Last Chapter, Hope you like it

X-Change

By : shinsungrin

Main Cast : Yunjae, Yoosu, OC

Genre : Romance

Terinspirasi dari sebuah komik "W Change" karya Matsuba Hiro

15 menit berlalu sejak Jaejoong berkelahi dengan seluruh anak buah Jihoon. Keadaan dua orang (Yoochun dan Jaejoong) melawan seluruh anak buah Jihoon bisa dibilang situasi dua lawan banyak. Kemungkinan kemenangan untuk Jaejoong hanya 2%, sangat sedikit sekali bahkan hampir tidak ada. Dilihat dari sudut mana pun, Jaejoong akan kalah dari segi postur badan serta jumlah. Namun, Tuhan berkata lain, Jaejoong dapat memanfaatkan kesempatan menang yang hanya 2% itu tanpa harus bergerak dari tempatnya semula.

Hampir 80% anak buah Jihoon sudah dalam posisi 'terbaring', sekitar 5%nya memilih duduk untuk mengelus dan merintih akibat luka yang disebabkan oleh hantaman tangan Jaejoong ke bagian tubuh mereka. Yoochun memilih untuk tidak mengganggu Jaejoong dalam perangnya, namun sekarang dia bingung bagaimana caranya mengembalikan Jaejoong ke dalam 'mode normal'.

Yoochun mencoba mendekati Jaejoong dengan pelan, "Jae.." ucapnya sedikit ragu. Jaejoong menoleh dan memandang Yoochun yang mendekatinya dengan perlahan. Tindakan Yoochun yang hati-hati membuat Jaejoong merasa tidak aman, ia berjalan menghampiri Yoochun.

"Jae.. ini aku.. semua sudah berakhir, kita menang, semua selamat" Ucap Yoochun berusaha terlihat se-kooperatif mungkin. Namun dengan reflek ia berjalan mundur ketika Jaejoong mulai mengintimidasinya dengan berjalan angkuh ke arahnya.

Dengan gerakan yang super cepat, Jaejoong meraih kerah baju Yoochun. Bagaikan sebuah guling, ia mendorong Yoochun dan memojokkanya di tumpukan kursi yang terlipat di sisi lain ruangan. Benturan tulang punggung Yoochun dengan besi dari kursi pun tidak bisa di hindari, menimbulkan suara derakan yang keras. Yoochun meringis dibuatnya, mungkin salah satu tulang punggungnya ada yang patah. Jaejoong tersenyum puas, tinjunya siap melayang untuk menghancurkan wajah Yoochun. Namun, sebelum ia sempat meninju wajah sempurna milik Yoochun, sebuah sepatu terlempar tepat mengenai kepalanya. Jaejoong menoleh untuk melihat pemilik sepatu yang kini dalam posisi berlutut dibelakangnya, wajahnya terlihat pucat sementara bahunya terus mengucurkan darah segar. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan ialah Yunho.

"YAH KIM JAEJOONG, KEMBALILAH!" teriak Yunho sebisanya.

Jaejoong melepaskan Yoochun dari cengkeramannya dan berjalan menghampiri Yunho. Kini Jaejoong dan Yunho berhadapan, senyuman jahat masih menghiasi wajah sempurna milik Jaejoong. Tanpa aba-aba Jaejoong melayangkan tinju kepada Yunho yang ada didepannya. Namun, Yunho juga sudah memprediksi serangan itu sehingga tinju Jaejoong dapat ditangkap oleh tangannya yang tidak terluka.

"Jaejoongie, sudahlah.." Ucap Yunho lemah, cukup bisa didengar oleh Jaejoong yang ada didepannya.

Jaejoong menurunkan tinjunya, Yunho untuk terakhir kalinya tersenyum melihat Jaejoong kembali menguasai dirinya sendiri. Beberapa detik kemudian, Yunho merasa tidak kuat lagi. Pandangannya semakin kabur karena pendarahan yang cukup serius dibahunya. Belum lagi rasa perih yang menyerang bahunya meningkat menjadi dua kali lipat. Tak lama, keseimbangan Yunho mulai runtuh. Kakinya tak kuat lagi menahan berat badan serta rasa sakit bertubi-tubi yang mendera bahunya. Kesadarannya perlahan menghilang, tubuhnya terhuyung jatuh.

Jaejoong menangkap Yunho yang tak sadarkan diri, namun gagal. Keduanya jatuh dengan posisi Jaejoong melindungi Yunho sehingga tubuhnya tidak terbentur lantai. Jaejoong mulai menyadari kondisi yang saat ini tengah ia jalani.

"Yun… ho" Ucap Jaejoong serak. Kesadarannya telah kembali, namun Yunho sudah banyak kehabisan darah.

"Bangunlah Yunho.." Ucap Jaejoong seraya merangkul tubuh Yunho kedalam dekapannya. Entah kenapa disaat genting seperti ini, Jaejoong tak bisa menahan dirinya untuk tidak memunculkan kenangan kenangan yang telah ia lalui bersama Yunho. Masih segar dalam ingatannya bentuk souvenir yang Yunho berikan kepadanya saat pertama kali bertemu. Waktu mereka begitu pendek. Banyak hal yang masih belum ia kerjakan bersama Yunho, Yunho bahkan belum sempat memakan bekal buatannya hari ini. Jaejoong tak sanggup kalau harus menghabiskan dua bekalnya sekaligus. Lagipula, Jaejoong tidak menyukai menunya, karena ia tahu Yunho sangat menyukai menu yang ia buatkan untuknya hari ini. Ditambah lagi, ia tidak tahu jalan pulang. Setiap hari Yunho selalu menyempatkan dirinya mengantar Jaejoong pulang walaupun hanya sampai di halte bus. Seharusnya, hari ini merupakan moment yang tepat bagi Yunho untuk mengantarnya ke rumah dan berkenalan dengan ibu, kakek serta anggota keluarga Kim yang lain.

Perlahan, tuan muda Kim Jaejoong merasakan sesuatu yang pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa cemas yang luar biasa mengisi hatinya, melilitnya hidup hidup sehingga ia lupa bagaimana caranya untuk bernafas. Membuat matanya pedih tanpa sebab dan meneteskan air mata. Semua kata terjebak dibawah lidahnya yang kelu. Tangannya gemetar memeluk Yunho dengan erat, "Jangan pergi, Yunnie.."

.

.

.

.

Satu Minggu Kemudian_

JAEJOONG POV

Jam menunjukkan pukul 15.00, matahari masih dengan sangat gagah memancarkan sinarnya mengenai tepi kelas yang tidak tertutupi oleh gorden. Hari ini amat sangat cerah, atau bisa kubilang ini termasuk jenis panas yang keterlaluan. Aku masih harus membereskan semua buku dan perkakas yang sering ku tinggal di loker serta laci meja. Kehidupanku di sekolah ini akan berakhir dalam beberapa waktu dekat. Impianku untuk menjadi remaja normal nampaknya belum bisa terwujud. Kebiasaan anehku dalam tidur sekarang kambuh lagi. Namun aku tak mau menyesalinya, benar kata orang itu, 'mode war'-ku berguna untuk melindungi orang orang yang aku cintai.

Keadaan selalu tidak sama dan semua selalu berjalan ke arah yang lebih baik. Percaya atau tidak, aku menerima tawaran kakek untuk menjadi ketua Klan Yakuza dan hari ini merupakan latihan perdanaku bersama kakek. Tidak ada tujuan khusus bagiku untuk menjadi ketua Klan Kim, aku hanya ingin membiasakan para Yakuza agar lebih kooperatif dalam melakukan pekerjaannya dalam menjaga keamanan dan mengurangi penggunaan 'otot' dalam penyelesaian masalah.

"Jaejoong-hyung"

Suara melengking ala lumba-lumba yang memanggilku membuat aku langsung tau siapa yang memanggilku tanpa harus menoleh. Namun, untuk formalitas aku menoleh dan melihat sepasang kekasih, Yoochun dan Junsu, berdiri dihadapanku. Betapa aku iri pada mereka..

"Yo!" Balasku singkat sambil menggendong ranselku kebalik punggung. Aku berjalan ke arah mereka, mereka berdua pun langsung jalan beriring bersamaku.

"Langsung pulang nih?" tanya Junsu

Aku mengangguk,

"Sepertinya hari ini kau bersemangat sekali untuk pulang" ledek Yoochun sambil menyenggol bahuku.

Aku mengangguk sambil tersenyum, "Hari ini aku ada latihan otot sama kakek"

Kulihat Yoochun dan Junsu tampak terkejut dengan pernyataanku. "Hyung, kau benar-benar tidak serius untuk menjadi ketua klan selanjutnya kan?"

"Tidak ada yang bilang aku bercanda kan?" Ucapku santai yang langsung diikuti dengan suara 'Woh!' Kencang dari kedua orang disampingku.

"Kau benar-benar terbentur sangat parah.." komentar Yoochun

"Dunia mau kiamat" Ucap Junsu masih tidak percaya

"Yah kau berlebihan.." Jawabku melihat kedua orang yang terlalu overacting

"Tapi hyung, bukankah kau sangat tidak menyukai hal-hal bela diri macam ini?"

"Keadaan berubah Su, begitu juga aku.. Wajar jika manusia memiliki hasrat untuk menjadi lebih kuat.." ucapku

"Lagipula, tujuanku untuk menjadi ketua klan bukan untuk menjadi icon Yakuza paling berbahaya.. aku hanya ingin menyudahi perkelahian antar Yakuza.. aku hanya tidak ingin ada korban lain lagi" tambahku, beberapa potongan memory akan kejadian seminggu lalu membayang dibenakku. Memberikan sebuah kenangan menakutkan sekaligus menyedihkan. Reflek aku menundukkan kepalaku, mengingatnya membuat hatiku sesak.

Yoochun dan Junsu tidak dapat berkata apa-apa, mereka hanya diam dan beberapa detik kemudian Junsu merangkulku diikuti dengan Yoochun. Walaupun kejadian minggu lalu tidak begitu menyeramkan, namun tetap saja memberikan luka batin tersendiri bagiku. Mungkin di masa depan nanti aku harus berhasil menemukan mesin waktu, agar bisa kembali ke masa-masa itu atau bisa mengubahnya agar tidak menjadi seperti ini. Satu-satunya pernyataan yang dapat membuatku bertahan saat ini ialah Tuhan Maha Adil.

END OF POV

.

.

.

.

Deru nafas pemuda cantik yang kini tengah berbaring kelelahan di dojo milik keluarga Kim bergema diruangan kosong itu. Ruangan yang cukup luas itu kini hanya ditinggalinya seorang diri, kakeknya beberapa menit lalu keluar untuk memberikan waktu untuknya beristirahat. Satu kata kenapa Jaejoong sangat membenci latihan fisik, KERINGAT. Terlalu banyak keringat yang keluar dan sangat melelahkan.

"AH! Aku bisa GILAA!" Keluh Jaejoong

"Jangan mengeluh.."

Jaejoong langsung menoleh mendengar nasehat itu dilontarkan dan menemukan si empunya suara yang kini tengah memandanginya dari jendela dojo. Ia tersenyum setelah tahu siapa orang yang selalu ada untuknya itu. Artemis, batinnya.

"Yah kau tidak merasakannya, ini menyiksa sekali!" Sungut Jaejoong lagi, kini menghampiri sosok dijendela itu.

"Itu namanya konsekuensi, kekuatan yang besar lahir dengan tanggung jawab yang besar"

"Kau selalu bijak Arty, ah! Terlalu bagus, Jung!" Ledek Jaejoong. Yunho tertawa renyah, dialah Artemis teman Chatting Jaejoong yang sudah diketahui identitasnya.

"Yah! Tidak sopan memanggil dengan nickname!" Sungut Yunho mengacak-acak rambut Jaejoong.

"Salahmu sendiri memakai nickname yang begitu ke'wanita'an"

"Sudah kubilang berkali-kali padamu, aku hanya nge-fans!"

"Oke.. oke aku percaya.." Ledek Jaejoong yang langsung disambut dengan 'Aish'nya Yunho tanda bahwa ia sedang kesal.

"Bagaimana lenganmu?"

"Tidak pernah merasa sebaik ini.." Ucap Yunho sambil menggerakkan bahunya ke depan dan kebelakang. Jaejoong hanya bisa tersenyum melihat pria didepannya itu.

"Uhm.. Jaejoongie.."

"hmm?"

"Boleh aku berkata sesuatu padamu?"

Jaejoong hanya mengangguk,

"Kau sangat begitu berbeda hari ini.."

Jaejoong mengangkat satu alisnya, "Benarkah?"

"Dan aku menyukainya.."

Jaejoong hanya bisa membalikkan badannya, entah kenapa Yunho selalu bisa membuatnya merinding disko. "Keadaan selalu berubah Yunho-ah, dan selalu menjadi yang lebih baik.. Itu katamu kan?"

Yunho tersenyum, hatinya benar-benar tersentuh, dengan reflek ia membalikkan badan Jaejoong agar menghadap ke arahnya. Tangannya menyapu lembut rambut Jaejoong yang menutupi dahinya, "Kau selalu tahu bagaimana caranya membuat aku tersenyum Jaejoongie" Ucap Yunho lembut.

"Jaejoong.."

Jaejoong menoleh melihat kakeknya memasuki dojo, "Ya?" Jawabnya santai.

"Kau berbicara dengan siapa?" Ucap kakek menghampiri Jaejoong kemudian melihat kearah luar dojo, Jaejoong hanya tersenyum.

"Jangan kebanyakan melamun, sudah sore.. Kau tidak mau dirasuki arwah penasaran penghuni dojo ini kan?" Ancam kakek.

Jaejoong hanya tersenyum dan menggangguk. Tak berapa lama kemudian, kakek dan cucu itu kembali melanjutkan latihan mereka.

Belajar dari Matahari, begitu besar cintanya kepada Bumi

Namun ia tetap bertahan untuk tidak mendekat

-FIN-

A/N

Gimana? Ya Beginilah Endingnya :3

Terima kasih sudah setia sama cerita ini dari awal sampai akhir yaa T_T

Sangat-sangat terharu *big hug*

Oke, saya selaku author pamit, Sampai jumpa di fic-fic selanjutnya yaaa \^^/

Terima kasih banyak *Deep Bow*