Title : If…

Main Cast : Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Other..

A/N : Demi HunHan FF ini punya saya!

Warning : YAOI / Boy X Boy / gaje / failed *Author Labil*

If don't like this genre don't read! Please ..

Just go back

HAPPY READING

ENJOY…

.

.

.

.

Matanya terpejam, merasakan hawa dingin yang saat ini bagai menyelimutinya. Jendela kamarnya yang sangat besar dibiarkan terbuka, membuat beberapa salju masuk kedalam ruangan kamar itu. Pemilik kamar itu bahkan amat sangat membenci dingin. Entah apa yang mendorongnya melakukan hal yang tak pernah ia fikirkan sebelumnya.

Pertengahan musim dingin

Namja itu tak memusatkan pandangannya pada apapun yang dapat dilihatnya. Kepalanya hanya terus saja terarah pada salju-salju yang memasuki kamarnya membuat permukaan lantai kamarnya basah.

"Baekhyunnie"

Baekhyun menoleh ketika seseorang memanggilnya, namja cantik itu berjalan mendekatinya. Tapi ketika manic matanya melihat jendela kamar Baekhyun terbuka, dengan sigap ia langkahkan kakinya menutup jendela besar itu.

"Kenapa membiarkan jendelanya terbuka Baekhyunnie? Lihat saljunya masuk, lagipula setahu Hyung kau kan benci dingin.." ujar Luhan, tapi sayang bagai tak berarti sama sekali kata-katanya barusan tak digubris oleh Baekhyun.

Luhan menoleh, menatap sendu sosok Baekhyun yang menjadi begitu pemurung sekarang. Ia sudah jarang sekali tersenyum, bahkan untuk hal yang selalu membuatnya tersenyum dulu. Seperti jika Sehun yang biasanya selalu poker face mengubah raut wajahnya demi rengekan Baekhyun. Menunjukan ekspresi-ekspresi wajah konyol .. Setidaknya sebelum kejadian 1 minggu yang lalu hal itu masih berlaku untuk membuat Baekhyun tertawa hingga memegangi perutnya.

"Baekhyunnie"

Luhan menatap Baekhyun singkat sebelum akhirnya memeluk tubuh ringkih Baekhyun. Mengelus punggungnya, dan tanpa sadar ia menangis melihat Baekhyun yang seolah bagai mayat hidup.

"Kau harus melupakannya Baekhyunnie, jangan siksa dirimu.." suara Luhan terdengar begitu bergetar, membuat Baekhyun yang sedari tadi asik dengan dunia khayalannya tersentak.

"H.. Hyung? Luhan Hyung?"

"Ke.. Kenapa menangis?"

Luhan menggeleng pelan, setidaknya saat ini kesadaran Baekhyun ada pada tubuhnya.

"Apa yang Baekhyunnie fikirkan, eum?"

Baekhyun terdiam, menatap Luhan dalam kemudian menundukan kepalanya. Tak perlu menggetarkan pita suaranya bahkan Luhan paham benar apa yang mungkin ingin dikatakan namja mungil ini melalui tatapannya.

"Jangan seperti ini, Baekhyunnie. Hyung sedih melihatmu seperti ini"

"Hyung…"

"Jadilah Baekhyun yang hyung kenal dulu, Baekhyun yang selalu tersenyum, Baekhyun yang selalu ceria, Baekhyun yang matanya selalu menghilang saat ia tertawa dengan begitu senang, Baekhyun yang periang, Baekhyun bahkan tak pernah ingin dikurung didalam kamar sendirian dan ahh.. sekarang lihat berapa lama kau mengurung dirimu diruangan ini eum? Hyung mohon jadilah adik kesayangan hyung yang dulu, seperti saat sebelum mengenal cinta, belum bertemu dengan namja itu.. jebal Baekhyunnie"

Bibir tipis itu bergetar mendengar ungkapan hyung kesayangannya itu. Pelupuk matanya berair, siap menumpahkan lahar kepedihan hatinya. Tidak, ia tidak bisa…

"Hyung seperti melihat dirimu yang lain, hiks hyung seperti kehilangan dirimu Baekhyun"

"Hyung" nada suara itu jelas terdengar parau, tarikan pita suaranya seolah tidak seimbang menghasilkan nada suara yang terdengar aneh.

"Jebal.."

.

.

.

.

Seorang namja tampan terus saja berdiri didepan sebuah jubah hitam yang tergantung didinding kamarnya. Tangan-tangan besarnya menggapai tenunan kain itu. Mengusapnya dengan lembut, seolah bukan benda bernama pakaian itulah yang ia usap, Tapi pemilik jubah kebesaran itu.

Chanyeol menghembuskan nafasnya perlahan, melangkahkan tungkai kakinya keluar dari ruangan yang seolah begitu menyiksa batinnya. Tapi mata besar itu terpaku pada layar besar yang menampilkan sebuah film kartun yang biasanya selalu rutin ditonton oleh namja manis itu. Dan dunia fananya seolah menampilkan fatamorgana Baekhyun tengah terduduk dengan manis diatas sofa disana, menonton kartun kesukaannya dengan begitu lucunya. Tiba-tiba kepalanya menoleh menatap Chanyeol dengan senyuman manisnya, membuat Chanyeol tanpa sadar juga tersenyum. Tangannya terangkat hendak menggapai sosok itu, tapi..

Hilang..

Sosok itu hilang..

Chanyeol mendesah kecewa, ia tau ini konyol tapi setiap harinya bayangan Baekhyun bagai menghantuinya. Baekhyun saat masih terlelap disisinya saat ia terbangun. Baekhyun yang menggigit lidahnya saat Chanyeol memergokinya memakan pasta gigi. Baekhyun yang menyambutnya saat pulang. Baekhyun yang tersenyum sambil makan bersamanya. Baekhyun yang heboh ketika melihatnya membawa pulang berbagai macam strawberry..

Ohh Tuhan Chanyeol benar-benar merindukannya..

"Chanyeol" panggilan itu membuyarkan Chanyeol dari lamunannya, dengan malas Chanyeol menolehkan kepalanya kearah sumber teriakan.

Seorang gadis menghampiri Chanyeol, setidaknya jika hatinya belum benar-benar dirampas dengan paksa oleh namja manis yang begitu ia rindukan. Ia akan sangat senang ketika gadis itu menghampirinya, karena biasanya Chanyeol yang akan menghampiri gadis itu.

"Kau melamun?" Tanya Eunri.

Chanyeol hanya tersenyum membalas pertanyaan Eunri, membuat kening Eunri berkerut karena bingung.

"Kau aneh, tidak seperti biasanya. Wae?"

"Gwaenchana, Eunri-ah"

"Jinjjayo? Kok aku tidak percaya ya?"

Chanyeol terkekeh mendengar penuturan Eunri tadi.

"Ohh iya, bagaimana hubunganmu dengan namja itu?"

Perlahan Chanyeol tersenyum miris.

"Ia sudah pergi Eunri-ah"

"Mwo?" Eunri jelas tersentak, terakhir kali yang ia tau hubungan keduanya masih baik-baik saja.

"Bagaimana bisa?"

Chanyeol mengendikkan bahunya, ia tidak mungkin memberitahu Eunri yang sesungguhnya. Masalahnya akan sangat merepotkan nantinya.

"Lalu saat ia pergi kau tidak menahannya?"

Chanyeol menggeleng pelan, sesungguhnya ia begitu menyesal membiarkan Baekhyun pergi.

"Aishh Bodoh!" Eunri mendengus kesal, mengalihkan tatapannya dari sosok Chanyeol.

"Untung saat kau bilang menyukaiku aku tidak menerimanya, bisa-bisa aku bernasib sama seperti namja itu" cibir Eunri.

"Mwo?"

Chanyeol jelas terkejut dengan kata-kata Eunri tadi, sebegitu kejamnya kah dirinya? Sampai-sampai Yeoja yang pernah ia sukaipun menyatakan ketidak sukaannya pada sosok Chanyeol.

"Seharusnya kau menahannya Park Chanyeol.."

"Aku tidak tau ini berlaku atau tidak untuk laki-laki, tetapi percayalah disaat ia mengatakan akan pergi darimu sebenarnya ia sangat ingin kau menahannya, mengatakan padanya untuk tidak pergi dan terus berada disisimu.. ia sangat ingin kau merengkuh tubuhnya mengatakan bahwa kau begitu mencintainya. Tidak berat bukan? Tetapi nyatanya sangat sulit dilakukan, orang-orang seperti itu lebih memikirkan harga dirinya daripada rasa cintanya.. bukankah terkadang cinta membunuh harga diri seseorang?"

Chanyeol tertegun.

Rasanya semua ucapan yeoja dihadapannya ini membuat darahnya berdesir hebat. Menimbulkan denyutan menyakitkan didada kirinya tepat dimana jantungnya berada. Chanyeol menyadarinya bahkan ketika ia membiarkan Baekhyun pergi saat itu. Meskipun setelahnya bagai meninggalkan luka sayatan mengerikan didadanya, meninggalkan raganya yang tergolek tak berdaya.

"Aku bahkan sangat ingin menahannya saat itu, Eunri-ah" ucap Chanyeol.

"Lalu kenap-"

"Aku punya alasan sendiri, yang mungkin tak bisa kau pahami"

Chanyeol menatap Eunri dalam, menyiratkan luka yang begitu pilu pada kedua iris kelamnya.

"Tapi percayalah, aku tak pernah main-main dengan perasaanku. Aku mencintainya… sangat" pandangan Chanyeol melirih, matanya berubah sendu. Ia beranjak meninggalkan Eunri di meja itu sendirian.

.

.

.

.

Baekhyun melangkahkan kakinya keluar, rasanya sudah lama sekali tidak melihat hamparan langit dan merasakan sejuknya udara pagi. Matanya berkeliaran kesana kemari memandangi pemandangan indah pagi ini. Tepat saat ia melihat sosok Luhan tengah berjalan kearahnya dengan kepala tertunduk, ia tersenyum lebar kemudian meneriaki nama Hyungnya itu.

"Luhan Hyung" pekik Baekhyun, kemudian berlari riang menghampiri Luhan yang Nampak terdiam.

Luhan jelas terkejut saat ini.

"Baekhyunie?"

"Hyung tidak membalas pelukanku? Hyung jahat!" Baekhyun mempoutkan bibirnya, menatap sebal kearah Luhan.

Luhan masih termangu, ia belum benar-benar dapat menguraikan apa yang saat ini terjadi. Hingga ketika ia telah benar-benar menguasai keadaan, ia memeluk tubuh Baekhyun.

"Mianhae, Hyung hanya terkejut tadi"

"Hemm Arraseo"

"Mau ketaman bunga?" ajak Luhan antusias.

"Kajja Hyung" Baekhyun melingkarkan tangannya ditangan Luhan, menarik namja cantik itu berjalan mengikutinya.

Luhan tersenyum simpul, ia mengerti Baekhyun tengah berusaha. Ia sungguh mengerti namja mungil itu hanya tengah membuat suasana menjadi seperti dulu. Seperti sebelumnya, gurat kesedihan itu bahkan Nampak begitu jelas meskipun ia berusaha untuk bersikap selayaknya dahulu. Tapi Luhan menghargainya, setidaknya ia tidak benar-benar membuat dirinya selalu terpuruk.

Baekhyun menatap sayu pada sebuah ayunan kayu dengan tali dari akar pohon itu menggantung di batang sebuah pohon. Tiba-tiba memorinya berbalik kembali disaat ia terakhir kali bersama Chanyeol. Hingga sebuah tepukan dipundaknya membuyarkannya akan memory lama itu.

"Hyung aku ingin naik ayunan itu, ne?"

Luhan mengangguk meng'iya'kan keinginan Baekhyun. Setelahnya Luhan berjalan menghampiri Sehun yang saat ini tengah memberi pupuk pada beberapa bunga ditaman utama istana.

Baekhyun mendudukan dirinya perlahan diatas kayu pipih itu. Mulai mengayunkan dengan tempo lambat, meresapi setiap letupan-letupan didadanya ketika ayunan itu melaju. Angin yang membelai wajahnya, menerbangkan surainya. Matanya terkatup, menikmati sejuknya pagi ini. Namja itu tersenyum miris, didalam fikirannya paras tampan Chanyeol bagai terus silih berganti.

"Apa Chanyeol menyukai Eunri?"

"Ani.."

"Aku tidak menyukai Eunri lagi, ada seseorang yang ternyata sudah merebut hatiku yang akan kuberikan pada Eunri sebelumnya. Dan anehnya singgasananya dihatiku bagai tak goyah sama sekali, aku terlalu bodoh karena baru menyadarinya.."

"Begitukah?"

"Siapa orangnya?"

"Ingin tau?"

"Kau akan tau nanti, sekarang belum saatnya kau tau"

Pelupuk mata sipit itu berair, siap menumpahkan hasrat kepedihan dalam dadanya. Ia tertunduk, menggigit bibir bawahnya.

Ia benar-benar ingin tau, siapa orang yang dimaksud Chanyeol. Tetapi mustahil, sampai kapanpun Baekhyun tak akan pernah mengetahuinya. Hanya harapan saja yang tersisa, harapan jika suatu saat nanti ia dapat mengetahui hal itu.

Baekhyun tidak sadar sejak kapan sepasang kekasih itu menatapnya sendu. Hingga salah satu dari mereka menepuk pundaknya, membuatnya sadar dari apa yang berusaha ia lupakan.

"Sudah sarapan belum?" Tanya Luhan dengan raut wajah cerianya, ia harus berpura-pura tidak tau dengan keadaan Baekhyun saat ini.

Baekhyun menggelengkan kepalanya sambil berusaha menyembunyikan sisa air mata yang membasahi matanya. Kemudian menatap Luhan dengan mimic wajah seolah baik-baik saja.

"Kajja sarapan dulu, pagi ini Hyung akan membuatkanmu makanan enak.. kau tak taukan kalau Hyung pandai memasak?"

"Hyung pandai memasak?"

"He'em, tidak tau ya?" Luhan mempoutkan bibirnya seolah marah pada Baekhyun.

"Hyung, mian.. Hyung kan tidak pernah bilang kalau Hyung pandai memasak jadi.. aku tidak tau" Baekhyun menggenggam tangan Luhan, menatapnya dengan melas. Ia tidak mau Hyung-nya itu marah padanya karena ia sangat menyayangi Luhan.

"Miaa~nn"

Luhan terkekeh geli melihat ekspresi Baekhyun, diusapnya kepala Baekhyun. Kemudian ia tersenyum lembut.

"Gwaenchana, nahh Kajja.. kita masak makanan enak!" seru Luhan berapi-api, membuat Baekhyun ikut mengepalkan tangannya dan mengangkatnya keudara.

Namja tampan itu tersenyum, melihat tingkah Luhan yang sangat lucu ketika berusaha mengalihkan fikiran Baekhyun.

"Sehunnie, Kajja!"

"Aku akan menyusul nanti"

Luhan menganggukan kepalanya, kemudian kembali berbalik dan menarik Baekhyun mengikutinya. Sesekali Sehun melihat keduanya Nampak tertawa hingga akhirnya mereka berbelok dan Sehun tak lagi melihat punggung keduanya.

.

.

.

.

Baekhyun terduduk dihadapan sebuah tungku api, menatapnya sendu. Kemudian iris matanya beralih pada benda yang berada disebelahnya.

Benda-benda yang selalu mengingatkannya pada Chanyeol. Terlebih lagi boneka pororo yang saat ini ada digenggamannya. Entah kapan tangannya terulur mengambil benda lembut itu.

Ia menghela nafas berat, ia tidak ingin menangis sungguh.. ia sudah berjanji pada dirinya tidak akan meratapi masa lalunya. Dan yang paling penting dirinya tidak ingin membuat Luhan terus-menerus mengkhawatirkan keadaanya.

Deritan pintu itu menyadarkan Baekhyun dari lamunannya dengan perlahan ia menoleh pada sosok tampan yang tengah berdiri diambang pintu.

-Sehun

"Sehun?"

Sehun menoleh pada Baekhyun kemudian membiarkan namja yang lebih pendek darinya menerobos tubuh tingginya.

"Luhan Hyung?"

Dahi Baekhyun mengeryit bingung ketika melihat Luhan datang bersama Sehun, biasanya ia hanya akan datang sendiri.

"Disini hangat sekali!" pekik Luhan heboh.

"Dikamarku dingin, bolehkan aku disini dulu Baekhyunnie"

Baekhyun terkekeh mendengar penuturan Luhan, terkadang Hyungnya ini bisa menjadi sangat dewasa, terkadang sangat galak, dan juga kekanakan.

"Tumben Hyung membawa Sehun"

"Habisnya, dia memaksa sih. Padahal aku ingin berduaan saja denganmu" gerutu Luhan lucu.

"Hyung ingin berduaan denganku?"

"Hemmm" Luhan mengangguk antusias.

"Tapi kan aku bukan pacar Hyung, na.. nanti Sehun marah padaku Hyung" Ujar Baekhyun takut-takut. Ia sedikit memberi jarak antara dirinya dengan Luhan.

"Tidak akan! Benarkan Sehunnie?" Raut wajah Luhan begitu sumringah, ia menatap Sehun sambil tersenyum manis. Membuat Sehun mendekat padanya, dan mencubit pipinya gemas.

"Akhh appo!"

Baekhyun tersenyum mendapati Luhan dan Sehun yang Nampak sangat bahagia. Ia juga ingin seperti itu dengan..

-Chanyeol

Baekhyun menggeleng-gelengkan kepalanya, menepis pemikirannya. Kemudian ia menundukan kepalanya, menatap kebawah dengan sendu.

"Baekhyunnie.."

Luhan menepuk Baekhyun pelan, tapi Baekhyun enggan menatap keduanya. Jujur ia sedikit ahh ani tapi merasa sangat… iri.

"Terkadang aku berfikir, betapa menyenangkan jika bisa melakukan hal-hal kecil dengan orang yang aku suka. Dan ketika semuanya hampir aku dapatkan, Tuhan berkata lain."

Luhan terdiam.

"Aku tidak membenci Tuhan, sungguh. Hanya saja aku merasa kesal dengan takdir yang seolah mempermainkanku Hyung.. jika pada akhirnya takdir tak mempersatukan aku dengannya, mengapa ia membuat aku harus bertemu dengannya?" Baekhyun menunduk semakin dalam.

"Jika pada akhirnya bukan dia yang Tuhan pilihkan untukku, mengapa ia membuatku merasakan perasaan yang begitu sesak ini Hyung.." Baekhyun mulai terisak, mengigit bibir bawahnya menahan agar tak menjerit melampiaskan rasa sakit luar biasa didalam dadanya.

"Baekhyunnie"

"Aku iri pada Hyung dan… Sehun" ungkap Baekhyun lirih, ia mengatupkan kedua matanya membiarkan buliran air matanya mengalir membasahi pipinya.

Luhan tersentak..

Dengan sigap Luhan membawa Baekhyun dalam dekapannya, menenangkan namja mungil itu.

"Tapi.."

Baekhyun mengangkat kepalanya menatap Luhan kemudian melepaskan pelukan keduanya.

"Aku sudah berjanji pada diriku untuk melupakannya, jadi aku tidak boleh menangis. Benarkan Hyung?"

Luhan menangguk dengan senyuman lembut.

"Percayalah semua akan indah pada waktunya" ujar Luhan meyakinkan Baekhyun. Baekhyun menganggukkan kepalanya seraya tersenyum.

.

.

.

.

Tangan Baekhyun terulur mengambil sebuah kotak, ketika dirinya memutuskan untuk melupakan Chanyeol semua benda yang berhubungan dengan namja itu ia simpan didalam kotak itu. Jemari lentiknya menyusuri bentuk kotak itu. Terlihat ragu untuk memutuskan membukanya dan melihat isinya. Hingga jari-jemarinya bergerak perlahan membuka penutup kotak itu. Namja mungil itu memejamkan matanya beberapa kali serta menghembuskan nafas gusar. Dan satu tetes air matanya terjatuh ketika kotak itu terbuka. Diraihnya boneka pororo yang sempat dibawanya ketika berpisah dengan Chanyeol. Dipandanginya boneka itu lamat-lamat dan tanpa sadar air mata namja mungil itu semakin deras mengalir. Kedua tangannya bahkan bergetar ketika memori saat itu kembali berputar dikepalanya.

"Kau mengacuhkanku dan lebih memilih bersama dengan boneka ini kan?"

Baekhyun menangis semakin pilu, suara isakannya bahkan sudah tak lagi dapat ditahan olehnya. Dadanya benar-benar sesak, Ia rindu Chanyeol sungguh ia ingin bertemu dengan namja tampan itu. Ia tidak tahan terus berpura-pura baik-baik saja disaat luka dihatinya semakin menggerogotinya, meneriakan bahwa ia benar-benar ingin bertemu Chanyeol.

"Yeollie hiks Yeollie" satu nama yang selalu ia tahan agar tak terucap dari bibirnya kini lolos sudah. Didekapnya erat boneka pemberian Chanyeol itu, seolah Chanyeol-lah yang ia peluk.

Ia tidak peduli, jika bahkan Chanyeol telah melupakannya. Ia hanya ingin menatap wajah tampan itu mendekap tubuh tingginya, terisak didadanya,memberitahu padanya bahwa ia benar-benar tersiksa dan merindukannya, bahwa ia benar benar telah…. Mencintainya.

Namja cantik itu berlari dengan tergesa-gesa, ia merasakan sesuatu yang tidak enak pada fikirannya. Firasatnya sedang tak baik saat ini. Tangannya hendak membuka pintu kamar itu, tapi ia tersentak dan mengurungkan niatnya sejenak. Ia sudah menduganya, suara isakan tangis bagai memenuhi gendang telinganya. Baekhyun telah sampai pada ambang kemampuannya, hingga sesuatu yang berusaha ia lupakan dengan susah payah bagai sia-sia saja. Karena begini lah pada akhirnya, ia tetap meraungkan nama itu, ia tetap kembali menyerukan kerinduannya.

Dengan amat sangat perlahan Luhan mendorong pintu kamar Baekhyun, dan hatinya bagai teriris melihat Baekhyun yang terduduk membelakanginya. Kepalanya hampir saja tak terlihat oleh Luhan karena tertutup tinggi ranjang Baekhyun.

Luhan berjalan pelan, wajahnya sudah basah karena ikut menangis.

GREB

Direngkuhnya tubuh Baekhyun erat, berusaha membagi kekuatan padanya.

"Hyung hiks hyung" lirih Baekhyun, Luhan mengelus dengan lembut punggung Baekhyun. Hatinya benar-benar sakit melihat keadaan Baekhyun.

"Cukup Baekhyunnie, cukup"

"Hiks hiks"

"Jangan seperti ini.."

Luhan tersentak ketika menyadari barang-barang itu ada didekat Baekhyun, bukankah dulu Baekhyun sudah membakarnya? Bukankah dulu ia terduduk dengan tungku api dihadapannya dan hendak membakar barang-barang yang mengingatkannya pada Chanyeol?

"Tidak bisa hyung, aku tidak bisa hiks"

"Aku ingin bertemu Yeollie hiks ingin bertemu hyung.. sakit sekali disini hyung hiks" Baekhyun memukul-mukul pelan dadanya.

Luhan hanya terdiam, membiarkan bahunya basah karena air mata Baekhyun. Sungguh ia tidak berdaya saat ini. Sakit yang dirasakan namja mungil itu, ia tidak punya penawarnya. Ia tak memiliki obatnya, hanya pada namja tampan yang amat sangat dirindukan Baekhyun-lah ia dapat berharap.

.

.

.

.

Luhan berjalan gontai melalui lorong-lorong panjang itu, matanya sembab karena menemani Baekhyun barusan. Parahnya ia bagai ikut merasakan sesak yang dirasakan Baekhyun hingga ia benar-benar menangis bersama namja mungil itu.

Tangannya terangkat mendorong sebuah pintu, dengan langkah pelan ia memasuki kamar itu. Mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kamar.

"Sehunnie" bahkan suaranya terdengar serak ketika menyerukan nama kekasihnya itu.

"Sehunnie"

Sebuah pintu lain yang terdapat didalam kamar itu terbuka, menampilkan sosok yang sedari tadi dicarinya. Kepala Luhan menoleh kearah Sehun yang sepertinya baru saja selesai mandi.

"Ya, apa yang kau lakukan dikamarku?"

Luhan terdiam, hanya saja ia semakin menatap sehun dalam. Raut wajahnya berubah, namja cantik itu menggigit bibir bawahnya menahan agar tidak terisak.

Sehun melihatnya, namja itu berusaha menyampaikan sesuatu padanya. Niatnya yang ingin menggertak Luhan karena seenaknya memasuki kamarnya malam-malam begini hilang-lah sudah. Digantikan perasaan ingin tau, perihal bagaimana namja-nya begitu terlihat menyedihkan begini?!

"Hei, ada apa?"

Tubuhnya bergerak mendekati Luhan yang hanya diam sambil tertunduk didekat pintu kamarnya. Ia raih tubuh bergetar itu, didekapnya Luhan dengan erat dengan terus mengelus lembut punggung namja cantik itu.

"Ada masalah apa, eum?"

"Baekhyunnie.. dia.. dia.."

Sehun menghela nafas berat, selalu begini.. Namjanya selalu mendatanginya setelah dirinya menenangkan Namdongsaeng kesayangannya itu. Ia Nampak kuat dihadapan Baekhyun dengan selalu menjadi tempat namja mungil itu mencurahkan isi hatinya. Tetapi sesungguhnya beginilah kenyataannya, hatinya tak cukup mampu untuk menampung beban kepedihan Baekhyun. Hingga pada akhirnya namja cantik itu akan meminta Sehun untuk menenangkannya.

"Kenapa dengan Baekhyun?"

"Aku.. hiks aku.."

Luhan mengcengkeram pakaian Sehun, terlalu sulit untuk mengatakannya. Ia takut Sehun akan menolak pernyataannya nanti. Ia takut Sehun tak berada dipihaknya..

"Aku apa eumm?"

"Aku ingin membawanya hiks menemui namja itu Sehunnie.. hiks"

Sehun kembali menghembuskan nafas lelah, bukan sekali ini saja namja cantik itu mengatakan hal itu. Bukannya tidak ingin, hanya saja akan buruk jika ayah Baekhyun mengetahuinya.

Tapi sungguh ia tak bisa melihat Luhan seperti ini.

"Baiklah kita akan melakukannya Lu.."

Luhan tersentak, jujur ia terkejut mendengar penuturan namja tampan yang kini memeluknya. Hingga tanpa sadar ia semakin kencang mencengkeram pakaian Sehun. Melampiaskan rasa bahagianya karena akhirnya Sehun berniat membantunya.

"Gomawo Sehunnie.."

.

.

.

.

Pagi ini burung berkicau dengan ramai, membangunkan para makhluk hidup yang masih terlelap untuk bangun dan beraktifitas. Berbeda dengan Park Chanyeol, bahkan sejak matahari belum menunjukan sosoknya namja itu telah sibuk menyiapkan dirinya dan merapikan barang-barangnya. Dilihatnya jam yang bertengger manis dipergelangan tangannya.

Ia sudah memutuskan untuk kembali kerumah orang tuanya, memang hanya untuk sementara sekedar menenangkan fikirannya dan berusaha melupakan Baekhyun. Jika terus menerus berada diapartemennya Chanyeol yakin, akan semakin sulit menghilangkan bayang-bayang Baekhyun dalam fikirannya. Semua yang ada disana membuatnya ingat pada namja manis itu. Membuatnya harus berkali-kali merasakan sesak yang begitu luar biasa.

Pandangan Chanyeol berubah sendu seiring dengan beralihnya tatapan matanya pada semua pakaian Baekhyun yang tergantung rapi didalam lemari pakaiannya. Chanyeol masih dapat mengingat dengan jelas bagaimana lucunya Baekhyun ketika memakai semua pakaian itu. Warna-warnanya yang cerah sungguh berteman baik dengan Baekhyun..

Chanyeol menghela nafas berat, lagi dan lagi dadanya bagai tertimpa batu besar. Menghimpit dadanya membuatnya terasa begitu ngilu dan sesak.

"Haruskah aku melupakanmu?"

Diraihnya semua pakaian itu, membawanya keluar dari dalam kamarnya. Menyatukan semua pakaian itu dengan barang-barang Baekhyun lainnya.

"Bahkan jika aku membuang semua barang-barangmu aku tidak yakin dapat melupakanmu. Karena nyatanya semua kenangan tentangmu sangat sulit untuk kubuang juga"

Chanyeol memejamkan matanya sejenak, menghirup nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Begitu seterusnya..

Dadanya sesak jika mengingat kebodohan terbesarnya, membiarkan namja yang dicintainya pergi begitu saja bahkan ia bersikap seolah tidak peduli saat itu.

'Aku ingin dapat mengendalikan waktu dan kembali membawamu dalam dekapanku, Baekhyun. Mungkinkah…?'

Chanyeol mengelengkan kepalanya, percuma menyesalinya sekarang. Pada kenyataannya namja mungil itu sudah pergi dan tak mungkin kembali. Chanyeol menyadarinya sejak awal, disaat perasaannya mulai tumbuh untuk namja mungil itu. Ia sadar jika pada akhirnya mereka tidak akan bersatu, dunia keduanya berbeda…

Dan memang semestinya cinta itu tak perlu hadir diantara keduanya, karena hanya meninggalkan luka menyakitkan didalam sana.

Tangan Chanyeol kembali tergerak mengemasi semua barang-barang Baekhyun. Memasukannya pada kantung besar, niatnya ia akan membuang semuanya.. ia tidak ingin terus dihantui perasaan sesak setiap kali melihat sesuatu yang menyangkut pautkan namja mungil itu.

Kakinya kembali melangkah, memasuki kamarnya.. dan nafasnya bagai tercekat. Melihat sebuah boneka buah kesukaan Baekhyun berada di atas sofa didekat jendela. Tanpa sadar kakinya telah melangakah mendekati boneka Strawberry itu.

Tangannya meraih boneka itu, menyentuh halusnya boneka berbulu itu. Mengingatkannya pada halusnya surai hitam Baekhyun.

"Mengapa sulit sekali Baekhyun? Beritahu aku..? Bagaimana cara melupakanmu? Karena setiap aku melangkahkan kakiku, aku akan selalu teringat padamu.." gumam Chanyeol lirih.

.

.

.

.

Namja mungil itu menggeliat, tidurnya terusik berkat tepukan pada pundaknya. Dengan perlahan ia membuka kelopak matanya, sehingga sekumpulan cahaya silau memasuki memasuki matanya begitu saja membuat pupilnya mengecil ketika menyambut cahaya-cahaya itu.

"Eungghh" Baekhyun melenguh pelan, menggerakkan tubuhnya perlahan. Meski buram ia yakin kalau yang saat ini ada dalam pandangannya adalah kakak sepupu kesayangannya, Luhan.

"Hyung" sapanya dengan suara serak.

Tangan Luhan reflek membantu Baekhyun yang hendak memposisikan dirinya menjadi duduk. Dan saat tangannya menyentuh kulit Baekhyun jujur hatinya menjadi pilu.

"Kenapa tidak bilang kalau kau sakit Baekhyunnie?" ujar Luhan sendu.

Baekhyun menundukkan kepalanya, kelu sekali rasanya untuk menjelaskan pada Luhan mengapa dirinya menjadi seperti ini. Karena Baekhyun tau Hyung-nya ini pasti telah mengetahui semuanya bahkan disaat ia tak mengatakan sepatah katapun.

"Mianhae hyung"

Luhan mendesah pelan..

"Kau juga menangis semalaman lagi, eum?"

Baekhyun semakin tertunduk.. Ia tak mampu melawan.

"Hyung sangat tau membedakan mata sembab menangis dan bangun tidur.."

"Baekhyunnie.."

Luhan menghela nafas singkat sebelum kembali melanjutkan kata-katanya.

"Hyung janji akan membawamu menemui namja itu"

Baekhyun tersentak, kemudian dengan cepat mengangkat kepalanya menatap tak percaya pada Luhan. Tapi ia sangat mengenal Hyungnya ini, ia tak akan pernah membual padanya. Mata Luhan memang Nampak sayu tapi Baekhyun yakin kalau ia tak berbohong soal kata-katanya tadi.

"H.. Hyung, Be.. Benarkah?"

Luhan mengangguk cepat, ia sudah menahan dirinya agar tidak menangis ketika melihat raut wajah Baekhyun berubah akan menangis. Tiba-tiba tubuh hangat itu memeluknya erat, terisak dibahunya. Luhan lega setidaknya kali ini Baekhyun bukan menangis karena terluka.

"Gomawo Hyung hiks Gomawo.."

Luhan mengangguk, kemudian dengan perlahan melepas pelukan Baekhyun. Menatap mata berair itu, tangannya terangkat menyeka air mata Baekhyun seraya tersenyum lembut.

"Berjanji pada Hyung, jangan menangis lagi ne?"

Baekhyun mengangguk antusias.

"Baekhyunnie harus tersenyum"

Baekhyun terkekeh pelan mendengar kata-kata Hyungnya, hatinya terenyuh, sampai seperti ini Luhan memperlakukan Baekhyun.

Luhan tersenyum lega mendengar kekehan Baekhyun.

"Aku sangat menyayangi Luhan Hyung" ungkap Baekhyun, kembali mendaratkan tubuhnya pada tubuh Luhan. Semakin memeluknya dengan erat.

'Sebegitu inginkah kau menemuinya Baekhyun? Hanya dengan aku yang berkata akan mempertemukan kau dengannya bahkan wajahmu sampai berbinar senang…'

.

.

.

.

"Bagaimana kalau appa tau Hyung?"

"Jangan sampai ia tau, makanya kau harus kembali sebelum appamu kembali dari rapat diluar sana"

"Berapa hari?"

"Hanya 2 hari, kau harus benar-benar menyelesaikan urusanmu, eum?"

Baekhyun mengangguk mantap, sungguh ia sangat gugup saat ini. Di dekapnya boneka pororo yang berada didadanya semakin erat. Sesekali ia Nampak memejamkan matanya , menghembuskan nafas gusar, dadanya berdebar-debar.

"Gugup?"

Baekhyun mengangkat kepalanya, menatap Luhan kemudian mengangguk. Luhan tersenyum simpul sambil mengelus kepala Baekhyun.

Baekhyun tak sadar sejak kapan Sehun membawanya melalui dimensi ruang , yang ia tau ketika matanya terbuka ia sudah berada didepan pintu apartemen

-Chanyeol.

Raut wajah Baekhyun berubah,ia melangkah dengan perlahan. Tangannya menggapai pintu apartemen itu. Menyentuhnya dalam.. Air matanya tumpah, benar.. Ini benar, yang ada dihadapannya saat ini adalah apartemen Chanyeol. Entah bagaimana bisa ia begitu hafal setiap sudut apartemen itu, bahkan tak ada yang istimewa dan berbeda dari apartemen lainnya.

"Be.. benarkah ini hyung?"

Luhan mendekat, merangkul Baekhyun dengan lembut. Ia menganggukan kepalanya. Tersenyum tipis tetapi begitu menenangkan.

"Jadi aku bisa bertemu Yeollie?"

Sekali lagi Luhan hanya dapat mengangguk.

"Selesaikan masalahmu dengannya eum? Gunakan waktu 2 hari ini dengan baik, nanti hyung akan menjemputmu ketika waktunya sudah tiba. Datang ke taman waktu itu, hyung akan menjemputmu disana.. arrachi?"

Baekhyun mengangguk, ditatap Luhan dengan begitu dalam. Bibirnya bergetar, menahan kebahagiaan yang dirasakannya saat ini. ia akan bertemu dengan Chanyeol..

Luhan memeluk tubuh Baekhyun dengan erat, ia senang bisa membuat Baekhyun kembali tersenyum meskipun setelah ini ayah Baekhyun akan menghukumnya, Luhan tidak peduli.

"Katakan padanya, katakan kalau kau menyimpan hatimu untuknya. Katakan padanya kalau kau mencintainya, ne?" bisik Luhan.

"Gomawo Hyung"

Sebuah tepukan lembut menyadarkan Luhan, ia dengan sigap menoleh pada sosok namja tampan yang saat ini memperhatikannya.

"Kita harus kembali"

Singkat, namun Luhan jelas mengerti.. ia melepas pelukannya perlahan.

"Hanya sampai matahari terbenam sempurna Baekhyun, waktumu hanya sampai saat itu esok hari" ungkap Luhan lembut.

Baekhyun mengangguk cepat.

"Hyung harus kembali.. jaga dirimu"

.

.

.

.

Chanyeol berjalan menuju belakang rumahnya, berjalan dengan tanpa semangat sama sekali. Dihirupnya udara sore itu, sungguh oksigen saat itu bagai tak mampu memenuhi kebutuhan oksigen Chanyeol. Sebanyak apapun oksigen yang dihirupnya dadanya tetap terasa sesak.

Byurr

Chanyeol menggeram kesal ketika tumpahan air yang cukup banyak itu menimpa tubuhnya. Didongakan kepalanya keatas. Dan matanya mendapati sosok Yura tengah menatapnya dengan tatapan menantang dengan sebuah wadah ditangannya.

Ia menyiram Chanyeol dari atas balkon.

Tak lama setelahnya ia membalikan tubuhnya melangkah dengan cepat menuju kamarnya, berkat aksi gila sang kakak bajunya sukses basah.

Sedangkan Yura mengeryit bingung, tak ada perlawanan? Sungguh ajaib!

Ini seperti bukan Park Chanyeol, biasanya ia akan mengumpat ini itu kemudian menghampirinya dan mengomelinya. Tapi setelah bermenit-menit berlalu Chanyeol tak juga menampakkan dirinya dihadapan Yura.

Ia merasa ada yang berbeda dengan Chanyeol, sejak kedatangannya 4 hari lalu kembali kerumah, ia seperti tak melihat Chanyeol yang dikenalnya. Sifatnya benar-benar berubah..

.

.

Chanyeol mengusak rambutnya dengan handuk kecil, ia baru saja selesai mandi dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati sang kakak sudah dengan santainya duduk diatas ranjangnya.

"Ada apa kemari?"

"Wae, memangnya tidak boleh?"

Chanyeol hanya menghela nafas sambil melanjutkan kegiatannya mencari pakaian dilemari besar miliknya.

"Kau kenapa sih? Sejak kedatanganmu rumah ini jadi angker" Ujar Yura sambil merebahkan tubuhnya diatas ranjang Chanyeol. Yeoja itu mendengus kesal karena Chanyeol yang tak juga menjawab pertanyaannya.

"Jawab aku Park Chanyeol!"

Yura mendadak berubah menjadi serius matanya yang besar seperti Chanyeol menatap tubuh tinggi itu dengan tajam. Harusnya Chanyeol tahu kakaknya ini tak suka bila diacuhkan.

"Tidak ada urusannya denganmu" jawab Chanyeol seraya berjalan mendekati Yura dan ikut merebahkan tubuh tingginya disana.

"Memang, Tapi aku perlu tau" ditolehkan kepalanya menatap sang adik yang kini tengah memejamkan kedua matanya.

"Ayolah Park Chanyeol aku menjadi kakakmu itu bukan hanya sehari atau dua hari, aku mengenalmu Chanyeol"

Chanyeol menghela nafas, kemudian membalikan tubuhnya membelakangi sang noona.

"Tidak ada yang perlu kau tau Noona, cepat kembali kekamarmu" ujar Chanyeol dengan nada suara yang melemah.

Hening sesaat hingga akhirnya ia mendengar suara deritan pintu terbuka dan kemudian kembali tertutup.

.

.

.

.

TOK TOK TOK

"Yeollie~" getar suara itu terdengar begitu menyedihkan, sudah berkali-kali ia mengetuk permukaan pintu apartemen Chanyeol memencet bel di sebelah pintu tapi pemilik apartemen itu tak kunjung menunjukan dirinya.

Hari hampir malam, bahkan Baekhyun masih saja setia mengetukan jemarinya ia berharap Chanyeol mau membukakan pintu untuknya.

Baekhyun menundukan kepalanya, menggenggam kedua tangannya. Gelisah..

Air matanya mengalir membuat sungai baru dikedua pipinya yang memerah. Ia hanya ingin melihat Chanyeol, tak bisakah Tuhan memberikan kesempatan untuknya sekali ini saja?!

Ia sempat berfikir mungkin Chanyeol tak ada dirumah, lalu mungkin Chanyeol sudah pindah dari apartemen ini, atau bahkan yang memilukan Chanyeol sengaja tak membukakan pintu karena ia tau yang datang adalah dirinya.. dengan kata lain Chanyeol tak ingin bertemu Baekhyun.

Baekhyun bersandar pada dinding, terjongkok dengan kedua kaki yang tertekuk. Meletakkan dagunya diatas lipatan kakinya, menatap dalam-dalam pada sebuah benda yang tengah dipegangnya saat ini.

Air matanya tumpah, benarkah hanya dirinya yang berjuang disini? Tidakkah namja tampan itu tengah memperjuangkannya juga?

Baekhyun menggelengkan kepalanya.

"Mana mungkin Yeollie memperjuangkan aku, disini hanya aku yang menyukainya, hanya aku yang merindukannya.." Baekhyun menggigit bibir bawahnya menahan isakan yang mungkin akan keluar sewaktu-waktu.

Dipejamkan matanya yang terasa berat, terlalu banyak mengeluarkan air mata membuat kelopak matanya lelah.

.

.

.

.

Pagi menjelang, beberapa burung tampak bertengger diatas ranting pepohonan dirumah mewah itu.

Chanyeol termenung diatas balkon kamarnya, sejak semalam perasaannya benar-benar tidak enak. Seperti telah terjadi sesuatu..

Bahkan ia sudah terjaga beberapa jam yang lalu disaat matahari masih enggan menampakkan dirinya. Entah kenapa hatinya gelisah.

Kakinya melangkah dengan malas, ia memilih untuk melupakan apa yang sempat menghampiri fikirannya tadi. Mana mungkin terjadi hal buruk, semua keluarganya ada dirumah, ayahnya, ibunya dan kakaknya.

Kecuali jika hal buruk itu terjadi pada orang terdekat Chanyeol selain keluarganya.

Chanyeol menapakan kakinya diatas marmer kamar mandi, menatapi wajahnya yang agak kusam. Terlalu banyak berfikir mungkin.. berfikir tentang Baekhyun.

Beberapa menit kemudian, setelah membersihkan dirinya dan bersiap untuk berangkat kekampusnya. Namja itu akan menaiki bus dihalte biasa, ia lebih suka menaiki bus daripada harus mengendarai mobil ayahnya.

Namja tampan itu mendudukan dirinya dibangku halte, bus belum datang rupanya..

Apa ia terlalu pagi bersiap-siap? Ahh entahlah, bukankah jarang Park Chanyeol bertingkah rajin begini?

"Hahh"

Dihelanya nafas panjang, dadanya semakin sesak seiring dengan berjalannya waktu. Perasaan seperti pagi tadi kembali menyergapnya, ia benar-benar gelisah saat ini. tapi sungguh ia tidak mengerti apa yang membuat perasaannya menjadi tidak nyaman begini.

.

.

.

.

Terik matahari siang itu menerpa seorang namja dengan berperawakan mungil yang sedikit terusik tidurnya.

Matanya terbuka perlahan, menatap sekelilingnya yang sepi. Ia mengangkat tubuh mungilnya, gerakannya melambat ketika ia merasakan ada yang salah dengan tubuhnya.

Ditatapnya pintu itu dengan sendu, pintu yang tak kunjung terbuka sejak kemarin.

Waktunya sudah terbuang sia-sia, sejak kemarin ia hanya meratapi dirinya yang Nampak begitu bodoh. Hatinya yang berdebar hanya karena akan melihat Park Chanyeol, tapi bahkan namja tampan itu sama sekali tidak ingin menemuinya.

"Baekhyun.."

Baekhyun menoleh kearah suara itu, dan tiba-tiba nafasnya tercekat jantungnya berdegup kencang. Pipinya memerah, tersipu. Sosok itu, sosok namja tampan yang ia tunggu sejak kemarin tengah berada dihadapannya saat ini, cukup jauh.

"Yeo.. Yeollie"

Air matanya merembes membasahi wajahnya, ia terlalu bahagia saat ini. Hingga tanpa sadar kakinya melangkah ahh berlari mendekati Chanyeol dan merengkuh tubuh tegap itu dengan erat. Menumpahkan perasaan meluap-luap didalam dadanya, menangis meraungkan nama Chanyeol , sungguh ia rindu tubuh tinggi itu, ia rindu aroma khas Chanyeol, ia rindu menangis didada Chanyeol, ia rindu berada didekapan Chanyeol, ia rindu.. Rindu Park Chanyeol.

"Yeollie hiks Yeollie"

Tangan Chanyeol terangkat hendak membalas dekapan Baekhyun, tak hanya Baekhyun yang merasakan perasaan itu. Chanyeol pun merasakannya, ia benar-benar merindukan penyihir mungil yang kini mendekapnya erat.

Tapi..

Park Chanyeol tetaplah Park Chanyeol, ia tidak bisa memberi harapan palsu pada namja mungil itu ia tidak bisa memberikan omong kosong pada Baekhyun. Baginya Baekhyun sangat berharga bila harus tersakiti.

Karena pada akhirnya mereka takkan bisa bersatu, mereka tidak ditakdirkan bersama. Dunia mereka berbeda, dan Chanyeol berfikir jika ia membalas perlakuan Baekhyun sama saja memberikannya harapan palsu.

Chanyeol memejamkan matanya, menahan buliran air mata yang mungkin akan terjatuh, berusaha bersikap normal.

"Yeollie, Bogoshipo.. hiks"

Tak bisa, bahkan untuk melepaskan dekapan itu saja begitu sulit Chanyeol lakukan. Isakan tangis Baekhyun seolah mengundangnya untuk membalas dekapan itu, menenggelamkan tubuh mungil itu didadanya.

SRET

Tangan Chanyeol beranjak melepaskan pelukan Baekhyun dan seketika itu juga tangisan Baekhyun terhenti. Ia menatap sendu pada Chanyeol..

Namja mungil itu kembali mengangkat tangannya, hendak meraih pergelangan tangan Chanyeol. Tapi belum sampai niatnya terlaksana, hatinya bagai tersayat ketika pandangannya bertemu dengan sorot mata Chanyeol yang begitu datar. Ditariknya kembali tangan mungilnya, mengepalkannya kuat-kuat.

"Yeo.. Yeollie a.. ak-"

"Untuk apa kembali lagi?" Tanya Chanyeol dingin, bahkan ia memotong perkataan Baekhyun.

Kepalanya tertunduk, pertanyaan sederhana yang mampu menghantam hati Baekhyun dengan begitu keras.

"A.. AKu ingin bertemu Yeollie" jawab Baekhyun lirih.

"Menemuiku?"

Baekhyun mengangguk perlahan seraya mengangkat wajahnya menatap wajah Chanyeol. Tak ada yang berubah ekspresinya masih tetap sama.

Bahkan Baekhyun lebih memilih ekspresi Chanyeol ketika ia pertama kali jatuh diapartemennya.

"Untuk apa?"

"Aku ingin melihat Yeollie, bogoshipo~" ujar Baekhyun pelan.

Hatinya menampik, ia jelas tau dan paham kenapa Baekhyun datang. Terlebih namja mungil itu sudah mengatakan kalau ia merindukan Chanyeol tadi. Chanyeol menarik nafas pelan, kemudian menghembuskannya. Ditatapnya Baekhyun yang hanya menundukkan kepalanya sambil memainkan ujung pakaiannya. Chanyeol tentu saja ingat pakaian itu, pakaian yang terakhir kali dikenakan Baekhyun saat bersamanya sebelum akhirnya ia membiarkan Baekhyun meninggalkannya.

"Kau sudah melihatku kan? Jadi pulanglah.."

Baekhyun mengangkat kepalanya menatap tak percaya pada Chanyeol, semudah itu kah? Semudah itukah Chanyeol kembali melepas Baekhyun? Tak ada kata 'Bogoshipo' kah yang keluar dari bibir namja tampan itu? Atau setidaknya menyapanya dengan lembut?

"Yeo.. Yeollie?" suara Baekhyun bergetar.

Chanyeol berjalan melewatinya, namja tampan itu tak sama sekali melirik kearah Baekhyun.

Namja mungil itu terdiam, merasakan sakit yang berdenyut pada dadanya. Kepalanya tertunduk dalam, Tangan lentiknya terangkat menyeka buliran Kristal yang membasahi pipinya. Menghapus jejak kepiluan itu dengan kasar. Baekhyun membalik tubuhnya menjegal tangan Chanyeol.

"A.. aku ingin mengambil jubahku"

Baekhyun benar-benar tak menduga akan mengatakan itu, ia tak memikirkan perihal itu. Tapi sekalipun itu hal konyol akan tetap Baekhyun lakukan selama dapat membuatnya bersama dengan Chanyeol lebih lama lagi.

.

.

Baekhyun melangkahkan kakinya perlahan, ruangan diapartemen ini tidak ada yang berubah. Semuanya masih seperti saat terakhir kali ia melihatnya.

Baekhyun menatap punggung Chanyeol, menatapnya dengan sendu. Ia tersenyum miris, mengingat perlakuan Chanyeol padanya saat ini.

Bagai dirinya tak ada..

"Yeollie, kemarin kau kemana?" Tanya Baekhyun pelan

"A.. Aku menunggu Yeollie sejak kemarin, tapi Yeollie tidak kembali"

Kepalanya tertunduk, menunggu respon dari Chanyeol. Setelah bermenit-menit berlalu ia sama sekali tak mendengar Chanyeol mengatakan apapun. Hingga sebuah uluran tangan membuyarkan pemikirannya, mata sipit Baekhyun menelusuri tangan besar itu. Tangan besar yang biasa mendekapnya. Sebuah jubah hitam yang Nampak besar tersampir dilengan Chanyeol, tatapan matanya seolah menyuruhnya untuk mengambil jubah itu.

Chanyeol bahkan melihatnya, melihat getaran tangan Baekhyun saat mengambil jubahnya. Tatapan matanya yang begitu sendu, guratan kesedihan yang begitu mendalam pada iris kelamnya.

"Yeollie?"

Hingga panggilan itu membuat Chanyeol harus menarik dirinya kembali kedunia nyata. Chanyeol berdehem menjawab panggilan Baekhyun.

"Aku- ingin mengatakan sesuatu" ujar Baekhyun pelan.

"Apa?"

"Tapi Yeollie harus berjanji akan mendengarkannya dengan baik?!"

Ditatapnya mata Chanyeol seolah memaksanya untuk menuruti keinginannya. Chanyeol mengangguk, wajahnya terlihat tak peduli dengan apa yang mungkin akan dikatakan Baekhyun, tapi hatinya berdebar tak karuan menunggu untaian kata dari bibir tipis itu.

"Bolehkah aku mengatakan kalau.. aku kecewa pada sikapmu Yeollie"

Gerakan Chanyeol terhenti.

"Aku kecewa pada Yeollie, sungguh. Tapi entah kenapa setiap ingin mengatakannya lidahku terasa begitu kelu. Dan akhirnya aku hanya dapat tersenyum ketika Yeollie bahkan tak sama sekali menyadari rasa kecewaku.."

'Hentikan Baekhyun'

"Meskipun Yeollie, mungkin tak merasakan apa yang aku rasakan saat ini. tapi aku bahagia bisa melihatmu lagi, Yeollie. Disini didalam dadaku seperti ada sesuatu yang meluap-luap ketika Luhan Hyung mengatakan akan membawaku kemari dan menemuimu. Ketika mataku melihatmu, kupu-kupu seperti beterbangan didalam perutku."

Baekhyun mengangkat kepalanya menatap Chanyeol lekat-lekat, seolah membiarkan Chanyeol membaca semua tentang dirinya. Tapi Chanyeol bukan Luhan yang dapat membaca dengan benar apa yang ada difikirannya.

"Aku.. Aku"

Air mata Baekhyun kembali terjatuh. Tapi dengan cepat tangan itu menghapusnya.

"Aku mencintai Yeollie.. hiks"

Chanyeol tertegun.

Tubuhnya menegang, darah berdesir tak karuan. Jantungnya berdegup hebat, ia tak menyangka jika namja mungil itu akan mengatakan hal yang bahkan begitu sulit ia katakan. Namja mungil itu sukses membuatnya jatuh terhempas dari langit ke bumi. Menamparnya dengan begitu kuat, fikirannya berkecamuk. Mengatakan padanya betapa pengecutnya dirinya.

Chanyeol tak tahu bagaimana raut wajahnya saat ini, ia bahkan tak menyadari kaki-kaki mungil itu telah berlari membawa sang penyihir menjauh darinya. Hempasan pintu yang-sedikit- kasar itu bahkan tak sama sekali membuatnya tersadar bahwa kini namja-nya kembali pergi darinya.

Tubuh tinggi itu merosot perlahan, merengkuh dadanya yang berdenyut. Tak cukup kah Baekhyun memberikan perasaan yang begitu sulit untuk ditampiknya? Mengapa sekarang namja mungil itu kembali membuatnya merasakan penyesalan yang amat mendalam?

Otak Chanyeol memproses kejadian ini begitu lamban, hingga ia merasakan familiar dengan saat-saat seperti ini.

Saat Baekhyun datang, kemudian meninggalkan perasaan aneh didadanya.

Saat Baekhyun tersenyum padanya yang bahkan selalu melukai hatinya.

Saat Baekhyun memeluknya dengan erat seakan mengatakan 'jangan pergi'.

Saat Baekhyun yang rapuh berusaha untuk tegar.

Saat Baekhyun pergi darinya..

Saat ia membiarkan Baekhyun menghilang..

"Aku mencintai Yeollie.. hiks"

Bodoh, kau pernah mengalaminya Park Chanyeol. Membiarkannya sendirian, membiarkannya kedinginan, membiarkannya pergi.

.

.

.

.

Langkah mungil itu menyusuri jalanan yang bahkan tak begitu diingatnya, selama ini ia selalu pergi dengan Chanyeol. Namja mungil itu terus menundukkan pandangannya, langkah kakinya bahkan terlalu pelan. Ia sengaja berjalan lambat, hatinya masih berharap Chanyeol mengejarnya, setidaknya untuk meminta maaf padanya.

Sesekali kepalanya berbalik kebelakang, berharap ketika itu matanya menangkap sosok Chanyeol. Tetap tidak ada, namja tampan itu tetap tak ada disana.

"Berhenti Byun Baekhyun berhenti menoleh! Yeollie tidak akan datang menyusulmu" gumamnya miris, sebulir air mata kembali mengalir. Hatinya benar-benar sakit mendapati fakta bahwa Chanyeol sudah bagai tak mengenal dirinya.

Ternyata benar.. hanya ia yang berjuang disini, hanya ia yang merasakan perasaan itu. Hanya ia yang benar-benar ingin bertemu, hanya ia yang merindukan Park Chanyeol.

'Kau benar benar bodoh Baekhyun' rutuknya dalam hati.

Waktunya telah habis, waktunya bertemu dengan Chanyeol sudah habis. Bahkan kini ia dapat melihat matahari yang mulai menyingsing kearah barat. Hatinya benar-benar hampa, pandangannya kosong tak memantulkan sesuatu yang bermakna. Mungkin setelah ini Baekhyun yang ceria akan benar-benar lenyap digantikan dengan Baekhyun yang pemurung.

Bibir itu mengulas senyum pahit, kemudian terduduk diayunan taman itu. Mengayunkannya perlahan, ia melihat kedua tangannya. Kemana boneka pororo yang sempat dibawanya tadi? Mungkinkah tertinggal disana? Tiba-tiba kedua mata sipit itu kembali berair, kelopak matanya penuh sesak dengan gerombolan air mata. Hingga ia kembali menangis, memukul dadanya dengan kuat berusaha mengusir rasa sesak yang menderanya.

"Hiks hiks"

.

.

.

.

Langkah Chanyeol berantakkan, ia melangkah dengan gusar. Otot-otot tubuhnya seakan tak mampu menopang tubuhnya, otaknya seakan tak dapat memberikan sinyal dengan benar pada kedua kakinya agar melangkah. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti, ketika ia merasakan sesuatu dikakinya. Ditatapnya sendu boneka pororo yang tergeletak begitu saja didepan apartemennya.

Sesaat setelah sadar kakinya kembali melangkah berlari mencari Baekhyun, Chanyeol tidak bisa benar-benar bersikap tak peduli pada Baekhyun karena pada kenyataannya pun ia begitu ingin mendekap tubuh itu.

Satu perkataan Baekhyun yang begitu menusuk hatinya, membuatnya seolah benar-benar lumpuh.

"A.. Aku menunggu Yeollie sejak kemarin, tapi Yeollie tidak kembali"

Menunggunya didepan apartemen disaat cuaca sedang dingin, ia bahkan sadar ada yang tidak beres dengan tubuh itu ketika pertama kali Baekhyun memeluknya. Ia jelas dapat membedakan suhu tubuh normal dan tidak. Suhu tubuh Baekhyun terlalu hangat untuk dikatakan berada dalam batasan normal.

Tatapan matanya yang sayu seakan memperjelas keadaan tubuhnya saat ini.

Langkah Chanyeol terhenti, ketika melalui taman itu. Matanya menatap sendu pada tubuh ringkih diatas sebuah ayunan itu. Kepalanya tertunduk..

Chanyeol melangkah mendekati sosok itu, sosok rapuh itu.

"Baekhyun.."

Baekhyun mendongak.

"Yeo.. Yeollie"

Chanyeol bersimpuh dihadapan Baekhyun, menggenggam kedua tangan mungilnya. Menciuminya dengan lembut, meninggalkan Baekhyun yang hanya dapat berdiam tak mampu untuk berkata-kata, ia terlalu terkejut.

"Mianhae.."

DEG

"Mianhae.."

Baekhyun terpaku, iris kelam Chanyeol begitu sarat akan penyesalan.

"Sekarang kau yang harus mendengarkan aku" ucap Chanyeol seraya tersenyum.

"Jangan pergi lagi, kumohon. Jangan tinggalkan aku, tetaplah disisiku Baekhyun. Jika menjadi egois adalah satu-satunya cara agar kau tetap bersamaku, aku rela menjadi egois sekalipun. Disini terasa hampa setelah kau pergi, rasanya sakit sekali seolah diremas dan ditarik dengan paksa. Kau bahkan selalu membayang-bayangiku setiap saat sekalipun aku sudah mengemasi barang-barangmu agar tak terjangkau oleh pandanganku. Kenangan singkat itu begitu sulit ku lenyapkan"

Air mata Baekhyun mengalir deras, membasahi genggaman tangan keduanya.

"Aku yakin Tuhan menakdirkan kita untuk bersama, aku yakin kau dan aku telah terhubung benang merah. Bolehkah aku memintamu menjadi milikku Baekhyun, eum?"

Chanyeol mengangkat tubuhnya mengecup singkat bibir plum Baekhyun. Melebihi manisnya madu, ia menyesal baru sekarang mencoba bibir tipis itu. Sekalipun hanya ciuman singkat tapi mampu membuatnya merasa begitu tergila-gila, membuatnya mengecup bibir Baekhyun berkali-kali.

"Aku mencintaimu Byun Baekhyun.."

Baekhyun mengerjapkan matanya beberapa kali, hatinya seolah mendapatkan serangan mendadak. Tapi sungguh tak terasa sakit, justru terasa begitu menenangkan.

"Yeo.. Yeollie"

Chanyeol tersenyum, kemudian merengkuh tubuh Baekhyun. Mendekapnya hangat, menenggelamkan tubuh mungil itu dalam pelukannya. Baekhyun membalasnya tak kalah erat..

Tak hanya ia, ternyata Chanyeolpun sama.

"Hiks Yeollie Babo!"

"Mianhae, mianhae.. sayang"

"Kau membuatku jantungan, hiks bodoh"

Tangan Baekhyun terkepal memukul punggung Chanyeol melampiaskan rasa terkejutnya atas sikap Chanyeol. Chanyeol tersenyum, kemudian melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Baekhyun.

"Ingin bersamaku kan?" Tanya Chanyeol.

Baekhyun menangguk cepat.

"Lalu ayahmu?"

Tangan Baekhyun terangkap menggenggam pergelangan tangan Chanyeol. Kemudian tersenyum tipis.

"Kan ada Yeollie, kalau aku dimarahi tinggal kuadukan saja pada Yeollie.." Ungkap Baekhyun polos.

Chanyeol terkekeh, tingkah Baekhyun benar-benar lugu untuk namja berusia 20 tahun.

"Kita hadapi bersama, eum?"

"Hemm" namja mungil itu kembali menganggukan kepalanya antusias, kemudian tersenyum jenaka. Membuat Chanyeol gemas dan kembali mengecup bibirnya.

"Aku mencintaimu"

"Nado"

Chanyeol mengangkat tubuhnya, mengecup lama kening Baekhyun.. bukankah kecupan dikening menggambarkan keseriusan seseorang? Karena itulah Chanyeol lebih suka mengecup kening Baekhyun atau pucuk kepalanya karena itu tulus sungguh-sungguh serius dengan Baekhyun.

-Somewhere-

"Kau tidak jadi menjemput mereka, Lu?"

Luhan menggeleng, sambil terus menatap kedua insane yang tengah asik berpelukan disana.

Sehun menghela nafas lelah, dasar plinlplan rutuknya. Tadi saja ia dengan seenaknya menarik dirinya untuk menjemput Baekhyun lalu sekarang?

Luhan tersenyum senang melihat Baekhyun yang Nampak kembali ceria saat ini. Benar hanya namja itu yang dapat mengembalikan sifat Baekhyun, namja yang sangat dicintainya.

GREB

Tiba-tiba namja cantik itu memeluk Sehun erat membuat Sehun sedikit bingung, tapi ia kemudian membalas pelukan Luhan tak kalah erat.

.

.

.

.

Jika hujan berhenti dihari itu

Aku mungkin pasti berjalan melewatimu

Jika bus tiba lebih awal dari biasanya

Aku mungkin tidak akan bertemu denganmu

Jika dalam sekejap hal itu bisa berbeda

Kita mungkin akan berjalan pada takdir yang terpisah

Tapi.. aku selalu ingin melihat

Masa depan yang sama denganmu

Tempat yang sama

Langit yang sama dengan perasaan yang sama

Rasanya seperti sudah mengenal sejak lama

Mungkin kita berdua telah terikat oleh benang merah

Seolah sudah diberi kesempatan sejak awal

Aku percaya kita ditakdirkan untuk bersama

(Kana nishino – If)

.

.

Aku yakin kita ditakdirkan untuk bersama Baekhyun, aku janji akan memperjuangkan dirimu.

-Chanyeol

.

.

.

.

END-

udah selesai, fic ini emang sengaja ga dibikin panjangchapternya (tapi per chapter panjangnya naudzubillah) huehehehe

saya engga ngerti, kenapa yang baca itu ampe ratusan bahkan kalau digabungin ampe ribuan yang review dikit banget sih? saya sedih banget suer deh, apa karena fic saya jelek atau karena ceritanya ngga seru apa gimana sih? saya pundung terus ngeliatin yang review dikit.. (#pundung pojokan)

tapi makasih banyak lho~ yang review dari chapter 1 ampe chapter 4 kemaren.. gomapta karena setidaknya kalian mensupport saya yang masih amatir-an gini..

Big thanks to :

ajib4ff, 12wolf, Kharisma Shima, Shippo P, ssnowish, Aiiu d'freaky, NFChanyeolP, Vinaaa, Kim Hyun Soo, PABLOCKBIGBANG, Yeo Syeo, Oranyeol, Exo BaelYeol Shipper, anonymous, unknown, miniyoung.

makasih ama yang udah Following story-nya atau Fav. storynya tapi ngga Review -_- makasih banyak, semoga diberi hidayah.. atau buat semua silent readers salam hangat dari saya! ^^9

dahhhh~~!