Tittle : Die?
Disclaimer : Vocaloid milik sang pencipta. author hanya meminjam beberapa tokohnya
Warning : typo(s), alur berantakan
.
.
"Ugh, kepalaku sakit sekali" ucap Mayu sambil memegang kepalanya
Ternyata aku sudah berada di kamar... batin Mayu. Ia menolehkan kepalanya dan tidak sengaja menatap boneka yang—tiba-tiba—sedang menyeringai padanya
"Apa aku masih setengah tidur?" tanya Mayu dan mengusap matanya
Kenapa kau tidak mengaku saja?
Mayu terkejut mendengar suara yang muncul tiba-tiba. "Siapa kau?!" teriak Mayu
Bukankah tadi kau sudah melihatku?
"A-aku tidak melihat orang lain di sini!" ucap Mayu
Bahkan aku sempat tersenyum padamu
"Ma-maksudmu..." ucap Mayu sambil menolehkan kepalanya. Dilihatnya boneka yang masih tersenyum kepadanya
.
~~OOOOO~~
.
Miku lebih banyak diam akhir-akhir ini. Ia juga jarang berkumpul dengan teman-temannya seperti dulu. Mayu lebih memilih untuk bungkam.
"Ohayou..." ucap Kaito di depan pintu kelas
"Ohayou Kaito-niichan" ucap Miku pelan
"Apa kau masih merasa kesal dengan Mayu?" tanya Kaito sambil melirik Mayu yang terdiam menatap jendela
"Mungkin" jawab Miku asal
Mayu membuka pintu kelas, beberapa orang memperhatikannya.
"Ohayou Mayu" ucap Kaito memecah keheningan di ruangan itu
"Ohayou..." jawab Mayu pelan
Terdengar desisan tidak suka dari beberapa siswa . Mayu berbalik dan menatap teman-temannya dalam diam. Tiba-tiba Mayu terbahak. Kaito segera menenangkan Mayu. Wajahnya terlihat pucat dan matanya memerah. Mayu melangkahkan kakinya meninggalkan kelas, menuju toilet. Gumi yang khawatir segera mengikuti Mayu
"Mayu, apa kau sakit?" tanya Gumi
"Tidak, tapi kau yang akan sakit!" seru Mayu dan menghempas tubuh Gumi ke dinding
Mayu menghujamkan gunting miliknya ke perut Gumi. Dengan paksa ia mematahkan kedua kaki Gumi. Setelah puas dengan hasil karyanya, Mayu mengeluarkan sebuah pisau kecil dari sakunya. Ia mendekatkan pisau itu ke wajah Gumi yang sudah dipenuhi ekspresi ketakutan. Secara perlahan, digoreskan pisau itu ke pipinya. Seperti melukis di atas wajah, Mayu dengan ringan menggerakkan pisaunya. Penglihatan Gumi seakan membuta karena terlalu banyak air mata
"Hahaha, kenapa kau tidak berteriak?!" seru Mayu. Dihentikan gerakan pisaunya dan diletakkan tepat di depan mata Gumi
"K-karena, aku tidak ingin kau tertuduh. Aku tahu ini bukan Mayu yang kukenal" ucap Gumi menggunakan tenaga terakhirnya. Senyum pahit terlukis di wajahnya yang sudah mengeluarkan darah segar. Dan dengan perlahan matanya tertutup
Terdiam. Mayu terdiam mendengar ucapan Gumi. Tubuhnya bergetar. Pisau yang ditangannya terlepas begitu saja. Mayu meninggalkan toilet dengan kepala tertunduk. Dengan setengah berlari ia pulang menuju rumahnya
.
~~OOOOO~~
.
Kepalaku serasa berkunang-kunang. Di rumah? Bukannya tadi aku masih ada di sekolah?. Sudahlah, yang aku inginkan sekarang hanya istirahat sejenak. Tak bisa kupungkiri kalau aku penasaran bagaimana aku bisa sampai di rumah
"Apa yang kulakukan di sekolah?" gumamku pada diriku sendiri. Hal terakhir yang kuingat adalah kedatangan Kaito-niichan di kelasku
"Are? Kenapa aku menangis?" ucapku saat merasakan sesuatu yang basah mengalir di pipiku
"Apa aku sudah melewati hal yang menyedihkan?" tanyaku sambil mengusap air mata
Entah kenapa senyum ramah Gumi yang menenangkan ada di kepalaku. Senyum yang bisa menghapus air mataku sejak kecil. Apa ini? Air mataku bertambah deras?
Tenang saja Mayu, aku akan melindungimu dari anak-anak nakal itu!
Terpintas ucapan Gumi ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Rasanya aku sudah berhutang banyak padanya sejak kecil. Rambut hijaunya yang pendek dan tubuh yang penuh memar. Sosok itu lah yang selalu ada jika aku sedang di ganggu. Bahkan ketika aku menangis melihat tubuhnya penuh luka, dia hanya tertawa dan berkata
Daijoubu, aku adalah anak yang kuat!
"Baka" desisku dan tertawa kecil. Sial, air mataku terus bertambah.
Kualihkan tatapanku ke maja kecil yang ada di kamarku. Aku membutuhkan sesuatu untuk berbagi kepedihanku. Tidak ada. Meja belajar? Tidak ada. Lemari? Laci? Tidak ada. Kemana boneka itu?. Aku tahu aku ketakutan ketika boneka itu pernah –yang entah bagaimana-berbicara denganku. Tapi hanya itu satu satunya yang kupunya
Dengan segera aku kembali ke sekolah untuk mengecek kebaradaan boneka usagi-ku. Lagi. Terlihat mobil ambulans dan polisi berkeliaran di sekitar sekolah. Firasat buruk merayapiku. Dengan cepat aku berlari dan memutar arah menuju taman
Entah mengapa taman yang biasanya ramai itu kini sepi. Tak ada suara tawa yang menggambarkan kebahagiaan polos seorang anak kecil. Tak ada suara lembut seorang ibu yang sedang menenangkan anaknya yang menangis. Tak ada suara bola ditendang dengan keras. Yang ada hanya kesunyian
Dengan napas terengah aku duduk di bangku taman dan merasakan angin yang tidak seramah biasanya membelai wajahku. Langit yang mendung seolah sedang menahan tangis yang sebentar lagi akan tumpah. Pikiranku melayang layang. Rasa sakit muncul saat aku teringat tentang kenanganku bersama Gumi
"Mayu!" sebuah suara memanggilku
"Ah, Kaito-niichan..." ucapku pelan saat melihat seorang pemuda berambut biru sedang melambai padaku
"Hari ini insiden mengerikan itu terjadi lagi. Sekolah dipulangkan lebih cepat dari biasanya" jelasnya dengan senyum yang menenangkan
"...Lagi? kali ini siapa?" tanyaku dengan suara serak
"Gumi" terlihat kesedihan di mata biru yang sedang menatapku sendu itu
"Bohong..."
Siapa yang berkata itu? Itu bukan suaraku. Suara itu terlalu serak, bergetar, dan seolah tercekat. Tapi saat kulihat Kaito-niichan yang tak menggerakkan mulutnya sama sekali, baru kusadar kalau itu memang suaraku. Menangis. Dengan tangan bergetar aku menutup mulutku, mencoba meredam isakan
"Aku tau ini berat, tapi kita harus merelakannya" suara Kaito-niichan begitu lembut di telingaku. Kehangatan melingkupi tubuhku, dan kulihat tubuhnya memelukku
Belum sempat aku membuka mulut, sebuah kehangatan yang asing menyentuh tanganku. Cairan berwarna merah yang terasa panas membanjiri tanganku. Mataku membulat saat mendapati Kaito-niichan terjatuh menimpaku
"Sepertinya ini giliranku. Selamat tinggal, Mayu" suara yang biasanya riang itu terdengar begitu lemah
Kembali kurasakan gejolak kepedihan di dadaku. Dengan perlahan kuletakkan tubuh Kaito-niichan dan terulas sebuah senyum kecil di bibirnya. Dengan mata yang dipenuhi kemarahan aku menatap sekeliling, mencoba mencari siapa yang berani melukai temanku. Seorang pria tak dikenal sedang menatapku dengan senyum yang tak mencapai matanya. Sebuah pisau yang dipenuhi darah berada di genggamannya. Seketika dunia menjadi gelap. Hal terakhir yang kulihat adalah sebuah boneka manis dengan sebuah cairan merah tak asing yang menghiasi wajahnya
Maaf untuk pembaca FF ini, sepertinya Die? akan mengalami masa update yang lama. mungkin lanjutannya akan tergantung pada mood author
sekali lagi mohon maaf *bows*