Apa-apaan itu? Tiba-tiba saja raut wajah Tetsu-kun yang tadi sempat tersenyum bahkan tertawa berubah menjadi seperti ini. Berubah menjadi raut wajah seseorang yang seperti— err— menyesali sesuatu. Apa yang ia sesali? Apakah ia menyesal karena telah berbicara denganku saat ini?

.

.

.


Disclaimer : Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Warning! Banyak typo dan ketidak jelasan maksud (?) karena author ini gak pernah baca ulang ff sendiri :DD


.

.

Hah... gara-gara kejadian di atap sekolah tadi aku menjadi uring-uringan seperti ini. Fikiranku melayang entah kemana, bahkan untuk membuat dunia fiksi yang penuh dengan khayalan nista pun tak bisa. Apa yang salah denganku Tetsu-kun? Kenapa saat ini aku tak bisa memasukan sosokmu dalam dunia fiksiku? Apa kau benar-benar telah melarangnya?

"Fuh.. hari ini langit senjanya tak bagus."

Langit senja? Seketika aku menatap ke luar jendela memastikan warna langit senja yang terlihat gelap seperti raut wajah gadis yang berada dihadapanku saat ini.

"Kenapa kau terlihat gloomy sekali?" Tanyaku sedikit facepalm pada sosok Rea yang masih saja menatap langit mendung itu.

"Memang, bagaimana tidak? Aku tadi disuruh ini dan itu oleh leader sinting itu, hingga akhirnya aku kena omelannya padahal aku tak salah apapun."

"Kufikir karena Akashi-kun,"

"Hari ini bukan karena dirinya dan entah mengapa ia mengajakku pulang bersama setelah lebih dari dua minggu kami tak pernah bertemu."

"Dasar orang-orang sibuk..."

"Hahaha, tentu saja."

KRAK—

Suara pintu yang terbuka. Segera kami menoleh ke arah sumber suara tersebut. Disana terlihat sosok Akashi-kun yang tengah berdiri tepat diambang pintu. Menjemput Rea ya? Sepertinya begitu.

"Seijuurou,"

Ucap Rea saat mendapati sosok Akashi-kun yang kini tengah menatapnya. Rea memang memanggil Akashi-kun dengan nama kecilnya tetapi sepertinya hanya disaat-saat tertentu saja. Mungkin disaat mereka tengah berdua atau disaat tak banyak orang disekitar mereka.

"Apakah urusanmu sudah selesai?"

Aku tersenyum pada Rea dan dengan cepat ia mengangguk seolah mengerti maksud dari senyumanku itu. Akashi-kun juga tak melepas pandangannya sedetik pun dari sosok gadis yang bersamaku saat ini.

"Aku duluan ya. Bye, Ritsu."

Rea melambaikan tangannya sebelum ia menghampiri Akashi-kun. Aku hanya membalasnya dengan senyuman dan lambaian tangan kepada mereka, walaupun Akashi-kun tak mengatakan apapun padaku.

Sepuluh menit berlalu sejak Rea dan Akashi-kun beranjak pulang. Entah mengapa aku hanya berdiam diri disini, seolah tak ada niat untuk beranjak dari tempat ini. Saat sendiri seperti ini, aku kembali memikirkan raut wajah Tetsu-kun yang terakhir kulihat hari ini. Sesaat setelah menepis fikiran itu, aku melihat ponselku yang tengah menunjukkan pukul setengah tujuh malam.

"Sebaiknya aku segera pulang,"

Aku mulai merapihkan semua peralatan sekolah yang kubawa, memasukannya ke dalam tas sebelum beranjak pulang. Akhirnya setelah lima menit aku telah selesai dengan aktivitas tersebut. Yosha~ saatnya pulang!

.

.

"Err— kenapa gelap sekali?"

Aku memandangi koridor sekolah yang memang terlalu gelap ini. Sekolah ini sangat seram jika malam tiba, terlebih lagi aku memang tak suka gelap dan hal mistis. Tetapi dengan bodohnya hari ini aku pulang selarut ini dan lagi— hujan mulai turun saat ini juga.

"Hah... bodoh! Aku kan bukan Rea yang menyukai hal mistis seperti ini."

Benar, aku tak sama dengan Rea. Jika Rea yang berada diposisiku saat ini, dirinya pasti tengah membayangkan khalayan nista nan gila dengan memanfaatkan situasi seperti ini. Pasti gadis itu akan membayangkan terjadi pembunuhan di tempat ini, pembunuhan yang menyebabkan banyak darah mengalir serta menyatu bersama air hujan. Dan saat itu pula—

"Cukup! Aku tak suka horror!"

Aku mempercepat langkahku dan untunglah aku sampai di depan gerbang sekolah dengan selamat walaupun harus terkena hujan sesaat. Eh? Tu-tunggu, sesaat?

"Apa kau lupa membawa payung, Ritsu-san?"

Ah, ternyata Tetsu-kun yang membagi payungnya padaku. Kami— berada dibawah payung yang sama saat ini. APA?

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Ah, maaf..."

Kenapa aku berdebar-debar seperti ini? Apa karena aku hanya berdua saja dengan Tetsu-kun? Apa karena aku dan Tetsu-kun berada dibawah payung yang sama saat ini? Sudahlah, mungkin keduanya benar.

"Maaf jika kau tak suka berada dibawah payung yang sama denganku,"

"Ah, i-itu..."

Bukan itu Tetsu-kun! Bukan begitu maksudku!

"Kau bisa mengenakan payung ini seorang diri karena aku bisa—"

"Tidak!"

BRUK—

Apa yang terjadi? Ah, ya aku tak sengaja menarik lengan Tetsu-kun dan sekarang aku—

"Apa kau baik-baik saja?"

Aku— berada dalam pelukan Tetsu-kun. Hangat! Terlebih lagi wangi khas Tetsu-kun begitu tercium saat Tetsu-kun semakin membenamkanku dalam pelukannya. Tangan kanannya memang ia gunakan untuk memegang gagang payung dan tangan kirinya yang bebas— entah mengapa ia gunakan untuk memeluk tubuh dinginku ini.

Jantungku semakin berdebar saat itu...

"Te-tsu-kun?"

Tidak! Aku semakin tenggelam dalam kehangatn serta wangi khas Tetsu-kun.

"Sebentar saja tak apa kan?"

Kudengar Tetsu-kun berbicara dan nada bicaranya entah mengapa terdengar begitu lembut saat ini. Aku ingin melihat wajah Tetsu-kun! Apakah ia masih menunjukan raut wajah yang sama seperti saat di atap sekolah tadi?

"Ya," dan akhirnya aku hanya menjawab lirih.

Benar, sebentar saja tak apa, tak apa jika harus merasakan kehangatan ini walaupun hanya sesaat. Saat itu aku mulai mempererat pelukanku, aku melingkarkan kedua tanganku yang bebas pada punggung Tetsu-kun yang ternyata tak sekecil yang terlihat. Entah sudah semerah apa wajahku saat ini dan entah seperti apa ekspresi wajah Tetsu-kun saat aku melakukan hal ini. Sekarang aku hanya ingin merasakan kehangatan yang hanya sesaat ini.

Aku, sangat menyukai Tetsu-kun. Suka, sangat suka.

"A-aku— menyukaimu,"

Aku tersentak kaget saat mendengar untaian kata yang baru saja terlontar dari mulut pemuda tersebut. I-itu, itu tidak mungkin kan? Apakah saat ini aku sedang berada di dunia fiksi buatanku? Aku—

"Suki dayo, Ritsu-san."

Sesaat setelah itu Tetsu-kun melepaskan pelukannya, membuatku terdiam kaku entah karena apa. Mungkin aku masih berfikir ini adalah khayalan nistaku semata, tetapi—

"Tetsu-kun,"

Perlahan Tetsu-kun mengangkat wajahku yang sempat tertunduk, membuat mata kami saling bertemu. Disana dapat terlihat jelas mata indah Tetsu-kun dengan warna biru yang sangat kusuka.

—Cup—

A-apa? Tetsu-kun menciumku? I-ni, tidak mungkin kan? Tapi ini nyata! Aku yakin itu. Ciumannya begitu lembut dan manis seperti rasa vanilla shake kesukaan Tetsu-kun.

Ini nyata! Ini bukan dunia fiksi ku! Terlebih lagi aku dapat merasakan tubuhku mulai basah karena payung yang kami gunakan tadi telah Tetsu-kun hempaskan ke sembarang arah.

"Maaf jika kau tak suka,"

Aku hanya terdiam menatap wajah tampan Tetsu-kun yang terguyur hujan.

"Karena aku belum memberikan hadiah ulang tahun untukmu, anggap saja hal tadi adalah hadiah ulang tahun dariku. Itu pun jika kau tak keberatan,"

Hadiah untuk diriku? Hal tadi? Itu berarti— ciuman itu,

"Aku melakukan hal itu bukan hanya untuk hadiah ulang tahunmu, tetapi aku— itu karena aku benar-benar menyukaimu, Ritsu-san."

Saat ini kulihat wajah Tetsu-kun menampakkan semburat merah yang samar. Raut wajahnya saat ini tak sama dengan yang kulihat saat istirahat tadi. Raut wajahnya benar-benar berubah, aku pun baru pertama kali melihat wajah Tetsu-kun seperti ini.

"Maaf, kuharap kau tidak menertawaiku karena raut wajahku saat ini." Dengan cepat Tetsu-kun mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Menghindari kontak mata denganku.

"A-aku s-suka Tetsu-kun! Sangat suka." Akhirnya aku dapat mengatakannya, perasaan yang selalu ingin kusampaikan pada sosok pemuda yang kini tengah menatapku dengan tatapan tak percaya.

Untuk kedua kalinya Tetsu-kun menarik diriku ke dalam pelukannya. Membuatku kembali merasakan hangat tubuhnya serta wangi khas Tetsu-kun yang amat kusuka. Hujan pun tak lagi kuhiraukan, karena tubuhku telah hangat hanya karena pelukan dari Tetsu-kun.

.

.

\FIN/

.

.


[Omake?]

Sementara itu— di sebuah jalan yang cukup ramai terlihat pemuda berambut merah dengan mata heterokomianya tengah berjalan beriringan dengan seorang gadis bersurai hitam yang saat ini tengah memayungi dirinya sendiri serta pemuda heterokomia itu.

"Menurutmu aku harus memberikan hadiah apa untuk Ritsu?"

"Entahlah, terserah kau saja."

"Dasar Seijuurou bodoh! Aku kan meminta pendapatmu, huh."

"Aku tak pernah memberikan hadiah pada seorang gadis,"

"Hah... sudah kuduga,"

—Cup—

Sebuah ciuman singkat dari pemuda heterokomia itu sontak membuat gadis dihadapannya terkejut. Sekilas pemuda heterokimia itu meyeringai dan mengambil alih gagang payung yang sejak tadi digenggam oleh gadis itu.

—Cup—

Lagi, pemuda heterokomia itu kembali mencium gadis tersebut. Sambil memegang payung yang berguna untuk melindungi dirinya serta gadis itu, perlahan pemuda heterokomia yang tak lain adalah Akashi Seijuurou mulai memperdalam ciumannya pada gadis itu. Hangat, lembut serta lebih lama dari sebelumnya, itulah yang gadis itu rasakan saat bibir memreka kembali bertautan.

"Sei—"

"Mungkin 'hal tadi' tak buruk untuk menjadi hadiah ulang tahun."

"Apaaaaa? Maksudmu aku harus mencium Ritsu sebagai hadiah ulang tahun?"

"Terserah jika kau mau dianggap abnormal."

"Aku tidak mau!"

"Baguslah, karena yang dapat menerima ciumanmu hanyalah aku seorang,"

Untuk kesekian kalinya pemuda itu menampakkan seringaiannya dan kali ini pemuda itu mendekatkan wajahnya tepat di indra pendengaran gadis dihadapannya. Seolah berbisik dan berkata—

"Kurasa Tetsuya akan melakukan 'hal tadi' pada Ritsuka sebagai hadiah ulang tahun untuknya."


A/N : Sudah selesai wkwkwk

Terima kasih untuk semua XDD

Maaf untuk typo, ketidak jelasan cerita serta penyampaian ucapan dan lain-lain (_ _)/