Disclaimer : Bleach sepenuhnya kepunyaan Tite Kubo. Saya cuma pinjem nama tokoh yang ga akan mungkin saya ganti lagi ._.
Pairing : IchiRuki
Genre : Romance
Rate : M for Save
Warning : Typo dan OOC
KISS SHITE ©_SheWonGirl_
Chapter III
Gadis surai raven beraura manis itu berjalan cepat – sedikit berlari – melewati puluhan anak tangga yang menghubungkan lantai 5 ke atap sekolah SMA nya. Sudah begitu telat ia memenuhi panggilan si rambut orange yang dijadwalkan untuknya. Si kaichou hanya memberi waktu 2 menit saja agar si mata amethyst itu menuju atap sekolah – di bangunan kelas 2 – Padahal seharusnya si orange itu tahu, butuh lebih dari dua menit untuk gadis itu tiba di sana karena bangunan kelas 1 dan 2 itu terpisah, apalagi dirinya tadi harus turun ke lantai 1 untuk pergi ke ruang guru dan menyerahkan hasil kerja kelompok di kelasnya – dan itu artinya dia tambah capek. Hanya kurang dari 7 buah anak tangga, gadis itu sudah bisa menjumpai pintu keluar atap sekolahnya. Sedikit enggan tapi dilakukannya secepat yang ia bisa dan akhirnya ia sampai juga.
Gadis itu membuka pintu atap secepatnya. Ia mengedarkan pandangannya keseluruh ruang kosong yang hanya berisi angin itu tapi si rambut orange tak ada disitu. Ia berlari dibelakang bangunan untuk pintu itu tetapi tidak ada juga. Jadi dia mengerjadi dirinya?
"Manis, aku ada di atas sini," ucap sebuah suara dan Rukia yakin suara itu milik kaichou-nya itu.
Gadis itu melihat ke atas. Pemuda berambut spike itu berada diatas bangunan yang berfungsi untuk menempelkan pintu keluar dan juga melindungi tangga dari hujan. Tak terlalu lebar. Gadis Kuchiki itu sedikit memberenggutkan bibirnya kesal. Pemuda itu tiduran dengan kaki yang menjulang ke bawah. Kenapa dia bicara tanpa menatapnya?
Gadis itu menaiki bangunan kecil itu dengan tangga besi yang tersedia, menempel disisi kanannya. Saat dirinya sampai diatas ia bisa melihat Ichigo sudah melepas kaca matanya dan meletakkan lengannya di kening miliknya. Dan sialnya saat itu angin berhembus kencang, bahkan dapat mengangkat rok lipitnya.
"Underwearmu manis juga. Biru muda warna kesukaan ketigamu, huh?" tanya Ichigo.
Rukia menendang paha Ichigo pelan. Pemuda itu hanya tersenyum tipis dan gadis itu lalu melotot tak terima padanya dan kegiatan selanjutnya ia duduk di samping Ichigo.
"Isi e-mailmu," ucap Rukia. Ia menyodorkan wadah bekal itu pada Ichigo.
Ichigo hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa, jujur, senyuman itu bisa membuat pipi Rukia merah.
Hening setelah itu. Si gadis raven dengan segera mengambil botol air mineral yang ada di dekat kepala Ichigo. Gadis itu membuka tutupnya lalu meneguk isinya dari leher botol.
"Wow, lahap sekali. Kau menghabiskan setengahnya?" tanya Ichigo. Barulah dia duduk dari tidurannya dan menyilangkan kakinya.
"Hari ini tugas rutinku. Setelah bel istrahat aku harus berlarian ke kantor guru dan harus kesini secepatnya. Jika aku haus apa itu salah?" tanya Rukia, bagian terakhir itu dia sedikit mengeraskan suaranya, menandakan ia frustasi.
"Baiklah kalau begitu, kau boleh mengambil semuanya," ucap Ichigo. Ia menunjukkan senyum manisnya.
Gadis itu menaikkan alisnya sebelah, sedikit tak percaya.
"Sebagai imbalannya suapkan cookies itu padaku," ucapnya lagi.
"Oh, begitu rupanya maksudmu senpai," jawab gadis itu. Ia memberenggutkan bibirnya. Tapi ia juga menggerakkan tangannya membuka tutup bekal makanan itu. Mengambil satu cookies didalamnya dan gadis itu menjulurkan tangannya menuju mulut Ichigo.
Pemuda itu malah tersenyum simpul dan manis, membuat jantung gadis itu sedikit bergerak liar. Senyuman seperti itu belum pernah dijumpainya. Lembut, hangat dan lelaki itu terlihat lebih tampan.
"Suapi aku dengan bibirmu," ucapnya.
"Baik," jawabnya cepat. Dia masih berada dibawah pengaruh senyuman manis Ichigo.
Pemuda orange itu tersenyum. "Kalau begitu mendekatlah," ucapnya lagi.
"Tunggu? Kau tadi ingin apa senpai?" tanya gadis itu gelagapan.
"Hanya tugas simple, suapi aku dengan bibirmu," jawabnya santai.
Gadis itu begidik ngeri. "Aku tidak mau! Kau pikir aku gadis gampangan? Apalagi jika bibir kita bertemu itu akan menjadi ciuman pertamaku," ucapnya tanpa jeda, setela ia sadar ia berbicara terlalu banyak ia membungkam mulutnya sendiri dan mata lemonnya yang melebar sempurna. Bodohnya ia, kenapa ia harus memberi tahu si orange itu tentang masalah pribadinya.
Pemuda itu tersenyum manis. 'Akan begitu manis jika aku bisa mencicipi bibir virginnya,' ucap pikiran terliarnya.
Gadis itu masih mengamatinya. Sedikit bingung karena si orange itu hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa.
Beberapa detik kemudian barulah kaichou disekolahnya itu membuka suara. "Gadis manis, bukankah kau sudah berjanji menuruti kata-kataku? Aku tidah meminta hal absurd dan aku tidak melebihi batasanku, aku kira," ucapnya. Pemuda itu mencoba main mata padanya. Ia mengerling menggoda.
Dan itulah pesona yang tak mungkin gadis itu tolak dengan pikiran warasnya. Dia gila. Ya, kau benar dia gila karena membiarkan matanya tetap tertuju pada pemuda itu dan membuat jantungnya menggeliat, bedetak liar. Godaannya benar-benar terasa manis dan pilian katanya itu begitu tepat dan spesifik.
Gadis itu menurunkan tangannya. Tidak bisa memberenggut protes lagi. Hanya menggembungkan pipinya dan hal selanjutnya yang ia lakukan adalah mencomot cookies itu dengan tangannya dan mulai meletakkannya di bibirnya.
"Lathukan engan ephat," gais itu berujar lucu. (Lakukan dengan cepat).
Pemuda itu tersenyum lagi dan membuat gadis itu mendapatkan pemandangan gratis yang cantik. "Kemari. Kau tidak berencana menyuapiku dengan jarak selebar ini kan?" tanyanya.
"Thalena khau bhuas mathanya akhu takh mahu mendhekath padhammu," jawabnya.
"Hahaha," tawa pemuda itu. "Kau pikir aku itu apa?" tanyanya.
"Thinga," jawab gadis itu cepat dengan pandangan polos yang menarik. Dimata Ichigo gadis ini terasa sexy. (Singa)
Pemuda itu menjilat bibirnya. "Lepaskan dulu cookiesmu dan jawab aku," perintahnya.
Gadis itu menggeleng cepat. "Athu thak mahu. Nnenti akhu belubhah pikhilan dhan belali dalhi chini cethalanng jduda,"
Pemuda itu mengedipkan mata ambernya dua kali. "Kalau kau lakukan hal itu bukankah aku hanya harus mengejarmu?"
Gadis itu menggeleng lagi dengan cepat dan mengedipkan mata amethystnya dua kali, mengikuti Ichigo. Dan bagi pemuda itu, gadis didepannya seperti anak anjing. Manis sekali. Diam-diam menggoda. "Athu athan mheneliaki thau inggin melathuthan thindhak athutila padhatu," gadis itu mengembangkan senyuman dibibirnya.
"Apa kau kira orang-orang akan percaya?" tanya pemuda itu. Ia menahan tawanya.
"Munthin thidha, aphi buthanna athu hana halus beluthaha?" tanya gadis itu. Ia menggerakkan tangannya dengan simbol semangat. ('-' )9
"Ya, berusahalah. Tapi untuk sekarang aku ingin memakan cookies itu," ucap Ichigo.
Pemuda itu mulai bergerak mendekat pada Rukia. Sebelum bergerak memajukan wajahnya, pemuda berambut jabrik itu menatap mata amethyst gadis itu dengan intens. Ambernya bergerak seolah berbicara agar gadis itu tak mengalihkan pandangan darinya.
Pemuda itu memajukan wajahnya. Masih menatap gadis itu dan gadis raven itu tetap pada pendiriannya, balik menatap Ichigo. Ketika pemuda itu semakin memajukan wajahnya pada Rukia, gadis itu menghembuskan napasnya berat dan terburu-buru hingga pemuda orange itu bisa merasakannya. Ia hanya tersenyum lagi sebelum menggigit cookiesnya. Ia senang menggoda, bahkan pemuda itu memelankan gigitannya. Sengaja hampir menyenggolkan hidungnya dengan hidung gadis itu membuat napas mereka beradu.
Gadis raven itu segera memundurkan tubuhnya. Bergetar grogi dan sedikit malu. Tapi si orange dengan cepat memegang lengan kanannya dan melakukan tindakan -menggigit cookies- sepelan dan selama mungkin dan berulang-ulang selama tiga kali. Dan disaat yang terakhir -menyisakan cookies potongan kecil dan di gigitan yang ketiga menyebabkan bibirnya bersentuhan dengan kaichou itu- gadis itu menarik potongan itu ke dalam mulutnya sendiri dan menelannya cepat.
"Kenapa memakannya, aku tidak menyuruhmu. Apa kau ingin dihukum?" tanya Ichigo.
Lelaki itu menunjukkan wajah senyum manisnya lagi. Jujur. Gadis itu ingin sekali menonjok mukanya karena terlalu sering menunjukkan wajah itu padanya. Dia, wajah pemuda itu begitu mempesona. Oh God, bahkan jantungnya berdetak kencang.
"Karena kau tidak memakannya dengan cepat dan itu menyebalkan," jawabnya ketus. "Dan lagi kenapa aku harus dihukum?" tanyanya, ia sudah mengganti wajahnya dengan ekspresi polos.
"Mungkin kau seorang masochist?" pernyataan dari pemuda itu.
"Masochist? Apa itu?" Tanya gadis itu jujur.
Pemuda itu hanya menggeleng. "Sudahlah lupakan dan jangan bergerak," perintahnya.
"Huh?"
Pemuda itu segera menangkup wajah Rukia dengan kedua tangannya, ia memajukan wajahnya lalu menjilat bibir Rukia dengan lidahnya, secara merata.
"Butiran cookies, paling tidak aku harus membersihkannya," ucapnya biasa.
Gadis itu berubah seperti kepiting rebus. Kulit putih porselennya sudah memerah, campuran malu dan kesal. Dengan kedua tangannya ia mendorong kaichou itu menjauh dari tubuhnya. Mata amethyst nya sudah berkaca-kaca dan saai itulah sudut matanya mengeluarkan air mata. Liquid bening itu turun membasahi pipinya.
Pemuda itu gelagapan tak percaya. Ia membuat kohainya itu menagis di depannya. Belum pernah ia membuat seseorang menangis karena dirinya.
"Ru, maafkan aku. Sepertinya aku bertindak terlalu jauh," ucapnya tulus. Ambernya memandang lekat wajah gadis itu dan gadis itu hanya membuang muka.
"Skin ship. Bukankah aku sudah mengingatkannya? Kau membuatku takut senpai," ucapnya bergetar tapi suara di dalamnya masih halus. Tidak menekankan rasa marah, atau itu hanya keinginan transparan pemuda itu?
Terdengar suara berisik dari tangga, Ichigo belum bisa menemukan kata yang tepat lagi setelah permintaan maafnya. Gadis itu hanya bergerak mengusapi pipinya dengan punggung tangannya. Ichigo mencoba meraih wajah Rukia, tapi gadis itu menolaknya. Ada sedikit perasaan sakit yang Ichigo rasakan di dadanya akibat aksi Rukia.
Tak berapa lama, seorang gadis sexy dengan penampilan yang begitu menarik sudah ada di hadapan mereka. Ia memekik kegirangat saat menemukan Ichigo memang berada di situ.
"Aku menemukanmu," pekiknya senang.
Ini tidak bagus. Untuk situasi Rukia. Pikiran Ichigo segera menyadarkannya pada dunia nyata. Ia lalu memakai kaca mata frame kotaknya.
"Oh, tapi sepertinya aku keduluan seseorang," ucapnya, sedikit tak terima saat gadis itu melihat Rukia.
Rukia menatap gadis itu halus, lalu mencoba melihat dasi yang dikenakan oleh gadis itu. Dari dasi yang dikenakan Rukia tahu dia kakak kelasnya.
"Aku sudah selesai, senpai. Jangan pedulikan kehadiranku, lagipula bel masuknya juga sudah berbunyi. Aku akan pergi," ucap Rukia. Gadis itu memberikan senyuman, mencoba terlihat natural.
"Oh, terima kasih," jawab gadis itu cepat.
"Ru, tidak bisakah kau duduk disini?" tanya Ichigo saat Rukia sudah mengangkat tubuhnya untuk berdiri. Pemuda itu menahan diri untuk memegang tangan gadis raven, menariknya duduk kembali.
Gadis itu hanya menggeleng, sedang gadis senpainya sudah mengambil tempatnya. "Kau bisa membagi cookies itu dengan senpai cantik ini, sampai jumpa," ucapnya kemudian gadis itu turun dari sana. Ia masih bisa sedikit mendengar perkataan gadis itu yang terdengar begitu keras. Mencoba membuat Rukia cemburu karena dipikiran gadis itu Rukia merupakan salah satu "wanita-wanita spesialnya".
"Ayolah Kurosaki, aku ingin bibirmu membungkus bibirku, aku rindu kehangatanmu. Pacarku sama sekali tak bisa sepertimu."
Gadis raven itu mengepalkan tangannya kesal. "Wanita jalang dan pria yang dimanfaatkan, best relationship," kesalnya.
Dia lalu berlari menuruni tangga dan menuju kelasnya.
KISS SHITE ©_SheWonGirl_
Pria orange itu hanya bisa menggeleng ketika gadis yang ada di sampingnya meminta untuk menciumnya.
"Aku tidak sedang mood hari ini, sepulang sekolah saja," elaknya.
Makhluk tinggi berambut orange itu hanya langsung berdiri dari duduknya dan membungkuk lagi emngambil cookies yang masih berada di bawah.
"Dari gadis itu?" tanyanya, sedikit kecewa.
"Bukan," jawabnya tegas lalu membenahi kaca matanya dan turun dari sana.
Ia mengecap mulut miliknya. Rasa gadis itu masih terasa. Lipgloss strawberry yang dipakai gadis itu mengalahkan rasa coklat yang ada pada cookies yang di makannya. Kejutan bukan? Atau itu memang rasa pada bibir ranum merah muda gadis raven itu sendiri.
Pemuda itu sedikit mengeratkan pegangannya pada wadah cookies yang diberikan oleh Rukia. Sejak kemarin dirinya sudah tidak beres, benar, tubuhnya juga sudah tidak beres. Ia bergerak dengan sendirinya, jiwanya tidak bersama dengan pikirannya. Apa ia sedang jatuh cinta? Cinta? Itu satu kalimat yang absurd menurutnya. Ini berlebihan, sungguh. Rasa untuk memonopoli gadis itu sungguh luar biasa pada dirinya. Gadis itu sudah membangunkan serigala yang tertidur dengan tenang pada dirinya. Dan itu sial, dia tak pernah percaya dengan cinta sejak kurang lebih setahun lalu.
Gadis itu masuk ke dalam kelasnya. Sensei kesukaannya belum masuk kelas rupanya. Hoho, jangan salah gadis itu menyukai segala hal yang berhubungan dengan matematika dan perhitungan. Mukanya masih kusut seperti benang kusut yang diusahakan untuk disatukan. Ia menghela napas setelah masuk ke dalam kelasnya.
Dua temannya mengerti ada yang salah pada dirinya sejak ia berada di radius 3 meter. Gadis itu berjalan menuju bangkunya dan seketika langsung duduk. Mengambil ponsel lalu menatapnya kosong dan hambar. Argghh. Dia harus melepaskan stress yang tiba-tiba mengganjal perut mungilnya.
Tapi kenapa dia harus merasa seperti seorang kekasih yang terkhianati coba. Jangan bilang dia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama sejak bertemu dengan senpai orange itu. Dan satu hal, itu akan menjadi hal gila. Dia bukan gadis gampangan yang bisa menyerahkan tubuhnya begitu saja.
Memberontak dengan brutal. Hatinya berubah dan ia tidak suka itu. Tak suka menghadapi perubahan mendadak dengan jiwa dan pikirannya yang tak siap.
"Kau kenapa Rukia?" tanya Rangiku.
"Bukankah sikapmu sebelum istirahat sangat hyperactive, lalu kenapa ini? Ada yang salah?" tanya Riruka. Gadis itu dan gadis satunya memang benar-benar sangat perhatian padanya. Ia beruntung memiliki teman seperti mereka.
"Aku ingin tahu apa arti masochist," ucapnya kalem.
"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu Ruki?" Tanya Riruka.
"Seseorang yang memperoleh kesenangan dari menerima hukuman," jawab Rangiku. "Well, sepertinya kau memang tidak seharusnya terlalu polos Ruki," lanjutnya.
"Ya memang benar dan beberapa detik yang lalu aku berpikir untuk bisa berubah menjadi wanita jalang untuknya," jawabnya skeptis dengan desisan.
Dua temannya itu hanya sedikit tersentak.
"Ran sepertinya dia membenturkan kepala mungilnya itu pada sesuatu," ucap Riruka tak percaya.
"Haruskah kita membenturkannya lagi agar dia kembali waras?" tanya Rangiku.
Gadis raven itu hanya memandang hp flip ungunya lagi dengan pandangan kosong. Benar, mungkin dia sudah tidak waras. Tidak waras karena kehadiran si orange itu yang membuat jantungnya berdetak terlalu kencang dari biasanya.
T B C
Maaf ngetik fic chap 3 ini agak ga konsen jadi maaf kalo ga sesuai harapan :"(
Review mina?