Di pesisir pantai yang ramai berlatar belakang pemandangan lautan dan debur ombak. Kesibukan pasar mulai menunjukkan gaungnya. Transaksi antara penjual dan pembeli tak dapat terelakkan lagi.
Berbeda dengan dua pria yang justru adu mulut tanpa menemukan titik temu.
"Heh bodoh, apa yang kau lakukan? Cepat kemari dan bantu aku mengangkat bal ikan ini!", teriak Yunho dongkol.
"Apa?! Kau gila ya? Ikan itu kan amis lalu kalau tanganku yang indah ini terkontaminasi bau tidak sedapnya bagaimana? Kau mau bertanggung jawab, huh?", dumel Jaejoong tak mau kalah.
"Hahaha.. kau melawak ya? Asal kau tau bokongku lebih bagus daripada tangan kerempengmu"
Seumur hidupnya Yunho tidak pernah bermimpi akan terdampar bersama makhluk centil sekaligus menyebalkan macam Jaejoong. Perutnya serasa mulas begitu menyaksikan penampilan Jaejoong saat mereka hendak ke pesisir pusat keramaian pasar tadi. Skinny jeans, kaus biru muda lengkap dengan mantel bulu domba dan topi motif bunga-bunganya yang norak. Oh Tuhan! sinar matahari amat terik, apa pria centil itu tidak merasa akan mati terkukus dengan panas 180 derajat?
"Dengar ya, kalau kau tidak mau menolongku jangan harap kau bisa merasakan nikmatnya nasi malam ini!", ancamnya.
"Yah! Darah foto model kelas kakap mengalir deras di tubuhku. Auraku yang keren ini tidak cocok bersentuhan dengan hewan laut yang licin itu. Lagipula, sepatu bootku ini mahal. Sayang kan kalau rusak karena terkena air garam"
"Hah.. lagamu sungguh membuatku ingin menendangmu sampai ke Zimbabwe. Cepat tolong aku atau kau kulemparkan dari rumah!", Yunho mulai habis kesabaran.
Ia tidak habis pikir senyawa apa yang terkandung di dalam diri Jaejoong sehingga perangainya menjengkelkan seperti itu.
Bibir pinky itu mengerucut beberapa senti. Ucapan Yunho terdengar serius dan ia tidak boleh main-main. Ia berjalan mendekati bibir pantai di mana Yunho berada, "Huh, bagian mana yang harus ku angkat?"
"Berhenti memajukan bibirmu! Tidak ada seksinya sedikitpun di mataku", ia mengimbuhi, "Pegang sisi kanan itu lalu yang kirinya juga", instruksinya sambil menunjuk bal berbahan dasar plastik biru bening berukuran 1x1 meter itu.
"Selalu saja meledekku. Iya iya..", sungutnya.
"Nah sudah.. 1 2 3 ayo angkat!"
Formasinya adalah Yunho memegang sisi kanan dan Jaejoong sisi kiri dengan arah berhadapan.
"Karena kau berjalan mundur, aku akan memberi aba-aba dari sini. Oke, dengarkan aku kanan-kiri, arraseo?!", kata Yunho.
"Iya aku mengerti! Tapi suaramu tidak perlu sekeras itu kan? Jarak kita hanya 1 meter tau!"
"Berlebihan sekali kau. Kita harus terbiasa dengan kerasnya kehidupan bahari", balas Yunho tidak nyambung.
"Aku mau muntah mendengarnya", sergah Jaejoong.
Yunho menanggapinya dengan sebuah senyum simpul.
"Kanan"
Jaejoong bergerak ke kanan.
"Ke kiri, ada batu karang di sebelahmu"
Jaejoong kembali menurut.
Konsentrasinya membuyar ketika menatap wajah Yunho serta tulang rahangnya yang tegas. Ia sadar kalau tampang Yunho tidak jelek-jelek juga. Maka sah-sah saja ketika mereka mengenyam pendidikan di bangku universitas, Yunho menjadi kumbang jantan yang paling digandrungi.
Matanya beralih pada kulit kecoklatan milik Yunho. Semakin menggelap terbakar sinar matahari pantai di siang bolong. Apalagi pria jangkung itu hanya mengenakan kaus singlet putih. Sangat kontras dengan deretan gigi putihnya.
"KIRI! YA! KUBILANG KIRI!"
BUK
Jaejoong terjungkal ke belakang hingga bal yang ia pegang terjun bebas. Beruntung ia mendarat di atas pasir pantai yang empuk.
"Aish, kenapa kau tidak fokus, huh? Lihat hasil perbuatanmu... Aduuuh, untung saja bal ini tidak robek. Kalau sampai ikannya mati kita harus membayar beratus-ratus ribu won pada pak Yong"
"Yah! Kerjamu mengomel saja! Menumpahkan semua kekesalanmu padaku. Salahmu sendiri kenapa telat memberiku aba-aba. Dan lagi, kenapa kau lebih mementingkan bal ikan itu daripada keselamatanku?"
"Heh, aku sudah memberitahumu dari tadi tapi kau malah melamun asyik menikmati ketampananku. Asal kau tau yah, bal ini menentukan hidup matiku untuk mencari sesuap nasi"
"Cih, percaya diri sekali kau! Gayamu bicara begitu persis drama ratapan anak tiri"
"DIAM KAU KIM"
"KAU YANG DIAM BEDEB-"
Tiba-tiba sebuah suara menginterupsi mereka, "Ah, maaf tadi Anda menyenggol saya hingga menyebabkan ponsel saya terjatuh. Mungkin tertimpa kaki Anda?", tuturnya santun. Rupanya insiden kecil tadi juga menyeret orang lain.
Pria itu bertubuh kekar dan gagah. Balutan jas hitamnya memperjelas derajat strata kehidupannya. Mulut Jaejoong menganga menatap pria bertampang aktor superstar itu.
"Oh? Maafkan temanku ini, ya. Dia memang sangat ceroboh", Yunho menyahut, "Heh bokong rata cepat bangkit", memberikan kode dengan gerak bola matanya.
Jaejoong yang masih terhipnotis menuruti perintah Yunho dengan patuh. Lekas ia berdiri dan benar saja sebuah ponsel mahal tergeletak tepat di tempat Jaejoong terjatuh.
Pria asing tadi mengambilnya lalu menepuk butiran pasir di bagian lengan jasnya.
"Sebenarnya dari tadi aku ingin mengatakan kalau ponselku tertimpa olehmu tapi kelihatannya kalian sedang sibuk dengan urusan kalian"
"Pria ini memang merasa tidak enak atau menyindir kita?", desis Yunho sebal namun masih bisa terdengar Jaejoong.
Jaejoong menyikut Yunho, "Hati-hati dengan mulutmu dungu", bisiknya.
"Ahh, appo" ringisnya.
Lagi-lagi pria itu tersenyum menyaksikan pola perilaku Yunjae.
"By the way, namaku Choi Seunghyun. Kalau boleh aku tau, namamu siapa pria manis?", ia memperkenalkan diri sekaligus bertanya pada Jaejoong.
"Namaku Kim Jaejoong. Senang bertemu denganmu Seunghyun-ssi", Jaejoong hampir meleleh.
Yunho sadar diri sampai kucing bertelur pun, Seunghyun tidak akan pernah tertarik padanya dan ia juga tidak sudi mengharapkan hal itu terjadi. Ia melihat Jaejoong yang tersenyum malu-malu layaknya remaja perempuan yang sedang kasmaran. Sungguh centil si bokong rata itu, pikir Yunho dalam hati.
Akhirnya, Yunho memutuskan untuk menyeret bal itu sendirian. Kebetulan jarak lapak terpal mereka hanya tersisa beberapa meter lagi. Persetan dengan dua anak manusia yang tengah tenggelam dalam mabuk asmara.
Dengan telaten, Yunho membuka bal itu lalu meletakkan ikan-ikannya pada kolam meja persegi yang telah disekat-sekat. Sedikit banyak anak buah pak Yong sudah mengajarinya tadi pagi. Pak Yong adalah bos besar pemilik paguyuban ikan di desa ini. Berkat jasanya, Yunho diberi kesempatan untuk membuka lapak sendiri. Komisi yang akan ia terima juga sekitar 30% dari total penjualan ikan per harinya.
Yunho membuang napas berat. Segala sesuatu yang dimulai dari nol itu sangat menyakitkan dan butuh perjuangan. Semangat!
"Yunho-ya, kau gigih sekali ya. Padahal ini baru permulaan untukmu. Hebat!", puji bibi Hyo, tetangga sebelah Yunho yang sama-sama membuka lapak ikan. Bedanya, bibi Hyo juga menjajakan aneka lobster dan udang.
Di tengah kekalutan kemarin pagi, Yunho memberanikan diri untuk bertanya pada seorang wanita paruh baya. Wanita tersebut tak lain adalah bibi Hyo. Yunho menyampaikan keluh kesahnya termasuk keinginannya untuk berjualan ikan. Karena tidak tega, bibi Hyo menyarankan Yunho untuk menghadap pak Yong.
"Gomawo, bi. Aku akan berusaha keras untuk menyambung hidup", kata Yunho santun. Tutur katanya berbanding terbalik dengan saat ia berbicara pada Jaejoong.
"Hidup ini memang keras. Yang terpenting adalah berusaha dan berdoa. Di samping itu kau harus ulet dan bermental baja", bibi Hyo menyampaikan wejangannya.
"Iya pasti. Aku mohon bantuan serta bimbingannya ya, bi", ia membungkuk sopan.
"Iya, nak"
Yunho memang tidak membeberkan perihal latar belakang kehidupannya. Menggunakan identitasnya sebagai kaum melarat dirasa menjadi alternatif paling aman.
"Ngomong-ngomong, temanmu yang berwajah manis itu mana?", tanya bibi Hyo.
"Oh, itu dia", Yunho menunjuk arah serong kanan, "dia tengah sibuk tebar pesona dengan bos di sini"
Sedetik kemudian, terdengar gelak tawa bibi Hyo.
.
.
KRUYUK~
"Ups, perutku berbunyi", ujar Jaejoong seraya menyengir lebar.
Yunho memutar kedua bola matanya jengah lalu melanjutkan kegiatannya membersihkan petak-petak kolam meja. Sebelah tangannya menggosok permukaan lantai dan yang lainnya memegang selang.
Penjualan hari ini tidak terlalu mengecewakan. Banyak penyuplai dari luar kota membeli ikan-ikannya. Ikan yang belum laku terjual dikembalikan lagi ke laut lepas. Seper itulah pemberlakuan sistem di sini.
"Itu bukan urusanku. Kalau lapar, kau makan saja sana. Bukannya kau foto model kelas kakap? Ah! Sepatu bootmu juga mahal kan? Masa uang untuk makan saja kau tidak punya"
"Kau ini kenapa sih suka sekali mengomeliku, memakiku dan menyindirku?", geram Jaejoong.
"Karena kau pantas mendapatkannya"
"Terserah. Jangan sampai kau mengingkari janjimu ya? Tadi kan kau mengatakan kalau kau akan membelikanku makanan?!"
"Itu betul. Tapi kau tidak menolongku sama sekali, kan? Justru menjatuhkan bal ikan kita, mengobrol dengan Choi Sengsun dan sekarang- mengoceh tidak jelas sambil melipat tangan di depan dada. Bukannya menolongku", gerutu Yunho.
"Ralat, Choi Seunghyun"
"Whatever"
Jaejoong sama sekali tidak bisa diandalkan. Menurut kacamata Yunho, pria itu hanya bisa bersolek, merengek dan mengeluh. Buruk.
Setiap pembeli datang, Jaejoong duduk santai sambil sesekali memberikan kantung plastik pada Yunho.
"Perkataanmu yang tadi melukaiku Jung Yunho"
"Tinggal diberikan cairan antiseptik apa susahnya?!"
"Aish", Jaejoong mengacak rambutnya frustasi.
Selang lima belas menit kemudian, Yunho selesai berkutat dengan pekerjaannya kemudian berbenah diri. Pandangan Jaejoong lumpuh seketika saat memperhatikan Yunho yang tengah membasuh wajahnya dengan air.
"Kau terkesima menyaksikan ketampananku, ya?"
Hingga ia tidak sadar bahwa Yunho sudah hampir beres mengeringkan wajahnya.
"Dalam anganmu"
Yunho tertawa renyah mendengarnya. Sebenarnya Jaejoong tidak buruk, akan tetapi sifat berlebihan pria manis itu meruntuhkan anggapan Yunho.
Hangatnya hawa angin darat menyelimuti wajah mereka. Terlihat beberapa nelayan sudah mengambil kuda-kuda untuk mendayung perahu mereka, menjala ikan-ikan di dalam laut. Penjual lainnya juga bersiap-siap pulang ke rumah masing-masing. Bibi Hyo sendiri lebih dulu pulang sekitar dua jam yang lalu. Beliau mengatakan ada keperluan mendadak.
Sementara Yunho, ia masih baru dalam kancah perikanan ini jadi maklum saja kalau ia belum cekatan membereskan lapaknya. Ditambah, manusia satu itu sama sekali tidak berfungsi. Alhasil, mereka harus beranjak pulang pada malam hari.
"Kkaja"
"Tapi makan ya? Makan makan makan? Makaaan", bola mata Jaejoong mengerjap lucu sambil memanyunkan bibirnya.
"Hentikan aktingmu bokong! Baiklah kita akan makan. Tapi jujur saja ya, tampangmu barusan seperti kucing kucal yang ingin kubinasakan"
"MWO? Tega sekali ucapanmu", Jaejoong mengerutkan dahi. Kosa kata Yunho semuanya menyeramkan dan harsh. Jaejoong merutuk pelan lalu menyusul langkah lebar Yunho.
Meyusuri pasir putih di bawah temaram bulan penuh. Tidak buruk juga, batin Jaejoong.
"Dan ingat ya, mulai besok kenakan pakaian yang pantas. Topi kembang-kembangmu itu membuat mataku sengsara. Ingat ya, jangan sampai pakaianmu mengundang oknum-oknum tertentu untuk berbuat yang tidak-tidak padamu", suara Yunho terdengar tegas.
Jaejoong kembali terperangah. Ternyata Yunho juga memiliki bank kata yang baik dan benar. Ia ingin tertawa dalam hati.
"Terima kasih sudah peduli padaku", ucap Jaejoong tersenyum tulus.
Anak rambut Yunho yang basah cukup menyita perhatiannya beberapa saat.
"Heh, jangan besar kepala dulu ya. Aku hanya tidak mau mayatmu terbujur kaku membusuk di depan pintu rumah"
"Yah! Nappeun! Kok kau tega sih berbicara seperti itu padaku? Memangnya kau mau aku mati, hah?", ia memukul lengan Yunho tanpa perikemanusiaan.
Ups, nampaknya Jaejoong harus menarik kembali pujiannya barusan.
"Aaah sakit", Yunho mengusap lengan kekarnya, "Semua orang akan mati"
"Iya. Kalau aku mati, kau orang pertama yang akan kugentayangi. Arraseo?!"
"Haaaaah dasar cerewet"
.
.
Aroma maskulin menguar dari rambut Yunho. Ia baru saja selesai mandi dan duduk manis di ruang tamu sambil menonton acara di salah satu stasiun televisi. Otot-ototnya terasa pegal, ia butuh peregangan. Ia menyelonjorkan kakinya di atas meja.
Tak berapa lama Jaejoong muncul dengan handuk di kepala. Tanpa bertanya terlebih dulu, ia menekan tombol pada sisi televisi, mengganti saluran.
"Yah! Apa maksudmu mengganti channelnya tiba-tiba?", protes Yunho.
"Aku mau menonton trend busana terbaru di Hollywood... oh! Shit, televisi tua ini mana mungkin memiliki jaringan tivi kabel"
"Hahaha... kau itu miskin sekarang. Daripada Hollywood lebih baik kau mengikuti trend busana Bollywood. Cukup dengan kemeja tipis serta kain selendang. Kau jadi bisa berhemat kan.. hahaha", Yunho tertawa sumbang sambil menyentil-nyentil kotoran hidung di ujung telunjuknya.
Jaejoong berjengit geli lalu menjatuhkan pantatnya di dekat Yunho.
"Nah, acara seperti ini sangat mendidik. Di samping itu dapat meningkatkan rasa nasionalisme kita untuk melestarikan budaya negara. Aku kecewa karena budaya Korea semakin tersisihkan oleh modernisasi", celoteh Yunho panjang lebar.
Dahi Jaejoong berkerut dalam. Topik pembicaraan Yunho tidak nyangkut sama sekali di otaknya. Tak heran, kalangan burjois seperti Kim Jaejoong hanya mengetahui cara menghamburkan uang. Pada dasarnya, Yunho juga setipe dengannya. Namun, Yunho dianugerahi kecerdasan dalam berpikir dan bertindak walau seringkali cara bicaranya sangat kasar.
"Apa yang menarik? Sekumpulan wanita bermake-up tebal, memegang kipas lalu menari mengikuti alunan musik. Betapa membosankannya"
"Ckck aku prihatin padamu"
Jaejoong tidak menggubris Yunho. Ia meraih remote dari tangan Yunho namun gagal karena tenaganya kalah telak. Yunho berhasil mengunci pergerakannya. Kini, ia berada di bawah Yunho sedangkan pria itu merunduk bermaksud menghadangnya. Jarak wajah mereka bisa dibilang dekat.
"Yah! Ganti channelnya! Drama Korea melankonlis seribu kali lebih baik dibanding acara tari menjemukan ini!", Jaejoong meronta dalam kungkungan Yunho.
"Kau ini bisa tidak mengalah dan tidak usah ribut? Diam, oke?"
"Tidak mau! Cepat ganti!"
"Kalau kau tetap bersikeras kau lihat saja apa yang akan kulakukan padamu", Yunho menyeringai misterius, menyebabkan bulu roma Jaejoong meremang.
"Memangnya kau berani melakukan apa, hah?", tantang Jaejoong. Jujur saja, sebenarnya ia ketakutan setengah mati. Akan tetapi demi harga diri, ia memasang topeng dinginnya.
"Aku akan menelanjangimu kalau kau membantahku"
"Apa?!"
Jemari Yunho memegang ujung kaus Jaejoong lalu menariknya ke atas dengan gerakan lambat.
"ANDWAEEE!"
.
.
Hari ini YunJae berangkat lebih pagi. Mereka menempuh perjalanan dengan jarak 500 meter dari rumah mereka. Setibanya di pasar, Yunho mengambil bal dan menaruh ikannya pada kolam. Ada yang berbeda pagi ini, Jaejoong berperan aktif membantu Yunho. Entah setan apa yang merasuk ke dalam pikirannya.
Pakaian yang Jaejoong gunakan juga sewajarnya. Kaus oblong putih berpadu celana jeans selutut. Sepasang sepatu kets merah-yang terdapat di dalam tasnya-membungkus manis telapak kakinya. Tadi malam ia mencuci bersih sepatu boot serta pakaian mahalnya. Tinggal dua jenis barang bermerk itu yang ia punya.
"Ikan ikan!", teriak Yunho mencoba menarik pembeli.
Ia menaburkan segenggam pelet pada tiap kolam. Sudah kesekian kali Jaejoong mencuri-curi pandang pada Yunho. Meski ia hanya mengenakan kaus abu-abu belel, bandana mengelilingi dahinya serta menjajakan ikan tapi tak dapat dipungkiri kalau Yunho tetap terlihat berkilauan. Aish, pemikiran gila macam apa itu?
"Bokong rata, kau tidak takut kulit saljumu menjadi gosong?", tanya Yunho mengejutkan Jaejoong.
"Tidak. Aku kan sudah menggunakan sunblock"
"Ooh... Dasar wanita", desis Yunho.
"Apa kau bilang?!"
"Ah, tidak kok. Aku tidak mengatakan apa-apa", kekeh Yunho garing.
Jaejoong masa bodoh lalu berjalan mendekati Yunho.
"Hey, ikan itu namanya apa?", Jaejoong menunjuk salah satu petak kolam.
"Itu ikan tuna"
"Kalau yang itu?", ia menunjuk kolamnya.
"Kalau itu... ungg apa ya aduh warnanya.. aish kenapa hampir semua warna ikan layak makan di dunia ini warnanya abu-abu tua sih? Aku tidak tau deh. Mungkin itu ikan pari"
"Yah! Masa ikan pari struktur badannya tidak gepeng? Kau ini payah. Kalau pembeli bertanya tapi kau tidak tau bagaimana?"
"Mm.. sampai hari ini sih pembeli dan supplier yang langsung memilih ikannya"
"Harganya kau hapal kan?"
"Tentu! Heheh"
"Aishh"
"Ya sudah jangan bersungut-sungut. Nanti aku akan bertanya pada bibi Hyo untuk memperluas pengetahuanku tentang ikan", kata Yunho.
"Ya sudah bagaimana kau saja dungu"
SUIT
SUIT
SUIT
Terdengar bunyi siulan bersahut-sahutan. Yunjae mengalihkan pandangan mereka ke sumber keributan dan melebarkan mata mereka.
"Siapa dia?", seru mereka bersamaan.
.
.
Tbc
Haha ngga paham dah. Moga lucu yah. Maaf aku lama begini post ff. Huhu. Jadi bagian percakapan mana yg humor? Walau keanya gak ada mb yaa wkwk Moga temen2 suka yah 3 Terima kasih sudah membaca, mengapresiasi and ILY :*:* ^^
