?" tiba-tiba Orihime sudah muncul sehabis mengajar mata kuliahnya. Melihat dua dosen muda yang tampan ini tentu saja menjadi pemandangan yang menarik. Bukan hanya dari kalangan karyawan fakultas saja yang menyukai dua pria tampan ini. Hampir semua dosen wanita yang sudah berumur dan berkeluarga pun menyukai mereka.

Ditambah lagi Inoue Orihime sensei adalah dosen wanita muda yang masih lajang.

"Hei Shiba, ada mahasiswi yang ingin bertemu denganmu," seru seorang karyawan yang kebetulan membuka pintu ruangan dosen itu.

Kaien sudah melihat seorang mahasiswi mungil yang berdiri di depan pintu ruangan.

"Oh ya, aku ingin menceramahi seorang mahasiswa, kutinggal sebentar ya," kata Kaien seraya beranjak dari tempat duduknya.

Ichigo mengikuti alur pandangan Kaien. Di depan pintu itu ada seorang gadis. Mahasiswi yang ingin diceramahi?

"Aku tidak pernah melihat mahasiswi itu sebelumnya. Dia angkatan keberapa?" ujar Ichigo setelah memperhatikan dengan seksama mahasiswi yang berdiri di depan pintu ruangan itu.

"Eh? Masa kau tidak pernah lihat? Bukankah dia pernah mengambil mata kuliahmu? Anaknya biasa saja. Wajar kalau kau tidak pernah melihatnya."

"Kau tahu mengenai dia?" tanya Ichigo pada Orihime.

"Siapa tahu? Ah ya, bagaimana kalau kita makan siang sekarang?"

Benarkah dia pernah mengambil mata kuliah Ichigo? Lalu kenapa tidak begitu familiar? Dan kenapa Kaien bisa berurusan sama mahasiswi seperti itu?

.

.

*KIN*

.

.

Baiklah Rukia, hadapi saja.

Toh itu hanya Shiba Kaien Sensei!

Dia satu kali lipat lebih baik dari Kurosaki Ichigo Sensei yang menyebalkan!

Paling tidak kau tidak perlu melihat wajah menyebalkan yang sok angkuh dan datar itu dari Kurosaki Ichigo. Shiba Kaien lebih ramah dan baik hati. Hanya saja, Rukia berharap dia tidak mengadukan hal ini kepada fakultas atau memberikannya hukuman yang aneh-aneh. Karena Rukia tidak berharap bertemu lagi dengan dosen-dosen muda ini setelah masalah ini selesai.

Setelah bertanya pada karyawan fakultas yang kebetulan membukakan pintu ruangan dosen itu, Rukia bertanya mengenai kehadiran Shiba Kaien.

Begitu Rukia mengintip dari celah pintu itu, ternyata Kaien tengah bicara dengan dua dosen muda lainnya. Dan bagusnya lagi semua itu adalah dosen yang paling tidak disukai Rukia!

Itu benar, orang-orang seperti Shiba Kaien hanya akan bergaul dengan orang-orang sebangsanya saja!

"Baiklah, ikut aku."

Bahasanya lebih informal dari di kelas tadi.

Rukia tiba di sebuah ruang kecil, yang sepertinya ini memang ruang pribadi. Hanya ada satu meja, beberapa kursi dan lemari buku yang penuh dengan buku-buku materi perkuliahan. Rukia penasaran ini ruangan siapa.

"Silahkan duduk, Kuchiki-san."

Apa-apaan orang ini? Bukankah seharusnya dia menceramahi Rukia atau apa. Kenapa dia malah seperti ini?

Rukia diam dan duduk berhadapan dengan Shiba Kaien.

"Baiklah, kita mulai darimana? Ah ya, kau bilang kau menggantikan temanmu, siapa nama temanmu?"

Mati!

Rukia terbelalak. Itu hanya karangan! Mana ada temannya yang mengambil mata kuliah ini! Setidaknya Rukia memang tidak punya teman yang ada di mata kuliah ini.

"Eh itu… sebenarnya… aku… tidak ada teman," lirih Rukia.

"Apa?"

"Itu… aku berbohong. Aku tidak punya teman. Aku hanya…"

Berpikirlah Rukia! berpikir! Kalau kau ingin selamat dan semuanya tidak ada yang terjadi, kau harus berpikir bagus-bagus supaya tidak terlihat mencurigakan! Astaga! Apa yang Rukia lakukan sekarang?!

"Untuk apa kau berbohong? Kau tahu sanksi apa yang bisa kau dapatkan nanti bukan?"

"Itu karena aku menyukai Anda, Sensei!"

Hah?

HAH?!

Shiba Kaien pun terlihat kaget mendengar penuturan spontan itu keluar dari mulut mahasiswi mungil ini.

Sama halnya dengan Rukia. Apa-apaan mulutnya ini!? Kenapa mengatakan hal bodoh seperti itu?!

"Kuchiki-san? Apa yang kau… katakan itu?"

Rukia tertunduk diam. Bagus sekali! Sekarang dia membuat keadaan semakin rumit dan menjebak diri sendiri dengan kata-kata konyol!

"Sebenarnya… aku sudah lama menyukai Sensei. Tapi aku takut, kalau ini bisa jadi masalah. Makanya, diam-diam aku mengawasi Sensei. Dan hari ini, aku hanya ingin melihat Sensei sebentar… karena itu aku… mohon maafkan kelancanganku. Aku benar-benar… aku benar-benar minta maaf. Kalau Sensei keberatan mengenai perasaanku, aku berjanji tidak akan muncul lagi di hadapan Sensei dan… melupakan Sensei. Mohon maafkan aku."

Nasi sudah jadi bubur, tidak mungkin dibuat nasi goreng. Karena sudah terlanjur tercebur, lebih baik sekalian berenang saja. Toh, ini bukan hal yang besar. Setelah mengatakan hal itu, pasti Kaien akan memakluminya.

Apa perlu sedikit ekspresi?

"Aku sungguh tidak tahu… bagaimana menanggapinya," lirih Kaien.

Baiklah, mungkin sedikit kelebaian bisa membuat ini selesai.

"Hikss… aku mengerti Sensei. Mohon maafkan aku. Karena itu, aku janji tidak akan muncul lagi di depan Sensei. Aku juga akan membuang perasaanku kalau Sensei merasa terganggu. Terima kasih Sensei mau mengerti perasaan seorang gadis sepertiku. Maafkan aku. Kalau begitu aku permisi dulu. Oh ya Sensei, aku akan membuang semua kenanganku bersama Sensei, karena itu… boleh kembalikan ponselku?"

.

.

*KIN*

.

.

"Kuchikiiiiiii! Maafkan aku terlambat!"

Rukia bersandar di bangku fakultas setelah keluar dari ruangan itu. Aktingnya benar-benar bagus. Seharusnya dia melamar menjadi aktris saja.

"Bagaimana? Bisa? Kalau kau gagal tidak apa-apa, aku juga sudah bilang padanya kalau misalnya―"

"Hikssss Hinamoriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii!" keluh Rukia seraya menyandarkan kepalanya di bahu Hinamori.

"Ehh? Kau kenapa?" kata Hinamori kaget saat gadis mungil ini terlihat begitu menyedihkan.

"Aku tidak mau lagi bertemu semua Sensei menyebalkan itu! Aku benci mereka! Aku tidak mau mengambil mata kuliah mereka satu pun! Hiksssssssssss!" racau mereka.

"Kau ini sebenarnya kenapa sih?"

"Mana tiga ribu yen ku?" tagih Rukia setelah sesaat kemudian dia mengangkat kepalanya dan menadahkan tangannya ke depan Hinamori.

"Ehh? Jangan-jangan… kau dapat?" kata Hinamori tak percaya.

"Tentu saja. Dengan pertaruhan nyawaku. Untungnya ini tidak berpengaruh pada nilai ku nanti."

"Wah… kau hebat Kuchiki. Tapi maaf, uangnya baru kau terima setelah dia mendapatkan fotonya…"

"Kyaaaaaaaaaa! Kau ini bagaimana sih! Kupikir aku bisa membeli timunku hari ini!" pekik Rukia.

.

.

*KIN*

.

.

Shiba Kaien masih kaget dengan pernyataan mendadak mahasiswi itu.

Dia memang tidak aneh kalau banyak mahasiswi yang menyukainya dan menyatakan perasaannya terang-terangan padanya. Semua itu dia anggap cuma angin lalu dan bahan bercanda saja. Tidak ada yang benar-benar serius seperti itu.

Dan tadi… sepertinya mahasiswi itu begitu serius sampai menangis dan terlihat begitu… menyedihkan. Apa benar?

Kaien keluar dari ruangannya untuk menjernihkan pikirannya. Rasanya dia tidak melakukan apa-apa tadi padanya, tapi kenapa Kaien merasa sangat bersalah sekarang. Seperti… dia baru saja melakukan hal besar yang menyakitkan.

Begitu melintasi kaca koridor, dia melihat lagi mahasiswi itu. kalau tidak salah namanya Kuchiki Rukia. gadis mungil itu duduk di bangku taman sambil bersandar. Tak lama kemudian temannya datang dan Rukia langsung memeluk temannya itu. sepertinya menangis karena dia mengusap wajahnya.

Apakah dia masih… patah hati? Padahal Kaien tidak mengatakan apapun tadi.

"Hei, sudah memberikan ceramah?"

Ichigo muncul dari arah berlawanan dan menepuk bahu Kaien yang masih berdiri memperhatikan mahasiswi itu.

"Oh, Kurosaki. Tidak, tidak ada ceramah."

"Lalu sedang apa kau di sini?" Ichigo mengikuti arah pandang Kaien dan melihat dua orang gadis yang duduk di bangku taman tak jauh dari kaca koridor ini. Oh…

Bukankah itu gadis yang tadi muncul di ruangan mereka.

"Mahasiswi itu…" tunjuk Ichigo.

"Sepertinya aku baru saja mematahkan hatinya," gurau Kaien.

"Hah? Apa maksudmu?"

"Dia menyatakan perasaan padaku. Padahal sebelumnya aku ingin memarahinya. Setelah itu, entah kenapa aku merasa bersalah. Tidak ada yang salah kalau dia menyukaiku. tapi… sepertinya dia terlalu menyukaiku. aku jadi tidak enak."

"Jangan bilang kalau dia… menyatakan perasaannya padamu?"

"Lagipula dia gadis yang menarik. Sudah dulu ya."

Kaien kemudian pergi meninggalkan Ichigo dengan senyum tipisnya.

Masa ada mahasiswi yang menyatakan perasaannya pada dosennya sendiri?

Tampaknya benar gadis itu… gadis yang menarik.

.

.

*KIN*

.

.

TBC

.

.

Holaa minna ehhehe…

Fic baru lagi… ah ya… ini rikues buat Anemone Jie senpai sama Oda-chan hehehe…

Anemone Jie senpai… ntar saya bikinin oneshoot rate m aja yaaa temanya… aduh saya udah jarang buka twitter, jadi bingung mau ngehubungi senpai kemana…

Oda-chan minta rate m… ya ini saya bikinin, tapi belum ada M nya hehehe…

Ah ya, ini kisah tentang tiga dosen yang beneran ada di kehidupan saya loh. Dan semua karakternya memang mirip di dalam cerita ini. Demikian juga dengan saya sama kayak Ruki sebelnya minta ampun. Dan kejadian tentang minta difoto itu beneran loh. Tapi ya saya gak mau karena resikonya gede. Apalagi hp saya kameranya pada ada suara dan gak bisa dimatiin. Gimana kalo ketahuan?

Ah ya, meskipun saya lama update, tapi saya usahakan kalo saya bakal update banyak. Jadi maafkan sayang selama ini jadi selalu ngaret updatenya yaa…

Ok deh, gimana menurut Minna? Bolee review?

Jaa Nee!