Hinata membelai pipi merah Ryuki yang kini sudah tidur disampingnya, dengan nafas yang teratur makhluk kecil yang rupawan itu tampak tenang.

Sementara Hinata bisa sedikit lega melihat putranya akhirnya bisa tidur dengan nyenyak.

Tak seperti satu jam yang lalu, dimana ia harus menenangkan Ryuki dengan mati-matian.

Beruntung Hinata memiliki kakak seperti Neji, yang dengan tanggap mengerti apa yang harus dilakukanya.

Walau harus menanyai Hinata hal yang tidak sopan, Neji terpaksa melakukanya. Menanyai Hinata soal baju yang kemarin dikenakan Hinata saat bergumul dengan Naruto. Sungguh hal ini sangat tidak sopan dilakukan oleh seorang Hyuuga Neji, tapi itu terpaksa demi keponakan kecilnya. Yah walau akhirnya Hinata menjawab dengan pipi yang semerah kepiting rebus, setidaknya Neji bisa mengatasi masalah rewelnya Ryuki dengan menanyakan hal memalukan seperti itu.

Dugaan Neji benar, baju berwarna merah milik Hinata yang masih kotor itu masih ada aroma tubuh Naruto, yah walaupun sedikit.

Tapi semua tau, bayi itu sensitif, sampai penciumanya juga sensitif. Mungkin hanya Ryuki yang bisa mencium wangi Naruto dibaju merah Hinata yang kini ada disamping Ryuki, buktinya hanya dengan mendekatkan baju itu, Ryuki jauh lebih tenang.

Hinata tersenyum saat memandang Ryuki, rambut kuning makhluk menggemaskan itu mengingatkan pada ayah biologisnya. Lalu Hinata membelai baju berwarna merah itu, pipinya memerah mengingat Naruto. Mengingat saat wajah Naruto begitu dekat dengan wajahnya. Saat seperti itu adalah saat yang mendebarkan bagi Hinata.

Hinata bangun dari tidurnya, kemudian berjalan mendekati laci disamping tempat tidurnya dan mengambil sesuatu.

Tersenyum Hinata memandangi benda yang ternyata adalah sebuah foto, diusapnya permukaan kaca foto itu dengan lembut.

Dan Hinata membawa foto itu kembali ketempat tidurnya, masih dengan senyum yang mengembang diwajahnya, Hinata mengusap wajah pria tampan difoto itu. Foto yang memperlihatkan dirinya dengan baju pengantin, sedang dicium keningnya oleh pengantin pria.

"Sedang apa kau Naruto-kun?" Lirihnya pelan, memeluk bingkai berfoto itu, foto dirinya dan Naruto dipernikahan itu. lalu memejamkan matanya berlahan.

Sementara ditempat Naruto, Naruto juga memikirkan Hinata, foto yang sama dengan Hinata ia peluk.

"Oyasuminasai_," Naruto memejamkan matanya, dibenaknya terlintas senyum manis Hinata."_Hinata-chan." Dan terlelap berlahan dengan senyum diwajah tampanya.

.

.

.

"Dobe pinjam pulpenmu sebentar." Pinta Sasuke tanpa melihat Naruto yang tampak kusut, Sasuke terlihat sibuk dengan buku bacaanya.

Naruto yang sibuk melamun menopang dagunya dengan kedua tanganya melirik Sasuke malas, dan dengan malas pula Naruto memberikan pulpen yang sedari tadi ia gigit seperti sedang merokok.

Mereka duduk disebuah kafe menikmati hot capuchino sambil mengerjakan tugas kuliah.

Walau sebenarnya Naruto sedari tadi hanya melamun dengan wajah suram.

"Bisa ambilkan buku disampingmu itu Dobe?" Pinta Sasuke beberapa saat kemudian.

Dengan respon yang sama Naruto menyodorkan buku yang diminta Sasuke dan kembali dengan kegiatan melamunya.

"Dobe bisa kau pesankan aku seporsi frenchfries? Aku sedang tanggung." Lagi-lagi Sasuke memerintah.

"Brengsek! Kau menggangguku dari tadi Teme!" Naruto bangkit dari duduknya kesal.

Sasuke mendongak, memperhatikan wajah kesal Naruto. Dan melirik sekeliling, ternyata beberapa orang memperhatikan Naruto dan Sasuke.

"Ada apa? Kenapa kau marah? Aku hanya minta tolong." Tanya Sasuke malas.

"Jangan ganggu aku!" Jawab Naruto.

"Hn? Kau ini kenapa?" Tanya Sasuke lalu kembali membolak-balik bukunya. "Sensitif sekali, seperti gadis yang baru saja datang bulan." Lanjutnya, sembari menyesap capuchinonya yang mulai dingin. "Duduklah, kita terlihat seperti Yaoi yang sedang bertengkar, apa kau tidak malu?" Ucap Sasuke yang sibuk dengan bukunya.

"Brengsek! Kau tidak mengerti!" Naruto lalu mengambil tasnya dan pergi begitu saja meninggalkan Sasuke.

"Hn? Bodoh!" Ucap Sasuke menanggapi kepergian Naruto.

.

.

.

Langit kini sudah mulai berwarna jingga, dan burung-burung berterbangan untuk kembali kesarangnya.

Disana Naruto duduk tanpa alas diatas sebuah gedung tua, tempat biasa yang ia singgahi dengan Sasuke waktu sekolah dulu.

Rambut kuningnya acak-acakan tertiup angin sore, manik safirnya menatap matahari yang mulai menghilang.

"Sudah kuduga kau kemari." Sebuah suara yang sangat ia kenal tiba-tiba mendekat.

Naruto hanya memiringkan bibirnya sinis mendengarnya.

Pemuda berambut raven itu duduk disamping Naruto, dan membiarkan tas hitamnya tergeletak begitu saja.

"Aku tidak seperti melihat Naruto didalam dirimu_" Ucapnya, membetulkan duduknya. "Kau terlihat lebih bodoh dari sebelumnya." Lanjut Sasuke.

Namun Naruto masih tak bergeming, memilih tetap menatap matahari yang benar-benar akan tenggelam.

"Hei! Aku mengajakmu bicara!" Bentak Sasuke tak sabaran.

"Sejak kapan kau jadi banyak bicara, Uchiha Sasuke?!" Bentak Naruto kembali. "Jika kau hanya mengejeku, lebih baik kau pergi dari sini!"

"Kau bodoh Dobe! akui saja kau mencintai Hinata, dan bawa pulang dia kerumahmu, maka kau tidak akan seperti ini." Ucap Sasuke.

"Tch! Aku tidak sedang memikirkanya." Jawab Naruto.

"Lalu apa?, kau tidak punya bakat berbohong, dasar bodoh." Ejek Sasuke lagi.

"Eh..aku, aku sedang memikirkan Ryuki." Jawab Naruto lagi.

"Ryuki dan Ibunya_" Sasuke kini juga memandang matahari yang sudah mulai hilang, hanya tertinggal semburat warna jingga dilangit. "_Sebagai temanmu, aku hanya bisa menyarankan. Bawalah mereka pulang." Lanjut Sasuke.

"Kau tidak meng_"

"Kau takut pada Hiashi-san?" Sasuke memotong kalimat Naruto.

"Kalau aku jadi kau, aku akan membawa anak dan istriku pulang bersamaku, walau harus melawan harimau yang tak mungkin kukalahkan_" Sasuke mencoba menasehati Naruto "_Kurasa kalau masalah bersemangat kau ahlinya, kenapa kau sekarang jadi begini?"

"Iyaaa aku tau, kau cerewet sekali Teme! Kurasa porsi bicaramu sekarang bertambah." Lirik Naruto ke Sasuke.

"Hn, aku baru saja mengajak Sakura makan, dia banyak bicara. Mungkin aku tertular." Canda Sasuke.

"Ha? Kalian kencan?" Selidik Naruto,

"Tidak! Itachi meninggalkanya dipinggir jalan, dan aku mengantarnya membicarakanmu dengan Hinata."

"Eh? maksudmu?" Naruto tidak mengerti

"Sudahlah, kita bicarakan itu nanti, yang jelas Ryuki mencarimu sepanjang malam, kau tidak mau kan membuat Hinata dan Ryuki malam ini tidak tidur lagi?" Jelas Sasuke.

"Ryuki-chan..."

"Jemputlah mereka Naruto." Perintah Sasuke.

"Kau yakin Hinata mau?"

"Percayalah, Hinata berharap kau menjemputnya"

"Kalau begitu, aku akan kesana Teme!"

"Baik, semoga berhasil Dobe."

"Terima kasih."

Naruto berlari meninggalkan Sasuke, menuruni satu persatu anak tangga gedung tua yang sudah retak itu.

Tekadnya sudah bulat, membawa Hinata dan Ryuki pulang seperti kata Ayah dan sahabatnya, Naruto berjanji akan menjaga keluarga kecilnya, tidak akan membiarkan perceraian itu terjadi.

Naruto membuka pintu jaguar hitamnya dengan terburu-buru, dan masuk kedalam mobil mewah itu segera, lalu mobil-pun melesat.

Dari atas bangunan, Sasuke tersenyum melihat mobil Naruto bergerak meninggalkan area gedung tua itu.

"Kali ini aku percaya kau Naruto." Kata Sasuke yakin.

.

.

.

Tidak perlu waktu yang lama untuk Naruto sampai dirumah mewah bercat putih dan ungu itu, dengan plat mobil yang sudah terdaftar dilist tamu penting keluarga Hyuuga, Naruto dengan mudah mendapat ijin memasuki halaman rumah Hyuuga.

Setelah memarkir mobil jaguar hitamnya itu dan turun, Naruto disambut beberapa orang penjaga.

"Selamat malam tuan muda Namikaze." Sambut pria setengah baya bertubuh gempal.

"Iya selamat malam." Balas Naruto,

Agak aneh memang bagi Naruto, ini pertama kalinya ia datang ke rumah Hyuuga, tetapi sepertinya orang-orang sudah mengenalnya semua.

Tetapi memang bukan salah Naruto jika tidak tahu atau tidak ingat dengan orang-orang yang menyambutnya itu, yang ternyata dahulu hadir dalam acara pernikahan Naruto dan Hinata.

"Ada yang bisa kami bantu tuan?" Tanya laki-laki yang diketahui bernama Bee itu.

"Eh.." Naruto masih tampak bingung,

"Ingin bertemu nona muda Hinata, atau Hiashi-sama?" Lanjut Bee menyadari kebingungan Naruto.

"Aku ingin bertemu keduanya, tapi pertama aku ingin bertemu Hiashi-san." Jawab Naruto yakin.

"Baiklah silahkan masuk tuan." Bee mempersilahkan Naruto masuk, dan Naruto mengikutinya dari belakang.

Sesampainya didalam rumah, Bee mempersilahkan Naruto duduk.

"Silahkan duduk tuan muda, saya akan memanggilkan Hiashi-sama."

"Siapa itu Bee?" Belum sempat Bee memanggil Hiashi, ternyata Hiashi sedang berada diruang sebelah sedang memberi makan ikan hiasnya di aquarium besarnya.

'DEGH!' Dada Naruto sedikit berdegup mendengar suara baritone yang tegas, tampak sekali aura kekejaman yang membuat Naruto bergidik.

"Ini Hiashi-sama, ada tuan muda Namikaze." Jawab Bee.

Hiashi memicingkan matanya mendengar nama Namikaze, lalu meletakan wadah makanan ikanya disamping Aquarium.

Hiashi berjalan menuju ruang tamu disebelahnya dengan sedikit tergesa, dan beberapa detik kemudian...

"Kau?_" Gumam Hiashi saat bertemu muka dengan Naruto yang saat itu terlihat sedikit berantakan. Tapi bagi gadis-gadis seusianya itu terlihat sangat keren.

"Eh..Hiashi-san," Naruto sedikit terkejut, tapi ia sudah bertekat, ia berani menghadapi Hiashi.

Hiashi mendekat dan berdiri didepan Naruto, "Mau apa kau datang kemari?" Tanya Hiashi mensedekapkan kedua tanganya, dan dengan tatapan mengintimidasinya.

Bee yang melihat tuanya mengeluarkan aura terkutuk memilih pergi dan tidak ingin mengganggu.

Sedangkan Naruto dengan susah payah menelan ludahnya ngeri. Namun Naruto mencoba mengumpulkan keberanianya, demi Hinata, demi Ryuki.

"Aku ingin membawa Hinata dan Ryuki pulang." Ucap Naruto yakin.

"Hn!" Hiashi hanya tersenyum sinis meremehkan.

"Aku ingin meminta maaf pada Hinata dan membawanya pulang kerumahku, aku membatalkan perceraianku dengan Hinata." Lanjut Naruto, seakan rasa takutnya telah hilang.

"Memangnya siapa kau! datang kerumahku dan ingin mengambil anak dan cucuku?!" Bentak Hiashi, "Tidak sopan! Memalukan! tak kusangka Minato tidak becus mendidik anaknya menjadi anak yang santun!"

"Jangan bawa-bawa Tousanku!, beliau dengan baik mendidiku, jika semua hal yang aku timbulkan itu salah, itu semua memang salahku! bukan Tousan." Jawab Naruto membela ayahnya.

Hiashi diam tak bergeming, dan membuang wajahnya membelakangi Naruto.

"Apa aku salah ingin meminta maaf dan memperbaiki semuanya? apa aku salah jika ingin membawa Istri dan anaku kembali bersamaku?" Lanjut Naruto.

"Jangan terlalu percaya diri aku katakan padamu Namikaze muda, Hinata tidak akan sudi kembali kerumahmu."

"Setidaknya ijinkan aku bertemu dengan Hinata, meminta maaf, dan mengutarakan perasaanku padanya,"

"Perasaan macam apa ha?!"

"Perasaan bahwa aku benar-benar mencintai Hinata, aku ingin menjaga Hinata dan Ryuki, juga membatalkan perceraianku."

"Kau pikir hanya itu yang bisa membahagiakan putriku?"

"Aku akan bekerja untuk memenuhi semua kebutuhanya! Kumohon Hiashi-san. Ijinkan aku bertemu anak dan istriku!" Pinta Naruto sedikit tidak sabaran.

Hiashi diam membelakangi Naruto, masih ingat semalam saat Hinata memeluk dan membawa foto pernikahanya dengan Naruto, saat itu Hiashi berniat menengok Ryuki, tetapi malah yang didapatinya, Hinata sedang kasmaran.

Hinata putri satu-satunya yang Hishi miliki, tidak akan rela jika Hinata bersedih dan tidak bahagia. Maka dari itulah Hiashi mempercepat proses perceraian Hinata. Dengan harapan, jika Hinata dan Naruto berpisah, Hinata akan terbebas dan bahagia.

Namun seingat Hiashi, semalam Hinata sangat bahagia saat memandangi foto itu, dan terlihat bersedih saat Hinata meninggalkan pemuda itu. Bisa saja kebahagiaan Hinata adalah pemuda ini.

"Baiklah! kau boleh menemuinya! tapi cepat pergi jika Hinata menolakmu!" Akhirnya Hiashi memberi ijin kepada Naruto untuk bertemu Hinata. Menurutnya kebahagiaan Hinata adalah segalanya, lagipula Naruto juga anak dari sahabat lamanya. Walaupun awalnya pemuda itu membuatnya sangat marah.

"B-benarkah Hiashi-san?" Naruto sedikit tidak percaya.

"Aku tidak akan mengulangi pernyataanku!" Jawab Hiashi ketus dan masih membelakngi Naruto.

"B-baiklah...terimaksih Hiashi-san." Naruto tersenyum lebar dan berlalri kekamar Hinata.

.

.

.

Dada Naruto berdegup dengan keras saat tiba didepan kamar Hinata, bahagia akhirnya bisa bertemu kembali dengan orang yang ia cintai.

'Cklek' Tanpa mengetuk pintu, Naruto membuka pintu kamar Hinata, dan Hinata yang sedang bermain dengan Ryuki spontan menoleh.

'DEGH' Jantung keduanya serasa berhenti, Safir yang indah bertemu kembali dengan amethyst yang lembut.

Hinata berdiri dengan wajah heran dan kaget, sedetik kemudian..

'Brukh' "Hinata..." Naruto mendekap tubuh mungil Hinata.

"Naruto..." Hinata juga dengan spontan memeluk Naruto.

Keduanya berpelukan erat, tidak ada niatan keduanya untuk melepaskan pelukan kerinduan itu. Keduanya berpelukan bagai seribu tahun tidak berjumpa, menghirup dalam-dalam aroma khas masing-masing.

"Naruto..." Lirih Hinata, memejamkan matanya didada Naruto, merasakan hangat Naruto, rindu, Hinata merindukan sosok ini. Walau hanya satu hari, rasa rindu bagai seribu tahun.

"Hinata,.." Naruto-pun membelai, mencium sutera indigo Hinata dengan penuh perasaan.

"Au...uuuh! aaii..!" Suara Ryuki membuat kedua orang tuanya membuka mata, dan dengan berlahan melepaskan pelukan, dan menoleh kesumber suara.

"Ryuki-chan" Gumam Naruto.

Dan Naruto duduk ditepian ranjang Hinata mendekati Ryuki, "Ryuki-chan, kucing kecilku yang manis,"

"Aooh...aaaii...aaii"

"Sayang..." Naruto mengambil Ryuki dari tempat tidurnya, lalu mencium mulut mungil Ryuki yang terbuka karena menguap.

"Pangeran kecil kau mengantuk?" Kata Naruto menggoda Ryuki, lalu mendekap Ryuki dan mencium pipi Ryuki.

"Tousan merindukanmu Ryuki.." Ungkap Naruto.

Hinata yang berdiri disamping Naruto hanya tersenyum bahagia melihat keduanya melepas rindu.

Ryuki juga terlihat senang dengan Naruto, diraih-raihnya wajah Naruto dengan kedua tangan mungilnya.

Dan tertawa bergelak saat Naruto menggodanya dengan pura-pura menggigit jemarinya.

"Hahahaha... kau merindukanku, ha?" Goda Naruto lagi.

Senyum Hinata berlahan sirna saat melihat Naruto semakin dekat dengan Ryuki, dadanya tiba-tiba seperti dihantam benda keras. 'Kenapa Naruto kemari? Naruto akan membawa Ryuki'. Tidak! Hinata tidak mau itu terjadi.

"Naruto! kemarikan Ryuki!" Hinata tiba-tiba merebut paksa Ryuki dari Naruto. Sedangkan Naruto berdiam diri dengan wajah heran menatap Hinata.

"Kenapa tiba-tiba kau kemari!?" Hinata meninggikan suaranya,

"Hinata aku.." Naruto mencoba menjelaskan.

"Jangan bilang kau akan membawa Ryuki pulang!" Bentak Hinata mulai khawatir.

Naruto berdiri dari duduknya, dan mencoba mendekati Hinata.

"Tenanglah Hinata!"

"Tidak! jangan mendekat!" Hinata mundur dan memeluk erat Ryuki.

"Hinata, memangnya kenapa jika aku ingin membawa pergi Ryuki dari sini?" Naruto sengaja membuat Hinata makin panik.

"T-tidak akan aku biarkan! Ryuki putraku! dia akan terus bersamaku! aku akan membesarkanya!"

"Bagaimana jika ternyata aku kesini, selain ingin membawa Ryuki kembali, tetapi juga ingin membawa serta Kaasanya ikut juga?" Naruto menjelaskan tujuanya.

"M-maksudmu?" Hinata tidak mengerti.

"Ayolah, aku ingin bicara sebentar denganmu." Tawar Naruto, yang sepertinya membuat Hinata menurutinya.

"Jangan macam-macam!"

"Tidak akan,"

.

.

.

"Jadi apa? kenapa kau tiba-tiba datang kemari?" Hinata membuka suara, setelah beberapa menit yang lalu ia dan Naruto hanya duduk diam membisu.

Mereka duduk berdampingan dikursi panjang balkon kamar Hinata, dipayungi langit berhias bintang yang hari itu berkelap-kelip dilangit. Langit cerah, tidak seperti kemarin.

Naruto mendekatkan dirinya dengan Hinata, pundak dan jari kelingking mereka-pun bersentuhan, dan berlahan Naruto memegang tangan Hinata.

Hinata melirik Naruto, sedikit terkejut atas perlakuan Naruto, tetapi tidak menolak dengan menarik tanganya.

"Hinata, aku..." Naruto mencoba menatap wajah Hinata, wajah yang malam itu sangat cantik dimata safir Naruto.

"Apa?" Hinata membalas tatapan Naruto, dan kini wajah keduanya telah bertatapan.

"Aku...aku ingin meminta maaf kepadamu, tentang semua yang telah aku lakukan_" Naruto semakin erat menggenggam tangan lembut Hinata. "_Maaf sudah menghancurkan masa depanmu, maaf sudah membuat keluargamu malu."

"Naruto?"

"Aku datang kemari untuk meminta maaf padamu, aku ingin memperbaiki semuanya, aku ingin kau dan Ryuki hidup bersamaku, Aku mencintaimu Hinata!" Ungkap Naruto, serius menatap wajah Hinata yang mulai memerah, walau itu tidak disadari Naruto.

"N-Naruto... tapi.." Hinata tergagap,

"Kau mau kan tetap menjadi istriku?" Tanya Naruto dengan penuh harap. Tapi Hinata menundukan wajahnya, jujur Hinata sangat bahagia, dari kemarin kata itu yang ingin ia dengar dari bibir Naruto.

"Tidak apa-apa Hinata, tidak apa-apa jika kau menolaku, setidaknya aku sudah mengungkapkan semua perasaanku dengan tulus, aku tau wanita sepertimu tak mungkin mau hidup dengan lelaki brengsek sepertiku."

Hinata terdiam, manik pucatnya mulai berkaca-kaca mendengarkan Naruto. Tidak, Hinata tidak lagi menganggap Naruto seperti itu.

Naruto melepaskan genggamanya ditangan Hinata, "Aku senang bisa bertemu denganmu, dengan Ryuki-chan, aku pamit pulang, aku sudah lega Hinata." Kemudian berdiri dan berjalan menuju kekamar dan pulang, hatinya terasa lega.

Sedangkan Hinata masih menunduk tidak rela Naruto beranjak dari sampingnya.

"Naruto!" Hinata berdiri, kemudian..

'Brukh' Memeluk Naruto dari belakang.

"Aku mencintaimu Naruto, hiks...aku sangat mencintaimu..huu...hiks...jangan pergi! Aku sudah memaafkanmu!" Tangis Hinata dipunggung Naruto, tanganya memeluk erat dada Naruto.

Naruto tersenyum senang, lalu memutar tubuhnya untuk berhadapan dengan Hinata. "Aku hanya pura-pura pergi_" Naruto nyengir menang. "_Aku tau kau akan mencegahku pergi, kalau kau menolak pun, aku sudah siap menggendongmu paksa. hahaha!"

"Hiks...kau jahat!" Hinata memukul dada Naruto, sayangnya itu sama sekali hanya membuat Naruto gemas.

Naruto samar-samar melihat basahan dipipi dan mata Hinata.

"Kau menangis untuku?" Naruto menakup wajah Hinata dengan kedua telapak tanganya.

"Kau sudah cukup banyak menangis karenaku, aku akan menghapusnya_" Kedua ibu jari Naruto mengusap basahan dipipi Hinata, "_Aku akan menggantinya dengan kebahagiaan, aku janji Hinata." Lalu Naruto mendekatkan wajahnya, Hinata memejamkan matanya dan Naruto mencium dengan lembut kedua kelopak mata Hinata bergantian dan merengkuh tubuh Hinata dipelukanya.

"Aku mencintaimu Hinata, sangat mencintaimu." Bisiknya lembut.

"Aku juga mencintaimu Naruto,,," Balas Hinata menikmati amanya dipelukan suaminya.

.

.

.

Malam ini Naruto memutuskan untuk menginap dirumah Hinata, karena sudah terlalu malam Hiashi melarang mereka pulang dikediaman Namikaze.

Hinata dengan baju tidur panjangnya membungkukan badanya karena sedang mengganti diapers Ryuki dibox-nya, putra semata wayangnya itu tampak nyaman dalam hangatnya selimut kecilnya.

"Ryuki-chan sudah tidur Hinata?" Tiba-tiba Naruto muncul dari kamar mandi.

"Eh..." Hinata menoleh dan pipinya memerah seketika, ternyata Naruto hanya memakai Handuk sebatas pinggangnya dengan rambut basah.

Lama Hinata terdiam menatap Naruto sedang menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil.

"Hei Hinata, kenapa kau menatapku dan tidak bernafas?" Tegur Naruto menyadari Hinata sedang tertegun memandangi Naruto.

"Eh...anoo, tidak Naruto." Jawab Hinata, lalu reflek berpura-pura kembali menata box Ryuki.

"Aku kan bertanya, Ryuki-chan sudah tidur?, Kau hanya diam." Naruto mengulangi pertanyaanya.

"Eh..s-sudah." Hinata gelagapan.

"Kau kenapa Hinata?" Naruto mendekati Hinata.

Hinata kembali menoleh, "Eh, aku akan mengambilkan baju Neji-nii untukmu." Kembali salah tingkah karena Naruto mendekatinya.

"Baiklah." Jawab Naruto, kemudian Hinata keluar dari kamarnya mengambil baju Neji untuk dipinjamkan ke Naruto.

.

.

.

Naruto duduk dipinggiran tempat tidur Hinata, menunggu Hinata membawakan baju ganti untuknya.

Tidak lama kemudian Hinata datang membawa lipatan piyama berwarna abu-abu.

"Kupikir ini cukup untukmu Naruto." Hinata mendekat dan menyodorkan baju itu pada Naruto.

"Rambutku masih basah Hinata."

"Biar aku yang mengeringkanya." Hinata berdiri didepan Naruto dan mengeringkan rambut Naruto dengan menggosoknya dengan lembut memakai handuk.

Naruto senyum-senyum iseng menatap wajah istrinya yang cantik,

"Apa?" Tanya Hinata menyadari Naruto sedang tersenyum mesum kepadanya.

Tanpa menjawab Naruto menarik Hinata untuk dipeluknya.

"Aku rindu padamu Hinata." Bisiknya didada Hinata.

Hinata-pun mendekap kepala kuning suaminya dengan lembut.

Berlahan, Naruto menarik Hinata untuk duduk disampingnya. Dan kemudian mencium bibir Hinata dengan lembut.

Lama kelamaan ciuman itu menjadi panas dan liar.

Hinata memeluk leher Naruto dan menariknya sampai Hinata kini berbaring dan Naruto diatasnya, tanpa melepas ciuman yang memabukan itu.

Sepertinya Hinata sedang berusaha memancing kekasihnya itu untuk menyentuhnya.

Naruto melepaskan ciumanya, karena ia butuh bernafas. Kesempatan itu ia gunakan untuk menatap wajah Hinata yang sudah terbakar, matanya sayu.

"Kau menantangku nona Namikaze?" Bisik Naruto, Hinata hanya tersenyum manis meracuni Naruto. "Aku terima tantanganmu." Naruto menggigit pelan telinga kanan Hinata dengan pelan, membuat wanita bersurai indigo itu meringis kegelian.

Ciuman dan sentuhan yang memabukan itu membawa dua sejoli yang sedang dimabuk cinta itu seakan terbang keawan.

Naruto terus menciumi Hinata, sepertinya Naruto mulai kecanduan.

Bibir Hinata manis, hidungnya juga manis, kedua matanya juga manis. Semua, semua yang ada pada Hinata terasa manis.

Sialnya Naruto benar-benar akan kecanduan Hinata, Hingga sentuhan lembut Hinata padanya juga terasa sangat mencanduinya.

"Nh-Naruto...jangan." Cicit Hinata, saat Naruto ingin menyatukan mereka.

"Kenapa?"

"Aku tidak mau hamil, Ryuki-chan masih sangat kecil." Jawab Hinata.

Naruto menggigit pelan pundak mulus Hinata. "Jika kau hamil karena ini, kita akan membesarkanya. Jika ternyata kau tidak hamil, kau boleh memasang alat pencegah kehamilan, karena nantinya_" Naruto mengecup leher Hinata dan mulai menggerakan tubuhnya. "_aku akan melakukan ini." Bisik Naruto ditelinga Hinata.

" !" pekik Hinata.

"_Setiap ada kesempatan, setiap hari, dan setiap malam."

"Naru..." Hinata meremas rambut Naruto yang sedari tadi disela-sela jemari Hinata, menahan semua rasa manid yang diberikan Naruto.

"Naruto...nnh..aku mencintaimu..." Ucap Hinata disela-sela percintaanya dengan Naruto.

"Aku juga mencintaimu Hinata, lebih...lebih sangat lebih dari cintamu padaku." Naruto mengecup bibir basah Hinata.

"Mm...Naruto.." Hinata memeluk erat tubuh Naruto diatasnya, baginya ini sunggu sangat istimewa.

Menghirup dalam-dalam wangi Naruto yang memabukan dirinya, kehangatan Naruto untuknya.

Sama, sama seperti Naruto, Hinata merasa kecanduan Naruto, ciuman Naruto, sentuhan Naruto. Semuanya yang berhubungan dengan Naruto, Hinata menyukainya.

"Naruto...aku..."

"Aku mencintaimu Hinata..."

"Mmmh...Naru..."

Dan malam itu akan menjadi malam yang panjang bagi keduanya, bertukar kasih sayang, mengungkapkan cinta yang selama ini terpendam.

Dan mungkin hanya bahasa tubuh yang bisa mengungkapkan betapa besar cinta mereka, karena kata-kata saja tidak cukup untuk mengungkapkan betapa mereka sangat mencintai.

~Tamat~

4 Tahun kemudian...

"Aku bica jalan cendili Touchan!" Ucap anak berumur 4,5 tahun berambut kuning jabrik, bocah lucu itu sedang digendong seorang pria yang mirip denganya mereka keluar dari mobil.

"Baiklah...baiklah..." Sang pria yang ternyata ayah dari anak tersebut menurunkan putranya dan membiarkanya berjalan sendiri menuju kediamanya.

"Sepertinya Ryuki-chan masih marah Hinata," Kata Naruto pada wanita berambut indigo yang berjalan disampingnya.

"Biar aku yang bicara padanya," Jawab Hinata dengan senyum andalanya yang masih sangat manis.

"Ryuki-chan tunggu!" Hinata mencoba mengejar putranya.

Tetapi bocah yang ngambek, karena meminta bayi Sasuke dan Sakura untuk dibawa pulang itu tidak mendengarkan.

Mereka baru saja pulang dari rumah sakit untuk melihat bayi Sasuke dan Sakura yang baru dilahirkan semalam, Sasuke dan Sakura menikah satu tahun yang lalu setelah menyelesaikan kuliahnya. Mereka menjalin hubungan 3 tahun yang lalu setelah Sakura dihianati Itachi, kakak kandung Sasuke.

Bayi Uchiha perempuan berkulit putih dan berambut raven tadi membuat Ryuki gemas, sehingga Ryuki menginginkanya untuk dibawa pulang.

"Ryuki-chan, dengarkan Kaasan." Hinata masih mengejar putranya yang mulai berlari. Namikaze kecil itu terlihat sangat menggemaskan dengan kaus putih berlambang Uzumaki marga neneknya dahulu, "Jangan lari nanti kau_" Hinata menghentikan kalimatnya.

'Brukh' kaki kecil Ryuki tersandung dan terjatuh, tangan mungil dan lututnya terantuk.

"_jatuh." Lirih Hinata mengetahui putranya terjatuh, lalu berlari menolongnya.

"Hiks...hiks...cakit..." Ryuki mulai menangis.

Hinata jongkok dan membersihkan lutut Ryuki yang lecet dengan meniupnya.

"Sudah tidak apa-apa sayang, hanya lecet, ayo Kaasan obati." Hinata tersenyum gemas melihat putranya menangis lucu.

"Butuh tumpangan tuan cengeng?" Ejek Naruto yang ternyata sudah ada diantara mereka.

"Touchan yang cengeng." Balas Ryuki, Hinata tertawa geli mendengarnya.

"Benarkah?" Naruto mengangkat putranya dan menggendongnya. "Siapa yang baru saja menangis?" Dan membawanya masuk kedalam rumah diikuti Hinata.

"Touchan." Jawab Ryuki sambil memencet hidung Naruto.

"Hahahahaha! dasar anak nakal." Canda Naruto.

"Kalian sudah pulang?" Sambut Kushina yang berada di ruang tamu bersama Minato, dan disana ternyata juga ada Hiashi dan Neji beserta Tenten istri Neji.

Mata safir Ryuki berbinar melihat Hiashi dan Neji datang, dan merosotkan dirinya dari gendongan Naruto.

"Hiachi-jijiiiii..." Ryuki berlari dan menghambur kepelukan kakeknya.

"Aahhh... pangeran Jiji, kau tumbuh semakin besar." Peluk Hiashi pada Ryuki.

"Kau tidak ingin memeluk pamanmu juga berandal kecil?" Sindir Neji,

Ryuki hanya menatap Neji bosan.

"Padahal paman membawakanmu, gundam terbaru." Pamer Neji menunjukan bungkusan mainan.

"Waaah..." Ryuki membuka mulutnya dan melebarkan safirnya, beringsut dari pelukan Hiashi dan berlari memeluk Neji. Semua yang ada disitu tertawa melihat ekspresi lucu Ryuki.

"Paman Nejiiiiii..."

"Hahahaha...kau lucu sekali, baiklah...mainan ini punyamu." Kata Neji.

"Kau tadi sedikit lama Hinata?" Ucap Hiashi yang menunggu terlalu lama.

"Eh, Ryuki-chan tadi memaksa untuk membawa bayi Sakura pulang.." jawab Hinata,

"Butuh beberapa menit untuk membawanya pulang." Tambah Naruto.

"Benarkah Ryuki-chan?" Tanya Minato,

"Lyuki mau adik jiichan," Jawab Ryuki polos.

"Hahahahaha..." sontak semuanya kembali tertawa. Sedangkan Naruto dan Hinata nyengir salah tingkah.

"Kata Touchan, Lyuki akan punya adik cepelti adik paman Cuke dan bibi Cakula."

"Benarkah?" Kushina ikut menanggapi Ryuki.

"Iya Baachan" Angguk Ryuki yakin,

"Hmm...mungkin memang sudah saatnya kalian memberinya adik." Lirik Kushina pada Naruto dan Hinata.

"Mmhhehehe..." Naruto nyengir sedangkan Hinata tersenyum malu-malu.

Sore itu dua keluarga berkumpul dengan hangat, ramah dan bahagia.

Suatu kebahagiaan bagi mereka, dimana tidak ada lagi perselisihan yang membuat persahabatan dua keluarga itu kembali retak.

.

.01-01-2014

.

AN : Mau ucapin selamat tahun baru 2014 buat semuanya, T.T Syukurlah bisa update ^^, dua bulan akhirnya bisa nyelesain chapter terakhir ini. Sedih juga harus mengakhirinya, tapi seneng juga bisa lunasin utang. Gimana? apa readers san suka dengan endingnya? kalo ga puas silahkan bikin chapter sendiri yah ^^ bebas...hoho...

Gak lupa saya ucapin banyak terimakasih buat dukungan readersan yang setia menunggu fic gaje ini. makasih dukunganya lewat review2 yg membuat saya pengen cpt2 update ^^. Akhir kata...maaf jika saya gak pernah bales reviewnya satu2, soalnya cm update dr hp ^^ maklum ya, tapi saya baca semua kok reviewnya...akhir kata. Jaaaaaaaneeee...^^ *Cium readers san satu2.

Update : barusan baca review dichapter akhir ini, jujur aja saya panik (ketauan mesum) waktu ada yang bilang lemon _, saya pikir itu biasa aja T.T, apa sebaiknya saya skip ato apalah biar ga termasuk lemon _