Title : Don't Say Good Bye

Writer : Nickey Jung Rae Suk

Rating : K

Cast : YunJae, YooSu, Changmin, Kwon Boa, Jung Umma

Genre : YAOI, Frendship, Romance, Hurt

Disclaimer : YunHo MILIK JaeJoong, JaeJoong MILIK YunHo, Cerita ini ASLI MILIK saya.

Lenght : 2 of 2

Warning : YAOI, BOY x BOY, Boys Love, Typo(s), Ide pasaran, Geje, EYD kacau, Judul ga sesuai dg cerita, alur lambat-kadang cepet(?), TIDAK SUKA JANGAN BACA, NO BASH.

.

.

.

Pletakk!

"Awwh... Umma~ kenapa memukul kepalaku? Appoo~.." Ringis Jaejoong mengusap kepalanya yang dijitak Nyonya Jung.

"Bukankah kau bilang ingin belajar memasak? Tapi kenapa kau malah melamun eoh? Sudah. Siapkan saja piring sana, biar aku yang melanjutkannya!" Titah Nyonya Jung. Saat ini keduanya tengah berada di dapur.

Sudah seminggu ini, Jaejoong belajar memasak. Nyonya Jung mau membantu pun karena dipaksa oleh namja cantik itu.

Jaejoong hanya menurut, walau dengan terpaksa. Ia menyiapkan meja lipat dan menata masakan yang sudah siap lainnya.

"Jung Umma, kenapa Yunnie belum pulang?"

"Hari ini banyak pengunjung yang datang. Jadi dia tak akan pulang. Mungkin dia menginap di sana..." seru Nyonya Jung dari dapur. Yeoja paruh baya itu menghampiri Jaejoong dan menaruh hasil masakan terakhir itu di meja.

"Kalau Yunho tidak pulang, jadi makanan ini?"

"Kau habiskan sendiri."

"Mwo?"

.

.

.

Jaejoong masih terus menggerutu pelan.

Tadi ia terpaksa menghabiskan hasil masakannya itu sendiri.

Kalau saja ia tahu Yunho tak akan pulang. Ia tak akan repot-repot memasak makanan begitu banyak.

Memang masakannya tidak terlalu buruk untuk seseorang yang baru belajar memasak. Tapi memakan delapan macam makanan sendirian sangat tidak baik bukan?

Sekarang saja perutnya seperti akan meledak.

Ia terpaksa memakan semuanya karena takut dengan tatapan Nyonya Jung.

Ditambah dengan ceramahnya yang super panjang dan membosankan.

'Jangan pernah membuang makanan. Apa Kau tidak tahu? Di luar sana masih banyak orang yang sampai berhari-hari tidak makan. Membuang makanan sama saja dengan kau tidak mensyukuri nikmat yg di berikan Tuhan padamu. Dan bla bla bla bla...'

Jaejoong masih terngiang kata-kata Nyonya Jung. Uh.. Andai saja tadi ada Changmin mungkin dirinya tidak akan tersiksa seperti ini.

Jaejoong tidak bisa tidur. Selain karena banyaknya makanan yg masuk ke perutnya, ia juga masih memikirkan Yunho.

Apakah ia harus menyerah?

Bukankah sekarang Yunho bersama Boa?

"Jung Umma.. Apa kau sudah tidur?"

"Wae?" Nyonya Jung membalikan tubuhnya menjadi terlentang menatap atap rumahnya.

Pencahayaan yang tidak terlalu terang membuatnya sulit untuk tidur.

Saat ia akan terlelap tadi, Jaejoong mengetuk pintu kamarnya yg digeser itu. Namja cantik itu memaksanya untuk tidur bersama.

Jaejoong bilang ia takut tidur sendiri, karena biasanya memang ia tidur bersama Yunho. Tapi berhubung Yunho tidak pulang, jadi Jaejoong meminta untuk menemaninya tidur.

Di rumah itu memang hanya ada 2 kamar tidur berukuran kecil. Tidak ada ranjang di dalamnya, mereka menggunakan kasur lipat seperti futon untuk tidur.

Di kamar Yunho sendiri hanya ada lemari pakaian dan meja pendek untuk belajar.

"Jung Umma.. Apa kau menyayangiku?"

Pertanyaan Jaejoong membuat Nyonya Jung mengernyitkan alisnya. Ada apa dengan Jaejong? Pikirnya. "Tidak." jawab tegas Nyonya Jung. Tapi jawabannya malah membuat Jaejoong tertawa.

"Hahaha... Aku tahu, jika kau berkata tidak, berarti itu sebaliknya." ucap Jaejoong masih tetap terkekeh. Ucapan Jaejoong yang terlalu percaya diri membuat Nyonya Jung juga ikut terkekeh pelan.

"Umma... Mengapa kau mengijinkanku tinggal di sini? Maksudku, mengapa kau membolehkanku mendekati Yunho?" Tanya Jaejoong lagi. Kali ini terdengar nada serius di dalamnya.

Untuk beberapa saat Nyonya Jung hanya terdiam. "Entahlah..." Jawabnya. Kemudian yeoja yang sangat Jaejoong sayangi itu menolehkan kepalanya ke samping. Ia menatap Jaejoong yang juga tengah menatapnya. Nyonya Jung tersenyum. Walaupun tidak terlalu jelas karena remang. Tapi Jaejoong bisa melihat senyuman itu.

"Dulu aku pikir, kau adalah seorang malaikat yang dikirim Tuhan untuk membantu kesulitan keluargaku. Tapi setelah mengenalmu tiga bulan ini, entah mengapa aku merasa kau seperti anak kandungku. Walaupun sedikit bodoh dan ceroboh, tapi aku menyukai sikap manjamu... Tidak bisa dipungkiri, tanpamu mungkin aku dan Yunho sudah menjadi tunawisma sekarang. Tapi bukan karena itu aku mengijinkanmu mendekati anakku..." Nyonya Jung mengambil nafas sejenak. "Tapi karena aku tahu kau memang pantas mendampingi Yunho..." imbuh Nyonya Jung. Jaejoong merasakan matanya memanas.

"Gomawo Umma.. Jeongmal gamsahae..." Tiba-tiba saja Jaejoong bangun dan mendekap Nyonya Jung yang sedang terlentang.

"Yak! Yak! Kau ingin memperkosaku eoh?"

"Mwo? Micheonya? Maaf saja ya, aku tak suka gunung kembar." Jaejoong bangun dan kembali tidur di samping Nyonya Jung.

"Arratta.. Kau hanya menyukai telur berekor." sahut Nyonya Jung. Kemudian keduanya pun tertawa. Ternyata mereka memang seperti seorang ibu dan anak.

"Jung Umma... Jika aku pergi apa kau akan sedih?"

Seketika Nyonya Jung& menghentikan tawanya.

"Memangnya kau akan pergi ke mana?" Jujur saja Nyonya Jung merasa takut dengan nada serius Jaejoong.

"Besok aku akan pergi ke... Sekolah..." lirih Jaejoong.

"Yak, Kim Jaejoong!"

"Hahahahaha..."

~*YunJae*~

"Gomawo Yunnie-yah.. Kau sudah mau bersedia menemaniku..." Jaejoong mengapit lengan kanan Yunho. Saat ini Jaejoong dan Yunho tengah berjalan-jalan di tepi pantai.

"Sekali-kali membuatmu senang tidak buruk juga."

"Harusnya dari dulu kita seperti ini..."

"Jika kita seperti ini, itu hanya akan membuang-buang uangmu saja." sahut Yunho.

"Maksudku kita mesra seperti ini... Bukankah ini sangat romantis?" Jaejoong mengeratkan pelukannya pada lengan Yunho. Ia pun menyandarkan kepalanya di bahu Namja manly itu. Yunho hanya mendengus mendengarnya. Tapi namja tampan itu tersenyum. Ia balas memengang jemari tangan Jaejoong dan sedikit meremasnya. Jaejoong sendiri terkesiap dengan perlakuan Yunho. Tapi ia tersenyum. Ia senang walaupun Yunho harus terpaksa melakukannya karena tak ingin mengecewakannya.

.

.

"Mau makan apa?" Tanya Yunho setelah mereka duduk di sebuah cafe di pinggir pantai itu. Yunho dan Jaejoong memilih duduk di luar, agar mereka bisa menikmati pemandangan laut. Apalagi sebentar lagi matahari akan tenggelam.

Menyaksikan sunset berdua dengan sang pujaan hati, ditemani dengan suara debur ombak, sungguh sangat romantis aniya?

Angin berhembus menggoyangkan poni almond Jaejoong hingga tak sengaja menutupi mata indahnya. Yunho yang melihat itu menyibakkan poni Jaejoong. Tentu saja hal itu membuat Jaejoong tersipu.

"Gomawo..." bisik Jaejoong dengan pipi merona. Yunho yang melihatnya hanya tersenyum.

Mereka makan dengan tenang. Entah mengapa suasananya menjadi canggung.

"Umm.. Yunnie-ah.. Apa aku.. Apa aku boleh bertanya sesuatu?" ucap Jaejoong ragu.

"Tentang?"

"Apa kau.. Apa kau menyukai Boa?" Ucapan Jaejoong membuat Yunho menghentikan kunyahannya. Ia mengambil air dan meneguknya.

"Tentu saja aku menyukainya.. Dia temanku dari kecil." jawab Yunho tenang.

"Maksudku, apa kau menyukainya sebagai kekasih?"

"Mengapa kau bertanya seperti itu Jae?" ujar Yunho datar.

"Aku hanya ingin tahu saja..." seperti biasa, Jaejoong akan menundukan kepalanya jika Yunho sudah menatapnya tajam.

"Aku memang menyukainya. Dia adalah tipe kekasih yang pastinya sangat didambakan oleh semua pria... Dia cantik, baik, pintar, pandai memasak. Dan yang pasti dia seorang yoeja."

JLEB

Entah mengapa kata-kata terakhir Yunho sangat menohok hati Jaejoong.

Bukankah itu berarti Yunho tidak menyukainya karena ia seorang namja?

Harusnya Jaejoong sadar, mengapa Yunho lebih memilh Boa daripada dirinya. Apalagi kalau bukan karena Yunho masih normal. Namja tampan itu bukan gay seperti dirinya.

.

.

.

"Apa kau sudah berbicara padanya?" Tanya Boa pada Yunho. Saat ini mereka tengah melakukan praktek Kimia di laboratorium.

Yunho, Junsu dan Boa satu kelompok. Sedangkan Jaejoong, Yoochun, dan Changmin juga satu kelompok. Karena satu kelompok hanya boleh terdiri dari tiga orang. Jadi terpaksa keenam sekawan itu terbagi dua.

"Kemarin kami pergi ke Pantai... Aku belum mengatakannya.. Aku belum yakin Boa-yah..."

"Sebaiknya kau katakan secepatnya.. Jangan menyiksa Jaejoong lebih lama Yun-ah... Apa aku saja yang mengatakannya?" tawar Boa masih tetap berbisik.

"Andwe! Biar aku saja..."

"Kalian berdua sedang bicara apa?" Changmin ikut berbisik.

"Bukan untuk konsumsi anak-anak.." Jawab Yunho membuat Changmin mencebilkan bibirnya. Yunho dan Boa hanya terkekeh melihatnya.

.

.

.

Suara Bel tanda pulang yang berbunyi adalah alunan yang paling indah saat terdengar oleh seluruh siswa ShinKi Senior High School.

Mereka semua sibuk membereskan peralatan sekolah mereka, kemudian bergegas pulang dengan senyuman yang tersungging dari bibir mereka.

"Bagaimana kalau kita ke game center?" Usul Junsu.

"Chagiya~ lebih baik kita bermain game di kamar saja eotte?" sela Yoochun seraya mengerling.

"Pervert!" Junsu menjitak pelan jidat indah Yoochun.

"Aku harus bekerja, kalian tahu bukan?" ujar Yunho.

"Ne, aku juga harus membantu ibuku mengirim kue pesanan ke toko-toko." imbuh Boa, karena pekerjaan ibunya adalah membuat kue. Sedangkan ayahnya tak tahu di mana.

Sejak kecil Boa memang tak pernah melihat wajah sang ayah. Karena saat ibunya tengah mengandungnya dulu, ayahnya pergi meninggalkan mereka.

Mungkin karena keadaan yang tak jauh sepertinya, membuat Yunho mengagumi bahkan menyukai sosok Boa.

"Aku juga mau pergi ke suatu tempat." Jaejoong menimpali.

"Asal kau mau mentraktirku makan, aku mau menemanimu Hyung." senyum Changmin, tapi Junsu malah memutar bola matanya.

"Lebih baik aku pulang saja daripada harus jatuh miskin." ucap Junsu sinis. Hal itu membuat semuanya tertawa kecuali Changmin selaku objek penderita, dan Jaejoong yang hanya tersenyum simpul.

.

.

'Jaejoong-ah... Datanglah ke taman nanti malam jam 8...^.^

~Yunho~'

Jaejoong melipat kembali memo yang di simpan Yunho di atas tumpukan buku pelajarannya. Ia menghela nafasnya panjang. Ekor matanya melirik sebuah koper di samping pintu geser kamar itu.

"Mianhae Yunnie..." Lirihnya.

.

.

Yunho memasuki rumahnya dengan wajah ditekuk. "Aku pulang..." ucapnya tak bersemangat. Ia masuk dan melihat rumah masih gelap.

TAK

Yunho menyalakan lampu. Dilihatnya ibunya duduk membelakanginya.

"Eommoni..." Yunho menghampiri ibunya dan duduk di sebelahnya. Ia terkejut melihat ibunya yang sepertinya habis menangis. Dapat ia lihat mata musang dan hidung ibunya yg memerah.

"Eommoni waegurae?"

"Yunho-yah.. Kenapa baru pulang um?" tanya Nyonya Jung tanpa menjawab pertanyaan anaknya. Pasalnya jam menunjukan hampir pukul 12 malam, dan biasanya Yunho tak pernah pulang selarut itu.

"Aku menunggu Jaejoong..." jawab Yunho hampir berbisik.

Nyonya Jung tersenyum miris. "Apa dia tak memberitahumu?... Dia pergi Yun-ah..."

.

.

Yunho mengobrak-abrik tempat belajarnya. Ia yakin Jaejoong pasti meninggalkan sesuatu. Tak mungkin jika namja cantik itu pergi begitu saja. Pikirnya.

Sebuah kertas yang terlipat rapih kini digenggamnya. Dan dengan perlahan ia membukanya.

'Dear Yunnie...

Yunnie-ku.. Jung Yunho..

Aku tak tahu apa yang harus aku tulis.
Aku tak memiliki keberanian untuk mengatakannya secara langsung padamu.
Aku takut jika aku melihat wajahmu kembali, aku tak bisa pergi.
Jadi aku memutuskan untuk menulis surat ini.

Mianhae Yunnie-ah..
Jika aku selalu menyusahkanmu dan membuatmu terganggu dengan kehadiranku.
Aku melakukan itu semua karena aku aku bodoh, aku tak pernah memikirkan perasaanmu.

Sekarang aku sadar dan paham jika cinta itu tak dapat dipaksakan. Sekeras apapun aku berusaha tetap tak akan berhasil, karena mungkin memang hatimu sudah kau berikan pada orang lain.

Aku ucapkan terimakasih selama didekatmu, aku bisa merasakan kebahagiaan walaupun itu hanya sebentar.

Tolong sampaikan permohonan maafku pada Changmin, Yoochun, Junsu dan sampaikan juga rasa terimakasihku.
Aku sangat senang bisa mengenal mereka.

Yunnie-ah...
Aku berdo'a semoga Boa adalah pilihan terbaikmu, dan kau bisa hidup bahagia bersamanya.
Aku akan sangat bahagia bila melihatmu bahagia.

Ketahuilah.. Sekarang, nanti dan selamanya, aku masih tetap ingin mencintai dan menyayangimu...

Saranghae Yunnie-ah..

Annyeong...

~Kim Jaejoong..'

Yunho meremas surat itu dengan airmata yang terus mengalir.

"Wae..." lirihnya terisak. "Wae Jaejoonga-ah? Kenapa kau pergi tanpa mendengar dulu apa yang akan aku katakan?" Teriaknya miris. Padahal sudah jelas jika Jaejoong tak mungkin bisa mendengarnya. Ia terus mendekap surat itu di dadanya.

"Saranghae..."

Nyonya Jung yang sedari tadi berdiri di ambang pintu, terisak. Melihat Yunho yang seperti itu hatinya ikut merasakan sakit. Wae?

Mengapa anaknya baru menyadari perasaannya setelah Namja cantik itu pergi?

.

.

.

.

Junsu masih terus menangis terisak di pelukan Yoochun. Begitupun dengan Boa, ia juga menangis.

Changmin hanya menatap nanar keluar. Ia berdiri di dekat jendela kelasnya.

"Ini semua salahku..." ucap Boa. "Jika saja aku-"

"Yang pantas di salahkan adalah dia!" Sela Changmin keras seraya menunjuk dan menatap tajam Yunho.

"Changmin-ah..." Yoochun berusaha meredam kemarahan Changmin.

"Kalau saja Yunho hyung menerima cinta Jae hyung, ani- Kalau saja Yunho hyung bisa bersikap baik padanya pasti dia tak akan pergi!" ucap keras Changmin. "Wae... Jika memang kau tak bisa membalas cintanya, setidaknya kau tidak bersikap dingin padanya. APA KAU MEMANG TAK PUNYA HATI HAH?"

"Sudahlah Min-ah..." ucap Junsu.

"Nde. Aku memang brengsek. Aku memang salah. Aku-"

"Jae Hyung tahu jika Kau dan Boa Nuna berpacaran. Maka dari itu dirinya memilih untuk pergi. Dan jika aku jadi dia pun aku akan melakukan hal yang sama, ani- Aku akan membunuh kalian berdua terlebih dulu sebelum aku pergi." ucap Changmin sinis.

"Apa maksudmu kami berpacaran?" sanggah Yunho.

"Cincin di jari Boa nuna sudah jelas membuktikan. Itu pemberianmu aniya?"

"Changmin-ah kau salah paham.." sangkal Boa.

"Tak usah disembunyikan lagi Nuna-yah, bukan kah Jae hyung juga sudah tidak ada?"

"Yun-ah, Boa-yah..?" Yoochun memicingkan matanya meminta penjelasan.

"Baiklah.. Cincin itu memang dariku. Aku memberikannya saat aku meminta Boa menjadi kekasihku.. Tapi Boa menolakku."

DEG

"Aku pikir Boa akan menerimaku karena kita sudah bersahabat dari kecil. Tapi ternyata dugaanku salah..."

Flashback

"Mianhae aku tak bisa menerimamu Yun-ah... Aku hanya menganggapmu sahabat tidak lebih."

"Wae? Apa karena Jaejoong?"

"Aniya.. Kalaupun Jaejoong tidak ada, aku tetap tak bisa menerimamu.. Karena aku tak mencintaimu.. Mianhae Yunho-yah... Aku sudah menyukai orang lain... Aku mencintai Kangta Oppa..."

Yunho hanya tersenyum melihat Boa yang menundukan kepalanya.

"Kenapa kau tidak mengatakannya dari dulu kalau kau mencintai Kangta um?" Yunho mengangkat dagu Boa agar yeoja mungil itu menatapnya.

"Aku takut kalian membenciku. Bukankah kalian menganggap Kangta Oppa adalah musuh kalian?"

"Ck, kalau kau memang mencintainya, kami tak akan membunuh calon suami teman kami 'kan?"

"Jadi..."

"Aku merestui... Chukkae Boa-yah... Semoga kau bahagia.." Ucap Yunho tersenyum.

"Gomawo Yunho-yah..." Boa memeluk Yunho senang. "Aku harap kau juga mau jujur pada perasaanmu."

"Huh?"

"Aku tahu, kau juga menyukai Jaejoong 'kan?" Boa melepaskan pelukannya.

"Yak, apa mak-"

"Aku tahu, kau selalu memperhatikannya diam-diam... Seperti saak kita berdua hampir tertabrak... Kau bilang padaku 'Aku pasti mati jika sampai Jaejoong tertabrak'... Kau juga memarahinya karena mengkhawatirkannya aniya?"

"Jung Yunho... Kau itu sangat tidak bisa mengekspresikan perasaanmu. Kau kaku... Makanya orang menganggapmu manusia es. Ckckck..."

"Apa terlihat seperti itu? Aku menyukai Jaejoong? Ck. Tidak mungkin..."

"Sudahlah jangan mengelak lagi... Cepat katakan pada Jaejoong sebelum terlambat...Ini..." Boa memberikan kembali Cincin itu pada Yunho. Tapi Yunho menolaknya.

"Pakai saja olehmu... Anggap ini hadiah pertemanan dariku.."

"Tapi... Bukankah sebaiknya kau memberikannya pada Jaejoong?"

"Aku akan membeli yang lebih mahal dan lebih indah untuknya.." ujar Yunho terkekeh.

"Aigoo... Baiklah.. Aku akan memakainya... Eh? Kenapa besar sekali?" Boa melepaskan cincinnya karena cincin itu terlalu besar di jari manisnya.

"Jinjjayo? Aku tak tahu ukuran jari manismu. Tapi kata penjual di toko itu, jika aku ingin memberikan cincin untuk pasanganku, aku harus mencobanya di jari kelingkingku, maka cincin itu akan pas jika dipakai di jari pasanganku... Itu adalah ukuran jari kelingkingku.." ungkap Yunho.

"aa geurae? Berarti kita tidak berjodoh Yun.. Hahahaha..."

"Mungkin.." Yunho menggendikan bahunya. Kemudian ia pun ikut tertawa.

Flashback End

Yunho berdiri di tepi pantai. Matanya memandang lurus ke arah laut. Pantai yang pernah menjadi saksi ia dan Jaejoong berkencan.

Yeah... Dulu ia berencana mengatakan cintanya pada Jaejoong di sana. Tapi saat itu dirinya masih meragukan perasaannya. Dan ketika ia sudah memantapkan hatinya, Jaejoong pergi meninggalkannya tanpa sempat mendengar apa kata hatinya.

Tapi Yunho sudah memutuskan. Apapun yang terjadi, ia akan tetap menanti Jaejoong kembali.

Karena bagi Yunho, ini bukanlah sebuah perpisahan, melainkan sebuah penantian.

.

.

.

.

.

FIN

Ini beneran End yah...tp FF ini jg ada sekuelnya.

Nanti di sekuel akan diceritain siapa sbnrnya Jaema,n knp Jaema sangat terobsesi memiliki yunpa.

Apakah ada yg berminat dg sekuelnya? ato cukup gini saja endingnya?

klo ada yg berminat nanti saya post sekuelnya,tp karena judulnya beda mungkin ga akan disatuin sm yg ini, tp akan dipisahin

Judul sekuelnya "For U it's Separation, to me it's Waiting"

bagaimana?:)

Tetap minta riviewnya yah...
makasih...^^

YUNJAE IS REAL...!

Always Keep The Faith...^^

Top of Form

Suka

Bottom of Form