Xúnzhǎo Xìngfú

.

(4) – Evil Melody

Author : Jonanda Taw

Main Cast : Kris Wu and Huang Zitao

Genre : Damn I love ANGST. Actually, Romance too.

Rated : T

Warning : Typo(s), OOC, AU, MPREG

(by the way, ada adegan SMUT di chapter ini)

Disclaimer : EXO belong to God. Story is mine.

.

Happy reading…

.

.

.


Tao tidak tahu persis apa nama bunga yang ia perhatikan sekarang. Warnanya putih, kuncupnya seperti salju, dan ia lebih nampak seperti rumput-rumputan.

Sebenarnya ia bisa bertanya pada Kris, tapi…. Tidak.

Ia masih ngeri terhadap kejadian dua minggu lalu. Bahkan Tao benar-benar yakin mereka tidak bertegur sapa dalam kurun waktu tersebut. Hanya mata mereka yang sesekali saling menatap, tapi bibir sama-sama terbelenggu.

Chanyeol pernah bertanya padanya, apakah ia dan Kris sedang bertengkar hebat atau malah putus. Dibilang bertengkar, mungkin ─Tao tak tahu apakah Kris menganggap mereka bertangkar atau dia juga sama-sama canggung untuk memulai pembicaraan seperti Tao─, yang jelas mereka tidak putus. Bukankah Kris dan Tao tak punya sesuatu yang mengikat mereka berdua?

Detik berganti menit, menit berubah menjadi jam, jam bertransformasi menjadi hari, dan hari-hari menjelma menjadi minggu. Dua minggu. Selama itulah Tao memendam rasa bersalahnya, ia masih belum menemukan waktu yang tepat untuk minta maaf. Kris jauh lebih sibuk dari hari-hari sebelum itu terjadi. Berangkat saat matahari belum menyapa Beijing, Tao ingat ia selalu kehilangan satu buah apel hijau dari kulkas. Lalu Kris akan pulang antara pukul lima sore hingga tujuh malam. Tidak pernah lebih atau kurang. Ia akan mengunci diri dalam kamar keramat miliknya hingga keesokan hari.

Baekhyun yang sedang hamil sepuluh minggu,─mereka baru tahu Baekhyun hamil minggu lalu─ secara tidak sadar memberinya jalan keluar dari penyesalan berkepanjangan. "Tao, kau mau menggantikanku bekerja?"

Si Huang menoleh, mendapati Baekhyun di sebelahnya sedang berdiri sambil membawa jus melon.

"Chanyeol melarangku bekerja lagi, katanya aku terlihat lemah. Ia takut ada apa-apa terhadap bayiku. Kau keberatan?" Ia berkata cepat lalu segera meminum jusnya.

Tao tahu, Chanyeol selalu khawatir terhadap keadaan Baekhyun. Apalagi sejak Baekhyun mengandung buah cintanya. Ia masih ingat ketika orang tua Baekhyun datang ke rumah untuk melihat-lihat, apakah anaknya bisa hidup tercukupi lahir-batin jika tinggal bersama Chanyeol.

"Memangnya apa yang harus kulakukan di tempat kerjamu?" Tao bertanya sebelum ia salah memilih pekerjaan sambilan.

"Hanya menjadi kasir. Waktu kerjanya cuma setengah hari, jadi kau masih bisa bekerja di rumah. Bagaimana?"

Tao tidak perlu membuang banyak waktu untuk berpikir. Ia mengangguk pelan dengan mata sendu yang pura-pura tersenyum. Mungkin lebih baik jika ia semakin jarang bertemu Kris. Mungkin lebih baik ia menyakiti hati sendiri saat ini.


.

.

.

Banyak orang bilang Tao tidak hidup dalam kisah nyata. Kisah dimana Tuhan yang menulis jalan ceritanya sendiri. Tao sadari, alur yang ia lalui lebih terlihat seperti drama picisan dengan rating rendah di televisi lokal. Sayangnya, drama itu tak bergenre komedi dengan setiap kekonyolan atau keceriaan, ia malah terjebak dalam drama penuh tangis haru penderitaan yang baginya tiada akhir.

Satu yang menjadi puncak adalah ketika ibu tersayangnya meninggal karena digerogoti AIDS bertahun-tahun, Tao bahkan tidak tahu ibunya menderita penyakit mengerikan itu. Masih beruntung ia sehat-sehat saja.

Tao pikir, bertemu dengan Kris yang sangat super duper baik hati kuadrat sekali bisa mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Iya, memang. Kehidupannya jauh lebih menyenangkan walaupun ia tidak punya uang sebanyak dulu. Tapi bertengkar dengan Kris rasanya seperti masuk neraka paling dasar. Menjengkelkan.

Jadilah ia disini sekarang. Berada di belakang meja kasir dengan apron coklat bergambar cupscake yang tersenyum.

Sudah tiga hari ini ia benar-benar tidak bertemu Kris. Ketika ia pulang, Tao selalu ada di Cutie Magie, tempat ia bekerja paruh waktu sekarang. Sedikit-banyak ia merasa lega karena tidak bertatapan dengan mata elang itu lagi, tapi cemas mengendap karena saat Tao bertanya pada Chanyeol ataupun Baekhyun mengenai keadaan Kris setelah ia bekerja, mereka bilang Kris tidak pernah menyentuh makanan yang sudah Tao siapkan untuknya. Makanan-makanan itu mendarat dengan mulus di perut Baekhyun yang akhir-akhir ini selalu kelaparan tapi tetap muntah-muntah saat pagi.

Victoria, sang pemilik kedai sekaligus koki, membalik papan bertuliskan "Open" menjadi "Close", pertanda sudah waktunya Tao pulang. Dia wanita baik, punya satu anak yang masih berumur empat tahun di umur muda. Sejak bertemu dengannya, Tao jadi tahu tidak semua wanita yang punya anak di masa muda punya kehidupan yang rumit. Lihatlah Victoria, ia bisa mengurus kedai mungilnya di tengah kesibukan menjadi istri dan ibu.

"Apa hari ini kau merasa lelah, Tao?"

Tao melepas apronnya, melipatnya dengan rapih dan tersenyum menggeleng. "Aku tidak pernah merasa lelah bekerja di sini. Rasanya menyenangkan."

Satu-satunya pelayan di Cutie Magie, Amber yang tomboy, melemparkan apron lusuhnya pada Tao dan ia tahu apa maksud wanita yang satu tahun lebih tua darinya itu.

"Amber, jangan menyuruh-nyuruh Tao melipat apronmu lagi!"

"Tidak apa-apa," Tao membela. "Menjadi satu-satunya pelayan lebih melelahkan daripada menjadi satu-satunya kasir."

Victoria mendengus.

Limabelas menit kemudian Tao dan Victoria bersepeda beriringan untuk pulang ke rumah masing-masing. Rasanya sungkan jika ia menolak ajakan bosnya.

"Jadi Tao, kau masih sekolah?"

Tao menggeleng, tersenyum.

"Satu kampus dengan Baekhyun?"

"Tidak," Tao menggeleng lagi. "Aku serumah dengan Baekhyun sejak dia hamil."

Tao melirik ke arah Xiaozi, putri Victoria yang setengah tertidur di boncengan belakang sambil memeluk perut ibunya. "Sifatnya berbeda sekali denganmu."

"Ya," Victoria tersenyum, "dia mirip sekali dengan ayahnya."

"Benarkah?" Tao mengangkat alis.

"Hangeng adalah orang yang dewasa walaupun cukup sanguinis."

Tao menoleh dengan raut wajah bingung. "Sa… apa?"

"Sanguinis," Victoria mengulang, "seseorang yang aktif dengan keinginan baja."

Selanjutnya Tao hanya ber-'oh' pelan.

"Aku dan suamiku sangat berbeda dengan banyak hal. Ia suka bermain catur, aku suka berkebun. Ia suka bekerja di antara kubikel-kubikel dan tumpukan arsip, aku suka bekerja secara bebas, contohnya memiliki kedai cupscake. Ia begitu kaku, dan kurasa aku cukup romantis." Victoria tertawa.

Begitu pun Tao.

"Apa kekasihmu juga begitu?"

Tao berpikir lama. "Aku tidak punya kekasih."

Mereka berhenti sejenak untuk menunggu lampu penyeberangan berubah menjadi hijau untuk pelajan kaki dan pesepeda. Beijing nampak sepi daripada biasanya, karena itulah Victoria dan Tao lebih leluasa berbicara kala itu.

"Kupikir kau tampan Tao, cukup mustahil tidak ada yang menaruh rasa padamu."

Tao menyunguhkan senyum sambil menatap lekat-lekat pedal sepedanya. Victoria tidak mengetahui apapun tentang jati dirinya yang dulu, pantas ia berbicara seperti itu. "Mungkin belum saatnya."

"Ya, cinta datang di saat yang tidak terduga."

Sebuah truk pemadam kebakaran lewat dengan suara sirine kencang yang memekakkan telinga, membuat perbincangan mereka berdua terhenti sejenak. "Kuharap tidak ada yang meninggal," Victoria bergumam lirih.

""Victoria jiejie?" Tao memanggil.

Victoria menoleh dan rambutnya yang terurai tertiup angin malam. Indah. "Ya, Tao?"

"Bisakah kau menceritakan kisah cintamu? Aku penasaran."

Lampu penyeberangan menjadi hijau dan mereka mulai mengayuh lagi bersama beberapa pesepeda lain, pejalan kaki tentu saja tertinggal di belakang.

"Kenapa seperti itu?" Victoria bertanya dengan sebelumnya tertawa pelan.

"Ehm," Tao terlihat ragu, "aku hanya heran bagaimana dua orang dengan watak berbeda bisa menikah dan hidup bahagia seperti kalian."

Victoria suka sekali tersenyum, ia kembali tersenyum sebelum memulai dongengnya. "Jadi begini, aku dan Hangeng kuliah dalam satu universitas. Dia di jurusan marketing, sedangkan aku masuk jurusan memasak. Lalu, begitulah, cinta lokasi. Memang sulit sekali memahami orang dengan watak sepertinya. Terkadang kaku, tapi dia punya jiwa yang manis. Hal sederhana yang bisa kita lakukan ketika orang seperti itu sedang dalam mood kurang baik hanyalah 'percaya pada perasaan', bahwa kita harus menerima ia apa adanya dan menyelam ke hati paling dasar untuk menemukan alasan kenapa kita tak bisa protes saat masa-masa moody itu terjadi. Sampai saat ini pun aku masih belajar melakukannya."

"Maksudmu moody seperti apa?"

"Hmm… mungkin seperti ketika ia marah-marah tanpa alasan jelas dan rasanya kita susah sekali untuk meminta maaf karena kita tak tahu sebabnya."

Hening.

Inilah masalah yang Tao alami.

"Jadi, harus 'percaya pada perasaan'?"

Victoria mengangguk dan menatap lurus ke depan. "Kurang lebih seperti itu. Harus paham terhadap perasaan sendiri. Sampai saat ini aku tidak bisa menemukan alasan yang lebih logis selain cinta."

Tao merasa pipinya disengat matahari kala itu juga. Hangat. Padahal saat ini malam, bulan saja tertutup awan.

Victoria dan Tao segera berpisah pada simpangan selanjutnya. Tao harus segera berbelok dan Victoria menunggu penyeberangan lagi. Dalam perjalanan, Tao bertanya pada hati kecilnya sendiri. Sedasar-dasarnya potongan hati yang ia miliki. Pertama, apakah ia jatuh cinta? Tao masih tidak tahu, yang jelas, rasanya asing.

Kedua, kenapa ia malah tidak marah ketika Kris berusaha mencekik lehernya? Ehm… itu… mungkin karena Tao juga merasa menyesal telah mencakar punggung Kris sebelumnya. Penyangkalan yang cukup masuk akal.

Ketiga, siapkah ia untuk meminta maaf pada Kris dalam waktu dekat ini? Tao kembali tidak tahu.

Pemikiran-pemikiran tentang perasaan pribadi itu terus berlanjut hingga ia sampai di rumah, selesai memarkir sepedanya dan meletakkan sepatunya ke rak sepatu, tepat di sebelah sepatu kerja Kris. Pria yang memenuhi otaknya sedari tadi itu ada di tangga, beranjak turun sambil membawa gelas kosong dengan embun yang membasahi sisi luarnya.

Mereka berhenti bergerak, saling menatap satu sama lain, lama. Ingin rasanya Tao berpaling tapi ada mantra hipnotis yang melarangnya melakukan hal itu. Ia berpikir, mungkin sebuah sapaan kecil akan melumerkan suasana yang canggung.

"Hai…"

Kris mematung beberapa detik, lalu berkedip dan menggeleng pelan seolah meyakinkan diri bahwa Tao hanya segumpal angin tak berbentuk dan tembus pandang. Bagai menganggap Tao hanya ilusi yang bisa dihilangkan oleh segenap keyakinan. Ia berjalan lagi, menuruni tangga satu per satu dengan kaki-kaki panjangnya dan melewati bahu ringkih itu.

Bahu ringkih yang bergetar untuk menahan tangis.


.

.

.

Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada meminum berbotol-botol Pilsner dan Brendi sambil menghabiskan berpak-pak rokok dalam semalam. Kris selalu bersyukur ia bukan tipe orang yang gampang mabuk. Ketahanan tubuhnya terhadap alkohol terbilang tinggi, dan ia menyukai sensasi ketika minuman keras itu meluncur masuk ke tenggorokannya setelah sebelumnya menghisap kepulan asap rokok.

Ia stress, bisa jadi.

Seorang petinggi pemerintah di Tongzhou melakukan korupsi biaya pembangunan badan jalan dan publik tidak tahu. Darimana ia dan Chanyeol yang menjadi partnernya bisa tahu hal itu? Ini rahasia, yang jelas orang itu sudah mati di tangannya yang kotor. Alasan kedua ia bisa menjadi mayat hidup saat ini adalah Tao menghilang dari pandangannya. Ia selalu ada di luar rumah untuk bekerja saat Kris pulang ke rumah, dan pagi-pagi sekali ia harus segera berangkat kerja untuk mengurusi pembukaan cabang baru butik milik ibunya di Guangzhou, tempat Kris dilahirkan. Sudah adatnya untuk berangkat lebih pagi daripada pulang larut malam.

Sekitar satu bulan minim komunikasi dengan Tao. Luar biasa. Ia mulai merindukan siluetnya sedang memotong sayuran menghadap jendela yang disinari matahari, ia mulai merindukan sosoknya yang berkeringat sambil membersihkan lantai dengan vacum cleaner, ia mulai kehilangan aroma Tao di selimut pria yang lebih muda itu.

Ini gila. Tapi Kris membutuhkan Tao tetap di dekatnya, persetan dengan kecanggungan yang timbul akhir-akhir ini.

Kris sadar rasa membutuhkan itu sudah berkembang menjadi monster bernama cinta. Ia tahu dan paham akan hal itu. Hal yang membuatnya tidak segera meminta Tao menjadi kekasihnya bukan hanya pertimbangan pekerjaan Tao sebelumnya, penjaja diri. Beberapa tahun lalu, saat ia masih duduk di bangku kuliah, adalah masa-masa pertamanya menjadi seorang biseksual. Penyuka sesama maupun beda gender. Jika keputusan meninggalkan kekasih pria pertamanya dulu adalah hal yang benar walau susah dilakukan, bukankah percuma jika ia kembali mencintai laki-laki kali ini?

Pilsner dan Brendinya habis, tinggal sisa-sisanya di dasar-dasar gelas. Ketika ia mencoba menjangkau air es yang biasanya ada di meja nakas, Kris meneguknya hingga tak bersisa dan ia masih merasa haus. Demi Dewa Neptunus, ada apa dengan tenggorokannya?

Kris berjalan dengan gelas di tangan, keluar dari kamar dan menuju kulkas untuk mengambil air minum lagi. Ia ada di anak tangga teratas ketika ia mendengar suara pintu utama dibuka. Bisa ditebak orang yang membuka pintu itu adalah Tao, Chanyeol dan Baekhyun sudah tidur sejak Kris belum pulang. Tebakannya benar.

Mereka berhenti dan mematung, saling mematut diri pada bola mata satu sama lain. Kris tidak akan menolak jika disuruh menatap mata eksotis itu lama-lama, ia menyukainya. Kris menyukai setiap jengkal tubuh dan segalanya yang ada pada Tao, apapun itu.

Kris gila.

Kris gila.

Kris gila.

Kris gila ketika pemikiran tentang mata dan tubuh itu semakin menjalar kepada hal-hal kotor lain. Bagaimana rasanya mencicipi tubuh dengan liuk yang memesona itu?

Akhirnya ia menggeleng pelan dan mencoba menganggap Tao bukan apa-apa, bukan sesuatu yang harus ditelanjangi. Saat ia kembali berjalan dan mengacuhkan sapaan Tao, melewati laki-laki itu, ia tahu Tao menahan tangis.

Kris hanya takut jika ia berbalik dan kembali menatap Tao, cinta itu akan semakin menjadi monster paling mengerikan di muka bumi.

Kris kembali ke kamarnya dengan segelas air putih dingin serta membawa sebotol yang lain. Tao sudah tidak ada di tempatnya, mungkin sudah masuk ke kamar. Ia sudah berada di lantai dua, ujung anak tangga, yang harus Kris lakukan adalah tinggal berjalan ke arah kiri dan masuk ke kamarnya. Tapi ia melakukan kebalikannya, menuju kamar Tao.

Pintunya tidak dikunci, sedikit terbuka dan Kris bisa mengintip. Tao memunggunginya, duduk di tepi ranjang dengan wajah tertutup bantal. Dadanya naik-turun seperti kehilangan oksigen, tentu, bagaimana ia bisa mudah bernafas jika wajahnya ditutupi seperti itu?

"Apa salahku, Kris?"

Tao mengucapkannya keras, sayangnya hampir seperti gumaman tanpa arti karena si bantal putih persetan yang menutupi wajahnya. Kris mengangkat wajah dan menatap punggung itu tajam. Andai Kris adalah Superman, bisa saja punggung Tao jadi berlubang karena tatapan mengerikan yang ia berikan.

"Kenapa kau jahat sekali?" Tao bertanya lagi. Kali ini menjauhkan wajah dari bantalnya dan memukul-mukul benda itu seperti anak kecil yang ngambek tidak diberi susu.

Ada rasa bersalah yang besar ketika ia berusaha mengacuhkan Tao dari hari ke hari. Kris tidak bisa menjelaskan bagaimana ia bisa melakukan hal itu, ─hampir membunuh Tao dengan tangannya dan mengata-ngatai Tao hanya karena disinggung mengenai ibunya. Ia memang sadar kala itu, tapi emosinya menjadi tak terkontrol dan semua terjadi begitu saja. Meminta maaf tanpa penjelasan sama saja dengan omong kosong.

"Maaf, Kris…"

Kris tidak suka rintihan itu.

"…aku takut, aku takut…"

Apa yang kau takutkan, Cantik?

"…kurasa…"

Satu yang Kris sukai dari Tao adalah kebiasaan monolognya. Bisa dipastikan itu semua adalah kejujuran.

"…aku mencintaimu, Kris."

Bisa Tao menulangnya lagi? Apa Kris lupa mengorek kuping minggu ini? Tao… benarkah?

"Maafkan aku," Tao berucap lagi tanpa sadar bahwa orang yang ia mintai maaf sedang mengintip dan menguping dari luar kamarnya.

Kris kembali kehilangan kendali tubuhnya. Ia tidak tahu bagaimana bisa, tapi disinilah ia sekarang. Memeluk Tao dari belakang, merekatkan jemari mereka bagai tangan Tao memang diciptakan untuknya, dan mengatakan satu kalimat paling bodoh yang ada di dunia, "Aku juga mencintaimu, Tao."


.

.

.

Tao merasa otot jantungnya melemah dan aliran darah dari bilik kanan menuju paru-parunya tersumbat. Oksigen seakan punah dari alam semesta saat Kris yang entah datang darimana sudah ada dibelakangnya, memeluknya, menggenggam jemarinya, membisikkan kalimat fantasi yang tak pernah Tao bayangkan.

"Aku juga mencintaimu, Tao."

Ada perasaan sesal yang aneh menyelimuti batinnya. Tidak seharusnya ini terjadi. Salah!

"Jangan…" Tao mendesis lirih. Tak membalas genggaman tangan Kris, menutup matanya rapat-rapat seolah masuk ke dalam mimpi yang jauh lebih buruk dari semua mimpi buruk.

Kris tak melepas pelukannya tapi ia bergeming pada posisi itu. "Kenapa?"

Tao menggigit bibir ragu, takut, bingung menjadi satu kesatuan yang utuh, mengendap dalam pikirannya. "Kumohon…"

Pria itu kembali menangis. Namun tak ada suara yang mengalun. Ia hanya takut jika Kris menaruh keseriusan pada ucapannya, pelangi tak akan memiliki tujuh warna lagi. Tao takut matahari menjadi segitiga, bulan menjadi semerah darah, dinosaurus kembali hidup dan rombongan alien menyerang bumi tanpa aba-aba.

Semua hancur. Mimpi-mimpi kecilnya hancur dengan tak terkendali dan tak ada yang bisa menghentikannya.

Kris memberi satu kecupan di bahu Tao yang terbuka dan pria itu terkaget, secara refleks balik mengeratkan tangannya pada genggaman Kris. "Katakan padaku," Kris menuntunnya untuk mengaku secara lembut, "ada apa?"

"Ini tidak benar."

"Apa yang tidak benar?"

"Kau dan aku, ini semua salah."

Selanjutnya, kesunyian yang pekat menyelimuti mereka dan udara menjadi jauh lebih dingin. Tak ada suara apapun selain helaan angin, dan sebait melodi iblis menggema merasuki gendang telinga Kris yang cukup mabuk kala itu. Ia mengeratkan pelukannya dan memberi instruksi ringan, "Rasakan aku."

Tao yang mengira Kris akan mundur setelah menerima penolakan darinya tersentak dan tak tahu harus menjawab apa.

"Rasakan aku, maka kau akan tahu jawabannya."

"Bagaimana caranya?" Tao bodoh, memang. Ia mengetahuinya secara pasti.

Kris membuat sebuah kecupan ringan lagi. Sentuhan lembut antara bibir yang sedikit demi sedikit diliputi nafsu yang memburu. Bola kristal bak angkasa dalam rongga kepala Kris menelanjangi tubuh Tao tanpa henti. Inchi demi inchi, tak melewatkan satu detail pun.

"Apa yang kau lakukan?" Tao mempertanyakan itu dalam nada takut bercampur malu.

Pria yang ditanya tak menjawab dan lama kelamaan kecupan-kecupan itu berubah menjadi liar. Tangan-tangan nakal itu merobek semua penghalang. Mata penuh gairah itu semakin meneliti dengan rinci. Hasrat dua insan itu melebur dan Tao serta Kris harus siap dengan segala konsekuensi karena melewati batas yang mereka buat sendiri.

Rapalan doa iblis semakin meninggi, menukik, membuat falseto yang indah dan membawa hawa hangat memasuki ruangan. Tao akan berusaha mengingat malam ini, walau semua bukan kali pertamanya. Ketika Kris perlahan memasukkan bagian dirinya ke dalam tubuh sang pujaan hati, kembali membisikkan kalimat-kalimat roman beserta lenguhan nikmat yang beradu, ia berhasil merasakan fakta itu.

Kris dan Tao, adalah suatu kebenaran.


.

.

.

"Aku pulang."

Oh Sehun menoleh. Mendapati kekasihnya, Lu Han, berada di ambang pintu kamar mereka sambil melepas rompi CATC yang ia pakai bekerja, pria berusia delapanbelas tahun itu langsung berdiri dari kursi tanpa meng-klik tombol pause di monitop laptopnya. Tak ayal, bunyi burung-burung tak berkaki dalam program permainan Angry Birds masih terdengar walau dalam volume rendah.

"Jangan sekarang, Sehun," Luhan menolak ketika Sehun mulai memeluk pinggangnya, mencium pipinya.

"Kenapa?"

Luhan duduk di kursi yang Sehun tempati tadi. Ia memasukkan sebuah flashdisk biru berlogo CATC dan membuka folder-folder pekerjaannya. "Pembunuhan baru. Ditemukan setelah meninggal kurang-lebih 20 jam pada siang tadi. Latar belakang masih seorang pejabat pemerintahan."

Sehun mendekat ke monitor. Kepalanya tepat berada di samping kepala Luhan dan ia bisa mencium wangi soft-jasmine bercampur keringat dari tubuh kekasihnya. "Kau pikir pelakunya sama?"

Luhan memutar kursi, menatap tepat di mata sipit Sehun yang jauh lebih muda darinya. "Pemerintah seakan terkena wabah, dan BUZZ! Mati. Kemungkinan 70% pelakunya sama, setidaknya satu otak yang sama. Tak pernah ada sejarah yang mengatakan, limabelas pejabat di China mati terbunuh dalam kurun waktu satu tahun."

Sehun mengangguk mengerti sambil mengambil gelas plastik berisi bubble-tea persik di atas meja. "Suasana hatimu memburuk karena berkabung?" Ia bertanya, menyeruput minumannya.

"Oh, ayolah," Luhan mendesah. Ia berdiri dan keluar kamar. Sehun mengikuti di belakang. "Kepala Distrik Beijing mengatakan, jika ada satu pembunuhan serupa terjadi dalam waktu dekat ini, kasus ini dianggap sebagai Kasus Tingkat Satu."

Sehun bersandar pada tembok saat melihat Luhan mengambil air minum, meminumnya sampai habis. Ia bahkan menatap tetesan air pada dagu Luhan penuh rasa ingin. Pandangan menelanjangi. "Kau selalu membenci Kasus Tingkat Satu, Cantik."

Luhan tersenyum menggoda. Ia mendekat ke arah Sehun yang melempar gelas plastiknya ke tempat sampah di ujung ruangan. "Kasus Tingkat Satu membuatku sibuk, Tampan," Luhan membalas. Tangannya liar menelusuri dada Sehun dengan gerakan agresif yang lembut. "Siapa yang akan memberi Sehun kecilku makanan saat aku sibuk?"

Sehun mengangkat alis, mengelus pinggang kekasihnya. "Kau bilang jangan sekarang 'kan?"

Adegan setelahnya? Sudah pasti pria pedofilia cantik itu langsung menerjang si pelajar SMA berandal yang ia bodohi sampai rela kabur ke negeri seberang demi cinta, tepat di bibir.

"You know me so well, Ge."

Luhan tersenyum dan menjauh. Ia membuka dasinya dan menggantungnya sembarangan di leher. Setelah mengambil sekotak susu dari dalam kulkas, Luhan berjalan kembali ke kamar dan Sehun tetap mengikutinya.

"Hey, Lu. Bukankah kau bilang 'Kepala Distrik Beijing', tadi?"

Luhan mengangguk, matanya menatap layar laptop intens dan ada garis noda susu di atas bibirnya.

Sehun mengangkat alisnya sebelah. "Kau bekerja di CATC pusat 'kan?"

"Beijing menarikku masuk," Luhan menoleh, "untuk sementara."

"Kenapa?" Sehun menyeret kursi lain dengan kakinya dan duduk setelah kursi itu berada di samping kursi Luhan.

"Calon Kasus Tingkat Satu."

"Kalian juga yakin ini murni kasus terorisme?"

"Bisakah anak kecil diam?"

Sehun mencibir. "Kau saja yang terlalu tua."

Luhan yang mendengarnya langsung menoleh. "Oh Sehun, aku tahu kau suka sesuatu yang matang."

Sehun tertawa. "Jadi, terorisme dengan modus pembunuhan kepala instansi pemerintahan?"

Orang yang diajak bicara nampak serius. Ia mengeratkan genggaman tangannya sendiri dan menempelkannya di dagu. Mata indah itu masih fokus ke layar yang menampilkan data-data kerjanya yang lain. "Sesuatu yang baru selalu menyenangkan, Sehun. Kau tahu itu."

.

.

.

TUBERKULOSIS


WAKTUNYA TEBAR BALESAN RIPIUUUUU

.

XiuBy PandaTao : Maaf ya :'( Thx ripiunya~

ayulopetyas11 : Udah gakuat nistai Kris, dia aslinya udh nista sih /eh Thx ripiunya~

zhe : Maaf ya lama ._. Udah lulus kok si Tao :3 Thx ripiunya~

Isnaeni love sungmin : Hahaha Kris emang serem kan aslinya /ditabok Thx ripiunya~

Yuseong Han : Jangan sedih :( Aku sedih kalo kamu sedih wkwkwk Thx ripiunya~

jettaome : Sudah lanjut ya sayang :3 Thx ripiunya~

a : ah enggak xD Papa Mama Kris bersatu sampe akhir kok 3 Tapi yang jelas si Om David bakal muncul lagi nantinya wekaweka Thx ripiunya~

91 : Sakit? ke dokter aja /eh Nanti ya dijelasinnya :3 Sekarang baca cerita ini dulu aja, no flashback wkwk. Thx ripiunya~

ajib4ff : Iya :3 Kaya pet sama majikan /mati Thx ripiunya~

IMSyrinx : Iya neng, kerja sambilan si bapake '-' Haha aku juga suka . Kadang aku gasadar, pas baca ulang ceritanya ternyata aku yg nulis hoho Thx ripiunya~

baekhyunniewife : Menang cakar! Desahannya lebih nikmat drpd cekek2an /salahfokus Thx ripiunya~

riszaaa gk login : SAYA ORANG KETIGANYA KAK . /tabok Oke makasih ya :D Tapi kalo saya ikut jadi student exchange keluar ntar saya gabisa ngetik ff lagi huks :'( Thx ripiunya~

panda belang : Jangan nangis dong, kan ada aku /ngek Thx ripiunya~

Nursanita Iman Sari : Sakit hati obatnya apa ya? :( Thx ripiunya~

Guest (1) : Sudah :D Thx ripiunya~

Guest (2) : Kris emang kece tapi nistaaaaa hahaha Thx ripiunya~

Dark Shine : Terharu ada yang nunggu :') Thx ripiunya~

rarega18 : Abis ini keliatan kok kenapa Kris jadi labil gitu hehe Thx ripiunya~

KrisPanda : Sebenernya bukan keluarga sih, dia sensi sama orang tuanya ._. Soalnya ada samting lah :3 Thx ripiunya~

taoris shipperrr : Greget is gut /? Wkwkwk Thx ripiunya~

Sylvia Hildayanti : Sudah apdet kak :D Iya saya ngehamilin Tao /lah Jangan digetok mah si Kris, bakar aja. BAKAR! ._. Thx ripiunya~

aninkyuelf : Welkaaammm :D Udah apdet :3 Thx ripiunya~

oraurus : Ini sudah ku update ^^ Thx ripiunya~

.

.

.

Oke, sesi bales ripiu selesai dan saya mau kasih game! Di Blod sama Underline ya, GAME!

.

Nah, gimana gamenya?

Add line aku, IDnya 'jotaw'(tanpa tanda petik) Sekalian promosi hoho maklum abis ganti akun.

Kalau sudah add silahkan kirim chat. Perkenalkan diri (terserah formatnya) dan minta dimasukin grup untuk game :)

Game ini akan diadakan dalam beberapa sesi, setiap sesi lamanya satu minggu. Setiap minggu akan ada pemenangnya :)

Gak banyak sih hadiah yang aku kasih, cuma pulsa Rp 5.000,- Cuma mau ngajak maen aja :D

Ada macem-macem jenis game, pokoknya tinggal kumpulkan point dan kalkulasinya saya hitung secara pribadi. Peraturan akan dibagikan ketika sesi akan dimulai.

"Aku gak punya line nih, adanya WA. Gimana?"

Wah maaf ya aku nerima yang via Line dulu, soalnya main WA juga rada males ramean Line sih hehe. Nanti kapan-kapan aku bagi-bagi rejeki lewat WA :)

.

.

Oke segitu dulu ya curcolanku XD

Review ditunggu :)

Mohon sabar untuk update, saya juga punya kehidupan pribadi.

SARANGHAJA!

.

sign

Jonanda Taw