A/N : Mengambil time skip satu tahun setelah pembentukan kelompok tim 7 dibawah bimbingan Obito. Satu tahun setelah itu baru menjalankan Ujian Chuunin. Mungkin banyak yang akan bertanya.. kenapa harus satu tahun dulu? Bukankah Di Canon, ujian Chuunin dilaksanakan setelah misi Zabuza yang hanya berjarak beberapa bulan sebelum Ujian? (yang misinya saya ngak tulis, malas.. lagian kalian juga udah pada tau. Fic fic sebelah udah sering nampilin.)
Entalah? Ini hanya logika saya... saya merasa satu tahun harus mereka jalani untuk pelatihan pengembangan kekuatan.
Bagaimanapun disini lawan Naruto dan tim 7 adalah Menma. Dia punya sharingan Madara bro!...
Dan satu lagi... untuk fic ini mungkin akan berakhir harem dengan genre comedy familly seperti genre fic ini sendiri. Haremnya hanya dua, kalian yang baca fic ini dari awal mungkin sudah tau siapa itu. XD
Dan ada satu lagi, soal perbedaan gaya tulisan chapter ini dengan yang sebelumnya. Perkembangankah itu atau malah kegagalan.? Kalian yang menilai... saya sudah lama tidak menulis.
Satu tahun kemudian.
Naruto menatap pantulan wajahnya yang bersamar dalam riak air di bawahnya. Nafasnya teratur dan tenang, aliran cakra yang stabil di bawah kakinya sedikit ditingkatkan... menyebabkan getaran pada air yang dia pijaki sedikit banyak. Tidak terlihat oleh mata dan tidak terasa oleh sensor, sebuah Aksara Fuin keluar dari tubuh Naruto dan menjalar bagaikan ular. Merayap di atas air dan menuju ketepi danau. Melata tidak terhapus walau dasar yang membuatnya terdiri dari unsur yang sama. Tetap melata sebagai mana dia keluar hingga naik dan menempel pada sebuah pohon.
Dan Naruto masih sama, tetap diam seperti tadi. Sebuah hembusan angin dan dia membuka matanya, mulut yang terbuka mengucapkan sebuah nama dengan pelan.
"Hiraishin."
Dan diikuti dengan perpindahan tanpa suara darinya.
Tamamo memandang perpindahan itu dari tepi danau, cuaca yang cerah adalah hal yang bagus baginya digunakan untuk berjemur di bawah sinar matahari. Ini bagus untuk kesehatan kulitnya, setidaknya begitu sampai tatapannya kembali teralih kepada Naruto. Pemuda itu masih sibuk pindah sana sini setelah menggunakan teknik Hiraishin milik ayahnya. Tidak bisa dipungkiri oleh perwujutan Kyuubi tersebut, tidak di kehidupan pertama tidak pula di kehidupan kedua Naruto masih tetap orang bodoh yang sama yang akan lari dari penerapan Aksara rumit FuinJutsu. Abaikan jika dia tidak terkagum akan Hiraishin milik Yondaime, mungkin saat ini dia sudah membuang jauh-jauh kuas bertinta itu.
Tapi itu sudah terlewat sejak satu tahun yang lalu, Naruto yang sekarang sudah jauh berbeda dengan yang dulu. Meski dalam beberapa hal dia tetap bodoh... tapi ya... dia sudah jauh berkembang setidaknya cukup baik dibanding kehidupan pertamanya yang menyedihkan.
Kembali kesana, sebuah kobaran api muncul secara tiba-tiba. Kerluar dalam frekuensi tinggi menuju pemuda pirang itu, panas yang terasa nyata menghancurkan apa saja. Membuat semua yang terlewat menjadi abu seketika. Tapi seakan itu belum cukup, mata ruby milik Tamamo melihat bagaimana Naruto kembali dengan elemen yang dia punya gerakkan tangan yang cepat dan naga air tercipta untuk melindungi dirinya.
Kabut tebal yang tercipta dari benturan dua elemen.
Menyaksikan seorang Uchiha keluar dari kabut tersebut, menempel di pohon. Sharingan yang menatap jauh keadaan, tome yang berputar... mengopservasi sekitar menunggu dengan sabar. Tidak menyadari bagaimana sebuah deretan kanji keluar dari kabut tersebut, merayap bagaikan ular dan menempel pada tubuh Uchiha tersebut.
-!
Kilatan kuning muncul di samping Sasuke, sharingan berputar lebih cepat namun terlambat. Teleportasi sesuatu yang tak dapat diikuti bahkan oleh Sharingan sekalipun. Menoleh ke belakang, menyaksikan Naruto yang telah selesai dengan handseal yang dia miliki. Tidak ada pengucapan nama Jutsu karna memang tidak dibutuhkan.
"Brengksek!" adalah umpatan terakhir Sasuke sebelum pemuda itu terbang melayang terhantam oleh sebuah tekanan angin berkecepatan tinggi.
Tapi tidak semudah itu, Sasuke dapat menyeimbangkan tubuhnya dan mendarat dengan baik. Sikap kuda-kuda yang muncul, merasakan aliran cakra yang datang... bahkan dengan bantuan Sharingan ini jauh lebih muda.
Naruto berlari dengan cepat meninggalkan retakan di tanah. Segel tangan, beberapa bunshin keluar dari kepulan asap. Melayangkan tendangan, tapi Sasuke dapat menahan itu semua. Dengan Sharingan gerakan Naruto terasa lambat, dia bisa melihat semua itu. Tidak melepaskan kaki milik Naruto, Sasuke menarik salah satu kaki pemuda itu dan berputar, membuat Naruto melayang menghantam bayangannya sendiri.
Boff
Dan mata Naruto melebar ketika Sasuke mulai membuat Handseal sebuah bola api keluar menuju dirinya yang masih belum siap. "Katon : Goukakyuu no Jutsu"
Dia kalah.
Tapi itu menurut Sasuke.
Dan muncul dalam kilatan cahaya, Naruto melayangkan pukulan tangan kosong dan dengan keras menghantam wajah Sasuke dengan telak, membuat pemuda itu kehilangan keseimbangan dan mau jatuh. Namun sebelum benar-benar jatuh, Sasuke menahan dan menjadikan tangannya sebagai tumpuan berat sebelum melayakan tendangan kearah perut Naruto sebagai balasan.
Hiraishin. Teknik berengsek seperti itu memang benar-benar menyusahkan.
Sasuke terduduk dengan kelelahan yang amat sangat, nafas serasa memburu Sharingan juga telah lama meninggalkan matanya. Dan jauh dalam penglihatannya Naruto juga berada dalam keadaan yang sama, anak Yondaime Hokage itu juga tertelentang setelah menerima tendangannya. Sama-sama kehabisan cakra.
"Wow mengangumkan seperti yang diharapkan dari kalian berdua" Obito bertepuk tangan menyaksikan itu semua. Jounin itu muncul dari sebuah lubang udara dan lansung memberi selamat pada kedua muridnya. Sakura sudah ada di sana sejak tadi, gadis itu kemudian beralih menuju Sasuke dan mengobati lukanya. "Hiraishin memang mengangumkan, kau mengembangkannya lebih dari Yondaime-sama Naruto-kun... tetapi tidak secepat Yondaime-sama dalam berpindah, kamu masih terlalu lambat."
Naruto diam mencerna semua itu sebelum anggukan kecil tercipta dari tubuhnya memberikan jawaban. "Terimakasih Sensei."
"Sasuke keponakanku tersayang, Sharingan tiga tome perkembangan yang mengangumkan bagi Uchiha muda seusiamu. Tapi pahamilah bahwa Sharingan hanyalah alat seperti kunai maupun shuriken, jangan terlalu bergantung padanya hingga kamu mulai menumpul di berbegai sisi. Itu adalah kelemahanmu saat ini, kau terlalu bergantung pada matamu..
Setidaknya contohlah Itachi untuk ini."
"Jangan membandingkanku dengan Baka-Aniki." Sasuke memalingkan wajah, matanya menatap kearah lain di sisi danau.
Obito menghela nafas.
"Lagi pula ini adalah latihan terakhir dalam bulan ini, minggu depan kalian akan mengikuti ujian chunin. Aku merokemendasikan kalian untuk ini."
Tatapan tiga Genin itu berubah drastis, semua menuju pada Jounin pembingbing mereka yang masih bediri menunjukkan sebuah kertas formulir yang harus mereka tandatangani. Obito dengan wajah tersenyum melanjutkan apa yang dia ingin sampaikan kembali. "Memang pada awalnya banyak yang ragu dengan keputusanku mengikutsertakan kalian dalam ujian kali ini. Seperti mendengar sebuah lelucon, banyak yang meremehkan. Tapi siapa mereka? Apa yang mereka tau tentang kalian selain siapa dan keturunan siapa kalian ini. Aku lebih tau kalian telah siap untuk ini."
Naruto tidak banyak mengeluarkan pendapatnya saat ini. pemuda itu tetap diam bahkan ketika tangannya menerima surat pendaftaran ujian itu dia tetap diam. Menatap mata Senseinya lalu kemudian kembali beralih pada kertas itu.
"Persiapkan diri kalian untuk Ujiannya, perbanyaklah berlatih. Jangan pernah tunjukkan taringmu ketika memang saatnya... bersikap rendahlah, biarkan orang menganggapmu mudah."
Ketiga Genin itu mengangguk secara bersamaan, bahkan ketika Obito menghilang tertelan oleh sebuah lubang udara mereka masih belum mau bergerak dari posisi semula. "Ujian Chunin ya.." Naruto melipat kertas itu rapi sebelum menyimpannya dalam kantong kunainya.
"Kita akan mengikutinya.." Sasuke menutup matanya, dan menghirup nafas kasar. Mendapat respon positif dari Naruto, walau mendapat pekikan kaget dari Sakura pemuda itu mengabaikannya. "Dan menjadi semakin kuat dan kuat... agar aku dapat menendang bokong Baka-Itachi suatu saat nanti."
Naruto tersenyum dan mengacungkan jempolnya "Aku menantikan itu." Mereka berdua kembali mengabaikan Sakura yang kelihatan bingung.
Sasuke bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh, sempat melambaikan tangan sebelum benar-benar menghilang dari penglihatan. Diikuti Sakura yang berlari menyusulnya dengan sebuah teriakan meninggalkan Naruto sendirian yang masih duduk di tanah hijau ini.
Memandang langit, Naruto menatap gumpalan awan yang bergerak konstan tanpa roda di langit. Sudah satu tahun sejak semua berlalu setelah pembentukkan tim ini, banyak yang berubah di sekitarnya meski ada beberapa hal juga yang tidak berubah. Hembusan angin seakan membawanya pergi, Naruto memilih menidurkan dirinya di antara rerumputan.
Sasuke semakin kuat dari waktu ke waktu dan itu membuatnya menjadi iri... tapi rasa dendamnya kepada Itachi juga semakin besar. Dirinya hanya berharap semoga Itachi-nii baik-baik saja. Ya semoga saja kapten Anbu itu tidak tinggal kenangan. Tidak lucu jugakan Sasuke mampu menedang bokong Itachi nanti? Jika itu terjadi mau di taru dimana muka Fugaku nanti?
Ah.. dia mulai ngelantur lagi.
Ya mau gimana lagi? Soalnya kejahilan Itachi itu sudah luar biasa sih.
Sakura, meski dia tidak berguna pada awalnya... tetapi satu-satunya gadis dalam kelompoknya ini mampu mengembangkan dirinya dalam hal lain. Dibanding lebih memilih untuk bertarung di garis depan bersama mereka, gadis itu lebih memilih menjadi Ninja medis untuk mendukung merka.. itu berguna. Sakura adalah nyawa dari tim ini. Naruto mengakui itu.
"Bersenang-senang Naruto?"
Mengalihkan pandangannya Naruto menangkap sebuah suilet merah mendekatinya dan duduk di sampingnya. Rambut merah yang terlampau panjang... kulit porselen milik gadis itu, dan iris mata semerah darah itu. "Tamamo.."
Sebuah apel terlempar dan mengarah kearahnya, dengan sigap Naruto menangkap Apel itu meski masih dalam keadaan tertidur. Kembali melihat gadis itu..
"Jangan berpikir macam-macam, aku kebetulan mengambilnya dua di hutan tadi." Tamamo mengalihkan wajahnya, menyembunyikan wajahnya dari Naruto. "Berterimakasihlah!"
"Terimakasih." Naruto tersenyum, satu tahun ya... rasanya dia merindukan Tamamonya yang dulu.
xxxxxDrak Yagamixxxxx
"Aku menerimamu apa adanya." Naruto memeluk erat perwujutan dari sisi gelapnya tersebut. "Kau adalah bagian dari diriku, meski pada akhirnya kau menjadi induvidu yang terpisah dariku dan berdiri sendiri. Tapi kenyataannya kau tetap bagian dari diriku meski harus terpisah, yang menanggung beban dan kesedihan yang selama ini harusnya menjadi milikku."
Itu benar, seharusnya dia yang menanggung semua beban ini. Bukan orang lain, bukan siapa-siapa... dia yang seharus menanggung bebannya sendiri. Walau gadis itu adalah bagian dari dirinya sendiri... sekarang dia dan gadis itu telah terpisah seutuhnya... gadis itu sudah menjadi eksistensi yang berbeda sekarang. Dan dia merasa harus menyelamatkan gadis itu, benar dia harus membawa gadis itu menuju tempat yang lebih baik. Bukan membiarkannya tetap di tempat gelap seperti ini.
Naruto melepaskan pelukannya dari gadis dengan surai hitam itu, pemuda itu tersenyum tipis sebuah senyum yang lebih cocok untuknnya. "Terimakasih Yami, atas segalanya." Naruto mengetahui bahwa gadis itu masih terdiam menatapnya, mata... tatapan yang sama dengannya... sebuah kesepian. Dan dia tidak ingin melihat itu lagi, tidak dimanapun, tidak pada siapapun. Apa lagi pada perwujutan yang sempat menjadi bagian dari dirinya.
"Aku akan membawamu dari sini, kau berhak mendapatkannya." Mengenggam tangan gadis itu erat Naruto mulai berjalan. Yami mengikuti langkah pemuda itu, langkah kakinya yang berusaha menyamai irama dari langkah kaki di depannya. Tidak ada senyum tercipta darinya. Naruto menoleh kebelakang dengan sebuah senyum. "Mari menuju Cahaya."
Yami masih diam dan menahan semua... bibirnya masih tetap seperti mereka bertemu datar seperti garis lurus, lorong gelap yang mereka lalui mulai meredup dan bersinar. Cahaya terang yang datang padanya membuat mata miliknya terpejam mencoba untuk membiasakan diri. Mencoba menatap matanya yang hanya tertuju pada pemuda berjaket orange hitam itu. Melihat Naruto yang menyengir padanya, membuat pipinya memanas. Dan dengan sebuah keberanian sebuah kecupan singkat mendarat di pipi Naruto.
Membuat Naruto melongo bodoh.
"Terimakasih..." Yami memeluk pemuda itu erat, sangat erat... suaranya bergetar menahan sebuah perasaan yang tidak seharusnya ada padanya. Sebuah perasaan aneh yang seharusnya tidak muncul darinya mulai muncul. Sesuatu yang sangat ingin dia tumpahkan dengan segera... begitu menyesakkan. Apa ini? kenapa begitu sakit.. air apa yang mengalir dari kedua bola matanya. Kenapa seperti ini? Sakit, dan kenapa sosok Uzumaki Naruto membuatnya tenang. "Terimakasih banyak, Uzumaki Naruto."
Sedangkan Naruto sudah terlebih dahulu kehilangan cengirannya, meninggalkan topeng yang selama ini melekat padanya. Tatapan yang menjadi biasa... tangannya tergerak mencoba untuk mengelus surai hitam panjang dari sisi gelap miliknya. Memeluk lebih erat gadis tersebut, mencoba membagi kebahagiaan yang selama ini akhirnya dia dapatkan. Memeluk lebih erat lagi pinggang gadis tersebut. "Ya.."
"Sama-sama, Yami."
Telinganya mengabaikan suara tangisan yang keluar dari mulut gadis tersebut, mengabaikan air mata yang tumpah membasahi jaket kesayangannya. Mengabaikan semua yang ada, dan berusaha semaksimal mungkin memberikan kepada gadis itu apa yang hanya seorang Uzumaki Naruto bisa berikan.
Rasa aman.
Tempat untuk berlindung.
Dan tempat untuk pulang.
"Kau berhak untuk mendapatkan yang lebih baik."
...
Yami kembali membuka matanya saat angin dingin dari dataran Yukigakure menerpanya. Tangannya terjulur menampung beberapa butiran salju putih yang jatuh menimpanya, gadis itu tersenyum melihat butiran salju putih itu mulai mencair saat berada di telapak tangannya. Salju itu putih, seputih cahaya dan itu mengingatkannya akan Naruto. Gadis itu berjongkok dan mengengam setumpuk salju sebelum menyatukannya menjadi sebuah bulatan, dua iris yang berbeda darinya bergerak kesana kemari saat tangannya terampil membuat sebuah boneka salju mini yang berbetuk Naruto.
Dia seorang diri.
Selain salju tidak ada yang istimewa di Yukigakure, pada siang hari kau tidak akan bisa merasakan sinar matahari secara nyata akibat cuaca yang sering mendung menurunkan salju. Tidak ada aktifitas yang berarti dan tidak ada kebahagiaan yang terasa sejak Yukigakure jatuh ketangan Doto.
Semua sama, pada malam haripun kalian tidak akan pernah melihat bintang bersinar terang. Hanya ada langit gelap yang menyelimuti tempat ini. Semua bintang sudah meninggalkan tempat ini, semua bintang telah tertutup oleh gemerlap cahaya malam tempat ini.
"Yami!"
Sebuah suara terdengar dan Yami menghentikan aktifitasnya, dia menoleh dan mendapati seseorang berdiri di belakangnya. Seorang pemuda dengan wajah yang tidak menunjukkan celah akan emosi berarti. Kedua tangan yang saling melipat di depan dada, dua iris mata yang berbeda darinya... dia jenis yang sama dengannya. "Menma? Ada apa?"
"Sudah waktunya.." Menma kembali membuka suara, tatapannya sedikit menyipit akan sesuatu yang dibuat oleh gadis di depannya itu namun kemudian dia hiraukan. "Konoha mengadakan Ujian Chuunin gabungan, dan Yukigakure adalah salah satu Desa Ninja yang akan ikut serta. Kau tau artinya bukan?"
Angin berhembus kencang saat itu, Yami menatap pemuda itu... Menma. Eternal Mangekyo Sharingan miliknya menatap pemuda itu tajam. Tapi seakan tidak terpengaruh dengan tatapan yang ada, Menma balas menatap gadis itu dengan Eternal Mangekyo Sharingan yang sama.
"Jangan sakiti Naruto-kun!"
"Oh lihat bahkan sekarang kau memanggilnya dengan embel-embel 'kun'" Menma terlihat ingin tertawa, kedua tangannya bertepuk tangan... dia terhibur. "Apa kau bercanda Yami? Jangan bilang kau menyukainya."
"Jangan berani menyakitinya Menma!" Yami, gadis itu memberikan pelotottan pada sisi gelap tersebut. "Aku memperingatkanmu!"
"Apa itu ancaman?" sebuah Eternal Mangekyo Sharingan sudah aktif sedari tadi. Menma menatap gadis itu void. "Aku melakukan apa yang harus ku lakukan... siapa kau yang ingin menghalangiku? Sadarlah ini bukan duniamu lagi! Meski kita berasal dari satu tempat yang sama... kau dan aku berbeda. Masamu sudah lama berakhir Yami!...
Sekarang adalah tugasku, ini giliranku!"
"Kau! Tidak akan mengerti Menma! Dia tidak seperti yang kau bayangkan!" Yami bangkit berdiri, tatapannya menajam Eternal Mangekyo Sharingan miliknya membalas tatapan pemuda itu. "Sekuat apapun kau saat ini, pada akhirnya hasilnya sudah akan jelas!"
Itu benar hasilnya sudah sangat jelas.
"Jangan halangi Aku! Kau yang saat ini tidaklah sejajar denganku! Aku akan pergi ke Konoha dan membunuh Naruto. Karna itulah... karna dia adalah 'nyata' dan aku adalah 'semu' dan aku harus membunuhnya untuk menjadi 'nyata'" Menma mengecilkan suara di akhir kalimatnya. Bahkan tatapannya tidak menatap Yami, dia terlihat ragu.
"Kau salah... kau salah." Yami mundur dari tempat dimana dia berdiri, gadis itu menggelengkan kepalanya beberapa kali. Salju turun makin deras menjelang tengah malam, kedua sisi gelap yang berasal dari tempat yang sama itu saling bertatapan. Mereka adalah zat yang sama... walau dari dua Dunia yang berbeda. Tatapan Yami tetap menyimpan kekecewaan, bahkan saat Menma telah lama meninggalkannya gadis itu masih berdiri di tengah salju yang telah menjadi badai.
"Naruto... Dimana Cahaya? Dimana tempat itu?"
"Tujukkan padaku! Tolong berikan kami waktu..."
xxxxxDrak Yagamixxxxx
Kediaman Namikaze.
"Jadi, Naru-chan akan ikut serta dalam ujian Chuunin?" Kushina membuka suara pada pertemuan makan keluarga malam ini, ucapan satu-satunya wanita di kediaman Namikaze tersebut mendapat perhatian lansung dari kedua pria yang ada di sana.
"Ya, seperti itulah Kaa-san, Obito sensei merekomendasikan kami dan Tou-san juga sudah tau akan hal itu." Naruto membalas ucapan itu dan kemudian kembali menyumpit Nasi sebelum dimasukan kedalam mulutnya. Ucapan Naruto membuat wanita itu mengalihkan tatapannya kepada Minato, mendapat anggukkan dari pria itu.
"Lalu kita harus bagaimana? Kalian tau bahwa ujian Chuunin itu sangat sulit dan berbahaya 'ttebane~.." ekspresi wajah Kushina terlihat sedikit muram dan khawatir. Tapi detik itu juga ekspresi wajahnya berubah menjadi berbahaya. "Minato!" wanita itu menunjuk sang Suami dengan sebuah pisau dapur.
"Ada apa?!" Minato kaget, hampir saja dia jatuh dari tempat duduknya.
"Kau... kau harus memberika bocoran kunci soal pada Naru-chan! Tidak tidak, kau harus kau harus memberinya pengawalan Anbu saat ujian... tidak tidak itu akan sangat jelas. Kau kau.." Kushina terlihat panik, wanita itu menggigit kuku jarinya sendiri... mata yang kaca-kaca sempat membuat Minato menjadi tak tega. "Ahhhhhkkk... apa yang harus aku lakukan 'ttebane~"
"Kaa-san." Naruto ingin memberikan sebuah kejelasan pada ibunya, beliau terlihat panik. Tapi apa yang dia ingin ucapkan sepertinya harus ditahan saat melihat kelakuan ibunya yang sibuk menguncang-nguncang tubuh ayahnya.
Dia jadi kasihan.
xxxxxDrak Yagamixxxxx
Hari Ujian Chuunin Gabungan.
Hari yang panas di awal minggu, udara terik yang serasa membakar padahal masih pagi. Menunjukkan pukul delapan pagi Naruto melangkahkan kaki keluar rumah, meski keadaan tak sesuai harapan Naruto tetap menunjukkan senyum kepada kedua orang tuanya. Tersenyum kepada ibunya yang menangis tersedu-sedu menatap kepergiaan, padahal dia hanya mengikuti ujian dan tidak lebih. Dan ikut tersenyum juga pada ayahnya di sana yang sudah merengang nyawa disana, pria itu terlihat terkapar di lantai dengan mulut seperti mengeluarkan asap.
Dia jadi kasihan.
Bergabung dengan Sasuke di jalan, Naruto mencoba memberi sapaan yang baik pada rekan setimnya tersebut namun seperti tidak biasa Sasuke malah mengacuhkannya dan mempercepat jalan selangkah di depan Naruto. Sepertinya dia dalam keadaan yang kurang baik.
'Dia kenapa?'
Suara Tamamo menggema di dalam pikirannya, membuat Naruto tersenyum dan mengangkat bahu. Langkah kakinya juga ikut dipercepat berusaha menyamai Sasuke. 'Biasa Itachi dan kelakuan antiknya..' dan Naruto tidak mendengar apapun lagi dari Tamamo dalam alam sadarnya. "Mana Sakura?"
"Menunggu ditempat biasa.." Sasuke menoleh sebentar ke arah Naruto sebelum kembali lurus ke depan. "Dia terlihat terlalu gugup, bahkan terakhir kali dia ke tempatku hanya untuk meminta tips dari Itachi yang telah pernah mengikuti ujian ini."
"Benarkah.." Naruto, dia tidak tau harus mesti gimana... Itachi mau membagi pengalaman, "Apa kau bercanda? Maksudku apa dia memberi tips pada Sakura?"
"Cih! Apa yang kau harapkan dari Manusia tidak berguna itu.." Sasuke memasang ekspresi masam, namun kemudian menghilang dengan cepat berganti dengan wajah datar yang biasa. "Dia pasti hanya menjahili Sakura pada akhirnya."
"Begitukahh malang bagi Sakura."
"APA KAU TIDAK MENGERTI! TURUNKAN AKU! AKU CUCU HOKAGE!"
Bermaksud untuk menemui gadis dari tim mereka di tempat biasa, langkah Naruto terhenti akibat sebuah teriakan. Mata yang menatap jauh kedepan dan menemukan Konohamaru tengah bersitengang dengan seseorang... Genin yang bukan dari Konoha. Pakaian yang tidak pernah dia lihat. Lambang kepala.. Sunagakure.
Sakura juga ada disana.
...
Kankuro tersenyum seram, hatinya puas saat anak kecil tak tau untung ini terlihat meronta-ronta meminta diturunkan. Dia semakin mengangkat anak kecil itu tinggi. Siapa suruh menjulukinya sebagai muka codet tadi. Dasar anak sialan. Mau cari gara-gara.
"Apa yang kau lakukan!"
Pupil Mata Kankuro melebar untuk sesaat sebelum lehernya merasakan sensasi dingin dari kunai yang diarahkan tepat di atas kulit lehernya. Setetes keringat turun darinya, menoleh sejenak kebelakang matanya mendapati sebuah tatapan dingin yang dalam dari iris biru samudra milik sosok di belakangnya. Cepat... terlampau cepat, bahkan sampai saudarinya Temari yang berada di belakangnya juga tidak sempat untuk memberikan reaksi apa-apa.
"Menyakiti cucu seorang Hokage adalah sebuah tindak kejahatan yang tidak dapat dimaafkan di sini." Suara yang dingin... teramat dingin. Seperti suara adik bungsunya... namun ini, suara yang tidak mengintimidasi... suara kosong yang tidak menuntut apa-apa, membuatnya merinding.
Konohamaru terlepas dari cengkraman Kankuro, anak kecil itu segera berlari menjauh dari Ninja asing yang tidak dia kenal tersebut. Matanya terlihat berair dan terlihat seperti akan menangis kapan saja, namun sebagai cucu dari Hokage ketiga harga diri adalah apa yang dia junjung sangat tinggi. Dia memang mundur, namun tidak terlalu jauh dan masih mencoba terlihat kuat.
Anak yang merepotkan.
"Lihat aku sudah melepaskannya." Masih terdiam di tempat yang sama dengan sebuah kunai yang berada di atas kulit lehernya. Tetap mencoba untuk waspada akan apa yang terjadi, cakra yang teraliri dari tubuh dan muncul ke permukaan kulitnya, Genin Suna itu tersenyum. Benang-benang cakra tipis yang tak terlihat oleh mata mulai merayap di udara kosong menuju apa yang ada di balik punggungnya. Lilitan perban yang terbuka, senyum yang makin lebar. "MATI KAU!" Menyilangkan tangannya dan mengkram udara kosong ada apa yang dilakukan Kankuro. Deretan pisau beracun dengan cepat juga keluar dari apa yang tengah disandangnya. Tidak hanya satu tetapi puluhan mencuat dari situ, panjang tajam dan beracun.
Kejadian yang begitu cepat, Sakura terlambat untuk berteriak memperingatkan. Benar-benar terlambat saat pemuda itu sudah berada di depan Genin Suna tersebut. Terlampau cepat, itukah Hiraishin no Jutsu. Jutsu telepor kebanggaan Yondaime Hokage?
"A... A.." dan suara yang tercekat adalah apa yang sanggup untuk dikeluarkan oleh Kankuro. Jari-jarinya bergetar dan aliran cakranya kacau saat mendapati kenyataan bahwa pemuda itu sudah tidak ada di belakangnya lagi. Tatapan itu... tatapan kosong yang tidak meminta apa-apa yang membuatnya merinding, kunai yang telah berpindah hingga tepat beberapa centi di atas bola mata kanannya.
'Tidak mungkin, bagaimana bisa!? Itu bukan shushin no jutsu itu. Itu bahkan terlampau cepat. Ini tidak masuk akal!'
Temari mengembangkan Kipas yang dia miliki, membuat kuda-kuda dan berusaha menerbangkan apa saja yang berada di depannya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi kedepan, saat ini Kankuro telah berada dalam bahaya. Dia bisa mati kapan saja... dia telah melihat kekuatan dari Genin Konoha di depannya tidak main-main. Konoha, apa mereka semua sekuat ini?
Bersiap malancarakan serangan, tapi tiga lesatan kunai menghalangi niatnya. Berniat kembali melakukan gerakan yang sama, sebuah tendangan bertenaga kembali mementahkan niatnya. Memaksa genggaman akan kipasnya terlepas demi menyilangkan tangan untuk bertahan. Serangan Taijutsu yang mendadak cepat dan terkesan brutal membuatnya terpojok ke tembok pembatas. Berniat membalas, tapi sebuah kunai telah tepat berada di atas kulit lehernya. Lebih jauh menatap hanya iris merah darah yang membalasnya.
Sharingan.
Situasi yang tegang, dan kedua Genin Suna telah mati langkah untuk kali ini. Tetap diam untuk beberapa saat mencoba tenang untuk dapat keluar dari situasi yang tidak menguntungkan ini. Ini buruk! Sangat buruk.
Dan tidak menyadari butiran pasir halus sudah mengelilingi mereka dari tadi.
Dalam Sharingan, Sasuke dapat melihat apa yang hanya dapat dilihat oleh para clan penguna Doujutsu. Yaitu Cakra. Meski tak sehebat Byakugan yang dapat melihat aliran cakra seorang Manusia. Namun Sharingan dapat melihat cakra seperti melihat warna-warna cerah pada tubuh Manusia, seperti melihat aura pada tubuh. Warna-warna yang menandakan bahwa aliran cakra tersebut aktif atau tidak. Dan dengan Sharingan pula dia dapat membedakan sesuatu dengan mudah... hanya dengan cakra.
Tapi tiga tome dalam Sharingan miliknya berputar pelan saat merasakan ada cakra lain yang menyebar di sekitarnya selain cakra milik gadis desa Suna ini. Cakra yang terlalu kecil seperti butiran pasir... namun dapat terlihat jelas oleh Sharingan yang melihat semua itu seperti kabut berwarna... sesuatu yang lain yang mengelilingi mereka. Ini pasir. Pasir yang mengelilingi mereka.
"SASUKE-KUN!" mata Sasuke melebar, tiga tome pada Sharingannya berputar lebih cepat saat menyadari kumpulan pasir tipis yang mengelilingi mereka berkumpul dan memadat membentuk sebuah tinjuan besar yang menuju kearahnya. Dia dapat melihat semua itu dengan jelas, namun terlambat untuk menghindar. Tidak mempunyai pilihan lain, tangannya membentuk Handseal Katon dengan cepat. Hampir selesai, namun tiba-tiba seseorang telah mengenggam tangannya dan dia berpindah tempat ke tempat lain. Menyadari pasir itu menghantam udara kosong dan dia berada di sebelah Sakura... Naruto.
"Terimakasih Naruto."
"Ya." Naruto tidak menoleh, tatapannya masih memandang jauh kedepan. Dan beralih kepada seseorang yang turun dari atas cabang pohon. Surai merah darah itu... pasir seperti air yang mengelilinginya... Genin yang tidak pernah dia lihat. Kemungkinan dia juga dari Suna.
"Naruto!"
"Ada apa!?" tidak seperti biasa... suara Tamamo yang berdengung dalam pikirannya terdengar khawatir dan cemas. "Berhati-hati dengan nya!"
"Dia Jinchuriki sama sepertimu... dia Jinchuriki Ichibi!"
"Apa!" ranhang Naruto mengeras seketika, tatapannya entah didorong oleh apa hanya terfokus pada pemuda dengan surai merah darah itu. Tidak menyadari bagaimana kedua matanya yang telah berganti menjadi mata rubah. "Naruto!"
Gaara menyadari tatapan sosok kuning di depannya. Iris jade miliknya menatap void apapun itu dia. Sedikit melangkah kedepan matanya menyipit menyadari bagaimana perubahan yang nyata pada jenis yang sama sepertinya, membuatnya tersenyum. "Apa yang ada di dalam tubuhku, memberi tau kepadaku bahwa kau adalah jenis yang sama denganku. Katakan padaku siapa yang kau kekang di sana."
Baik Sasuke, Sakura dan kedua Genin Suna itu tidak mengerti arah pembicaraan ini. Topik ini, topik yang hanya dapat dimengerti oleh merena... para Jinchuriki. "Naruto, dia berbahaya!" suara Tamamo kembali menggema dalam pikirannya. Dan dia mengiyakan suara itu saat ini.
"Apa yang berada dalam tubuhku itu bukanlah urusanmu! Katakan itu pada yang berada dalam tubuhumu, bahkan sebenarnya kau sudah tau apa yang berada di dalam tubuhku!."
Gaara tersenyum kecil, dia menutup matanya "Itu benar. Aku tau apa yang ada di dalam sana... sesuatu yang lebih kuat dari milikku."
"Bahkan mungkin yang terkuat diantara kita bersembilan." Iris jade yang terbuka.
Naruto diam, mulutnya terkunci rapa dan memberikan kesunyian sebagai jawaban Gaara. Iris matanya kembali normal. Naruto kembali memperbaiki posisinya, berdiri santai manatap lurus ke depan dengan waspada. Cakra, mengeluarkan sebuah kanji dari kakinya... yang merayap bagaikan ular menuju pemuda merah itu.
Menandainya dengan segel Hiraishin.
"Kankuro, Temari. Seharusnya kalian malu dengan kelakuan kalian. Menyerang seorang anak kecil yang bahkan belum tau apa-apa. Seharusnya kalian malu."
Kankuro ingin menyela dan memberikan pembelaan. Tapi melihat mata Gaara yang menatapnya tajam... membuat nyalinya ciut.
"Ayah tidak pernah mengajarkan ini kepada kita, memalukan. Renungkan apa yang telah aku katakan." Gaara membalik badannya dan memberikan Naruto tatapan lurus, dan Naruto memberikan tatapan yang sama. Pemuda itu mengabaikan permintaan maaf saudaranya dan mulai berjalan meninggalkan para Genin Konoha. "Aku harap pertemuan kita tidak seperti ini. Aku harap pada kesempatan yang lain kita bisa saling bertatapan dengan kondisi kita yang seharusnya... " Naruto membuka mata lebih lebar atas kalimat terakhir Gaara yang seperti bisikan.
Membuatnya terdiam, bahkan tidak bergerak saat kelompok itu melewatinya begitu saja. Tekanan yang diberikan Gaara sangat berbeda dengan Dua Genin Suna yang baru saja dia hadapi. Tekanan yang hanya dimiliki oleh seorang Jinchuriki.
"Kau telah menandai mereka semua?" Sasuke adalah orang yang membuka suara untuk pertama kali setelah kepergian mereka. Mata hitam milik pemuda Uchiha itu menatap teman satu timnya yang sedari tadi terdiam dengan bingung.
"Ah.. iya." Naruto serasa tertarik dari pemikirannya dan menatap Sasuke yang menuntut jawaban. "Tentu... aku telah menandai mereka semua."
"Bagus." Sasuke mulai melangkah kedepan. "Mari pergi, kita sudah hampir terlambat. Sakura tinggalkan anak menyusahkan itu di sini."
"Baik."
"AKU BUKAN ANAK MENYUSAHKAN! AKU CUCU HOKAGE KE-TIGA!"
Puasa dan saya memiliki banyak waktu untuk menulis. Pemikiran memang begitu sih, tetapi kenyataan tidaklah seperti itu. Beberapa halangan memaksa saya untuk menunda dulu menulis chapter ini. Mulai dari permintaan ibu saya yang meminta untuk mengerjakan artikel miliknya sampai yang baru-baru ini saya terjatuh dan mengakibatkan tangan kanan saya cidera sampai sekarang. Bahkan ketika menulis chapter ini saya menulis hanya dengan tangan kiri dan mengerakan fic ini pada malam hari menjelang sahur.
Saya sudah membaca fic ini sebanyak dua kali, dan insyaallah tidak ada typo. Dan kalaupun ada tolong beri tau saya.
Perubahan gaya menulis saya... ya mungkin karena sudah lama tidak menulis sehingga menjadi berubah. Lalu? Bagaimanakah dengan gaya penulisan kali ini. Jelekkah? Kalau iya berarti saya harus belajar lebih banyak lagi.
Dan... sepertinya fic ini juga akan segera mendekati akhirnya... ya sebentar lagi. Ide yang berubah-rubah dari awal... maaf saya sempat kehilangan ide untuk fic ini dan entah kenapa nongol kembali. Tehe~
Pok'e saat ini sudah ada beberapa waktu luang. Saya sedang semangat ngerjakan fic lain bahkan saat saya nulis An ini.
Drak Yagami out~