A/N:

Dimohon, dengan amat sangat... JANGAN MEMFAVORITKAN/MEMFOLLOW cerita ini tanpa meninggalkan REVIEW sebelumnya. Please, tolong hargai karya saya lewat tindakan kecil ini.


DELIVERY SERVICE


EXO FAN FICTION

Author: kwondami

CAST: ALL EXO MEMBERS

Pairing:

SuLay, ChanBaek, KaiSoo, HunHan, KrisTao, ChenMin (All EXO Official Pairing)

GENRE: Romance, Friendship, Humor

RATING: T

LENGTH: Chaptered

WARNING: Shounen-ai, Boy x boy


Summary:

Suho, seorang namja yang sulit diandalkan, bekerja sebagai pengatar pizza di kedai pizza milik sepupunya, Kris Wu. Pekerjaannya ini mengantarkannya pada sebuah cinta, persahabatan, dan keluarga. Apa saja yang terjadi di kedai pizza EXO dengan Kris sebagai pemilik yang dingin dan jarang bicara, Xiumin dan Chen sebagai Koki, Chanyeol dan Jongin sebagai pelayan, dan para karyawan lainnya? Bagaimana masing-masing dari mereka menemukan cinta?


.

.

.

"Meja nomor delapan! Satu pizza american favorite ukuran besar, Satu fetuccini tuna, satu spagethi bolognaise!"

"Siaaaaap!"

"Meja nomor lima, dua pizza chicken mushroom ukuran sedang!"

"Meja lima belas—"

Kris Wu atau Wu Yifan, tak henti-hentinya meneriakan pesanan kepada para koki di dapur, Xiumin dan Chen, membuat mereka berdua sangat sibuk. Sementara itu di samping Kris, nampak Suho mengetuk-ngetukan kakinya merasa bosan.

"Hyung, kalau kau tidak ada kerjaan, lebih baik kau bantu aku! Aku hampir gila mengantarkan piring-piring ini." Chanyeol berkata dengan tangan terlipat kesal.

"Bukan tugasku," Suho menjawab malas. "Lagipula kau kan tahu, minggu lalu aku mencoba mengangkat piring-piring itu dan aku sukses memecahkan sepuluh." Suho membuat gesture sepuluh dengan kedua tangannya, membuat Chanyeol bergidik ngeri.

"Dia tetap di situ. Aku tak punya anggaran lagi untuk membeli piring-piring baru." Kris berkomentar dingin dengan mata tetap fokus pada daftar pesanan pelanggan. Chanyeol berdecak kesal, "Huh, seandainya saja Jongin tidak sakit."

Tidak lama kemudian Xiumin dan Chen membawa setumpuk pesanan yang baru keluar dari oven. Wanginya sungguh menggugah selera. "Pizza american favorite ukuran besar, Satu fetuccini tuna, satu spagethi bolognaise, meja nomor delapan."

Kris mendelik tajam pada Chanyeol seakan berkata 'ayo cepat antarkan pada meja-meja kelaparan itu tunggu apa lagi.' Chanyeol hanya menghela nafas pasrah lalu kembali bekerja.


.

.

.

"Ya baiklah, oke. Apa ada yang lain? Saya ulang pesanan anda. Satu pizza vegetarian ukuran kecil, satu salad buah, satu milkshake cokelat. Maaf jika boleh saya tahu dengan siapa saya bicara?" Kris menempelkan gagang telepon di antara bahu dan dagunya yang runcing, sementara tangannya sibuk mencatat. "Terima kasih telah memesan pizza kami, pesanan anda akan sampai dalam waktu tiga puluh menit." Kris menutup gagang telepon dengan bunyi klik pelan. Matanya kemudian mencari-cari sosok pegawai sekaligus sepupunya.

"Kalau kau mencari Suho hyung ia sedang berusaha membantu Xiumin hyung di dapur untuk menuangkan saus pada pizza-pizza, namun hasilnya ia malah membuat pizza tersebut jadi seperti kawah penuh lahar karena kebanyakan saus." Chanyeol berkata di antara setumpuk piring-piring kotor sambil berlalu. Kalau saja tidak ada piring-piring kotor yang menutupi wajahnya, Kris pasti bisa melihat ekspresi Chanyeol yang seakan berkata 'cih, bahkan untuk pekerjaan paling mudah pun ia tidak bisa.'

Tak lama kemudian terdengar suara panci di lempar disusul teriakan geram Xiumin.

"Suho kau menghancurkan pizza-pizzaku!"

Kris hanya bisa mengurut keningnya yang sebenarnya tidak sakit. Mereka benar-benar membuat Kris hampir gila. Tunggu, sebenarnya hanya Suho lah yang menbuatnya hampir gila.

"Joonmyeon!"

Suho melesat cepat setelah mendengar panggilan Kris. Kris memang terbiasa memanggilnya dengan nama asli. "Ya, ada yang bisa kubantu?"

"Antarkan pizza vegetarian, salad buah, dan milkshake cokelat ke Jamsil-gu Apartemen Jeongnam lantai 3. Pastikan kau menemukan alamatnya dengan cepat karena pizza harus diantar dalam keadaan masih hangat."

"Siap!" Suho memasang gesture hormat dengan tangan kanan menempel dahi bak sikap prajurit pada komandan. Suho langsung melesat supaya tidak membuang waktu, namun langkahnya terpotong oleh seruan Kris.

"Tunggu!"

"Y-ye?"

"Sebelum kau pergi, kau bersihkan dulu saus tomat yang menempel di seluruh wajahmu!"

Kris kembali mengurut keningnya. Kelakuan Suho benar-benar membuat Kris mengalami penuan dini.


.

.

.

"Hmm—apa disini ya? Ah, sepertinya bukan. Tapi disini tertera inilah tempatnya." Suho menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Sudah satu jam ia mondar-mandir di depan sebuah apartemen di wilayah Jamsil. Tidak lama kemudian ponselnya berdering. Suho menelan ludahnya.

Glek, ini pasti Kris.

Akhirnya dia memberanikan diri menekan tombol pick up sambil memposisikan ponselnya sejauh mungkin dari telinga.

"YA! KIM JOONMYEON! KAU DIMANA? SUDAH KAU ANTARKAN BELUM? BLA BLA BLA BLA..." Suho cepat-cepat menekan tombol off tapi sebelumnya ia balas berteriak agar Kris bisa mendengarnya d isana. "Tenang saja aku sudah menemukannya!" klik.

"Yoboseyo...? Yoboseyo...? Aish!" Tut.. tut tut... Di seberang sana Kris mendecak kesal. Teleponnya telah diputus secara sepihak.

Setelah mendapat telepon yang tidak menyenangkan, Suho memutuskan untuk naik ke lantai tiga apartemen. Sebenarnya ia masih belum merasa yakin sepenuhnya, yah—tapi apa salahnya dicoba. Setelah ia merasa yakin berada di depan pintu yang tepat, ia pun menekan bel.

Ting Tong

Tidak ada jawaban. Suho mencoba lagi.

Ting Tong Ting Tong

Berhasil. Pintu terbuka.

"Ne...? Oh, pengantar pizza rupanya."

Suho terpaku akan pemandangan indah di hadapannya. Sesosok pria dengan celemek berwarna pink dan spatula berdiri seraya tersenyum. Senyum sederhana namun berhasil merenggut seluruh oksigen Suho. Tak disangka-sangka, pria di hadapannya ini langsung menyentuh tangan Suho. Suho tercekat. Saat ini mungkin jiwanya sudah meninggalkan bumi.

"Ma—maaf, bisa saya ambil pizzanya?" Suho tersadar dari lamunannya.

Oh, ternyata ia hanya ingin mengambil pizzanya, bukan menyentuh tanganku. -_-

"Jadi berapa jumlah yang saya harus bayar?" Suara itu begitu lembut, ringan, seakan mengelus telinganya. Suho cepat-cepat menguasai diri. Ia kemudian menyerahkan bon dengan jumlah yang harus dibayar. Pria dihadapannya mengambil beberapa lembar won kemudian menyerahkannya.

"Ambil saja kembaliannya. Sudah ya, aku sedang memasak." Sosok mengagumkan tersebut mengayunkan pintu, namun Suho mengulurkan kaki agar pintu tidak tertutup.

"Ng, ada apa lagi?"

"A-aku, i-tu—" Ah ada apa denganmu Joonmyeon, kenapa kau jadi gagap begini. "Ma-maaf, pizzanya sudah tidak hangat. Maaf kau harus menunggu lama."

"Oh tidak masalah. Aku bisa menghangatkannya di microwave. Sudah ya."

Blam

Pintu tertutup.

Meninggalkan Suho yang masih terpaku di tempatnya dengan mulut menganga.

Sedetik kemudian ia menyadari bahwa ia telah jatuh cinta.


.

.

.

"Meja sembilan belas, dua pizza meat lover ukuran besar! Meja nomor enam, spagheti black papper dan orange soda. Meja dua puluh—"

Teriakan Kris Wu memenuhi seisi restoran yang ramai. Jongin belum sembuh dari sakitnya, jadilah Chanyeol masih kewalahan mengantarkan piring-piring ke meja pelanggan. Xiumin dan Chen yang bertugas di dapur sibuk menggiling adonan, memanggang, merebus pasta dengan cepat. Mereka melakukannya dengan fokus dan oh tentu saja mereka tidak lagi memperbolehkan Suho membantu. Sedangkan Suho, dimanakah dia?

Ia masih sibuk di samping Kris, tepatnya sibuk tidak melakukan apa-apa.

Suho sedang duduk melamun membayangkan kapan dia bisa kembali mengantarkan pizza untuk pujaan hatinya. Ia berkali-kali menanyakan pada Kris, "Apa ada pizza yang harus kuantar?"

Kris menjawab dingin, "Tidak ada."

Sepuluh menit kemudian Suho kembali bertanya. Kali ini pertanyaannya lebih spesifik, "Apa penghuni Jamsil-gu Apartemen Jeongnam lantai 3 nomor 309 memesan pizza lagi?"

Kali ini Kris berpura-pura menganggap Suho tembus pandang.

Lain lagi dengan Chanyeol, ia akan melemparkan tatapan membunuh setiap melewati Suho dengan setumpuk piring kotornya. Tatapannya seakan berkata 'mati saja kau orang tidak berguna.' Mau bagaimana lagi, Kris tidak memperbolehkannya membantu Chanyeol.

"Gege, aku sudah tidak kuat lagi." Chanyeol menghempaskan tubuhnya ke kursi di sebelah Kris. Dia menyeka keringat yang mengalir di pelipis dengan handuk kecil. Keringat tersebut merupakan bukti bahwa ia tidak berbohong. Semakin siang pelanggan semakin banyak dan itu benar-benar menguras tenaga mereka semua, oh terkecuali Suho tentunya.

Chen ikut-ikutan menghempaskan dirinya di kursi kosong sebelah Suho. "Apa perlu kita tutup sebentar agar kita bisa istirahat?"

"Dan menyerahkannya semuanya pada orang ini? Kau bercanda?" Xiumin menimpali dengan tangan masih belepotan tepung. Ia menunjuk Suho dengan ujung dagunya.

Kris menghela nafas. Ia sendiri merasa lelah. Suho yang duduk di sampingnya mulai gelisah. Ia sebenernya merasa bersalah, namun apa boleh buat, apa pun yang dikerjakannya selalu berakhir bencana.

Tiba-tiba telepon berdering.

Kris dengan sigap mengangkatnya. Ia nampak mengangguk-angguk sebentar sambil sibuk mencatat. Setelah menutup telepon, ia berkata pada Suho, "Joonmyeon, siapkan motormu. Ada pesanan yang harus kau antar."


.

.

.

Jamsil-gu Apartemen Jeongnam lantai 3 nomor 309. Bukankah ini tempat yang kemarin?

Suho tidak menyangka bahwa ia akan kembali mengantarkan pesanan ke kamar nomor 309 secepat ini. Jujur saja, semalam ia sulit tidur karena masih terbayang-bayang akan wajah si pria pemesan pizza, sebut saja begitu karena Suho belum mengetahui namanya. Ketika ia menanyakannya pada Kris, Kris hanya mengangkat bahu. "Ia tidak menyebutkan namanya. Ia bilang antarkan saja, kau tidak mungkin tersasar karena alamatnya sudah sangat jelas."

Well, alamatnya jelas. Tapi kemarin Suho butuh lebih dari sejam untuk menemukannya, ingat?

Kini Suho menekan bel di depan pintu 309 dengan pasti. Tidak seperti kemarin, kali ini pintu terbuka cepat.

Suho sudah mempersiapkan senyum lima jari untuk menghadapi si-pria-pemesan-pizza-yang-telah-merebut-hatinya. Namun alih-alih menemukan pujaan hatinya, seorang bocah bertubuh lebih pendek darinya berdiri di hadapannya dengan lengan berkacak pinggang dan mulut yang sibuk mengunyah permen karet.

"Siapa kau?" Tanya anak berambut cokelat tersebut dengan gaya yang sangat tengil. Suho yang masih dalam posisi senyum lima jari kini mengerucutkan bibirnya cepat. Kemanakah pujaan hatinya? Kenapa harus anak setan ini yang menyambutnya?

"Ada perlu apa?" tanya anak itu lagi dengan nada yang lebih menyebalkan. Suho mengecek nomor pintu. Benar, ini pintu yang kemarin. Ia tidak salah alamat.

"Ya! Kalau kau tidak bicara juga, sebaiknya kau pergi. Kau menggangguku main game." Dahi Suho berkerut. Apa anak itu tidak bisa melihat box pizza yang ada di tangannya? Apa ia tidak bisa melihat seragam yang dipakai Suho? Apa baru kali ini ia bertemu dengan seorang pengantar pizza!?

Tiba-tiba sebuah suara lembut menyela, "Baekhyun-ah, siapa di luar?"

"Orang aneh," jawab anak yang ternyata bernama Baekhyun tersebut.

Apa? Aku dibilang orang aneh?

Rasanya Suho ingin melemparkan saja box pizza ini jika tidak mengingat pria itu. Pria yang semalam membuatnya sulit tidur, pria yang suaranya selembut angin pujaannya kini tengah berjalan ke arahnya.

"Oh, pengantar pizza rupanya. Maafkan atas kelakuan anak ini." Si pria pemesan pizza meletakkan tangannya di atas kepala Baekhyun, membuat anak itu membungkuk minta maaf.

Untuk kesekian kalinya Suho terpaku. Oksigen nampaknya telah menjadi karbondioksida sehingga membuatnya sulit bernafas.

"Ti—tidak apa. Namanya juga anak-anak, hahahaha..."

Oke Joonmyeon, tawamu terdengar sangat dipaksakan.

"Aku memesan pizza untukmu." Si pria pemesan pizza berkata lembut pada anak di sampingnya. Baekhyun, mengerucutkan bibirnya protes, "Tapi aku kan tidak mau makan pizza. Apalagi pizza yang diantar orang ini!"

Suho yang malang. Sebenarnya apa salahnya? Apa semua pekerjaan yang dilakukannya harus selalu berakhir mengenaskan?

"Pokoknya aku tidak mau makan pizza!" Baekhyun berlari ke dalam kamar lantas membanting pintunya keras.

"Tidak usah diambil hati ya. Maklum saja, ia baru saja kehilangan orang tuanya."

Suho ber-oh kecil. Kini ia bisa menerima kelakuan brutal bocah tersebut.

"Jadi berapa jumlah yang harus aku bayar?"

Suho menyerahkan bon ke tangan pria pemesan pizza. Ia sengaja melakukannya dengan gerakan slow motion agar bisa kembali merasakan lembutnya tangan pujaan hatinya. Ia berhasil. Sudah ia duga, tangan pujaan hatinya ini memang selembut kapas. Suho memejamkan matanya, menikmati sentuhan yang ia dapatkan.

"Err... tuan?"

Suho serasa melayang ke langit ke tujuh. Dia seperti mendapatkan sayap angel sehingga dapat terbang ke kayangan.

"Tuan? Kau tidak apa-apa? Kau mengenggam tanganku terlalu erat."

Wajah Suho saat ini dipenuhi dengan senyum selebar ember. Ini lebih membahagiakan daripada ketika ia akhirnya diterima kerja di kedai pizza sepupunya, Kris, itu pun setelah tiga bulan memohon-mohon.

"APA YANG KAU LAKUKAN PADA HYUNGKU!?"

Teriakan tersebut cukup membuat Suho kembali ke bumi. Di hadapannya berdiri seorang anak yang tadi, ehm siapa namanya? Baekhyun? Atau Baekki? Entahlah, Suho lupa. Ketika dia sudah sepenuhnya sadar, Suho menyadari jika saat dirinya tengah memegang pundak si pemesan pizza dengan wajah mereka yang hanya berjarak sepuluh sentimeter.

Dan di manakah box pizzanya? Box Pizza itu tergeletak begitu saja di lantai.

Terabaikan. Mengenaskan.

Jika Xiumin melihat hal ini, ia pasti sudah mengucurkan air mata mengingat hidupnya didedikasikan untuk membuat pizza.

Astaga Kim Joonmyeon, ini memalukan.

Wajah Suho kini semerah kepiting rebus. Belum sempat ia mengumpulkan harga dirinya, pintu di hadapannya ditutup dengan suara yang bisa menggetarkan kaca.

BLAM

Suho membeku.

Haruskah cintanya berakhir mengenaskan seperti ini?


to be continued...


Sehun, Tao, dan Luhan akan muncul di chapter 2.

Need your review ^^

and thanks for reading!