Title : Sayonara

Author : cindyjung

Pairing : YunJae (Yunho X Jaejoong)

Rate : M for all *maybe XD

Genre : Angst, Incest

Balasan Review :

Untuk semuanyaaaa maaf banget kalo pada ga suka sama ending yang ngegantung ini L( *bow karena sesungguh Cindy emang udah berencana kalo YunJae ga tau kalo mereka sebenarnya bukan saudara kandung jadi intinya mereka ga bersatu heheheheh. Sequel? Mungkin semuanya akan sedikit lebih terang di Epilog ini saja yah :)

Makasih yang telah mendukung karya ini sejak awal maupun pembaca kilat :D support kalian bikin Cindy semangat lagi untuk nulis ff padahal niatnya udah mau hiatus XD wkwkwkw

A/N: Epilog. Mudah-mudahan kalian suka dengan epilog yang pemikirannya kilat ini ya :D Oh iya epilog ini masih berhubungan dengan plot-plot akhir di part sebelumnya :D

Diclaemer : Semua tokoh yang ada disini adalah hasil fiksi belaka, saya Cuma pinjam nama saja, jadi mohon jangan tersinggung ne? ^^

WARNING! YAOI, TYPO BERTEBARAN, ANGST DETECTED, COMPILICATED, OOC

.

.

Tubuh itu masih bergetar mengikuti dengan iringan nafasnya yang terisak. Mata Shin Hye tampak sangat bengkak kala itu setelah mengeluarkan cairan pada matanya itu secara beruntun dan berhasil membuat pipinya basah dengan air matanya tersebut. Terasa hening dalam eumah besar tersebut dengan dua orang wanita didalamnya yang kini tengah merasakan rasa sesak yang sama dalam dadanya. Dan sesak itupun disebabkan oleh namja yang sama. Jung Yunho.

"Kenapa?" sebuah suara yang bergetar akhirnya memecah keheningan antara mereka

"Kenapa Oemma mau merelakan Yunho dengan Jaejoong?" kembali suara itu menyiar dan masuk ke dalam telinga Shin Hye

"Mereka saudara bukan?" mata itu menatap Shin Hye yang kini tertunduk lemah sambil menatap pemandangan dibawahnya hampa

Terdengar sebuah dengusan kecil dari mulut Shin Hye, "Bukan" katanya kemudian

"Tidak pernah, sedikitpun, ada ikatan darah diantara mereka berdua"

Mata yeoja yang kini tengah bersandar pada tembok itu pun kemudian membuka dengan lebar menandakan keterkejutannya yang sangat ketika mendengar tiap bait yang diucapkan oleh yeoja paruh baya yang ada dihadapannya tersebut. Lagi dadanya merasakan sebuah lonjakan yang amat keras dan membuat dadanya sakit.

Fanny termenung. Banyak sekumpulan logika yang kini mulai menyentil kepala dan hatinya.

Tiffany Hwang, kau jahat. Kau sangat jahat. Untuk hidup yang kau jalani kini kau terasa sangat jahat.

Padahal kau hanya mencintainya. Padahal kau hanya menginginkannya bersamamu. Tapi kenapa? hal itu malah membuatmu menjadi orang yang sangat jahat? Jikapun kau hanya cameo dalam hidupnya, setidaknya, akan ada sedikit peran dalam hidupnya yang membuatnya terlihat lebih menarik. Bahkan jika hanya seorang cameo, setidaknya, kau adalah orang yang telah masuk ke dalam kehidupannya.

Cairan bening yang sejak tadi tertahan dipelupuk matanya kini terjatuh dan membentuk jejak dipipinya. Entah sudah seberapa kejam kata-katanya pada Yunho tadi, entah sudah seberapa kasar dan licik kata itu terdengar di telinga namja yang ia cintai itu. Entah seperti apa tapi ia tahu, namja itu pasti membencinya sekarang.

Setelah ini, jika Jaejoong membawa Yunho pergi dan merebutnya, mungkin Fanny akan rela. Karena Fanny pantas mendapatkannya. Karena keinginan Fanny saat ini adalah, ia tidak ingin dibenci oleh namja itu. Tidak ingin dibenci oleh Jung Yunho.

"Aku harus pergi" sebuah suara mengagetkan Fanny dari lamunannya dan membuat mata yang tadinya menatap dengan kosong tersebut kembali terfokus pada yeoja dihadapannya yang sudah memberdirikan tubuhnya

"Oemma, kau mau kemana?" tanya Fanny dengan sedikit serak karena suara yang terasa tercekat dalam tenggorokannya

"Aku, ingin bertemu dengan seseorang" terdengar nada keseriusan di dalam kalimat Shin Hye

"Di saat seperti ini... Siapa?" tanya Fanny sambil memandang Shin Hye yang mulai beranjak meninggalkan tempatnya terpuruk tadi

"Seseorang yang seharusnya tidak pernah ada" katanya tegas sambil memasuki kamarnya dan mengambil tasnya dan melangkah meninggalkan Fanny yang terdiam dengan berbagai banyak pikiran yang membuat nyeri pada kepalanya

oOSayonaraOo

Yunho masih terdiam di dalam mobil audi hitamnya sambil memegangi stirnya tanpa berniat mengemudikannya sekalipun. Matanya memandang lurus ke depan, kesebuah jalan dimana ia baru saja melepas ciuman terakhirnya dengan namja yang sangat ia cintai itu dan membiarkannya pergi. Kim Jaejoong. Jung Jaejoong. Jongie. Bagaimanapun ia ingin menyebut dan memanggilnya kini, namja itu tidak akan datang. Namja itu tidak akan kembali ke sisinya.

"Jung Yunho, selamat tinggal"

Terngiang kembali kata terakhir yang diucapkan namja itu pada dirinya. Seketika kata yang menyentil hatinya tersebut membuat matanya kembali memanas dan membuat cairan bening itu kembali keluar dari mata musangnya yang kini terlihat semakin sipit setelah tadi mata itu juga mengeluarkan air mata yang cukup banyak ketika merengkuh erat tubuh namja manis itu.

Yunho mendengus pelan nan berat kala terasa dadanya perlahan semakin dan semakin sesak setiap kali bayangan Jaejoong menghiasi kepalanya. Semuanya terdengar. Panggilan hyungie dari Jaejoong kecil, panggilan ahjussi dari Jaejoong remaja, dan panggilan Yunnie dari Jaejoong yang mencintainya. Semuanya berulang-ulang terputar dalam kepalanya.

Yunho yang merasakan kepalanya semakin berat lalu menyandarkan kepalanya tersebut pada stir bagian atas mobilnya. Matanya tertutup membiarkan semua ngiangan kata dalam kepalanya berputar dengan bebas dan membuatnya mengucurkan air mata itu lagi dan membasahi stir mobilnya.

Yunho terisak. Ia meraung. Membiarkan air mata itu dengan terus menerus mengalir hingga menyakiti matanya yang terasa berdenyut.

Ini terlalu sakit. Terlalu sakit ketika kau berhasil memilikinya dan kemudian kau harus melepasnya. Terlalu sakit ketika ia dalam dekapanmu namun ia meminta perpisahan. Terlalu sakit, ketika wajah yang kau harap selalu menyapamu meminta untuk pergi dari sisimu.

"Aaa... Jaejoong ah..." raung Yunho sambil menegadahkan kepalanya dan menatap kembali ke jalan tersebut berharap sosok yang baru saja meninggalkannya tersebut kembali menyapa wajahnya

Namun nihil. Kosong. Tidak ada siapapun disana.

Jung Jaejoong benar-benar sudah pergi.

"Jae..." panggil Yunho lagi lirih

.

Yunho melangkan kakinya menuju pintu depan rumahnya tersebut dan memandang pintu tersebut dengan enggan. Ia terlalu membenci pintu rumah tersebut. Pintu dari rumah yang didalamnya berisi orang-orang yang hanya ingin memisahkannya dengan namja yang dicintainya itu. Namun, rumah ini juga berisi banyak kenangan dengan Jongienya yang terasa sangat sedikit dalam hidupnya.

Yunho mengambil nafas yang dalam dan menghembuskannya pelan sambil menguatkan hatinya. Ini yang terbaik bukan? Ini juga, yang diinginkan oleh Jongienya kan? Kembali, dan menikah dengan Fanny. Menyelamatkan Hyun Joong appa dan Seo Oemma. Semuanya, demi orang-orang yang telah mereka sakiti.

Diputarnya sedikit kenop pintu rumah yang tidak terkunci itu dan akhirnya Yunho memasuki rumah tersebut dengan langkah yang pasti dan teguh. Dimasukinya terus rumah itu hingga membawanya kembali pada ruangan yang menjadi tempat terakhirnya bertarung mulut dengan ibu dan calon istrinya. Dilihatnya Fanny masih terduduk didekat kamarnya dengan wajah yang terluka.

Yunho menelan salivanya dengan geram, "Jangan menunjukkan wajah seperti itu, Fanny ah. Bukan hanya kau, yang terluka disini" batinnya.

Untuk sejenak saja, rasanya ia enggan melihat wajah itu.

Dengan acuh Yunho meneruskan langkahnya hingga menuju ke ambang pintu kamarnya. Dihentikkannya sedikit langkahnya ketika ia hendak memasuki kamarnya tersebut dan dialihkannya kepalanya tanpa menatap yeoja yang tengah bergidik karena ulah Yunho tersebut.

"Kapan?" Yunho akhirnya membuka suara pada yeoja tersebut

"Eh?" saut Fanny kaget kala akhirnya namja tersebut kembali mengajaknya bicara

"Kapan tanggal pernikahan kita dilangsungkan?" lanjut Yunho yang mau tidak mau membuat mata Fanny yang masih terasa perih karena menangis itu kembali terbelalak

"Eh?"

"Sudahlah, kau bisa menentukannya sesukamu" kata Yunho lagi sambil kemudian memasuki kamarnya dan menutup pintu kamarnya dengan sedikit menghentakkannya

Fanny masih terdiam dengan semua yang telah dikatakan Yunho. Semua kalimat yang diucapkan Yunho tersebut terasa tercerna amat lambat pada otak Fanny kini.

Apa maksudnya semua ini?

Apa ini berarti Jaejoong merelakan Yunho untuknya?

Bahkan sesudah semuanya, Jaejoong benar-benar merelakannya?

Demi Tuhan, Tiffany Hwang, kau sudah menjadi wanita yang sangat jahat.

Fanny membangkitkan tubuhnya yang sedari tadi masih terduduk lemas dilantai. Ada sesuatu yang harus diselesaikan disini. Bukan hanya sesuatu, namun sangat banyak yang harus diselesaikan disini. Antara Kim Jaejoong dan Jung Yunho. Antara dirinya dan Yunho. Semuanya. Karena memang seharusnya diantara kisah cinta YunJae ini, tidak pernah ada yeoja bernama Tiffany Hwang.

TOKTOKTOK

Fanny mengetuk pintu kamar Yunho dengan keras hingga akhirnya pintu itu terbuka dan menunjukkan wajah sang pemilik kamar yang terlihat amat berantakan.

"Jung Yunho, apa kau mau tau sebuah rahasia?"

oOSayonaraOo

Seoul, 2013

"Appa, ini makanan yang aku janjikan" kata sang pemilik suara dengan sebuah senyum di wajahnya

Seorang dihadapan namja bermata musang tersebut hanya dapat terdiam sambil mengamati makanan yang kini sudah tampak sangat menggoda matanya. Sedikit dialihkannya pikirannya tersebut dari makanan itu pada seorang putra yang kini tengah memandangnya.

"Kau tidak perlu serepot ini" katanya singkat nan kaku

"Aku tidak merasa direpotkan, lagipula setelah kupikir memasak itu hal yang menyenangkan" jawab seorang yang adalah Yunho tersebut masih dengan senyum diwajahnya

Seujung senyum ditarik oleh namja paruh baya dihadapannya tersebut, "Kau seorang pengusaha yang hebat, tak kusangka kau juga bisa memasak" katanya kemudian

Yunho masih memasang senyumnya namun sedikit binar pada matanya menghilang dan memancarkan cahaya sedih diantara mata musangnya tersebut. Sedikit ingatannya berputar pada suatu ketika ia belajar memasak untuk pertama kali.

Ia belajar memasak ketika ia merasa tidak ingin dikalahkan oleh adiknya yang masakannya ternyata jauh lebih enak darinya. Ia belajar memasak untuk membuktikan pada adiknya, bahwa ia juga namja yang bisa diandalkan. Namun bahkan hingga terakhir, Yunho tidak bisa membuktikan itu semua pada seorang yang Yunho sangat ingin buktikan.

"Maafkan aku" saut suara itu menghentikan Yunho dari kilasan masalalunya tersebut

"Kata-kataku pasti mengingatkanmu pada sesuatu yang tidak mau kau ingat"

"Ah tidak, aku adalah penyebab orang yang membuat sesuatu yang tidak ingin kau ingat itu terjadi" lanjutnya sambil menundukkan kepalanya dalam

"Appa..." panggil Yunho ketika merasa tidak enak pada namja yang tengah ia panggil 'appa' kini

"Kenapa?" saut suara itu lagi

"Eh?"

"Kenapa kau mau memaafkan aku?" kata namja paruh baya tersebut dengan tangan yang bergetar

"Aku orang yang sangat jahat kau tau?" lanjutnya

Yunho terdiam sebentar. Seketika senyum pada wajahnya menghilang dan membentuk wajah datar yang sangat berbeda dengan wajah yang baru saja ia tunjukkan pada namja paruh baya dihadapannya tersebut.

"Aku tidak pernah berkata aku memaafkanmu" kata Yunho dengan nada yang sangat datar dan membuat kepala yang tertunduk itu perlahan menegadah berusaha menatap sang pemilik suara

"Aku membencimu, sesungguhnya sangat membencimu"

Kedua mata musang itu saling bertatapan dan mencari celah kebohongan dalam setiap kata yang kini tengah diucapkan oleh Yunho. Nihil. Tak ada kebohongan. Bahkan itu adalah kata yang terlalu jujur untuk diucapkan saat ini. Terlalu jujur sehingga setiap kilatan sakit hati dan penyesalan itu begitu terlihat dimata Yunho.

"Tapi..."

"Jika kau tidak pernah melakukan itu semua kepadaku, mungkin sampai saat ini, aku akan terus membenci orang yang seharusnya aku cintai"

"Soo Jin Appa. Terimakasih"

Soo Jin melebarkan matanya kala menatap Yunho yang kini tengah tersenyum tulus sambil memandangnya tersebut. Ia tidak percaya bahkan atas semua perbuatan yang ia lakukan Soo Jin masih bisa mendapatkan kata-kata tulus dari namja muda dihadapannya ini. Jantungnya berdebar dengan sangat tidak karuan. Sudah banyak kejahatan yang ia lakukan.

Berusaha menculik Yunho, membuatnya kehilangan kepercayaan pada ayah yang sesungguhnya menyayanginya, membuat Yunho menanggung beban karena harus menjaga Seo Hyun yang amat dilukainya akibat perbuatannya empat tahun lalu, dan... membuat Yunho kehilangan namja yang benar-benar dicintainya.

Ayah macam apa kau Soo Joo Jin? Bahkan dalam bertahun-tahun hidupnya, kau hanya bisa memberinya air mata.

Sebuah senyum kemudian melengkung di wajah Soo Jin.

"Jung Yunho" panggil Soo Jin

"Hm?" saut Yunho ketika mendengar namanya dipanggil

"Jung Yunho" panggilnya lagi

"Ne appa, waeyo?" jawab Yunho sambil mengerutkan keningnya bingung ketika Soo Jin selau memanggilnya

"Aku hanya berpikir... nama Jung tidak terlalu buruk disematkan dengan nama Yunho" kata Soo Jin kemudian

"Setidaknya, Jung Yong Hwa benar-benar memberikan pengaruh baik untuk masa depanmu kini"

Sedikit Soo Jin tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya pelan, "Aku tidak bisa membayangkan jika margaku yang disematkan dengan namamu, aku takut kau akan berakhir di tempat yang sama denganku". Mata musang Soo Jin yang diturunkan pada Yunho memandang sekeliling yang terlihat hanya penuh dengan tembok abu-abu yang suram khas rumah tahanan.

Yunho ikut tersenyum. Ini adalah bercandaan pertama yang Soo Jin lemparkan pada Yunho setelah sekian lama. Bercandaan pertama yang melumpuhkan semua kekakuan diantara mereka setelah sekian lama. Walaupun mungkin sesungguhnya itu adalah isi hati Soo Jin namun semua itu terasa terlalu menggelitik di dadanya. Terlalu menggelitik dan membuatnya ingin tersenyum.

"Jung Appa mungkin memang bisa menjadikanku pengusaha hebat, namun tetap saja, ketampananku ini diturunkan dari Appa kan?" kata Yunho sambil menaikan sedikit alisnya dan menunjukkan wajahnya dari sisi samping

"Hahaha, aku tidak yakin Yong Hwa mengajarimu hal se-narsis itu dulu, dia itu namja yang sangat sopan dan seperti malu-malu"

"Hahaha, entahlah, apa Appa se-narsis ini saat masih muda? Siapa tau aku benar-benar menuruni sifatmu"

"Ah, tidak, aku sudah tau sejak lama kalau aku ini terlalu tampan bahkan hanya untuk memuji diri sendiri"

"Baiklah, kurasa aku memang menuruni sifat Appa hahaha"

Tawa keduanya terpecah dan membuat seisi ruangan yang sempit itu menjadi terasa lebih hangat dari sebelumnya. Soo Jin tersenyum menatapi anaknya yang kini tampak sangat membanggakan dihadapannya, namun sedikit dirinya terdiam kala menyadari satu hal, bahwa ia belum bisa menjadi ayah yang dibanggakan oleh putranya.

"Yunho ah" panggil Soo Jin kemudian

"Hm?"

"Kenapa kau tidak menemuinya?" kata Soo Jin kembali membawa pembicaraan ini kepada arah pembicaraan yang serius

"Aku..."

"Kau sudah berjuang banyak. Tidak menggunakan fasilitas Hwang, kembali bekerja dari bawah, hingga akhirnya kembali menjadi pemimpin perusahaan lagi. Sudah setahun, kurasa kini sudah saatnya kalian saling bertatap wajah lagi" kata Soo Jin panjang lebar

Yunho menarik seujung senyumnya miris sambil mendesah. Debaran di dadanya perlahan kembali menjadi tidak nyaman kala seorang dalam pikirannya kini kembali terbayang dalam kepalanya dan membuat nafasnya sedikit tercekat.

"Aku belum siap. Aku hanya belum siap untuk bertemu dengannya saat ini. Dia sudah mengucapkan selamat tinggal pada Jung Yunho, tapi, setiap kali aku memikirkannya, aku selalu menjadi seorang Jung Yunho yang mencintainya, dan tidak bisa menjadi ahjussi cerewet yang pertama kali ia temui sebagai Kim Jaejoong" jelas Yunho kemudian

"Apa hanya karena ia mengucapkan selamat tinggal pada Jung Yunho kau tidak bisa tetap menjadi Jung Yunho, begitu?" terdengar nada yang agak tinggi pada nada bicara Soo Jin kali ini.

Soo Jin hanya tidak habis pikir anaknya bisa sepolos ini, apakah tinggal dengan keluarga Jung membuat otak Yunho melemah hingga seperti ini?

Yunho mendongakkan sedikit kepalanya kaget kala mendengar nada yang agak tinggi keluar dari mulut ayah kandungnya. Tampak dimata musangnya kini, mata yang hampir mirip dengan matanya tengah memandangnya dengan serius.

"Appa..."

"Katakan, 'Hai'. Katakan, 'Hai, aku Jung Yunho, lama tak bertemu denganmu'. Katakan, 'Hai, ini Jung Yunho, aku merindukanmu'. Katakan apa saja yang ingin kau katakan padanya ketika kalian bertemu lagi. Perpisahan bukan berarti akhir dari segalanya kau tau? Selamat tinggal itu hanya sebuah kata. Setiap terdengar kata 'Selamat Tinggal', kita hanya perlu mengatakan 'Hallo' untuk memulai sesuatu yang baru" jelas Soo Jin yang mengena di hati Yunho

"Appa..."

"'Hai' adalah kata yang tidak pernah kuucapkan pada Shin Hye dan aku hanya bertindak sesuai kebodohanku. Apa kau mau tetap sebodoh ini dan berakhir di tempat yang sama sepertiku?"

Yunho tertegun mendapati perkataan ayahnya yang jujur benar-benar memberi pengaruh tersendiri baginya. Kepalanya sedikit tertunduk sambil memikirkan segala untaian kata yang baru saja diucapkan oleh namja paruh baya dihadapannya tersebut.

Ya, mungkin memang terasa sangat bodoh bila kau enggan menemuinya hanya karena ia mengatakan perpisahan padamu, bahkan sangat bodoh hingga membuatmu berfikir untuk tidak pernah menemuinya lagi.

Ya, 'selamat tinggal' hanya sebuah kata dan perpisahan bukanlah akhir dari segalanya.

Apakah kau sudah menjadi sebodoh ini Jung Yunho? Apakah Jung Jaejoong benar-benar sudah memberhentikan semua akal dalam kepalamu itu hingga membuatmu seperti ini? Apakah kepergiannya benar-benar membuatmu sangat lemah seperti saat ini? Bahkan hanya untuk menyatakan egonya saat itu saja ia tidak bisa.

"Jung Yunho, selamat tinggal" kembali terngiang kata terakhir yang terdengar dari bibir namja kesayangannya tersebut yang berhasil membekukan semua kosa-kata dalam kepala Yunho saat itu

"Seandainya saja, aku berkata jangan pergi. Jongie ah, kau pasti masih disisiku" batin Yunho ketika memikirkan kebodohannya setahun lalu yang tidak menahan Jaejoong untuk pergi dari sisinya dan malah membuatnya mengucapkan kata yang hingga kini membuat waktunya berhenti berdetik.

"Jung Yunho" panggil Soo Jin yang membuat Yunho kembali menegadahkan kepalanya dan kedua mata musang itu kembali beradu

"Apa yang paling kau inginkan saat ini?" tanyanya

"Aku..."

oOSayonaraOo

Tubuh itu menggantung sempurna dan tegap dihadapan sebuah batu nisan yang tampak sudah lama berdiri disana. Sang pemilik tubuh hanya memejamkan matanya sambil menundukkan kepalanya dan dengan hening berdoa bagi orang yang namanya terukir pada batu nisan tersebut.

Perlahan matanya membuka dan menatap nisan dihadapannya dengan sendu. Senyum dari bibir cherrynya perlahan mengembang mengikuti tangannya yang perlahan mengelus batu tersebut.

"Akhirnya, aku berkunjung"

"Sudah lima tahun dan aku baru siap untuk datang ke makam Appa, maafkan aku"

"Appa, aku... saat ini sedang sangat merindukanmu"

"Kita hanya bersama selama empat tahun dan saat bertemu lagi kau sudah meninggalkanku saja, entah mengapa saat ini aku jadi sangat merindukanmu"

"Banyak hal, yang ingin aku ceritakan padamu, kutanyakan padamu, kuutarakan padamu"

"Sangat banyak"

"Appa... apa aku terlihat sangat menyedihkan sekarang?"

"Kurasa aku menjadi orang yang sangat menyedihkan, aku menjalani hari-hariku seperti biasa, tersenyum dan bercanda, memasak dan belajar, semua hari kulewati tanpa terasa, tapi mengapa, rasanya, seperti waktu masih berhenti di waktu yang sama?"

"Appa...apa aku semenyedihkan itu?"

Namja manis itu kemudian mendesahkan nafasnya dengan berat lalu kembali tersenyum sendu. Ditatapnya kembali nisan itu dengan pandangan penuh kerinduan. Entah apalagi yang ingin dikatakannya pada ayahnya saat itu, sejujurnya terlalu banyak yang ingin ia katakan dan tanyakan, hanya saja, semuanya seakan sudah ia kunci rapat-rapat dalam hatinya sehingga tidak dapat ia utarakan. Lagipula, bila ia utarakan semuanya pun, tidak akan ada yang bisa menjawab semua pertanyaan dan membalas semua pernyataannya.

"Appa, aku pergi lagi, ne? Sudah saatnya aku pulang, mungkin suatu saat, aku akan berkunjung lagi kesini. Annyeeooongggg" Ekspresi wajah dan nada suaranya yang tadinya sendu kini berubah menjadi sangat ceria dengan senyum lebar di wajahnya.

Ia membalikkan tubuhnya dan hendak melangkahkan kakinya menjauhi pemakaman tersebut sebelum akhirnya tubuhnya berhenti dan membeku ketika mendapati seorang yang sangat tak asing dimatanya. Mata doenya yang sudah cukup besar kini terbuka lebar lagi dan menatap dengan tidak percaya. Senyum yang baru saja ia kembangkan perlahan memudar kembali.

"Kim Jaejoong?"

.

Kedua tubuh itu kini tengah terduduk di sebuah tempat minum tak jauh dari daerah pemakaman yang baru saja Jaejoong datangi. Terasa hening sangat mendominasi keadaan mereka berdua. Jaejoong hanya dapat tertunduk sambil menggenggam secangkir kopi ditangannya tanpa menatap seorang disampingnya.

"Jangan terus menunduk seperti itu, apa aku sebegitu menakutkannya bagimu?" kata seorang disampingnya tersebut

Jaejoong yang mendengarkan hal itu tidak kunjung menegadahkan kepalanya dan tetap menunduk. Sedikit hatinya merasa tercekat setiap kali memikirkan siapa orang yang ada disampingnya kini. Ya, seorang yeoja yang pasti kini telah menjadi pendamping seumur hidup namja yang ia cintai. Tidak. Mata Jaejoong tidak akan pernah siap menatap mata yang dulu amat disenanginya tersebut. Tidak hingga saat ini.

"Ah, kurasa aku benar-benar telah menjadi orang yang sangat menakutkan eoh?" kata yeoja yang adalah Fanny tersebut sambil menatap namja manis disampingnya yang kini bahkan enggan untuk menatapnya

"Jaejoong ah..." kata Fanny kemudian sambil mengulurkan tangannya dan berusaha menggenggam tangan namja tersebut

Jaejoong yang merasakan sebuah sentuhan lembut pada tangannya hanya dapat sedikit melonjak kaget kala mendapatkan perlakuan tiba-tiba seperti itu dari Fanny. Namun ada satu hal yang lebih terasa janggal kini dimatanya. Diambilnya tangan kanan Fanny yang menyentuhnya tersebut dan ditatapnya jari manisnya. Untuk pertama kali akhirnya mata doe itu akhirnya bertemu dengan mata Fanny lagi.

"Dimana cincin pernikahanmu?" kata Jaejoong kala tangannya tidak menatap benda yang ia pikir telah melingkar dijari manis yeoja tersebut

Fanny hanya mendesah kecil lalu tersenyum lebar, "Cincin pernikahan? Kau pikir aku sudah menikah, hum?"

"Tapi seharusnya kau dan..." kata Jaejoong dengan nada yang sedikit ragu

"Kami tidak menikah" kata Fanny menyela pernyataan Jaejoong

"Eh?"

"Aku tidak mau menikahi pria yang mencintai orang lain" katanya lagi

"Tapi..."

"Kim Jaejoong kenapa? Saat itu kau membiarkannya pulang dan membuatnya bertanya tentang tanggal pernikahan? Apa kau tau semua kilatan kesedihan dimatanya itu? Itu membuatku gila setiap kali aku menatapnya" tanya Fanny kini

"Kenapa? Bukankah itu yang kau inginkan? Menikah dengan Jung Yunho, itu kan yang membuatmu hingga melakukan semua ini?" jawab Jaejoong dengan sedikit sinis

Fanny terhenyak dengan pernyataan namja berumur 18 tahun itu. Bagaimanpun memang semua benar adanya. Saat itu, banyak cara yang Fanny lakukan hanya demi agar dirinya dapat menikah dengan Jung Yunho. Namun melihat segala kejadian yang telah terjadi dihidupnya saat itu, semua terasa tidak benar dipikirannya. Jung Yunho dan Kim Jaejoong. Tidak pernah ada sedikitpun letak Fanny untuk berada diantara nama tersebut. Tidak pernah. Apakah namja dihadapannya ini begitu bodoh bahkan hanya untuk menyadari hal sekecil itu?

"Pabo!" pekik Fanny keras dan membuat namja tersebut terlonjak kaget

"Kenapa kau begitu bodoh Kim Jaejoong! Kenapa namja bodoh seperti dirimu bisa benar-benar membuat Yunho jatuh cinta! Apakah kau selalu sebodoh ini?!" pekik Fanny lagi

"Ya! Kenapa kau menyebutku bodoh?! Bukankah kau yang bodoh? Kenapa kau tidak menikahi Yunho saat aku memberimu kesempatan! Ah anni, kesempatanmu selalu terbuka. Aku dan Hyung adalah adik dan kakak, bukankah itu kenyataan yang membuat kesempatanmu semakin melebar?!" pekik Jaejoong tak mau kalah karena tersulut emosi

"Kau yang bodoh! Tidak pernah! Sedikitpun! Ada darah yang sama mengalir dalam darahmu dan Yunho!" pekik Fanny yang kali ini membuat Jaejoong tercengang dan melebarkan matanya

Dikerutkannya kening Jaejoong sambil disematkannya senyum seujungnya pada Fanny menandakan kebingungaannya yang amat sangat. "Apa maksudmu?" katanya kemudian

"Kau bukanlah adik kandung Yunho. Kalian benar-benar berbeda, ayah kalian tidak pernah sama" kata Fanny yang sukses membungkam Jaejoong dan membuat namja manis itu kembali menundukkan kepalanya

"Jaejoong ah, kenapa kau melakukan semua ini? Kenapa kau mengucapkan selamat tinggal pada orang yang jelas-jelas kau cintai hum?" tanya Fanny kini dengan lebih lembut seraya kembali berusaha menggenggam tangan Jaejoong

"Aku hanya...ingin agar tidak ada yang tersakiti lagi" jawab Jaejoong dengan sedikit berbisik

"Kau tau? Setiap pilihan pasti akan membuat seseorang tersakiti. Tau kah saat ini banyak orang yang mengkhawatirkan dirimu karena kau terlihat sangat menyedihkan kini? Bahkan Taeyeon Oemma berkata tidak dapat berbuat apa-apa lagi demi mengembalikan binar yang sama dengan matamu. Kau menyakiti dirimu, sama dengan menyakiti diri orang yang menyayangimu" kata Fanny kemudian

"Kau tau? Yunho menanggung pengobatan Hyun Joong Appa tanpa bantuan dariku? Kau tau? Dia bahkan menjadi pegawai rendahan lagi diperusahaan demi agar tidak bergantung padaku? Kau tau? Bahkan semua tindakan yang dilakukan oleh Jung Yunho selama setahun ini hanya demi agar membahagiakanmu! Tapi melihatmu yang tadi melebarkan senyum palsu seperti itu, bagaimana bila kau berhadapan dengannya nanti huh?"

"Kim Jaejoong, egoislah sedikit. Bahagiakan dirimu. Karena yang mengetahui keinginan terbesar dalam hidupmu hanyalah dirimu sendiri. Saat orang yang menyayangimu melihatmu bahagia, semarah apapun mereka, pasti mereka akan tersenyum bersamamu bukan?"

Jaejoong masih terdiam dan memikirkan kata-kata Fanny yng begitu mengenai hatinya. Apakah benar kata Fanny? Ia adalah namja yang bodoh? Apakah keputusan yang ia ambil saat itu benar-benar malah menambah derita orang-orang yang disayanginya? Kim Jaejoong, ternyata kau benar-benar bodoh!

"Jung Jaejoong, selamat tinggal" terngiang kata-kata Yunho saat terakhir kali mereka bertemu

"Seandainya saja kata itu tidak pernah kuucapkan, sampai saat ini, kau masih bersamaku kan?" batin Jaejoong memikirkan sekilas sebuah keinginan yang benar-benar tersimpan dalam kepalanya

"Kim Jaejoong, apa yang kau inginkan saat ini?" tanya Fanny lagi

"Aku..."

oOSayonaraOo

Jaejoong membawa sepedanya disampingnya sementara kakinya terus melangkah dengan sedikit pelan. Nafas berat terus saja ia hembuskan setiap kali perkataan Fanny saat itu terngiang dalam kepalanya. Tentang dia dan Yunho yang bukan adik dan kakak, tentang Fanny yang tidak jadi menikah dengan Yunho, kesedihan Taeyeon Oemma, dan,

"Bahkan semua tindakan yang dilakukan oleh Jung Yunho selama setahun ini hanya demi agar membahagiakanmu!"

Jaejoong menatap sepeda yang kini tengah dibawanya. Sepeda yang diberikan oleh Yunho padanya. Tepat seperti kata-katanya saat itu, saat Fanny kembali dan urusannya dengan Jaejoong sudah selesai, dia akan membelikan sepeda baru. Dan ini adalah sepeda yang mereka pilih berdua saat itu. Yah, saat urusan Jung Yunho dan Kim Jaejoong selesai, hanya saja, kini Jaejoong merasa urusannya dengan Yunho belumlah selesai. Urusan Jung Yunho dan Jung Jaejoong, belum selesai.

"Hyungie, apa aku benar-benar salah? Setelah semua ucapan selamat tinggal itu, bolehkah aku menyapamu lagi?" tanya Jaejoong pada dirinya sendiri

Jaejoong kembali menghela nafasnya berat ketika dirinya baru saja memikirkan hal yang terasa mustahil bagi dirinya. Yah, terasa sangat mustahil karena bahkan sudah setahun sejak kejadian itu dan ia belum pernah sekalipun melihat hyungie kesayangannya itu lagi.

Jaejoong terus menundukkan kepalanya sambil melangkahkan kakinya seraya menuntun sepedanya tersebut hingga tidak menyadari mobil yang terparkir sempurna kini ada dihadapannya.

DUK! Sebuah bunyi keras terdengar ketika ban sepeda milik Jaejoong menabrak bemper belakang mobil yang ada dihadapannya tersebut .

"Ish, dasar brengsek! Siapa yang memakirkan mobil dijalan umum seperti ini!" rutuk Jaejoong pada mobil yang telah membuat ban sepedanya 'terluka'

"Ya! Bukankah sudah jelas itu bahu jalan!" kata suara lain yang menyaut rutukannya

DEG! Dadanya berdetak. Kencang dan membuat aliran darahnya berdesir dengan tidak karuan. Bukan karena Jaejoong takut karena tengah tertangkap basah tengah mencaci-maki pemilik mobil itu, tapi, suara yang baru saja menyaut rutukannya itu adalah suara yang sangat ia hapal. Sangat hapal, walau setahun ini sudah tidak menyapanya lagi.

Ditengoknya kepalanya menghadap samping kirinya.

DEG! Disana.

DEG! Dia disana.

DEG! Itu dia.

DEG! Jung Yunho.

.

Yunho menatap namja disebrangnya tersebut. Ditatapnya wajah yang kini tengah tercengang tanpa berkedip sedikitpun itu. Sangat lucu, sangat menggemaskan, dan membuat senyum diwajah Yunho semakin tak tertahankan untuk bersembunyi lagi. Yunho merindukannya. Namja ini merindukkannya. Merindukkan namja yang kini tengah menggenggam sepeda pemberian darinya. Merindukan namja yang dengan hangat ia panggil 'Jongie'.

Dilangkahkannya kakinya dengan gegabah dan membawanya menuju namja yang kini masih menatapnya dengan pandangan kebingungan itu.

"Setiap terdengar kata 'Selamat Tinggal', kita hanya perlu mengatakan 'Hallo' untuk memulai sesuatu yang baru" kembali terngiang perkataan Soo Jin yang menyentil hatinya itu

"Jung Yunho, Apa yang paling kau inginkan saat ini?"

"Yang aku inginkan saat ini, adalah Jongieku!"

Langkahnya semakin mendekat pada seiring dengan mata doe dari namja manis didekatnya yang semakin melebar tersebut. Direntangkannya tangannya untuk kemudian mengambil tubuh mungil namja manis tersebut dan dipeluknya dengan erat.

Lagi.

Tercium lagi wangi vanilla yang benar-benar dirindukannya.

Terengkuh lagi badan mungil yang selalu memenuhi pelukannya.

Terasa lagi kehangatan yang selalu mengisinya.

"Hai, Lama tak bertemu, Kim Jaejoong" kata Yunho kemudian membuka percakapan diantara keterdiaman mereka

Jaejoong masih terdiam tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi dalam beberapa detik yang lalu. Namun harum manly ini, pelukan erat ini, dan semua kehangatan yang menyatu dengan tubuhnya membuatnya tersadar bahwa ini bukanlah mimpi. Ini nyata, dan yang tengah memeluknya kini adalah orang yang paling dinantinya selama setahun ini.

"Kim Jaejoong, apa yang kau inginkan saat ini?"

"Yang aku inginkan saat ini, adalah Hyungku!"

Jaejoong perlahan melepas genggamannya pada sepedanya dan membalas pelukan namja yang kini tengah memeluknya itu erat

"Aku merindukanmu" kata Jaejoong membalas ucapan Yunho

"Aku juga, aku sangat merindukanmu" kata Yunho sambil mempererat pelukan mereka

"Jangan pergi" kata Jaejoong lagi sambil menenggelamkan kepalanya pada dada Yunho

"Tidak. Aku tidak akan pergi kemanapun. Tidak akan walau kau memintaku untuk pergi seperti dulu" kata Yunho lagi mempererat pelukan mereka saat merasakan getaran pada bahu Jaejoong. Ia menangis.

Yunho membuka jarak dintara mereka dan melepaskan pelukan mereka untuk sesaat. Ia menatap wajah itu. Dalam setahun sepertinya memang tidak ada perubahan yang berarti kecuali kata-kata Jaejoong yang semakin kasar hehe. Tidak, semuanya masih tampak sama, kecuali mata yang tampak sedikit berair kini dan hidung yang memerah karena menangis sedikit tadi.

Ah~ Yunho sangat merindukkannya. Terlalu merindukkannya. Amat merindukkannya.

"Kim Jaejoong"

"Hm?"

"Jung Jaejoong"

"..."

"Jongie ah"

"..."

"Saranghae"

Tidak ada jawaban. Hanya tatapan datar dan penuh arti dari Jaejoong. Jujur saja, saat tadi Yunho kembali memanggilnya dengan nama Jung Jaejoong dadanya cukup bergetar dan semakin bergetar kala panggilan Jongie turut terucap. Tapi jantung Jaejoong berhenti sejenak kala kata itu benar-benar terdengar ditelinganya dan kembali diucapkan oleh namja dihadapannya.

Yunho terdiam. Ia gugup karena Jaejoong tak kunjung membalas pernyataan cintanya. Sejenak hatinya berdetak tak nyaman. Apakah Jaejoong sudah tidak mencintainya lagi? Setelah setahun, walaupun tak ada yang berubah secara fisik, apakah hati namja kesayangannya ini sudah berubah?

"Maaf, aku..." kata Yunho yang merasakan aura tidak enak diantara mereka berdua

"Nado" sanggah Jaejoong tiba-tiba

"Eh?"

"Nado saranghae. Nado sarang, Yunnie ya" kata Jaejoong sambil tersenyum engan rona merah diwajahnya kemudian

Yunho yang tadinya sempat cemas karena Jaejoong yang tak kunjung menjawab kini merasakan seperti jantungnya hendak meledak kala Jaejoong kembali memanggilnya dengan nama kesukaannya. Dipersempetnya jarak diantara mereka lalu disibakkannya sedikit poni Jaejoong yang mengganggu dan lalu dibawanya kening tersebut dan dikecup perlahan oleh Yunho. Begitu lembut dan hangat hingga membuat rona merah diwajah Jaejoong semakin tampak.

Yunho melepaskan kecupan tersebut dan menatap rona wajah namja dihdapannya tersebut. Lagi, seperti kepiting rebus, padahal ia baru hanya mencium keningnya saja hihi. Diambilnya lagi kepala Jaejoong dan kali ini dibawanya bibir cherry itu menuju bibir hati Yunho dan menguapkan kerinduan diantara mereka berdua.

Jaejoong yang merasa kaget akibat kedua perlakuan tiba-tiba Yunho itu hanya dapat melebarkan matanya sambil menikmati permainan Yunho yang sejak dahulu selalu memabukkannya. Dipagutnya bibirnya perlahan dibalas juga dengan lembut oleh Jaejoong seraya melupakan semuanya. Semua dimasa lalu. Sudah setahun, dan semuanya telah membaik. Semuanya.

Ketika semua kata selamat tinggal yang telah terucap menjadi masa lalu.

Kini, kata 'Hai' telah terucap dan lembaran baru telah terbuka.

Dan waktu yang terhenti telah kembali berdetik.

"Selamat tinggal" hanyalah sebuah kata untuk perpisahan dan perpisahan bukanlah akhir dari segalanya.

END

A/N: okeeee mungkin endingnya masih sangat gajeee dan terlalu cepat. Maaf yaaah karena ini dibuat memang dengan waktu yang singkat hihihi jadi maafkan atas segala ke-typo-an cindy. Typo itu manusiawi :D *alibi wkwkwkw

Karena pada ga suka end yang kemaren jadi sekarang endingnya begini, gaje gapapa ya? Hehehe . Kecup sayang untuk semua para Readers yang udah mau membaca cerita lieur ini :** Aku sayang kalian semuaaaaaaaa . Tunggu karya Cindy selanjutnya yah! Semoga kalian suka! :D