Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warning: Yaoi, AU, OOC, dan hal-hal lainnya.
Pairing: NaruxSasu, ItaxKyuu
Rating: M... for Mature, SEXUAL content, VIOLENT
Vampire And The Hunter
.
.
(part 2)
.
My Beloved Vampire
Malam kali ini lebih dingin dari yang kubayangkan. Cahaya pucat bulan menusuk masuk melalui celah-celah jendela kamarku di lantai atas mansion Uchiha. Aku hanya bergerak tidak nyaman disofa sambil menikmati segelas darah segar. Mata onyxku melirik beberapa kelelawar yang terbang bergerombol keluar dari salah satu sarangnya dari arah bukit. Lagi-lagi aku tidak peduli dan hanya mendesah lelah, pikiranku melayang ketika mengingat sosok pemuda bernama Naruto itu. Sebuah sunggingan senyum terlihat dari bibirku yang kaku.
-Tap-Tap-Tap— langkah kaki ku bergema ketika aku bergerak menuju jendela, membukanya dan berdiri di balkon beranda, mencoba menikmati cahaya bulan purnama yang pucat.
"Sasuke—" Suara Itachi membuatku berbalik. Kakakku itu berdiri dengan gaya angkuh, "Kau tidak berburu mangsa?" Tanyanya sambil berjalan menuju ke arahku.
"Sebentar lagi—" Jawabku singkat, Itachi terlihat tidak peduli, Ia berbalik menuju pintu keluar.
"Kau tahu—sekarang adalah bulan purnama... Para serigala itu pasti akan berburu hari ini." Jelas Itachi lagi, "Aku akan menangkap seekor dan membuatnya menjadi peliharaanku—" Lanjut Itachi dengan senyum misteriusnya kemudian menghilang di balik pintu kamarku. Aku berpikir sebentar.
"Serigala ya?—" Bisikku pada diri sendiri. Sejujurnya—aku tidak suka dengan anjing-anjing bau itu, mereka selalu bersikap kasar dengan merebut mangsa para vampire. Memang sih wajah para serigala itu imut dan terlihat seperti anak-anak, tetapi saat mereka berubah menjadi lycan—sebutan bagi mereka yang berubah bentuk pada bulan purnama, sosok mereka menjadi jelek sekali. Memikirkannya saja membuatku ingin muntah.
Mata onyxku melirik Itachi yang berjalan santai melewati halaman depan, aku bersender malas di pagar beranda. Sebenarnya—apa sih bagusnya lycan itu? Setiap bulan purnama pasti Itachi selalu berburu, kemudian membawa seorang serigala bersamanya. Dan selanjutnya yang kutahu adalah terdengar suara erangan dan kesakitan dari arah kamarnya. Besok paginya potongan tulang belulang para serigala berhamburan di ruang kamarnya yang mewah itu, membuatku harus membersihkan dengan wajah masam.
Pernah suatu kali aku berteriak protes karena sifatnya yang suka 'bermain dan memakan' para lycan dikamarnya. Kau tahu—bau mereka tidak enak dan—bleehh—menjijikan. Tetapi Itachi malah menjawab 'Lycan termasuk mangsa yang berkualitas tinggi dibandingkan para manusia.'
Aku mengernyit jijik ketika dia berkata begitu. Yang benar saja, maksudku—oh, come on, dilihat darimana juga, manusia adalah makanan yang berkualitas tinggi dibandingkan anjing-anjing itu. Apa mata Itachi buta?
Tetapi tetap saja, aku tidak bisa marah-marah pada sikap Itachi. Asalkan dia tidak mengangguku saja itu sudah cukup. Aku tidak peduli dengan kegemarannya pada anjing menjijikan itu.
Aku mengambil rokokku kemudian menghisapnya dengan pelan, kepulan asap halus keluar dari bibir pucatku. "Hunter—" Gumamku kecil. Pikiranku melayang pada sosok Naruto ketika melihat kepulan api berwarna kuning dari kejauhan. Warna kuning dan biru—menggelikan, pikirku lagi. Sepertinya, malam ini pun aku harus berburu. Setidaknya aku ingin berjumpa dengan pemburu-ku itu.
.
.
.
Seorang anak kecil berjacket merah berjalan di kerumunan festival di salah satu taman kota. Beberapa orang yang berada disana berpakaian aneh, seperti pakaian penyihir dan puteri-puteri dari negeri dongeng, bahkan ada yang berpakaian mirip zombie. Anak kecil tadi menikmati lampu-lampu dan pertunjukan karnaval dengan tema monster yang disuguhkan oleh festival kecil itu.
"Aku yakin kau pasti kesini—Kyuubi-chan." Suara seseorang membuat anak itu berbalik. Dibelakangnya sosok Naruto hanya menatapnya malas.
"Jangan menakutiku seperti itu, Bodoh." Sahut Kyuubi kesal sambil memakai tudung jacketnya. Udara dingin membuat kepulan napas Kyuubi terlihat.
Naruto mengambil rokoknya, membakar ujungnya kemudian menghisapnya dalam-dalam, "Sudah kau temukan seekor vampire?" Tanya Naruto malas. Kyuubi menggeleng lemah sambil terus mendekap tubuh kecilnya yang sedikit kedinginan.
"Mereka tidak keluar—" Jawab Kyuubi yang terus melihat kesekelilingnya. Bahkan seekor manusia serigala pun tidak ada kecuali dirinya. Memang sekarang ini para manusia serigala langka sekali—dan dia tahu, bahwa hal itu disebabkan karena vampire yang selalu memangsa kaumnya itu.
"Aku akan bergerak kesana—" Tunjuk Naruto ke arah lain, Kyuubi terlihat tidak suka.
"Bukankah hari ini aku yang berburu dan kau jaga rumah?" Ucapnya dengan nada tinggi karena kesal. Naruto hanya menghisap rokoknya dalam diam kemudian menghembuskannya perlahan.
"Aku khawatir padamu—" Sahut Naruto sambil menatap bulan purnama yang berwarna putih pucat itu, "—Ini bukan hari yang bagus untukmu, Kyuubi. Malam ini para vampire akan berburu manusia serigala."
Kyuubi terdiam, dia menggigit bibirnya dengan gelisah. Memang benar—saat bulan purnama para vampire bukan berburu manusia melainkan para lycan seperti dirinya. Konon katanya, saat bulan purnama, para lycan memiliki darah dan daging yang lebih enak dibandingkan manusia.
"Baiklah—aku akan bergerak ke arah berlawanan." Jawab Kyuubi lagi yang sudah berbaur dengan para manusia bertopeng zombie. Naruto melepaskan rokok dari mulutnya, kemudian menginjaknya di tanah selanjutnya dia menghela napas.
"Sebaiknya aku juga cepat pergi." Gumamnya pada diri sendiri yang berjalan menjauh menuju arah lain. Hidung tajamnya berusaha mencium udara untuk menemukan bau vampire—bau darah yang amis. Tetapi bukannya bau darah yang ditemukannya melainkan bau mint lembut yang bergantung di udara malam itu. Naruto membeku kaku. Apakah itu bau vampire semalam? Vampire bernama Sasuke itu? Tetapi bukankah dia sudah mati?
Naruto bersyukur dia memiliki penciuman tajam melebihi manusia lain, jadi dengan sigap dia mulai berlari mengikuti bau mint itu. Pemuda pirang itu bergerak lincah diantara kerumunan lautan manusia. Aroma parfum lain tidak dipedulikannya, hanya wangi mint itu yang menuntunnya ke Sasuke—mungkin.
Aromanya semakin kental tercium, apakah dia sudah dekat? yup—sangat dekat! Naruto dapat melihat sesosok pemuda yang berjalan anggun dengan coat panjang hitamnya. Sepatu kulitnya mengetuk-ngetuk arogan aspal yang dilaluinya. Naruto yakin sosok angkuh itu adalah Sasuke—benar?
Pemuda itu berjalan perlahan memasuki sebuah gang kecil yang menuntunnya ke gudang penyimpanan disalah satu bangunan yang terbengkalai. Naruto mengikutinya secara diam-diam kemudian seringai misterius tersungging dibibir pemuda pirang itu. Surprise—surprise—sepertinya dia akan bermain-main lagi dengan Sasuke.
.
.
.
.
Kyuubi berjalan terus tanpa mengetahui arahnya. Tapak kaki kecilnya bergerak melewati jalan-jalan aspal yang penuh dengan gerombolan manusia. Tiba-tiba perutnya berbunyi nyaring yang menandakan dia kelaparan. Bibirnya menjilat basah melihat para manusia disekelilingnya—dia ingin merasakan daging lembut itu ditaringnya, tetapi Naruto mengatakan untuk tidak memakan daging manusia, karena sekali manusia serigala memakan daging manusia, sifat liar mereka tidak bisa dijinakan lagi. Jadi Kyuubi berusaha untuk tetap menjadi—normal—mungkin?
"Kau tersesat—bocah?" Tanya sebuah suara pada Kyuubi. Mata merah Kyuubi melirik seseorang disampingnya. Sosok pemuda dengan jacket hitam panjang, kulit sepucat bulan dan rambut sehitam gagak berdiri disebelahnya.
Kyuubi tersenyum lembut, bibirnya tersenyum ceria—berpura-pura layaknya anak kecil, "Yaaa~ Aku tersesat—dan aku tidak tahu jalan pulang." Ucapnya lagi dengan nada pura-pura sedih. Pemuda itu mengelus rambut Kyuubi pelan.
"Bagaimana kalau aku menuntunmu untuk pulang?" Tanya pemuda itu. Kyuubi mengangguk pelan. Dia dapat mencium bau vampire dari sosok pemuda didepannya ini, bibirnya terbentuk sebuah seringai misterius. Yup!—Kyuubi akan membunuh vampire dihadapannya ini.
"Ngomong-ngomong, Tuan—Namaku Kyuubi." Kata Kyuubi dengan nada ramah.
Pemuda itu tersenyum.
.
"Namaku Sasuke—Uchiha Sasuke."
.
.
.
.
Hembusan angin malam tidak membuat Naruto menghentikan langkahnya menuju bangunan terbengkalai itu untuk mengikuti sosok yang diyakini nya sebagai Sasuke. Sosok bayangan tadi masuk dengan tergesa-gesa ke dalam sebuah gudang penyimpanan, Naruto mengikutinya dengan cepat—Dia tidak ingin 'buruan' nya kabur begitu saja.
Langkah kaki sosok didepannya terhenti mendadak, Naruto yang mengikutinya dibelakang tidak sempat untuk bersembunyi dibalik tembok. Yang bisa dilakukan Naruto hanya berdiri terdiam sambil tetap berusaha waspada. Sosok pemuda itu berbalik, dia tersenyum ramah.
"Well—Well—Hunter, huh? Aku tidak tahu kalau kau begitu menyukaiku." Ucapnya dengan nada arogan yang dibuat-buat. Naruto menatapnya tajam—Sosok itu bukan Sasuke, dia sedikit—mengerikan mungkin? Rambut hitam panjangnya, matanya yang dingin dan mukanya yang—hmm—keriput? Tapi jujur—Dia tetap terlihat keren.
"Siapa Kau?!" Seru Naruto sambil mengeluarkan kedua buah pistol peraknya. Pemuda itu terlihat malas, dia bersender di meja kayu yang agak reot.
"Namaku—Uchiha Itachi." Jawabnya singkat. Naruto makin waspada.
"Uchiha? Kau—mirip Sasuke. Matamu dan aroma tubuhmu." Ucap Naruto dengan wajah yang masih terlihat kaku. Itachi megangkat satu alisnya—bingung.
"Darimana kau tahu nama adikku?"
Naruto membuka matanya lebar—kaget, "A—adik?" Pemuda pirang itu terlihat berpikir sejenak. Jadi—selama ini dia terpikat oleh Sasuke? vampire dari keluarga Uchiha?—Menarik!
Itachi menghela napas, "Well—Itu tidak penting..." Ucapnya pelan, "Karena—kau akan segera kubunuh." Sahutnya yang langsung bergerak menuju ke arah Naruto. Pemuda pirang itu berusaha menghindar kesamping untuk mengelak dari tendangan Itachi. Gotcha—Naruto berhasil menghindar, membuat Itachi menendang udara kosong disebelahnya. Pemuda pirang tersenyum kemudian segera meluncurkan pelurunya.
-DOOR-DOOR!- tembakan dimuntahkan, Itachi segera bersalto kebelakang. Bibirnya tersenyum senang bisa bermain-main sebentar sebelum berburu manusia serigala. Naruto mengambil peluru lagi kemudian bersiap untuk meluncurkan tembakan.
Itachi hanya menguap malas—berdiri diatas meja kayu yang rapuh dengan sombong, "Masih ingin bermain? Kau tahu—aku tidak punya waktu untuk itu. Aku harus segera berburu."
Naruto menarik ujung bibirnya membentuk seringai, "Ya—begitu juga aku." -DOORR!- Tembakan diletuskan lagi—Itachi meloncat ke lantai kemudian melayang diudara. Kukunya meruncing, membuat tangannya menjadi senjata yang mematikan. Pemuda Uchiha itu bersiap menerjang Naruto dengan tangan kosongnya.
-BREET!- Jas di lengan Naruto robek ketika dia berusaha menghindar dari tebasan kuku Itachi. Sang Uchiha berdecak tidak suka.
Naruto berdiri, merogoh sakunya, mengambil botol air suci kemudian mengguyurnya ke pistol dan pelurunya. Pemuda pirang itu meludah kasar, "Cukup bermainnya—" Katanya dingin sambil mengarahkan senjatanya ke Itachi yang menggeram kesal. "Selamat tinggal—Bastard!"
.
-DOORR!-
.
.
Di tempat lain. Aku—Sasuke— berusaha mengelak dari tembakan Kyuubi, si bocah berambut merah itu. Anak kecil itu terlihat manis beberapa menit lalu, kemudian menjadi ganas setelah aku membawanya ke tempat sepi untuk menyantapnya. Sial—seharusnya aku tidak ceroboh untuk memilih mangsa.
Kyuubi menyeringai—Ia membuatku mengingat akan seringai Naruto.
Jujur—mereka memiliki seringai yang sama-sama menyebalkan, dan itu membuatku makin membencinya, terlebih lagi aku sempat mencium aroma jeruk yang familiar dari arah tubuhnya. Setahuku, manusia serigala memiliki bau bangkai—bukan aroma jeruk yang memikat seperti itu.
"Kau—memiliki bau jeruk." Ucapku datar. Kyuubi bingung sesaat kemudian mengendus tubuhnya.
"Ah ya—aku meminjam parfum adikku." Jawabnya enteng yang kembali menodongkan moncong pistolnya ke arahku. -DOR!-DOR!- tembakan lain darinya membuatku bergerak cepat berputar ke tembok untuk menghindar.
Sambil bergerak menghindar aku berusaha berpikir dengan cepat—apa yang tadi dia bilang? Adik? Apakah si hunter bernama Naruto itu adiknya?
"Hei!—" Aku berteriak memanggil bocah itu. Dia menatapku dengan pandangan tajam.
Aku berseru lagi, "Apakah adik mu itu Naruto? Maksudku—pemuda bodoh dengan rambut pirang menyilaukan itu?" Tanyaku lagi dengan nada penasaran. Bocah itu terpaku diam—aku tebak jawabanku benar karena detik selanjutnya dia kembali menerjangku dengan berteriak.
"JANGAN MEMANGGIL ADIKKU DENGAN MULUT KOTORMU ITU!" Kyuubi menggeram layaknya serigala kelaparan. Suaranya berubah menjadi berat dan besar, napasnya semakin memburu dengan liar... Aku berdecak kesal—Sial dia mulai berubah.
Aku menatap dengan waspada perubahan Kyuubi. Bocah itu membungkuk kesakitan di tanah, seluruh ototnya menggelegak dari balik kulit manusianya, membuat tubuhnya membesar lima kali lipat, rambut-rambut halus di permukaan tubuhnya memanjang dan membentuk bulu-bulu berkilat merah yang kasar, wajahnya yang manis kini berubah
menjadi moncong serigala, dan ekornya melecut senang ketika menatapku... Oh—Astaga—Dia jelek sekali—sungguh! Kemana perginya bocah manis tadi? Well—perubahan manusia serigala memang selalu mengerikan dan—buruk!
Kyuubi melolong dengan nada tinggi kemudian menggeram ke arahku. Cakarnya bersiap-siap mencabik tubuhku menjadi dua bagian. Aku mulai waspada.
"Kau—Akan—Mati—" Ucapnya berat dan parau. Aku mendengus meremehkan—Heh, yang benar saja. Terlalu cepat 100 tahun untuk membunuh vampire sepertiku ini. Aku bukanlah vampire amatiran yang dengan gampangnya terbunuh karena hantaman bocah serigala. Aku ini—
-BRUUKK!- Tubuhku terlempar ke tembok setelah diterjang dengan badannya yang besar. Aku merintih kesakitan. Oke—Oke—aku akan mati kalau begini terus. Sial!
Aku berusaha bangkit dengan menopang seluruh tubuhku ke dinding, aku meringis ketika rasa nyeri menjalar di lenganku. Dihadapanku, Kyuubi mendengus dengan marah, lagi-lagi dia menggeram, bersiap menerjang lagi. Aku sudah bersiap menghindar.
Serigala itu mulai maju, dia mencoba menabrakan dirinya padaku, dengan gesit aku berbalik ke samping. Tubuhnya yang besar menghantam dinding hingga retak, aku merasa aman ketika bisa mengelak dari serangannya tapi nyatanya tidak, dengan cepat dia memukulkan cakarnya ke arahku. Lengan bagian kananku tercakar dengan empat goresan memanjang. Aku meringis kesakitan ketika dagingku robek.
Kyuubi menggeram lagi—tetapi kali ini dia menggeram dengan nada girang karena melihat dagingku yang menjuntai robek. Dia menjilat moncongnya dengan air liur yang menetes. Aku berusaha tetap waspada dengan memulikan lukaku—kau tahu, vampire sepertiku bisa memulihkan diri dengan cepat. Kyuubi yang melihat lukaku sembuh, kembali melolong nyaring—menandakan dia tidak suka hal itu.
Kali ini giliranku yang serius—dengan cepat aku bergerak ke arahnya, menyiapkan kuku tanganku yang meruncing layaknya pisau dan—CRAASH— Aku berhasil melukainya, tanganku tembus ke perutnya, membuatnya meraung kesakitan dengan usus yang robek dan menjuntai keluar. Muncratan darahnya terus mengalir ditanah.
"GWAAARGGHHHHH!" Kyuubi terus meraung layaknya serigala yang sekarat. Aku menarik tanganku kembali kemudian menyunggingkan seringai kecil. Heh—dasar bocah!
.
.
.
.
Tiba-tiba telinga Naruto bergerak kecil ketika dia mendengar sebuah raungan yang terdengar dari jauh. Pemuda itu segera berbalik tanpa mempedulikan pertarungannya dengan Itachi.
Dengan gesit dia berlari keluar dari gudang dan menuju gerombolan manusia yang tengah sibuk merayakan festival. Itachi yang berada dibelakangnya hanya mendengus kesal.
"Cih—meninggalkan pertarungan begitu saja. Dasar amatiran." Gerutu Itachi yang memilih pergi tanpa mempedulikan Naruto.
.
Naruto berlari dengan sangat kencang—telinganya terus mendengar suara Kyuubi yang kesakitan. Ya!—hidung maupun pendengaran Naruto sangat tajam melebihi orang lain, terutama jika itu menyangkut keselamatan Kyuubi. Tidak heran dia menjadi hunter yang sangat hebat.
Pemuda itu berbelok ke salah satu gang yang sepi kemudian terhenti ketika matanya menangkap sosok Kyuubi yang terkulai pingsan di tanah. Tubuhnya sudah tidak menjadi serigala besar dan jelek, melainkan kembali menjadi seorang bocah berambut merah—hanya saja dengan perut yang berlubang.
.
Mata Onyx ku menangkap sosok hunter pujaanku—Naruto. Aku tersenyum girang ketika bertemu dengannya—Ahhh... Mata birunya yang masih memikat seperti kemarin dan—aku mengendus udara. Aroma jeruk yang memabukkan menguar dari tubuhnya. Entah kenapa sekarang aku kecanduan dengan wangi buah orange itu.
Naruto menatapku dengan pandangan marah, aku hanya menyeringai sambil menikmati kepulan rokokku, "Hai—kita bertemu lagi." Ucapku dengan nada girang. Dia meludah dengan kasar.
"Kau—" Geramnya marah, "Apa yang kau lakukan pada Kyuubi?!" Serunya lagi.
Aku berjalan menuju bocah serigala itu kemudian mengangkat ekornya—membuatnya terjuntai ditanganku, "Maksudmu—benda ini?" Tanyaku sambil meliriknya dengan malas.
"TEMEEE!" Teriaknya lagi yang langsung menerjang ke arahku. Dapat kulihat dia benci kalau aku mengangkat kakaknya layaknya aku mengangkat seekor kelinci mati—dan itu membuatku senang.
Aku menghindar kesamping ketika dia berusaha menghunuskan belatinya. Tetapi dengan sigap, dia berbalik untuk menikamku lagi—kali ini aku merunduk, membuatnya menghantam dinding dibelakangku. Naruto masih tidak menyerah dia kembali menendangku—aku mengelak dengan melayang diudara.
"BERHENTI KABUR, TEME!" Raungnya gusar. Aku hanya berdecak senang. Kemarahannya membuat pemuda itu lemah dan mempunyai banyak celah untuk diserang—dasar manusia, cepat sekali tinggi darah.
"Yoo~Sasuke—" Panggilan Itachi membuatku menengadah, kakak ku itu terlihat berdiri dengan arogan di atas pagar kawat. Naruto ikut menatap Itachi dengan pandangan marah, tetapi mata Itachi lebih tertarik pada bocah serigala yang sedang ku pegang.
"Apa itu?" Tunjuknya pada Kyuubi. Aku melirik bocah serigala yang kupegang tadi kemudian melemparkannya kepada Itachi. Kakakku itu langsung menangkapnya dengan cekatan.
"Untukmu saja—" Sahutku lagi, "Aku tidak butuh anjing kotor itu." Sambungku yang mendapat seringai senang dari Itachi.
"KALIAN—!" Teriakan Naruto membuatku berpaling padanya, dia mengarahkan mulut pistol ke arahku dan Itachi, "KEMBALIKAN KYUUBI!" Teriaknya lagi sambil memuntahkan beberapa peluru ke arahku, sedangkan Itachi sudah menghilang layaknya debu hitam yang diterbangkan angin—tentu saja, bersama dengan bocah serigala itu.
Naruto menggeram murka, dia menatapku dengan tatapan mengerikan dan—membunuh. Ahhh—betapa aku suka melihat tatapan wajahnya itu.
Dia mendesis, "Aku Akan Membun—Ghohk!" belum sempat dia menyelesaikan perkatannya Itachi sudah menghajar bagian belakang kepalanya dengan cepat, membuatnya langsung pingsan ditanah.
Aku berdecak malas, "Aku pikir kau sudah pergi." Kataku pada Itachi.
"Tidak—aku tidak bisa meninggalkanmu berkelahi dengan amatiran seperti dia." Jawabnya lagi. Aku hanya diam kemudian berjalan menuju Naruto yang terkapar ditanah, menyentuh rambut pirangnya yang bagiku—sangat menyilaukan.
"Bolehkan aku memilikinya?" Tanyaku pada Itachi.
"Hum? Maksudmu—dia?" Tunjuk Itachi pada Naruto. Aku mengangguk.
"Bolehkah—?" Tanyaku lagi. Itachi mengangkat bahunya tidak peduli.
"Terserah kau—lagipula aku sudah memiliki mainanku sendiri." Sahut Itachi sambil melirik ke arah Kyuubi dengan seringai aneh.
Aku mengelus rambut pirang Naruto—hidungku dapat mencium aroma jeruk yang menguar dari parfumnya. Ahhh—aroma tubuhnya seperti ekstasi bagiku... Aku suka.
.
.
.
.
_Uchiha's Mansion, 12.00 malam_
Aku berjalan melewati koridor panjang dengan dinding batu disekelilingnya. Langkah halusku terdengar menggema diseluruh ruangan yang sepi itu. Kobaran api obor yang menempel ditembok tidak menghangat suasan kelam di mansionku, hanya menambah aura seram dan mengerikan disana.
Mataku menatap sebuah kamar dengan pintu besar dan lebar, ukiran kayu unik dan pegangan pintu dari emas membuat pintu kayu itu terlihat mewah. Aku menyentuh pegangan tadi kemudian membukanya pelan, suara derekan halus terdengar ketika aku mendorong pintu tadi.
"Kau lama." Kata Itachi yang berada diruangan itu dengan Kyuubi yang tersungkur dilantai. Aku melangkahi tubuh Kyuubi dan berjalan menuju kakakku itu. Tanganku merogoh saku kemudian mengeluarkan sebuah botol berwarna hijau menggelegak. Itachi terlihat senang ketika aku menyerahkan padanya.
"Ah—Ramuanku." Ucap Itachi lagi sambil merebut botol hijau yang berbau menjijikan itu. Aku bersender malas di kursinya.
"Sebenarnya untuk apa ramuan itu?" Tanyaku sedikit penasaran. Itachi melirikku kemudian terkekeh sebentar.
"Ini—akar mandrake—konon katanya dapat membuat manusia serigala jinak ketika mencium aromanya. Mungkin seperti tumbuhan catniss yang disukai para kucing." Jelas Itachi lagi.
Aku memutar bola mata malas—tidak peduli. Toh aku tidak suka bau menjijikan itu, aku hanya suka aroma jeruk.
Mataku menatap Itachi yang berjalan pelan menuju Kyuubi, dia membuka botolnya dan menciumkan aroma menjijikan itu pada hidung bocah pingsan itu.
"Unggh—" Kyuubi mengerjap membuka mata, dia mengendus dalam-dalam bau yang memabukkan bagi dirinya itu. Itachi tersenyum aneh.
"Kau suka?" Tanya Itachi dengan suara mengoda di telinga Kyuubi. Bocah itu mengangguk perlahan. Matanya terbius oleh aroma mandrake yang menghipnotisnya. Kakakku itu tersenyum kemudian menggigit lembut telinga Kyuubi, membuat bocah itu mengerang kecil.
Aku hampir muntah melihatnya—sejujurnya, aku tidak suka 'pergulatan' yang manis dan lembut. Aku suka permainan kasar dan sedikit—berdarah mungkin. Seperti 'gulat panas' ku dengan Naruto.
.
Itachi mengangkat Kyuubi ke ranjangnya yang mewah, menidurkan bocah berambut merah itu dikasurnya yang empuk. Luka-luka dibadan bocah itu sudah pulih total, mungkin karena manusia serigala bisa menyembuhkan dirinya sendiri, makanya mereka merupakan santapan yang berharga bagi para vampire.
Aku berdehem sebentar. "Kau tahu—perilakumu itu mirip pedophile." Ujarku yang langsung mendapat tatapan marah dari Itachi.
"Kalau kau tidak suka melihatnya, kau boleh pergi." Kata Itachi ketus. Aku mengangkat kedua tanganku seakan-akan berkata, Oke—oke—jangan marah—jeezzz!
Itachi mendengus sebentar kemudian berbalik ke arah Kyuubi, tangannya dengan lincah bermain di balik jacket bocah itu, menemukan nipple-nya dan memilin-milinnya pelan, membuat Kyuubi mendesah nikmat.
Itachi menjilat pipi chubby Kyuubi dengan lidah dinginnya, membuat bocah itu menggelinjang geli. Tubuh kecil Kyuubi tersentak ketika Itachi memainkan tangannya di balik celana bocah itu. Aku hanya duduk malas di kursi sambil bersenandung kecil, pertunjukkan Itachi sama membosankannya dengan acara tivi tahun 80-an—tidak menarik! Tapi mata onyx ku tidak lepas dari dua orang yang saling menjamah itu.
Kakakku mencumbu bibir kecil Kyuubi—dan bocah itu membalasnya dengan jilatan di lidah Itachi, sesekali suara erangan dan lenguhan keras terdengar dari bibir Kyuubi. Aku berpikir—apakah aroma mandrake se-efektif itu pada manusia serigala? wow—bukankah itu hebat? Maksudku—aku juga ingin coba pada Naruto, kalau seandainya hal itu berhasil pada manusia.
Itachi terus berusaha mencumbu dengan nikmat bibir Kyuubi, pemuda itu menyukai tubuh dan aroma serigala—terlebih lagi aroma Kyuubi yang entah kenapa berbeda dengan bau serigala lain.
"Unghhh—Ahhhh—" Suara Kyuubi terdengar erotis ketika Itachi menyentuh penisnya yang kecil. Bagiku sendiri—penis anak kecil tidak akan membuatku bergairah, dilihat dari ukuran dan diameternya masih kalah dibandingkan milik Naruto.
Sepertinya Itachi suka bermain dengan cepat, buktinya dia langsung menyodorkan miliknya yang besar ke bibir Kyuubi. Bocah itu langsung memakannya seperti orang yang kelaparan. Suara hisapannya terdengar sampai ditelingaku.
Itachi menyeringai senang sambil memaju-mundurkan pinggulnya dimulut bocah kecil itu. Kyuubi hampir tersedak kejantanan pemuda Uchiha itu. Dia berusaha tetap bernapas dengan batang kemaluan Itachi yang menyodok kerongkongannya. Aku menguap malas melihat mereka yang sibuk 'bermain sendiri'. Hmmm—mungkin aku harus menemui Naruto yang berada di penjara bawah tanah. Kau tahu—bermain dengan dirinya juga. Membayangkan hal itu membuat bibirku membentuk senyuman tipis.
"Sasuke—Hhhh—" Itachi memanggilku, "Kau—Ahhhh—Ingin bermain—denganku juga?" Tanyanya sambil melirikku yang terlihat bosan. Aku berjalan ke arahnya kemudian mengecup bibir dingin kakakku itu.
"Sedang tidak ingin." Sahutku lagi. Itachi tidak memaksa, dia sibuk menyodok-nyodok mulut Kyuubi dengan penisnya.
"Apakah—enak?" Tanyaku sambil menyentuh dua buah kantong dibawah kejantanan Itachi. Kakakku itu mengangguk sambil menciumi leherku.
"Sasuke—ayo bermain." Pinta Itachi lagi. Dia mencumbu bibirku, dan pinggulnya yang terus menyodok mulut Kyuubi. Suara decakan air liur dan pre-cum membasahi bibir bocah berambut merah itu.
Aku menolak perlahan ketika Itachi berusaha menjamah tubuhku. Bukannya tidak ingin, hanya saja—aku ingin melakukannya dengan Naruto sekarang ini. Jadi aku berkata bahwa aku akan pergi meninggalkan mereka berdua di kamar ini.
"Baiklah—kalau kau berubah pikiran, aku masih ada—Hhh—disini." Jelas Itachi lagi sebelum aku berbalik menuju pintu dan menghilang dibalik koridor.
Itachi kembali dengan kegiatan mesumnya bersama Kyuubi. Dia melepaskan penisnya dari bibir kecil bocah itu kemudian mengangkat Kyuubi dengan kedua tangannya.
"Peluk aku—" Pinta Itachi lagi. Kyuubi mengangguk. Bocah itu mengalungkan kedua tangannya di leher Itachi, kemudian kedua pahanya dibuka pelan oleh Itachi.
"Ini tidak akan sakit." Ujar Itachi lagi. Dia berusaha memasukkan penisnya yang besar ke lubang anal Kyuubi. Desakan pertama membuat bocah itu berteriak kesakitan, tetapi desakan kedua sudah membuat Kyuubi menggelinjang nikmat.
Itachi mengangkat tubuh Kyuubi dan menyodok pantatnya dengan cepat. Badan bocah serigala itu terhentak ke atas dan kebawah ketika menerima sodokan keras vampire Uchiha yang menyetubuhinya. Napas Kyuubi putus-putus dan terengah-engah. Lenguhannya makin membuat Itachi bersemangat menyodoknya lagi.
"Ahhhh—Nghhh—Hhhh—" Kyuuubi berusaha menahan getaran nikmat diseluruh tubuhnya. Tetapi rasa enak ketika bersetubuh dengan Itachi membuat pikirannya langsung kosong. Dia pasrah ketika tubuh kecilnya terhempas disodok oleh batang kejantanan vampire itu.
Itachi merubah posisinya dengan tiduran di ranjang sedangkan Kyuubi duduk diatas benda miliknya. Tangan pemuda itu mencengkram pinggul Kyuubi kemudian menghempas-hempaskan pantat kecil bocah itu untuk bergerak memberi rasa nikmat pada kejantanannya. Dari bawah, Itachi dapat melihat wajah manis serigalanya itu. Bibir kecil Kyuubi yang terbuka mengeluarkan air liur dan tubuh kecilnya yang terhempas-hempas ketika Itachi menyodok lubang analnya. Benar-benar pemandangan yang erotis.
"Ahhk—Ahhhk—Hgghhh—" Kyuubi merasakan lubangnya disodok dan tubuhnya tersentak oleh batang kemaluan Itachi yang berdenyut. Pemuda Uchiha itu tidak membiarkan Kyuubi pingsan, dengan sigap dia memeluk tubuh mungil bocah itu kemudian kembali menyodok lubang pantatnya yang kecil.
Kyuubi merasakan kemaluannya berdenyut-denyut minta keluar, begitu juga kejantanan Itachi yang berada didalam tubuhnya. Bocah berambut merah itu menggigit lengan Itachi, berusaha meredam erangannya. Darah Itachi mengalir masuk ke dalam mulutnya, membuat Kyuubi menegak cairan merah itu.
"Ahhh—Kyuubi—Aghhh—" Itachi terus menyodok lubang Kyuubi tanpa mempedulikan rasa sakit dilengannya. Dengan beberapa hentakan, otot perut Itachi mengejang dan semburan spermanya masuk ke dalam lubang bocah serigala itu. Sedangkan Kyuubi mengerang pelan ketika dia mulai memuncratkan cairan putih miliknya hingga mengenai wajah Itachi.
Kyuubi terjatuh pingsan dalam pelukan Itachi. Pemuda raven itu mencium kening bocah yang berada dipelukannya. "Well—sepertinya aku menyukaimu. Kau beruntung aku tidak memakanmu, Kyuubi—" Ucap Itachi pelan dengan senyum terlembutnya.
.
.
.
.
-Tap-Tap-Tap—suara tapak kakiku bergema di lantai batu yang mengarah ke salah satu tempat rahasia di mansionku. Dan sekarang ini, aku berdiri disebuah lorong bawah tanah milikku, mata onyx ku terus menatap lorong koridor yang gelap dan dingin itu. Ditikungan depan, aku melihat jalan yang membelah menjadi dua lorong. Aku bergerak menuju lorong sebelah kanan, beberapa kobaran api obor bergerak perlahan ketika aku lewat. Sepatu hitamku mengetuk-ngetuk tangga batu yang menuju ke ruang penjara bawah tanah. Kemudian aku terhenti ketika melihat sebuah sel penjara yang mengurung Naruto. Pemuda itu terikat dengan kedua tangan dan kaki diborgol. Dia menatapku dengan tatapan berkilat tajam.
"Dimana—Kyuubi—" Desisnya ngeri. Aku tidak menjawab, melainkan masuk ke dalam sel nya dan menyeringai misterius.
"Dia—sedang bersenang-senang dengan kakakku." Jawabku dengan gaya malas dan tawa yang membuatnya makin murka.
Aku bergerak perlahan ke arah Naruto yang terikat erat di tembok batu yang dingin. Kedua kaki dan tangannya terbuka lebar dan menyatu dengan borgol yang mengikatnya. Tangan putih pucatku menelusuri tubuhnya yang atletis itu—pahatan Tuhan yang menakjubkan. Hidungku dapat mencium aroma jeruk dari arah lehernya yang penuh dengan pembuluh darah itu. Ahhhh—pemuda ini benar-benar memikat.
"Kau—ingin membunuhku?" Tanyanya lagi. Aku hanya tersenyum geli.
"Tidak—tidak—kau terlalu berharga untuk dibunuh." Jawabku sambil menyenderkan kepalaku ke dadanya yang bidang. Bersentuhan dengan kulitnya saja sudah membuat libidoku naik. Well—dia tidak perlu memakai aroma mandrake untuk memikatku, karena aromanya sudah membuatku tergila-gila ingin menyentuhnya.
Aku menyentuh tubuhnya yang tanpa kemeja itu, bibirku mencium lembut leher dan dada bidangnya, sedangkan tanganku bergerak lincah menuju perut dan celananya. Naruto berusaha menahan erangannya ketika aku berhasil menyentuh miliknya yang masih lemas. Tangannya berusaha bergerak dari pegangan borgol—tetapi percuma, borgol-borgol itu menempel pada batu dinding, dia tidak akan mudah untuk melepaskan diri.
Aku melepaskan diriku dari tubuhnya, Naruto sedikit menatapku bingung, tetapi sedetik kemudian dia terbelalak ketika aku mulai menanggalkan bajuku dihadapannya. Pertama-tama jas panjangku, disusul kemejaku dan terakhir celanaku.
Aku dapat melihat tegukan air liur dari tenggorokannya ketika melihat tubuh telanjangku. Memandangnya yang ingin menjamahku, membuatku menahan kikik geliku. Aku yakin dia ingin sekali menyentuhku dengan kasar seperti kemarin malam.
Aku menidurkan diriku diatas meja kayu didepannya, membuka pahaku lebar kemudian memainkan batang kejantananku didepannya. Dia lagi-lagi meneguk liurnya.
"Hum?—Kenapa—Hhhh—Naruto? Bukankah kau—ingin menyentuhku?" Godaku lagi sambil berpura-pura mendesah ingin digagahi olehnya. Naruto menggeram, wajahnya memerah sempurna. Dia berusaha beberapa kali memalingkan wajahnya dariku tetapi sensualitas tubuhku tidak dapat ditolak. Sehingga yang bisa dilakukannya adalah meneguk air liurnya berkali-kali—lucu sekali.
Aku semakin membuka pahaku lebar, memperlihatkan batang kejantananku yang berdiri tegak dihadapannya. Aku mengocok penisku dengan desahan nikmat. Aku suka dia memandangku dengan tatapan nafsu begitu, membuatku benar-benar ingin disentuh olehnya. "Ahhh—Hnnhhhh—Ahhhhk—"
Benda milik Naruto mulai mengeras dari balik celananya. Tubuhnya berusaha berontak dari borgol yang melilit kaki dan tangannya. Matanya terus menatap tubuhku seakan-akan terhipnotis dengan kejantananku yang berusaha memanggil gairahnya.
Aku membalikkan tubuhku, menunggingkan pantatku ke arahnya sehingga dia bisa melihat lubang analku yang berdenyut-denyut minta disetubuhi. Sekali lagi Naruto berusaha berontak dari borgol.
Aku mendesah dengan memainkan pantatku, kemudian memasukkan jariku ke lubang analku sendiri, "Ahhhnn—Unghhhh—nikmat—Ahhh—"
-Kraakk- suara retakan membuatku terhenti sebentar. Aku melirik ke belakang. Naruto berusaha berontak lebih keras. Borgol di tangannya sudah bergoyang ingin lepas dari dinding. Aku bersiul takjub—astaga—dia kuat sekali.
Aku semakin bergairah menggoda libidonya, aku mulai memainkan nipple-ku dan penisku, aku membuka lebar kedua kakiku dan menggoyang-goyangkan penisku didepannya seakan-akan berkata—kau bisa menggagahiku kalau kau bebas dari borgol itu.
Naruto menyeringai sambil menjilat bibirnya—layaknya oarang yang kelaparan. Dia berontak lagi, tangannya berusaha menarik borgol dari batu dinding yang kokoh. Aku mendengar bunyi retakan lagi. Tanpa melihatpun aku yakin dia berusaha keras untuk menjamahku dengan menarik seluruh borgol yang melilitnya.
-BRAAK!- tembok batu itu roboh ketika Naruto berontak untuk terakhir kalinya dengan menarik kedua tangan dan kakinya secara kuat. Kini, pemuda pirang itu sudah terbebas, dia melirikku dengan pandangan lapar.
"Kau—akan menyesal—sudah mengundang gairahku." Desisnya lagi. Aku hanya tersenyum tipis. Dia menerjangku yang masih membelakanginya.
Tubuhku terhempas di atas meja kayu, membuat benda datar itu berderak nyaring. Tubuh Naruto menindihiku dan menggerayangiku dengan cepat. Dengus napasnya dapat kudengar ketika dia mencumbu leher jenjangku.
Aku mengerang ketika tangan besarnya meremas penisku dengan gemas. Dia mencengkramnya kemudian menariknya dengan kasar, aku tersentak kebelakang ketika dia melakukan hal itu. Rasanya nyeri dan sakit.
"Ahhhk—Unghhh—Ahhhh—" Aku mendesah sambil mencengkram ujung meja saat Naruto menggesek-gesekan miliknya ke pantatku. Pemuda itu dengan cepat membuka celananya dan menepuk-nepukkan batang kemaluannya ke pantat kenyalku.
Aku mendorongnya pelan, "Jangan terburu-buru—manusia." Ucapku lagi sambil menahan dirinya yang ingin menindihiku. Naruto menurut, dia menahan diri dengan menciumi bibirku. Dengus napasnya terasa menyentuh wajahku—hangat.
Aku berbalik menghadap kearahnya, kemudian kecupan panjang datang dari bibirnya yang menekan mulutku. Lidahnya mencari-cari titik sensitive dalam rongga mulutku yang membuatku mendesah nikmat. Jari jemarinya menggerayangi dadaku, menarik nipple-ku kemudian memilin-milin nya kasar—aku suka, sungguh!
Aku merasakan tangannya menyentuh leherku, kemudian mencekik ku dengan perlahan. Aku terbelalak kaget, tanganku menjambak rambutnya, berusaha menghentikan tindakannya. Bukannya berhenti dia malah menciumku sambil tetap mencekik leherku. "Aghhg—Hghhhhg—" Aku mendorongnya, mencoba melepaskan cekikannya. "Nar—Aghhgg—Hgghh—Naruto—lepas—Hghggg!" Desakku lagi disela suaraku yang semakin mengecil.
Naruto melepaskan cekikannnya ketika melihat wajahku membiru. Aku segera terjatuh dilantai, terbatuk sebentar kemudian menatapnya masih dengan seringai khasku. Pemuda pirang itu menjulurkan tangan mengambil potongan rantai yang panjang dilantai. Ia bergerak ke arahku dengan pelan—kembali menindihiku.
"Mau bermain kasar, hum?" Tanyaku dengan suara menggoda. Naruto menyunggingkan senyuman senang. Dia menarik leherku kemudian menciumku dengan brutal. Aku yakin dia tergila-gila padaku sekarang.
Naruto melepaskan pagutan bibirnya dimulutku, tangannya mulai mereganggkan tali rantai yang dipegangnya. "Berbalik." Katanya yang kuturuti tanpa protes. Aku menaruh telapak tangan dan lututku dilantai, layaknya bayi yang merangkak. Naruto meremas pantatku, mencubitnya kemudian menggigitnya gemas. Aku mengerang nikmat.
"Ahhhh—Hnnhh—Mhhhh—" Aku menggelinjang nikmat, terlebih lagi ketika dia menampar-nampar penisku hingga terasa panas.
Naruto menghentikan aksinya sebentar kemudian -CTAR!- Dia melecutkan rantai besi tadi ke pantatku. Aku berteriak sakit.
"AGGGHHH!—" Aku mencakar lantai batu dengan rintihan nyeri. Pantatku memanas dengan bekas merah disana. Tangan Naruto menjambak rambutku kemudian menariknya kasar, lidahnya menjilat pipiku yang meneteskan air mata.
"Sakit?—Hum?" Bisiknya dengan dengusan napas penuh nafsu. Aku menggeleng pelan, kemudian menatapnya dengan seringaiku.
"Aku masih bisa tahan—siksa aku lagi." Pintaku lagi sambil menunggingkan pantatku ke arahnya. Menggoyang-goyangkan layaknya pelacur yang meminta dijamah. Naruto menjilat bibirnya dengan perasaan girang.
Lecutan lagi dari Naruto, membuat aku tersentak beberapa kali. Pantatku memanas dan memerah. Setelah itu, Dia menamparnya kemudian meremasnya kuat. Aku melenguh nikmat, "Ahhgg! Yes—Ohhhgg—Nghhh—Aghhh!"
"Katakan kau menginginkanku—" Ucap Naruto yang terus melecut punggung dan pantatku. Aku terhentak kesakitan dan nikmat, mataku terbelalak dengan mulut yang terbuka penuh air liur.
"Agghh!—Yes!—Aku ingin penismu—Sekarang—Aghhh!" Racauku sambil menggoyangkan pantatku ke arahnya. Naruto menyeringai senang, dia menampar pantatku dengan suara -PLAK!- yang keras. Tubuhku tersentak sebentar.
Pemuda pirang itu menarik rambutku keras, "Sekarang—Kau adalah pelacurku—mengerti?" Desisnya sambil menampar-nampar penisku yang terus mengeluarkan pre-cum. Aku hanya mengangguk dengan wajah yang sekarat karena nikmat. Air liurku terus mengalir dengan lidah yang menjulur.
Naruto yang berada dibelakangku mulai membuka pahaku dengan lebar kemudian memasukkan batang kejantanannya ke lubang analku. Aku menggigit bibirku menahan rasa sakitnya, "Hnghh!—Aghhh!" Tanganku mencengkram lantai, mencoba meredam rasa nyeri ketika pemuda itu mendorong masuk kejantanannya.
"Naru—Aghhh—Hmmphh—" Aku menarik wajahnya, membuat kami berciuman dengan ganas, lidahnya menjilat mulutku, dan giginya menggigit pelan bibirku yang basah. Aku suka—sentuhan kasarnya membuatku terlena.
Naruto kembali menampar pantatku -PLAK!- Aku menggelinjang kaget, "Agghh!—Yes—Aghhh!" Badanku tersentak kedepan setiap kali dia menampar pantatku. Lidahku menjulur, dengan tetes saliva yang terus menetes. Naruto menarik leherku kasar kemudian menghisap mulutku seakan-akan dia kelaparan. Aku terbelalak nikmat, suaraku terus melenguh dan mendesah dengan sensual.
Naruto menyodok pantatku dengan hentakan yang keras, membuatku berusaha tidak terjatuh ketika dia mengangkat badanku. "Hhhh—Hhh—Hghhh—" Naruto mengerang ketika aku menghempas-hempaskan pantatku ke batang kemaluannya. Suara becek terdengar setiap kali dia menyodok lubang analku.
Pemuda pirang itu mencengkram batang kemaluanku yang menegang—membuat sensasi nyeri di kejantananku. Aku berusaha berontak dengan mendorong tubuhnya, "Sakit—Aghh!—Penisku—Sakit—Hgghh! Stop!"
Naruto tidak mempedulikan rintihanku, dia terus meremas kejantananku semakin erat, aku tersedak kesakitan, pemuda itu mendesis, "Kau milikku—jadi terima apa yang kulakukan padamu—Sasuke." Ucapnya lagi. Aku tidak mempedulikannya, tanganku berusaha melepaskan cengkramannya dari milikku yang berdenyut-denyut.
-Bruukk- Aku terjatuh ketika Naruto menyodokku lebih keras. Lubangku memanas—perih. "Ahhgg—Ahhhh—" Aku mendesah sambil mencari pegangan dilantai.
Naruto menarikku lagi untuk bangun, dia memeluk pinggangku kemudian menghentak-hentakkan penisnya ke prostatku. Aku tersentak beberapa kali, wajahku sekarat karena kesakitan. Tangannya makin menarik penisku dan meremasnya lebih keras.
"Hhhh—Sasuke—kau cantik—Ahhhh—nikmat—" Katanya sambil mendorong batang kemaluannya lebih dalam lagi. Pandanganku mengabur, mulutku terbuka, lidahku terus menjulur dengan air liur, aku pasrah ketika dia terus menyodokku tanpa ampun. Aku bahkan tidak peduli pada rasa sakit dipenisku yang berdenyut-denyut berontak dari cengkraman kerasnya. Hanya tubuhku yang mengejang hebat ingin keluar.
"Apa—Ahhhh—Kau akan—Hghhh—membunuhku lagi—?" Tanyaku sambil berusaha tetap sadar. Naruto melepaskan cengkramannya dari kejantananku kemudian menarik wajahku untuk mencium bibirku yang dingin.
"Tidak—Aku tidak akan membunuhmu—kau milikku sekarang—Hhhhghh—" Ucapnya tegas sambil menidurkanku dilantai. Naruto mengangkat kedua kakiku kemudian menyodok lubangku lagi.
Hentakan pinggulnya, makin membuatku mengejang hebat, aku tersenyum ke arahnya, "Naruto—Ahhh—terus—sodok aku—Ahhh!" Desahku yang membuat Naruto semakin mendorong kejantanannya ke prostatku.
"Aku—Hghhh—Keluar—" Naruto mendengus dengan keras. Otot perutnya mengejang dan hentakannya semakin cepat. Dia hampir mencapai klimaksnya.
Jariku mencengkram bahu Naruto, tubuhku bergetar, "Aku—keluar—Ahhhkk!" beberapa kali hentakan dari penis Naruto membuat bagian selangkanganku bergetar hebat, aku membuka pahaku lebar, tersentak beberapa kali kemudian disusul dengan muncratan cairan putih kentalku yang menyembur keluar.
"Aghhgg—!" Naruto mengerang nikmat, tubuhnya mengejang lalu menyemburkan spermanya ke dalam lubangku. Aliran cairan putihnya terlihat keluar melalui sela-sela lubang analku dan menetes dilantai. Naruto membuka mulutnya berusaha menormalkan dengus napasnya yang tidak beraturan.
Tubuhnya ambruk diatas badanku, aku mengerang sedikit, "Kau—berat, Dobe." Protesku—berusaha menyingkirkan tubuhnya yang menindihiku.
Naruto mendengus kemudian tertawa kecil, "Maaf—" Ucapnya sambil mencium ujung hidungku. Mata onyx ku terpaku melihat cengiran khasnya yang baru pertama kali kulihat. Dia tidak menampilkan senyum menawan seperti pertama kali bertemu, atau seringai licik ketika bertarung, melainkan sebuah cengiran lebar yang membuat wajahnya terlihat—tampan?
Aku langsung memalingkan wajahku yang memerah ketika melihat cengirannya itu. Jari Naruto menyisir rambut depanku, "Ada apa, Teme?" Tanyanya lembut kemudian mencium pipi dan keningku.
Aku menggeleng lemah, kemudian menatap mata birunya dengan serius, "Kau—tidak membunuhku? Maksudku—aku sudah memborgolmu di penjara ini, dan—" Ucapanku terhenti ketika Naruto membungkam mulutku dengan bibirnya.
"Sudah kubilang, aku tidak akan membunuhmu—kau vampire yang spesial, lagipula, aku sudah mendapatkan tubuhmu—dua kali." Sahut Naruto sambil mengacungkan dua jarinya membentuk lambang 'victory', bibirnya kembali memperlihatkan cengiran yang lucu.
Aku menahan kikik tawaku kemudian pura-pura menggigit jarinya dengan taringku, "Kuno—" Jawabku dengan nada cemberut yang dibuat-buat. Naruto tersenyum kemudian mencium bibirku.
"Jezzz—kau vampire yang menyusahkan, Teme." Katanya lagi.
"Kau hunter yang menyebalkan, Dobe." Balasku lagi sambil menarik wajahnya ke arahku, mengeliminasi jarak diantara bibir kami.
.
.
.
.
_Omake_
Pagi itu, aku melangkah dengan malas menuju ruang makan, bukan karena tempatnya yang kotor. Tidak—tidak—seluruh ruangan di mansionku bersih dan mewah. Hanya saja, pagi ini tidak seperti pagi-pagi sebelumnya.
Biasanya, setiap pagi, aku akan menikmati darah segar sambil menatap langit biru yang cerah dengan Itachi yang masih terlelap dikasurnya. Tetapi pagi ini, Itachi malah dengan ceria beranjak menuju dapur sambil bersenandung riang. Aku sempat mengira otaknya terbentur sesuatu, misalnya saja—tembok mungkin? Tapi tidak, otaknya masih abnormal seperti biasa. Yang membuatnya ceria adalah—
"Pagi, Sasuke." Ucap suara seorang cowok yang berada di meja ruang makan. Aku hanya ber'Hn' menanggapinya. Pemuda itu berambut merah dan basah—sepertinya dia habis mandi, dan tubuhnya tinggi langsing layaknya model. Dia selalu tersenyum dengan gigi runcing kecil miliknya.
Itachi duduk disebelah pemuda itu kemudian memanggilnya mesra dengan sebutan 'Kyuubi-chan~' Aku mual melihat tingkah kakakku yang dimabuk asmara itu—bleehh—sifatnya berbeda 180 derajat dibanding kesehariannya selama 100 tahun ini. Biasanya dia akan memakan habis manusia serigala setelah memainkannya sebentar, tetapi dia malah jatuh cinta pada pemuda berambut merah ini. Kakakku itu benar-benar tidak bisa ditebak.
Kyuubi hanya tersenyum lembut menanggapi panggilan Itachi. Aku meliriknya sekilas—tidak ada bau manusia serigala lagi dari tubuhnya, ataupun tubuh bocah yang dulu pernah bertarung denganku. Dia sudah disembuhkan oleh darah kakakku. Dan sekarang dia sudah bisa beraktifitas layaknya manusia biasa dengan tubuh barunya sebagai pemuda dan bukan anak kecil lagi. Lagipula dia tidak perlu takut untuk menua, darah vampire murni merupakan obat yang ampuh untuk awet muda.
Itachi mencium leher Kyuubi lembut, "Malam ini kau akan berburu vampire lagi?" Tanyanya dengan nada kesepian. Kyuubi hanya mengangguk sambil menyediakan daging panggang yang mengepul panas ke arahku dan Itachi. Oh ya—jangan lupa dengan segelas jus tomat sebagai minumannya... Karena mulai saat ini, aku dan Itachi tidak diperbolehkan meminum darah manusia lagi oleh Kyuubi dan Naruto—mereka mengancam kami untuk menurut, kalau tidak mereka tidak akan mau tinggal bersama kami. Jadi dengan terpaksa, aku dan Itachi harus 'diet' dengan memakan jus tomat setiap harinya. Aku sih tidak masalah, tetapi sepertinya kakakku itu terlihat menderita saat harus meminum sari buah berwarna merah yang baginya sangat menjijikan. Ahhh—aku suka melihat Itachi tersiksa.
"Teme—kau sudah bangun rupanya." Suara Naruto membuatku berpaling. Rambut pirang pemuda itu masih basah karena habis mandi, aroma jeruk dari tubuhnnya masuk melalui indera penciumanku membuatku harus menahan hasrat untuk tidak bercumbu dengannya sekarang juga.
Aku bergerak ke arahnya yang hanya memakai celana panjang tanpa atasan, memperlihatkan tubuh bidangnya itu. "Malam ini—aku ikut berburu denganmu ya?" Pintaku sambil mengalungkan kedua tanganku ke lehernya.
Naruto memeluk pinggangku kemudian mencium hidungku, "Baiklah—tapi kau harus janji, jangan pernah jauh dariku." Tegasnya lagi yang kusambut dengan senyum mengiyakan. Aku tidak akan membantah perkataan kekasihku ini—bahkan sekarang, aku ikut membasmi vampire-vampire amatiran diluar sana yang selalu membuat rusuh. Aku sih tidak peduli dengan vampire lain, asalkan aku tetap bersama Naruto itu saja sudah cukup bagiku.
Naruto melepaskan pelukannya kemudian berjalan menuju Kyuubi, "Pagi, Kyuubi-chan—" Sapanya dengan senyum menggoda. Pemuda berambut merah itu terlihat kesal.
"Aku sudah bukan anak kecil lagi. Panggil aku seperti biasa." Protes Kyuubi lagi. Tetapi Naruto tidak mempedulikannya, tangannya langsung memeluk Kyuubi dari belakang kemudian mencium leher pemuda itu.
Itachi yang melihat hanya menatap Naruto kesal, dia menarik Kyuubi dan menjatuhkannya ke meja makan, "Bisa tidak jangan selingkuh dengan saudara sendiri?!" Seru Itachi dengan nada kesal. Naruto hanya tertawa melihat kecemburuan vampire tertua itu.
Mata biru Naruto beralih memandangku kemudian menyeringai menggoda, "Sasuke—mau bermain sekarang?" Katanya sambil mengambil tempat lilin yang menyala, "—Tentu saja, permainan kita yang seperti biasa." Sambungnya lagi.
Aku tahu maksud perkataannya tentang 'permainan yang seperti biasa' itu, apalagi melihat lilin yang dipegang di tangannya dan pisau kecil di meja makan. Oh astaga—tubuhku akan lecet-lecet lagi. Well—aku sih tidak menolak. Toh aku suka sikap kasar pemuda pirang itu.
"Tapi janji—kali ini jangan membuatku harus mati lagi." Gerutu ku pada Naruto yang ditanggapinya dengan tawa lepas.
.
.
FIN
.
.
Maaf kalau alurnya terlalu cepat ^^ hehehe...
terima kasih untuk support kalian, minna-san XD... aku menyukai kaliaan, para senpai-senpai ku, para silent riderku, para reviewer n readerku dan teman-temanku... tanpa kalian aku hanyalah seorang author yang tidak bisa apa-apa... Love u ^O^
.
RnR Please XD