Dislaimer: Riichiro Inagaki-Yusuke Murata

Story: Mayou Fietry & Luchia Hiruma

Genre: Romance & Family

(WARNING: Rate chapter ini T+)

Chapter 2

Persiapan HiruMamo menjelang pernikahan? Undangan, gaun, foto pre-wedding, dan, hmm… restu!

PRE-WEDDING

Hiruma menaikan sebelah alis menanggapi panggilan gadis itu. Dia dipanggil Youichi oleh orang yang bahkan tidak dia kenal. Siapa perempuan itu sebenarnya? Apa selingkuhan sang ayah?

"Siapa kau?" tanyanya to the point.

Kali ini giliran sang gadis yang menaikan sebelah alis. "Kau tidak ingat padaku?"

"Tidak—"

"Ehm, maaf mengganggu. Tapi sepertinya ini bukan waktu yang cocok untuk bernostalgia." Yuuya menyela obrolan dua orang itu. "Youichi, Ini nona Shiroi Nami, dia ini client kita untuk proyek musim ini." Lanjutnya memperkenalkan si gadis.

"Benar, perusahaan tempatku bekerja baru saja selesai membangun sebuah hotel bintang lima di Minato-ku, dan kami ingin mencari design yang cocok dengan tema yang kami angkat."

"Hm," Hiruma menanggapi seperlunya. Ia membenarkan letak kaca matanya lalu mengulurkan tangan, meminta dokumen yang sejak tadi dibawa gadis bernama Nami itu. "Kenapa tidak langsung kepokok pembicaraan, malah menanyakan hal yang aneh." Gerutu Hiruma pelan.

"Baiklah, Youichi. Aku tinggalkan kalian sebentar." Ujar Yuuya kemudian langsung pergi tanpa menunggu respon putranya.

"Kau benar tidak ingat padaku, ya?" tanya Nami memastikan.

"Ingat. Kau duduk di sebelahku sejak kelas lima sekolah dasar, sampai menengah pertama." Jawab Hiruma datar tanpa mengalihkan pandangannya dari brosur.

Nami tersenyum, perempuan berambut coklat gelap itu memandangi Hiruma intens, meski Hiruma sendiri sama sekali tidak menanggapinya. Ia merasa sangat senang bertemu lagi dengan pria ini. Sudah lama mereka tidak bertemu.

Dulu keduanya sangat akrab. Yah, sebelum Hiruma bersahabat dengan Musashi dan Kurita. Sejak kecil mereka sudah cukup dekat, bahkan sebenarnya Hiruma pernah menyatakan perasaan pada gadis ini.

"Apa kau sengaja datang kemari, perempuan sialan?" tanya Hiruma tanpa mengalihkan pandangannya.

"Hm...? Tidak, tempat kerjaku memang membutuhkan partner, kemudian mereka mengirimku kemari. Waktu bertemu paman Yuuya, aku jadi ingat kalau dia itu ayahmu, apa lagi tadi dia bilang yang akan membantuku adalah putranya. Hiruma Youichi. Mungkin ini yang namanya takdir." Jelas Nami. "Ngomong-ngomong, sejak kapan kau pakai kaca mata?"

"Sejak melamar calon istriku," jawab Hiruma singkat. "Nah, aku sudah dapat ide untuk design hotel sialanmu. Besok aku akan menyerahkan padamu gambarnya. Sekarang kau boleh pergi."

Nami menaikkan sebelah alisnya menatap Hiruma. "Aku ini client-mu, kau tidak pernah berubah dari dulu. Apa semua client kau perlakukan seperti ini?"

"Cerewet." Komentar Hiruma. "Besok aku akan menghubungimu." Lanjutnya sembari mencatat nomor handphone Nami yang tertera dalam dokumen di mejanya.

"Baiklah, sampai besok." Ucap Nami akhirnya kemudian keluar ruangan Hiruma. Sementara pria itu mulai menyalakan laptop untuk melanjutkan pekerjaan.

"Mamo-nee!" Sapaan ceria gadis berambut biru itu membuat Mamori mengalihkan pandangan dari tumpukan cream puff di mejanya. Ia tersenyum manis menyambut kedatangan Suzuna yang sudah ia tunggu sejak lima belas menit lalu. Mamori menghubunginya sesaat setelah Hiruma mengantarkannya pulang lalu mengajak Suzuna minum kopi di kedai favorite mereka ini. "Kau sudah lama?" tanya Suzuna sambil duduk di depan Mamori.

"Tidak kok, waktu berjalan terasa cepat kalau berhadapan dengan cream puff, hahaha..." Mamori malah tertawa sambil melahap lagi cream puff pesanannya. "Kau juga pesan sana, hari ini aku yang traktir."

"Waah... ada apa ini? Tumben sekali Mamo-nee mengajakku kemari dan mentraktir juga..."

"Uhm... Sebenarnya aku ingin minta tolong." Ujar Mamori setelah menghabiskan satu cream puff lagi.

Suzuna melambaikan tangannya pada pelayan namun tetap mendengarkan perkataan Mamori. "Ada apa, Mamo-nee?"

"Uhm.. kau 'kan sekarang sudah punya butik sendiri..." Mamori menggantungkan kalimatnya.

"Mamo-nee butuh pekerjaan?" tebak Suzuna.

"Bukan, aku hanya ingin memintamu menyiapkan gaun pernikahan."

Mata Suzuna membulat sempurna mendengar ucapan Mamori. "Menikah? Mamo-nee akan menikah? Siapa pria beruntung itu?" tanyanya kegirangan dengan suara yang tidak pelan.

"Su-Suzuna-chan, pelankan suaramu," Mamori bisa merasakan pipinya mulai memanas, sepertinya mulai berwarna merah.

"Ahahaha... aku terlalu senang, jadi Mamo-nee akan menikah dengan siapa? Aku akan buatkan gaun yang paling indah buat Mamo-nee!"

"Hiruma-kun, aku akan menikah dengannya." Jawab Mamori pelan.

Meski Hiruma dan Mamori tidak pernah berniat menyembunyikan hubungan mereka. Tapi kenyataannya, hampir tidak ada yang mengetahui kalau selama empat tahun terakhir mereka menjalin hubungan serius. Kedunya masih tetap memperdebatkan hal-hal sepele setiap kali mereka bertemu dengan teman-teman Deimon atau pun Saikyoudai.

Jadi wajar jika saat ini Suzuna memasang wajah terkejut, bahkan mengabaikan seorang maid yang siap mencatat pesanannya.

"Suzuna-chan, sebaiknya kau pesan minum dulu," ujar Mamori.

Gadis berambut biru itu menuruti kata-kata Mamori agar maid itu tidak terlalu lama menunggu. Setelah maid itu meninggalkan tempat mereka, Suzuna kembali fokus pada Mamori. "Jadi Mamo-nee selama ini pacaran dengan You-nii?" tanyanya pelan, namun terdengar sangat bersemangat.

Mamori mengangguk. "Empat tahun,"

"Sudah empat tahun? Dan aku tidak mengetahuinya? Mamo-nee... kau tega sekali padaku..." Suzuna merasa kesal karena bisa-bisanya dia melewatkan kabar pasangan favoritenya ini selama empat tahun, ia merasa sangat kecolongan. "Benarkah itu, Mamo-nee?" tanya Suzuna serius. Mimik wajahnya juga berubah menjadi datar.

Lagi-lagi Mamori hanya mengangguk.

"Tapi, kenapa setiap kali kita reuni, kalian tidak terlihat seperti sepasang kekasih? Waktu acara pertunangan Karin-chan misalnya, di undangan ditulis untuk membawa pasangan, tapi Mamo-nee waktu itu datang sendiri."

"Waktu itu Hiruma-kun pergi dengan Musashi-kun dan Kurita-kun, makan ramen katanya."

"Lalu waktu reuni Devil Bats, kalian tidak datang bersama?"

"Waktu aku meneleponnya, dia bilang baru bangun tidur, jadi aku berangkat duluan saja, dari pada menunggunya."

Suzuna tampak berfikir sejenak. "Bisakah Mamo-nee menunjukkan bukti?"

"Bukti—?" Mamori menghentikan ucapannya saat merasakan handphone dalam sakunya bergetar. Ia melihat display handphonenya, sang calon suami ternyata menelepon. "Tunggu sebentar." Ucapnya pada Suzuna.

Gadis berambut biru itu mengangguk, membiarkan Mamori mengangkat telepon.

"Moshi-moshi," sapa Mamori pada sang penelepon.

"Dimana kau?" suara berat dan terkesan menyebalkan itu langsung to the point.

"Aku sedang bersama Suzuna-chan di kedai langganan kami, kau tahu 'kan, ada apa?"

"Pulang. Aku di rumah sialanmu sekarang."

"Mou! Tidak bisa, aku sedang membicarakan gaun pernikahan kita dengannya, kau kemari saja."

Tidak ada jawaban dari si penelepon, sambungannya malah terputus.

"Dasar menyebalkan."

"Apakah itu You-nii?" tanya Suzuna, yang dijawab anggukan oleh Mamori.

Gadis itu sibuk dengan handphonenya beberapa saat kemudian mengangsurkan benda berwarna pink itu pada Suzuna. "Mungkin itu bisa jadi sedikit bukti." Ungkap Mamori.

Suzuna sudah siap menyambar benda itu saat maid yang tadi datang membawakan pesanannya, ia meminum sedikit coktal float yang ia pesan sebelum kembali melihat handphone Mamori. Oh... koleksi foto, Suzuna menyeringai senang.

Dalam folder yang Mamori tunjukan pada Suzuna, terdapat beberapa foto dirinya bersama Hiruma dibeberapa kesempatan, seperti foto mereka saat merayakan ulang tahun, hari valentine, natal, tahun baru, juga beberapa foto ketika mereka berdua kencan, membuat mata biru Suzuna berminar-binar bahagia melihatnya.

"Waah... aku ikut bahagia, koreksi, sangat bahagia. Jadi, kapan Mamo-nee dan You-nii akan menikah?"

"Musim semi tahun depan, tapi Hiruma-kun belum bilang mau tanggal berapa. Aku minta saranmu ya... kau 'kan sudah berpengalaman membantu persiapan orang yang akan menikah..."

"Iya, Mamo-nee, jadi, Mamo-nee ingin tema pernikahan seperti apa?"

"Entahlah, belum aku pikirkan, tadi pagi waktu kami mencari cincin, Hiruma-kun sudah ditelepon ayahnya supaya berangkat kerja." Mamori sudah siap memakan lagi cream puff-nya entah yang keberapa, kalau saja tidak ada tangan panjang yang mengambil benda manis itu sebelum menyentuh mulutnya.

"Kau akan jadi gendut saat penikahan kalau tidak bisa berhenti makan benda menjijikan ini, Tunangan sialan."

Entah sejak kapan setan itu sudah duduk di samping Mamori. Ia menyeringai seperti biasa, memamerkan deretan gigi runcingnya.

"Mou..." Mamori menatap kesal Hiruma yang kini ada di sampingnya. Ia cemberut, tapi tetap mengambil kembali cream puff miliknya dan langsung memakannya dengan sekali lahap, supaya Hiruma tidak mengambilnya lagi.

"Menjijikan sekali kau." Cibir Hiruma.

"You-nii tidak boleh begitu dengan calon istri!" protes Suzuna.

"Cih! Jadi, sampai mana kalian berdiskusi tentang gaun sialan itu?"

"Kami baru saja mau membicarakannya Youichi. Oh iya Suzuna, aku ingin kau membuat gaun yang seperti ini." Mamori menunjukkan hasil karya yang agak abstrak pada Suzuna.

"Gaun ya.. eh.." Suzuna sweetdrop setelah melihat hasil karya Mamori yang terbilang sangat abstrak.

"Kekekekeke…. Jadi gaun sialan seperti itu yang kau inginkan?". Hiruma yang melihat gambar gaun yang dibuat Mamori pun tertawa karena hasil gambarnya lebih jelek dari gambar anak TK pada umumnya. "Keh, sama sekali tidak berbentuk seperti gaun pengantin." Ejek Hiruma.

"Mou.. jangan mengejekku seperti itu You, lagi pula ini benar-benar gambar gaun yang aku inginkan."

"Bagaimana kalau aku menggambar ulang gambar yang dibuat Mamo-nee?" Tawar Suzuna.

"Kalau begitu cepat kau gambar ulang gambar abstrak itu." Perintah Hiruma.

"Baiklah aku akan memulainya." Seru Suzuna.

Hanya butuh beberapa menit saja untuk Suzuna berkutat dengan kegiatan menggambar ulang dari desain gaun pernikahan yang dibuat Mamori. Ia langsung dapat menyelasaikannya. Gambar yang dihasilkan oleh Suzuna lebih jelas terlihat bentuknya. Sebuah gaun berwarna putih panjang dengan rok yang lebar dan sebuah korsase bunga yang cukup besar yang bertengger pada bagian pinggang gaun tersebut.

"Bagaimana Mamo-nee? Apakah gaun yang seperti ini yang kau inginkan?" tanya Suzuna.

"Waaah…. Kau hebat Suzuna-chan, gambar gaunnya persis seperti gaun yang aku inginkan." Komentar Mamori yang takjub dengan hasil gambar ulang dari Suzuna.

"Ya, dan tidak seperti gambar seseorang yang hasil gambarnya lebih jelek dari gambar anak TK." Ejek Hiruma.

"Gambarku sama sekali tidak lebih jelek dari gambar anak TK You!" Mamori mengelak.

"Memangnya aku sedang membicarakanmu?"

"Tentu saja! Jelas-jelas tadi kau sedang mengejekku."

"Ma-Mamo-nee."

"Ada apa Suzuna-chan?" Mamori yang tadinya emosian mendadak menjadi Mamori yang baik hati, dan itu membuat Suzuna bertanya-tanya dengan keadaan mental Nee-chan tercintanya. Apakah ini adalah dampak yang dihasilkan dari kedekatannya dengan Hiruma telah membuat Mamori agak sedikit aneh.

"Etto… aku hanya ingin bertanya apakah kau benar-benar menginginkan gaun yang seperti ini?" tanya Suzuna.

"Iya, gambar gaun yang kau buat persis dengan gaun yang aku gambar."

"Kalau begitu kapan kau akan membuat gaun sialan itu jika kau terus bicara, Cheer sialan!?"

"Setelah pulang dari sini aku akan langsung membuatnya You-nii! Aku akan persiapkan bahannya, kalian besok ada waktu? Datanglah ke butikku untuk fitting."

"Baiklah, nanti hubungi aku untuk konfirmasi waktunya. Sekarang kita pulang, tunangan sialan." Perintah Hiruma.

"Jangan menarik tanganku seperti ini Youichi! Ah, Suzuna-chan sampai ketemu nanti." Pamit Mamori.

"Iya, You-nii! Jangan terlalu agresif dengan Mamo-nee ya.." Teriak Suzuna.

"Suzuna-chan!"

"Memangnya kau pikir aku mau melakukan apa!" teriak Hiruma dan Mamori secara bersamaan.

"Hehehe…" Suzuna hanya tertawa garing.

"Kenapa kau membawaku ke apartemenmu?" Tanya Mamori heran ketika mereka baru saja tiba di depan apartemen Hiruma. Mamori pikir, kekasihnya ini akan mengantarkan dia pulang, ini sudah sore dan dia sudah pergi seharian, orang tuanya mungkin tidak akan khawatir sih, hanya saja…

"Ini akan jadi apartementmu juga, Ma-mo-ri." Bisik Hiruma sehingga menghasilkan hembusan angin yang menggelitik telinga Mamori, membuyarkan lamunan Mamori tentang orang tuanya barusan.

Gadis itu reflek menutup telinganya. "Jangan berbisik ditelingaku You!" Protes Mamori. Semburat tipis tampak menghiasi pipinnya.

"Kekekeke… Ayo masuk." Ajak Hiruma yang tentu saja sudah jalan lebih dulu.

"Tunggu aku Youichi."

Mereka berdua memasuki lift apartement tersebut untuk menuju ke lantai 33. Didalam lift keduanya sama-sama tidak ada yang membuka percakapan, sampai akhirnya Mamori bertanya sesuatu.

"You, kapan sampainya?" tanya Mamori.

"Haa… Pertanyan macam apa itu Tunangan sialan?"

"Jawab saja."

Ini 'kan karena aku kehabisan topik pembicaraan, batin Mamori.

"Hn, sekarang kita sudah sampai." Jawab Hiruma.

Setelah Hiruma membuka pintu Apartement miliknya, Ia bergegas pergi ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Sedangkan Mamori langsung pergi ke dapur untuk membuatkan kopi untuk Hiruma, memang sudah menjadi kegiatan rutin Mamori untuk membuatkan Hiruma minuman.

Setelah selesai membuat kopi, Mamori langsung membawa kopi tersebut kekamar Hiruma. Mamori tau kalau sore hari apalagi sedang tidak ada kegiatan, Hiruma lebih suka berada dikamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya setelah beberapa hari ini dirinya sibuk.

"Minumlah, mumpung masih hangat," ujar Mamori yang duduk di samping Hiruma.

"Hm," balas Hiruma tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

Tentu saja inilah yang disebut istirahat bagi Hiruma, duduk manis di tempat tidurnya dan mengerjakan sesuatu dengan laptop tercinta.

"Bagaimana pekerjaanmu tadi?" Tanya Mamori sambil mulai memijit pundak Hiruma.

"Ada proyek baru," pria itu menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari laptop.

"Proyek? Padahal kau kan akan cuti menikah,"

"Hm,"

Mamori melirik Hiruma, tidak puas dengan jawaban pria itu.

"Cutinya masih lama, Tunangan sialan," ungkap Hiruma seolah tahu apa yang dipikirkan Mamori.

"Tapi, memangnya kau tidak repot? Mengurusi pernikahan, lalu proyekmu, kau 'kan butuh istirahat."

"Sial, Tunangan sialan, kau cerewet sekali!" Hiruma menutup laptopnya keras lalu menatap galak Mamori.

"Mou! Jangan membentakku, aku ini khawatir padamu!"

Hiruma memutar bola matanya dengan malas, kemudian mendorong Mamori hingga terlentang di atas tempat tidurnya.

"Apa-apaan kau!"

Sebelum protes Mamori semakin panjang, Hiruma segara naik ke atas gadis itu dan mencium bibirnya dengan cepat. Mamori terbelalak mendapat serangan mendadak dari Hiruma, ia menahan pundak kekasihnya itu tapi tetap membalas ciumannya denga intens. Satu tangannya menahan leher Hiruma, dan matanya mulai terpejam.

"Ahh..." Mamori menarik nafas dalam-dalam saat Hiruma melepaskan ciumanya. Bibir pria itu berpindah ke leher Mamori, mengecupnya lembut tanpa meninggalkan bercak merah. "Youichi," bisik Mamori seraya meremas rambut pirang Hiruma. Satu tangannya memeluk punggung Hiruma erat. Ia sangat suka cara kekasihya memanjakan dirinya, begitu berbeda dengan sikap kasar yang selalu ia tunjukkan.

Mamori merasa kesadarannya mulai menurun seiring dengan sentuhan Hiruma yang membuatnya nyaris gila. "Oh, Youichi..." ia menggigit bibir bawah dan satu tangan Hiruma bermain di atas dadanya, tangan Hiruma yang menganggur mulai menaikkan kaos yang dipakai Mamori.

Saat itulah Mamori benar-benar menggunakan kesadarannya yamg tersisa untuk mendorong tubuh Hiruma. "Hentikan, Youichi." Perintahnya sambil berusaha duduk.

"Apa?" Hiruma duduk di depannya dan menatap Mamori bingung. Nafsunya sudah ada di puncak, tiba-tiba saja Mamori menyuruhnya berhenti, tidak biasanya Mamori menolak.

"Jangan menunjukkan wajah seperti itu, aku tidak bisa melakukannya, aku sedang datang bulan."

Muncul tiga sudut siku-siku di kening Hiruma. "Apa?!"

"Tidak usah protes, memangnya kau mau bercinta denganku sampai aku mati?" Tanya Mamori acuh seraya turun dari kasur dan merapihkan rambutnya.

"Cih!" Hiruma membuang muka, "Sejak kapan? Kenapa tidak bilang dari tadi?"

"Baru hari ini, dan kenapa aku harus bilang padamu? Ini kan urusan perempuan, kalau mau, kau bisa tandai tanggalnya supaya kau tahu kapan masa suburku."

Telinga Hiruma memerah mendengar ocehan Mamori. Sejak kapan ia peduli pada masa subur, kalau sedang ingin ya ia akan melakukannya, tidak pedulikan yang lain. "Masa subur sialan itu.. memangnya kapan?" Tanyanya ragu.

"Setelah datang bulan selesai,"

"Bagus, kalau begitu seminggu lagi kita lakukan biar kau cepat hamil,"

Blush

Wajah Mamori merah sempurna mendengar ungkapan vulgar Hiruma. "Etto... aku ingin bilang padamu, kalau sebaiknya mulai sekarang, kita tidak bercinta lagi sampai pernikahan,"

Hiruma diam menatap Mamori, dan gadis itu menunggu sang setan meledak. "Sialan! Aturan macam apa itu? Aku tidak setuju!"

"Mou! Harus setuju. Pokoknya aku tidak mau melayanimu sampai kita resmi menikah!"

"Kau mau aku pergi ke tempat pelacuran?"

Buak!

Sebuah buku sukses mengenai kepala Hiruma. Pria itu melotot galak pada Mamori, tapi ia bersikap tidak peduli.

"Awas saja kalau berani, pernikahannya batal."

"Wah, wah, kau berani mengancamku sekarang," Hiruma menyeringai.

"Aku berani. Aku tidak pernah takut padamu." Tantang Mamori yang mendekatkan wajahnya ke wajah Hiruma.

Pria itu kembali menyeringai sebelum menangkup kedua pipi Mamori dan mencium bibirnya lagi, kali ini lebih lembut, dan tidak bercampur nafsu, membuat Mamori merasa nyaman.

"Kalau begitu, hapus aturan sialan itu," ucap Hiruma pelan.

Mamori tersenyum, tapi kemudian menggeleng, "tidak, Youichi, tetap seperti itu."

Hiruma menarik tubuh kekasihnya sampai mereka tiduran di atas kasur. "Kalau begitu kurangi porsinya, atau nanti saja, peraturan sialan seperti itu dilakukan sebulan sebelum menikah saja."

Bibir Mamori tertarik membentuk sebuah senyuman, detik berikutnya ia sudah tertawa pelan.

"Apa yang kau tertawakan, perempuan jelek?!"

Tangan lembut itu menyusuri pipi Hiruma, "kau sangat ketagihan dengan tubuhku, atau kau sangat mencintaiku?"

Tidak ada jawaban. Hiruma bahkan tidak melihatnya.

"Aku senang, tapi peraturan tetaplah peraturan."

"Dasar sialan." Umpat Hiruma. "Kalau begitu lakukan sekali lagi sebelum kita jalani peraturan sialan itu."

"Umh.. yah, akan kupikirkan nanti,"

Ya-Ha!

Hiruma dan Mamori menoleh ke benda metalik diatas meja yang menjadi sumber suara.

"Angkat dulu teleponnya," kata Mamori.

Hiruma melepaskan pelukannya dari Mamori, menjulurkan tangan untuk meraih ponselnya yang masih berdering seraya merubah posisinya jadi berbaring. "Hn, ada apa?" tanyanya to the point setelah melihat nama si penelpon.

"Hanya ingin mengecek saja apa kau sudah mulai mengerjakan proyek dariku atau belum."

Hiruma mendesah lelah, ia memutar bola matanya malas. "Lebih baik langsung saja ke intinya."

"Kau benar-benar tidak manis, selalu saja To The Point seperti itu."

"Kalau tidak ada perlu lagi akan ku matikan.."

"Tunggu dulu! Aku bahkan belum memulai pembicaraannya."

"Tapi kau sudah memulainya dari tadi."

"Baiklah, aku hanya ingin mengajakmu makan malam. Apa kau bisa?"

"Dimana? Kapan? Dan untuk urusan apa?"

"Rigoletto Wine & bar, kau tentu tahu kan? Malam ini jam 7 untuk membicarkan pekerjaan kita tadi. Lagi pula kita sudah lama tidak bertemu."

Hiruma diam sebentar sebelum akhirnya menjawab. "Baiklah."

"Kalau begitu, You─"

Hiruma menjauhkan ponselnya dan menekan tombol berwarna merah untuk mengakhiri sambungan.

"─Hei, aku belum selesai bicara!"

Hiruma mendengus tidak peduli pada teriakan si penelpon.

"Dari siapa You?" Tanya Mamori.

Hiruma melirik Mamori sekilas. "Klienku, dia mengajak kita untuk makan malam di Rigoletto Wine & Bar."

"I-itu restoran Italia di dekat stasiun Tokyo, 'kan?" Tanya Mamori antusias sembari bangun dari posisi tidurannya, matanya berbinar senang. Oh, tentu saja, itu karena Mamori pecinta masakan Italia. Dan Hiruma tahu itu. "Aku ikut!"

"Hn, kalau begitu kita mulai siap-siap." Hiruma melemparkan ponselnya ke kasur dan mulai membuka kaosnya, ia membuka lemari besar di kamarnya mencari setelan formal.

"Kalau tidak salah aku masih menyimpan gaunku dilemari milikmu."

"Sudah kubuang." Kata Hiruma santai.

"APA! Kenapa kau membuangnya Youichi?!"

"Aku sudah tidak suka dengan gaun itu."

"Memangnya itu gaun milikmu?! Itu gaun milikku, jadi kau sama sekali tidak berhak untuk membuang gaunku!"

"Ck, cerewet! Akan aku belikan yang baru. Sekarang cepat kau mandi."

Shin-Marunouchi Bulding.

Gedung pencakar langit yang terletak di dekat staiun Tokyo itu tampak begitu mewah di bawah siraman cahaya jingga yang bersinar dari balik jendelanya. Hiruma Youichi masuk ke area parkir basement sementara Mamori memandangi sekelilingnya.

"Ne, Youichi, stasiun Tokyo itu keren ya? Aku kepikiran mungkin akan menyenangkan kalau kita mengambil foto pre wedding di sana." Mamori membuka obrolan.

Hiruma mendengus, ia memandangi gadisnya yang kini dalam balutan dress berwarna biru pilihannya di butik milik Suzuna tadi. Dress itu sangat simpel, hanya sedikit aksen permata dibagian kerahnya, dan belahan dadanya yang berbentuk V tidak terlalu rendah. Rambut gadis itu dinaikkan ke atas, dan poninya dibiarkan menyamping. Mamori luar biasa cantik.

"Kalau ingin foto pre wedding seperti apa memangnya? Akan kucarikan tempat yang lebih menarik, stasiun Tokyo itu terlalu ramai. Atau kau ingin aku mengosongkannya sehari?" tanya Hiruma dengan nada menantang. Ia mematikan mesin mobilnya setelah terparkir dengan benar.

Mamori memutar bola matanya malas menanggapi Hiruma. "Tidak perlu." Jawabnya seraya keluar dari mobil dan membanting pintunya cukup keras. Sementara Hiruma hanya terkekeh.

Pria itu menggandeng pasangannya selama berjalan menuju lift. Kalau Mamori tampak luar biasa cantik malam ini, Hiruma sangat cocok bersanding dengannya. Tubuh atletisnya berbalut kemeja yang warnanya senada dengan dress Mamori, terdapat kombinasi warna hitam di bagian kancing depan dan pergelangan tangan yang menambah kesan maskulin sang mantan pemain Quaterback Deimon Devil Bats itu.

Mamori meliriknya sedikit, calon suaminya ini memang tampan. Ia tersenyum kecil. "Setidaknya rapihkan sedikit rambutmu," ia merapihkan rambut bagian depan Hiruma dengan tangannya yang bebas. "Kau akan bertemu client, penampilan itu penting."

"Tidak penting," balas Hiruma sekenanya.

Mereka tidak membicarakan apa pun lagi sampai di tempat mereka membuat janji. Rigoletto Wine & Bar, seperti bayangan Mamori, tempat ini begitu luar biasa. Ini pertama kalinya ia kemari, pandangannya menyapu seisi ruangan, puluhan meja bundar berjejer dengan penerangan redup, musik indah mengalun pelan sehingga tidak begitu mengganggu. Di sisi lain, ada bar yang cukup dipadati pelanggan.

"Selamat malam, tuan dan nyonya, apakah anda sudah memesan tempat?"

Mamori menoleh saat mendengar seorang pelayan menyapa mereka. "Ya, atas nama Shiroi Nami," jawab Hiruma.

"Kalau begitu silahkan, sebelah sini," pelayan itu memimpin jalan.

"Ah, Youichi!"

Saat itu pandangan Mamori bertemu dengan seorang gadis cantik, mungkin seumurannya. Mengenakan gaun berwarna putih yang elegan, rambutnya yang kecoklatan dinaikkan rapih, mengekspos leher jenjangnya, sepasang anting panjang berkilau ditimpa cahaya saat ia memiringkan kepalanya, tersenyum pada Mamori dan Hiruma. Tunggu, ini kah client yang Hiruma bicarakan? Dia memanggilnya dengan nama kecil?

"Silahkan duduk," gadis itu mempersilahkan. "Aku tidak tahu kalau kau akan mengajak orang lain. Ah, silahkan kalian pesan dulu."

Hiruma dan Mamori tidak menjawab apa pun, mereka hanya memesan makanan. Mamori memesan Chiken and Vegetables With Lemon Cream Sauce yang merupakan pasta spaghetti dengan campuran ayam dan beberapa jenis sayuran yang disiram dengan saus krim lemon. Dan untuk minumnya pilihan Mamori jatuh pada Manzanilla Micaela yang merupakan salah satu jenis dari sherry, minuman ini biasanya difermentasi selama lima tahun. Sedangkan Hiruma lebih memilih Pascatora dengan campuran scallop, kerang, dan beberapan bahan lainnya. Dan minumannya Hiruma memilih Minevois salah satu dari Mediterranean Red Wine. Setelah pelayan itu undur diri, barulah Hiruma menatap clientnya. "Dia bukan orang lain, dia tunanganku, karena satu dan lain hal dia akhirnya ikut."

"Ah, perkenalkan, aku Anezaki Mamori. Aku berjanji tidak akan mengganggu pekerjaan kalian." Mamori membungkuk sedikit.

"Eh.. tidak apa-apa, senang berkenalan denganmu, Anezaki-san. Aku Shiroi Nami, selain clientnya, aku ini dulu teman masa kecil Youichi."

Mata biru Mamori melebar mendengarnya, Hiruma tidak mengatakan apa pun soal itu. Yah, dia tahu Hiruma jarang bercerita kalau menurutnya itu bukan hal penting, tapi bertemu teman masa kecil Hiruma, bukankah setidaknya pria itu berbicara sedikit.

"Kau tidak perlu membahas soal itu, sialan."

"Memangnya kenapa? Tidak apa-apa 'kan? Ini bagus supaya aku dan Anezaki-san bisa mengobrol lebih banyak." Nami mengalihkan pandangan pada Mamori. "Ne, kau tahu, waktu sekolah dasar dia tidak seperti ini, dia bahkan tidak bisa mengancam orang lain."

"Ah, ya kata paman Yuuya dia sangat pendiam dan hampir tidak punya teman kan?" Mamori menanggapi dengan tersenyum, tapi entah kenapa ada sesak di dadanya, dia sudah berpacaran dengan Hiruma sangat lama. Mengenal Hiruma juga sangat lama, tapi…

"Aku sendiri tidak menyangka, satu hari di sekolah dia datang dengan penampilan berbeda, rambut pirang, dan membawa senjata, tidak ada yang berani padanya. Dia jadi sangaaaaat menakutkan. Kau percaya, hanya aku yang berani berada di dekatnya waktu itu."

Hiruma tidak menanggapi apa pun, hanya mengamati raut wajah Mamori, gadis itu masih tersenyum tapi senyum itu tidak sampai ke matanya, dia malah terlihat seperti ingin menangis. Diam-diam Hiruma tersenyum. Semoga saja Nami tidak menceritakan hal-hal yang tidak perlu.

"Lalu, waktu itu saat festival sekolah, Youichi menyeretku pergi dari keramaian, mengurungku di kelas kemudian─"

BRAK!

Mamori dan Nami serentak menoleh ke arah Hiruma, keduanya menatap bingung pria itu. "Ada apa, Youichi?" tanya Mamori.

"Makanannya datang, lagi pula kita di sini untuk membahas pekerjaan, bukannya kalian berdua yang malah membicarakanku seperti itu, dasar perempuan-perempuan sialan." Pria itu tidak menatap mata Mamori.

"Maafkan aku," Mamori berujar rendah. Ia tidak tahu, tapi ia sudah sangat lama mengenal Hiruma, dia paham betul bahasa tubuh pria itu, dia tahu saat ini ada yang tengah disembunyikan kekasihnya. Mamori menghela napas, ia mulai menyantap makanannya dalam diam, sementara sekarang Hiruma dan Nami tampak mendiskusikan beberapa hal, bahkan mengabaikan adab tidak bicara saat makan.

Entah kenapa keduanya tampak cocok bersama, Nami sesekali melemparkan lelucon dan Hiruma akan membalasnya dengan seringai kecil. Mamori tidak terbiasa melihat Hiruma seperti itu dengan wanita lain, bahkan Suzuna yang sudah sama lamanya mengenal Hiruma dengan Mamori jarang sekali mendapat respon dari Hiruma. Keduanya seolah tenggelam dalam dunia mereka sendiri, masa dimana belum ada Mamori di samping Hiruma. Memikirkan hal seperti itu entah kenapa membuat nyeri dadanya, seolah ada yang menusuknya dari dalam, menyesakkan.

"Permisi, aku akan ke toilet sebentar," ucap Mamori untuk memperoleh perhatian Hiruma dan Nami.

"Kau perlu kuantar supaya tidak tersesat, eh?" Hiruma menyeringai licik.

"Tidak butuh." Jawab Mamori sambil berlalu menjauhi meja mereka. Ia berjalan cepat ke kamar mandi dan menyelesaikan urusannya. Sejenak, ia menatap pantulan dirinya di cermin di depan washtafel, ia tidak ingin menampakkan wajah kacau seperti ini. Tapi juga tidak ingin terlalu lama meninggalkan mereka berdua. Entahlah, hatinya merasa tidak tenang. Mamori akhirnya memutuskan untuk kembali ke meja mereka segera setelah memastikan ekspresi wajahnya tidak menunjukkan emosi.

"Hahaha… aku tahu Youichi, tapi tetap saja, Anezaki-san pasti terkejut kalau aku ini cinta pertamamu,"

DEG.

Mamori berhenti melangkah saat mendengar suara Nami itu. Ia merasa tubuhnya mengalami sedikit tremor.

"Jangan katakan hal-hal sialan seperti itu padanya. Aku dan dia akan menikah dan jangan ganggu kami."

"Yaah… bagaimana ya, setelah menolak Youichi, aku jadi tidak bisa melupakanmu sih. Pertemuan kita ini, mungkin juga takdir. Lagi pula, kalian belum menikah, dan kalau ternyata Anezaki-san bukan jodohmu, pernikahan kalian pasti tidak akan terlaksana."

Mamori memejamkan matanya. Apa maksudnya ini?

"Youichi, kupikir selama ini… aku memang menyukaimu."

Tsuzuku

A/N:

Gimana chapter kali ini? Puas?

Maaf karena kita baru bisa lanjutin fanfic ini setelah 3 tahun dianggurin /sungkem

Terima kasih untuk yang sudah mereview, favorite, dan follow. Maaf karena tidak bisa membalas review kalian.

Semoga masih ada yang menunggu kelanjutan dari fanfic ini.

Akhir kata… terima kasih banyak sudah membaca dan jangan lupa REVIEW-nya ya….

Kritik dan saran ditunggu :)