30 days with Them

Cast : Baekhyun, all exo member and other cast

Pairing : Chanbaek/Baekyeol(Always!) slight KaiBaek, KaiSoo slight SuDo, Sulay, Hunhan slight KrisHan, KrisTao, ChenMin and other pair

Rated : T for Teen

Genre : Romance, Friendship, a little bit of hurt/comfort

Summary : Baekhyun, seorang gadis bertubuh mungil yang menjadi anak baru di SunShine High School. Dengan jubah hitamnya, ia mengaku kalau ia berasal dari dunia fantasi dan bisa melakukan sihir. Sihir seperti apa yang bisa dilakukannya? Dan apa anak-anak lainnya akan percaya?

All Cast Belong to God and Their Family but This Story Belong to Me.

Warning : Uke as Girl, GENDERSWITCH, OOC and SO MANY TYPOSSSSS. If you don't like, so don't Read

.

.

HELLO GUYS! Lama tak bersua HAHA.. Silahkan langsung dinikmati aja yaah ceritanyaa~ Ku harap masih ada yang menunggu :)

.

.

Chapter 13 : Not Around

.

.

"Demamnya sangat tinggi yeobo. Sepertinya Baekhyun tidak bisa ke sekolah hari ini." Hyukjae menghampiri suaminya dengan wajah cemas.

"Baiklah. Aku akan memanggil Dokter Kim untuk mengecek keadaan Baekhyun."

"Eomma… Appa…" Suara lirih Baekhyun terdengar. Sepasang suami istri itu pun lantas menoleh. Menghampiri putri mereka segera.

"Aku… aku… i-ingin sekolah…"

"Appa tidak akan mengizinkanmu sayang. Saat ini kesehatanmu yang terpenting."

"Appa…"

"Baekhyun, kau harus istirahat. Kau tahu kalau kami mencintaimu kan?" Hyukjae menatap putrinya dengan sorot mata yang—berusaha—ditegaskan sehingga Baekhyun menjadi tidak berkutik.

Donghae hanya bisa menatap sendu putrinya. "Aku akan menghubungi dokter Kim." Ucapnya lalu keluar.

Baekhyun menatap punggung ayahnya dengan tatapan sedih lalu beralih dengan menunduk. Ia meremas selimutnya dan tanpa sadar matanya memanas. Kenapa? Kenapa ia harus selemah ini?

.

.

Chanyeol menatap ponselnya dengan ekspresi cemberut. Sejak pagi Baekhyun tidak membalas pesannya. Anak perempuan itu tidak biasanya seperti ini. Bahkan sekalipun Chanyeol tidak mengirimkan chat, ia pasti selalu memberikan kabar.

"Wajahmu makin jelek saja Hyung." Kai datang dari arah belakang lalu mendudukkan dirinya di samping Chanyeol.

Ternyata anak laki-laki itu tidak sendiri, melainkan bersama dengan Sehun.

"Ada apa dengan ponselmu Hyung?" Tanya Sehun karena mengamati Chanyeol bahkan tidak memperhatikan kedatangan mereka.

"Tidak."

"Ah! Kau sedang menunggu chat dari perempuan ya?" tebak Kai sambil menyenggol lengan Chanyeol jahil. Niat awal menggoda, namun nyatanya Chanyeol tidak memberikan respon yang ia inginkan. Sehun yang melihat itupun mendelik ke arah Kai.

"Apa gadis aneh yang suka pakai jubah itu tidak menghubungimu?" Bingo! Sehun menebak tepat sasaran. Chanyeol langsung menatap anak itu tak percaya.

"Darimana kau tahu?"

"Aku hanya menebak. Akhir-akhir ini kau selalu terlihat bersamanya kan, dan kalian cukup menjadi topik hangat sebagai pasangan manis di kalangan gadis-gadis angkatan kami."

"Begitu ya." gumam Chanyeol lalu kembali menunduk menatap ponselnya.

"Kalian berkelahi?" Tanya Kai. Kali ini nadanya lebih bersimpati.

"Tidak. Aku tidak tahu kenapa ia tidak membalasku. Padahal aku penasaran kenapa ia tidak masuk hari ini."

"Mungkin dia ada urusan penting hyung." Ujar Sehun.

"Atau dia sakit?" tambah Kai. Sebenarnya Kai sudah tahu akan hal ini dari Ayahnya, namun mengingat yang dikatakan Baekhyun dan usaha anak itu untuk menyembunyikan penyakitnya dari Chanyeol membuat Kai tidak bisa bicara secara terang-terangan.

Chanyeol langsung menoleh menatap pada Kai yang duduk disampingnya. Benar juga yang dikatakan oleh Kai. Apa mungkin anak itu sakit? Tadi pagi, wali kelas mereka hanya mengatakan kalau Baekhyun tidak bisa masuk sekolah, namun ia tidak menyebutkan alasannya. Namun, jika alasannya karena sakit, bukankah menjadi masuk akal mengapa Baekhyun tidak membalas pesannya? Apalagi, meskipun Chanyeol tidak pernah terang-terangan menanyakannya, namun setelah selama seminggu ini terus bersama Baekhyun membuatnya menyadari beberapa hal kecil yang terlihat janggal. Baekhyun berbeda, memang. Sejak awal Chanyeol sudah menyadari bahwa anak itu tidak bisa disamakan dengan anak-anak pada umumnya.

Ketika Baekhyun mengatakan bahwa ia tidak pernah merasakan pendidikan di sekolah biasa pun—tanpa pernah mau menjelaskan alasannya—sudah membuat Chanyeol sedikit penasaran. Namun, Chanyeol pikir itu bukanlah karena satu hal besar. Mungkin saja orangtua Baekhyun yang terlalu protektif dan ingin anak mereka selalu berada dalam pengawasan. Apalagi Baekhyun berasal dari keluarga yang cukup kaya.

Tetapi, ada lagi keanehan yang kadang Chanyeol temukan. Terkadang Baekhyun terlihat meringis, atau menyembunyikan sesuatu darinya. Terkadang Baekhyun menghindar—entah lagi-lagi Chanyeol tidak tahu alasannya. Baekhyun pernah tidur seharian di ruang UKS dan ia menolak siapapun untuk menemaninya.

Iya. Ada banyak rahasia yang Baekhyun sembunyikan dari Chanyeol. Namun, Chanyeol tidak berniat memaksa Baekhyun untuk mengatakannya. Chanyeol bersedia menunggu kapanpun itu karena ia yakin Baekhyun akan bercerita dengan sendirinya.

"Aku akan menjenguknya nanti.." putus Chanyeol akhirnya lalu beranjak berdiri. "Aku ke kelas dulu ya"

.

.

Xiumin melangkah dengan hati-hati dengan setumpuk buku di tangannya. Hal ini sedikit membuatnya sulit untuk melihat ke depan. Sebenarnya tadi ia ingin meminta Jongdae untuk membantunya, namun anak laki-laki itu ada urusan lain dengan klub paduan suara—Jongdae memang mengikuti klub tersebut selain photografi. Padahal kalau anak itu tidak ada urusan, tanpa diminta pun pasti akan mengekorinya.

Srek..

Xiumin terkejut karena tiba-tiba ada yang mengambil tiga buku tebal di tumpukan teratas. Hal ini membuat bebannya berkurang, namun menimbulkan tanda Tanya juga baginya.

Baru ingin melontarkan protes, wajah Xiumin langsung masam. Ia menatap tajam gadis berambut coklat dengan mata rusa dihadapannya. Xi Luhan.

"Kembalikan buku itu."

"aku bisa membantumu. Kebetulan aku juga mau ke perpustakaan. Kau disuruh untuk mengembalikan buku ini kan." Luhan berujar ramah tanpa ada niat untuk mengembalikan buku tersebut.

"Xi Luhan, aku sedang tidak ingin berdebat!"

"Aku juga tidak. Aku hanya ingin membantumu." Luhan melangkah terlebih dahulu. Ia tidak merespon lagi ketika Xiumin terus protes di belakangnya. Akhirnya Xiumin memutuskan untuk ikut melangkah.

"Aku tahu kau membenciku." Luhan melirik Xiumin yang sekarang melangkah beriringan dengannya. "aku juga tahu kalau sudah sangat terlambat untuk memperbaiki hubungan kita." Kembali Luhan berbicara.

Xiumin tidak memberikan respon apapun. Gadis itu hanya diam sambil melangkah. Matanya pun menatap lurus ke depan.

"Ada kalanya aku ingin menjelaskan alasanku padamu. Namun, itu akan terkesan aku hanya beralasan tanpa menunjukkan rasa bersalahku. Aku tahu kalau pengkhianatanku dulu sangat keterlaluan. Aku…. Aku tahu apapun alasanku tidak bisa dibenarkan." Luhan menunduk. Gadis itu melangkah tanpa menyadari kalau Xiumin menghentikan langkahnya dan menatap punggung gadis itu.

Menyadari bahwa tidak ada siapapun di sampingnya membuat Luhan ikut menghentikan langkahnya. Gadis itu menoleh dan melihat Xiumin menatapnya.

"Aku pengecut. Aku lemah. Saat itu aku hanya ingin orang-orang bisa melihatku. Jujur aku iri padamu. Kau yang selalu berpendirian. Kau yang pekerja keras. Kau yang dewasa. Semua orang mengagumimu dan tanpa kau ketahui, mereka berpikir bahwa aku… aku… maaf" Luhan langsung berbalik. Dia tidak sanggup melanjutkannya. Luhan benar-benar tidak sanggup. Gadis itu mempercepat langkahnya. Tidak menoleh sekalipun.

"Xi Luhan… apa kau akan kabur lagi?" lirih Xiumin. Ia hanya bisa menatap nanar punggung—mantan—sahabatnya yang mulai menghilang di belokan koridor.

"Padahal aku tidak akan semarah ini kalau setidaknya kau mau jujur dan mengatakan yang sebenarnya. Aku akan memaafkanmu, atau kalau perlu aku yang akan meminta maaf kalau memang itu salahku." Gadis itu akhirnya kembali melangkah.

.

.

Tao menguap bosan sembari membawa tongkat bambu-nya. Kegiatan belajar-mengajar telah usai. Kini Tao ingin sekali berlatih bela diri kesukaannya. Mungkin hal ini bisa menghilangkan beban pikiran sekaligus menyegarkan otaknya yang suntuk karena tidak berhenti memikirkan Kris.

Sesekali Tao melihat ke sekitar karena mungkin saja ia akan menemukan Baekhyun. Hari ini dia tidak bertemu dengan gadis imut itu. Rasanya sedikit heran saja karena biasanya Baekhyun akan muncul tanpa dicari sekalipun. Gadis itu bahkan bisa dengan seenaknya masuk dalam kelas Tao tanpa rasa malu atau takut—yah, meskipun status Tao juga adik kelas, tapi tetap saja Baekhyun kan siswa baru.

Tao tiba-tiba teringat kata-kata Ibunya beberapa hari yang lalu. Sama seperti sebelum-sebelumnya, wanita itu kembali membujuk Tao untuk kembali ke China. Awalnya Tao memang selalu menolak hal tersebut dan tak pernah memikirkannya, namun belakangan ini ia mulai mempertimbangkannya. Apalagi mengingat masalahnya dan Kris yang semakin pelik,

"Kalau aku kembali ke China, mungkin perlahan aku bisa melupakan Kris." Gumam Tao. "Tapi aku terlalu malas untuk menyesuaikan diri lagi di tempat baru" kesalnya sambil menumbuk tongkat bambunya asal pada lantai keramik koridor.

.

.

"Kris, kurasa kita perlu membeli beberapa bola baru. Bola lama yang digunakan untuk latihan sudah usang, beberapa pun terlihat kempes. Aku tahu mungkin bisa saja kita perbaiki, tapi dari pencatatan yang ku lihat—Kris…" Luhan menatap Kris heran sembari meletakkan papan jalan yang sejak tadi digunakannya untuk menatak kertas catatan.

"Eeh—ya?" Kris tiba-tiba tersadar. Nyatanya sejak tadi dia melamun.

"Kau tidak fokus. Apa sebaiknya kita tunda rapat ini?"

"Luhan… kau tahu aku percaya padamu kan?"

Luhan memiringkan kepalanya menatap Kris. Sedikit tidak paham dengan pertanyaan tiba-tiba itu.

"Akhir-akhir ini aku sedang tidak fokus. Percuma saja untuk kita berdiskusi, mau itu hari ini atau besok dan besoknya lagi. Lakukan apapun yang menurutmu baik untuk klub kita. Aku percaya padamu." Kris tiba-tiba beranjak berdiri. "Lalu maaf, hari ini aku tidak bisa mengantarmu. Tidak apa kan?" Kris kembali menatap Luhan.

"Aku tidak apa Kris." Ucap Luhan sambil tersenyum. "Tapi… kau boleh bercerita apapun padaku. Mungkin aku bisa membantumu." Tambah Luhan.

"Tidak—"

"Kita sahabat kan?"

Kris menatap Luhan dalam diam.

.

.

"Kau sudah lebih baik?" Kai mengambil gelas yang digunakan Baekhyun untuk minum.

"Eum." Baekhyun mengangguk imut sambil tersenyum menatap Kai. "Tadi pagi Yesung Saem sudah memeriksa keadaanku. Dia juga memberikanku obat yang membuatku tidur hampir sehari penuh. Kata Eomma, demamku juga sudah turun. Artinya aku sudah lebih baik." Jelas Baekhyun.

Melihat tingkah Baekhyun yang ceria dan bicara dengan semangat membuat Kai yakin bahwa anak itu sudah lebih baik. Sebenarnya selain karena khawatir, Kai juga diminta oleh Yesung—ayah Kai—untuk mengecek keadaan Baekhyun menggantikannya. Apalagi mengingat Kai adalah teman Baekhyun juga di sekolah, sehingga harapannya bisa meningkatkan semangat anak itu. Yesung sempat bercerita pada putranya kalau tadi pagi Baekhyun sangat muram karena tidak diizinkan untuk ke sekolah.

"Baguslah. Em, Baek, apa kau tidak memegang ponsel hari ini?"

"Iya." Anak itu tiba-tiba menurunkan bahunya lesu. "Ponselku di bawa Appa. Katanya aku harus fokus beristirahat hari ini. Appa akan mengembalikannya padaku kalau aku sudah lebih baik. AH! Bagaimana kalau Yeollie mengirimkan pesan dan aku tidak membalasnya? Dia pasti akan marah"

Melihat mood Baekhyun yang tiba-tiba berubah membuat Kai jadi sedikit iba. Apalagi ia ingat kalau Chanyeol sebenarnya ingin menjenguk Baekhyun hari ini, namun karena kegiatan klub-nya yang mengharuskan untuk latihan, serta Chanyeol sebagai kapten maka harus memimpin, maka ia tidak bisa langsung melesat kemari.

"Aku akan mengabari Chanyeol Hyung kalau kau baik-baik saja, eotte?" tawar Kai.

"Jinjja? Gomawo!" Baekhyun langsung bersemangat.

"Tapi bagaimana mengatakannya ya…" gumam Kai. Dia sudah berjanji pada Baekhyun untuk merahasiakan tentang penyakit anak itu.

Baekhyun yang bisa mendengar suara pelan Kai pun ikut berpikir.

"Ah! Katakannya saja kau tidak sengaja bertemu denganku di toserba. Katakan hari ini tidak masuk karena bangun kesiangan. Begitu saja"

"Benar, itu saja?" Tanya Kai memastikan sambil mengeluarkan ponselnya.

"Eum." Baekhyun mengangguk.

"Lalu, kalau dia bertanya kenapa kau tidak membalas pesannya?"

"Kenapa ya?" Baekhyun menyentuh dagunya. "Bilang saja terbawa oleh Appa. Jadi aku tidak memegang ponsel seharian ini."

"Benar?"

"Iyaaaa…"

Akhirnya Kai menurut dan segera melakukan hal yang diminta oleh Baekhyun. Setelah selesai membalas pesan, Kai melirik ponselnya yang menunjukkan pukul 5 sore. "Aku harus pergi." Kai mengambil tasnya.

"Kenapa cepat sekaliiiiii" protes Baekhyun.

"Jangan cerewet Baekhyun. Aku ke sini juga karena disuruh ayahku. Dia sibuk karena ada operasi mendadak." Ujar Kai.

"Baiklah. Sampai jumpa besok Kai." Baekhyun melambai dari kasurnya.

"Em" balasnya lalu melangkah keluar dari rumah Baekhyun.

.

.

From: Jongin

Hyung, aku bertemu Baekhyun di toserba. Ternyata dia tidak masuk karena kesiangan. Lalu, ponselnya terbawa oleh Appa-nya. Benar-benar sangat kekanakan. Kau bisa tenang sekarang, eh? Hahaha

.

Chanyeol tersenyum membaca pesan dari sepupunya. Ternyata itu alasannya. Dia bisa sedikit lega. Chanyeol akan mengunjungi Baekhyun setelah latihannya selesai nanti. Ia benar-benar sudah tidak sabar untuk bertemu dengan gadis-nya.

.

To: Jongin

Thx Bro. Kau membuatku kembali bisa bernafas. Aku berencana untuk ke rumah Baekhyun nanti sore. Hehe..

.

.

.

Kai diujung sana menatap balasan Chanyeol dengan dahi mengernyit. Apa tidak masalah kalau Chanyeol datang?

.

.

To Be Continued

A/N:

Sebelumnya mau minta maaf yang sebesar-besarnya buat para pembaca yang-mungkin masih menunggu-maupun sudah lupa dengan cerita ini :( maaf banget karena aku benar-benar menelantarkan FF ini begitu saja. Sejujurnya udah dari sangaaaaaaat lama aku ingin melanjutkan cerita ini, namun karena sibuk dengan kuliah dan sebagainya, alhasil selalu tertunda. Bahkan aku pernah terpikir untuk menyudahi saja karena sudah kehilangan feel untuk nulis. (p.s: tapi masih ngefeel kalau baca HAHA). Butuh waktu beberapa minggu sampai aku mutusin lanjut FF ini lagi. Sejujurnya aku bahkan lupa dengan jalan cerita ini, bahkan plot rencana yang dulu sudah aku rancang. Draftnya hilang jugaa huhuhu.. Akhirnya aku mutusin baca lagi dari awal, baca berulang-ulang (Sampe aku berpikir, kenapa bisa nulis FF se-aneh ini dulu ._.). Aku berusaha ngenalin setiap karakter yang sudah aku bangun dan akhirnya bisa membuat chapter 13 ini. Mungkin alurnya akan berubah dari yang aku rencanakan dulu, namun semoga akan jauh lebih baik. lalu, Aku sadar penulisanku pun akan sedikit berubah, atau panggilan" setiap karakter yang mungkin jadi tidak sama dengan yang sebelumnya. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin agar tidak mengecewakan kalian.

Selain itu, aku tahu chapter ini pendek bangett.. karena alasan yang aku bilang tadi. Tapi perlahan-lahan setelah ada ide dan inspirasi, aku janji akan lebih rajin update dan benar-benar menyelesaikan FF ini.

Last but not least, silahkan berikan review kalian ya. saran dan komentar untuk seperti apa baiknya FF ini ke depan. Keluhan, protes, keluh kesah, apapun HEHE..

THANKYOU ,