UNNAME

Cast : SuperJunior (13+2), EXO (12) and other

Summary: Ketika di dunia ini tidak punya harapan lagi tentang perdamaian. Ketika ketidak pedulian menjadi senjata hebat untuk tak terlibat lebih jauh. Mereka UNNAME, sekelompok orang tak bernama yang menjanjikan perdamaian lewat konspirasi, peneroran, separatis dan ribuan jalan yang mereka katakan "Jalan Kedamaian"

Rated: T

Genre: Adventure, Sci-fi, Crime, Friendship and Suspense

Disclaimer: Cast milik Tuhan dan FF ini milik "diriku sendiri". Kibum selalu di usahakan milik ika zordick.

Warning: Typos, World war setting, Usahakan anda cukup dewasa untuk beberapa adegan.

UNNAME

Bagian XV

HEART

Remaja yang berasal dari kota yang cukup terkenal dengan kejahatan itu melenturkan telapak tangannya. Dia memakai sarung tangan, menutupi luka demi luka yang di dapatnya untuk mendapatkan kemampuan. Matanya tidak terlalu fokus, dia hanya perlu menembak dan memastikan tembakannya meleset. Dia harus meleset.

"Kau tak boleh menembak tepat sasaran di percobaan pertamamu" itulah yang dikatakan oleh Hangeng. Sebenarnya itu peringatan, atau mungkin ancaman tidak langsung. Mereka bisa saja di ketahui sebagai seseorang yang sedang melakukan pergerakan mengacaukan sebuah Negara. Tapi menurut Kyuhyun, kemungkin terburuknya mereka akan di eksekusi mati.

Dan wanita di sampingnya. Hyukjae rasa ia membutuhkan sesuatu dari sang wanita.

Mimpinya benar benar buruk. Seburuk kamuflase yang sedang dilakukannya saat ini. Dia bukan seseorang yang nyaman di medan peperangan yang memungkinkan lintah merayap melalui celah bajunya, atau nyamuk mengigit kulit wajahnya.

Sementara Hyukjae sedang memikirkan sesuatu tentang mimpi, dan sesuatu yang mungkin saja merayap di kulitnya, serta caranya menembak tidak tepat sasaran tapi harus mati, gadis Georgia yang cinta Negara itu sedang menjanjikan sebuah ciuman padanya. Hyukjae rasa itu ciuman yang seperti di katakan oleh rekan rekannya—yang panas dan bergairah. Hyukjae bahkan tak pernah tahu cara ciuman yang biasa biasa saja.

Dia hanya pernah melihat. Seorang wanita bernama Stella, mengangkat rok pendeknya dan mengangkang untuk seorang pria demi beberapa lembar dollar dari jendela tempat tinggalnya. Gang gang sempit dikotanya itu, tempat prostitusi yang sangat sangat terkenal. Dan wanita yang selalu tersenyum pada Hyukjae ketika Hyukjae menonton kegiatan mencari nafkahnya dari awal hingga selesai.

Hyukjae tidak pernah kasihan.

Pada wanita yang selalu terkapar lemas dengan posisi mengangkang dan beberapa lembar dollar yang dilempar di wajahnya. Tak ada ucapan terimakasih—mungkin harapan setiap wanita ketika selesai bercinta dan Stella tak pernah menangis hanya karena dia terlihat menyedihkan dengan sperma yang berceceran diantara selangkangan dan tubuhnya.

Hanya saja, Hyukjae rasa, akan lebih baik jika dia seorang wanita. Ayahnya pasti akan menjualnya dan melakukan hal yang sama dengan Stella. Itu lebih baik dari pada harus latihan menembak dan membunuh orang.

"Kau setuju dengan ide itu?" Tanya Elisabeth. Wanita yang menggunakan jenis senapan laras panjang yang sama dengan Hyukjae. Mengkeker hutan yang terdiri dari semak belukar, pohon dan mungkin beberapa ekor ular yang tak sengaja melintas di antara ranting. Membuat lamunan Hyukjae memudar.

"Mungkin" kata Hyukjae dengan senyuman. Dia sungguh polos. "Sejujurnya, kau mengingatkanku dengan seorang wanita"

"Wanita di tempat kelahiranmu?" Elisabeth tampaknya tertarik dengan asal muasal pria awam yang sekarang menjadi bawahannya di kemiliteran.

Hyukjae bergumam sebegai jawaban 'ya'. Dia merasa ada yang mengawasi mereka. Dia mengkeker kembali. "Namanya Stella"

"Orang seperti apa dia?"

Pelacur.

Tapi Hyukjae merasa berbeda. Bukan Stella yang seorang pelacur. Wanita itu wanita yang ramah yang mengetuk pintu rumah Hyukjae, meminta Hyukjae untuk tak mengintip pekerjaannya dari jendela. Yang mengacak rambut Hyukjae dan meminta Hyukjae tumbuh menjadi anak yang baik.

"Dia wanita Amerika asli. Kulitnya hitam dan rambutnya panjang lurus" Hyukjae mendeskripsikan Stella dalam ingatannya.

"Tak ada kemiripannya denganku" cibir Elisabeth. Mencoba mentertawakan Hyukjae.

Hyukjae mendapatkan sang musuh. Mencoba berpikir keras apakah dia akan menembak atau memberitahu lokasi musuh pada sang letnan. "Kau dan dia adalah wanita tangguh" Stella menurut Hyukjae itu adalah sosok wanita keibuaan yang selalu peduli. Dia selalu bertanya pada Hyukjae tentang tangannya yang terluka dan tindak penganiyayaan yang dilakukan ayah Hyukjae. Dia satu satunya orang merasa simpati dengan eksitensi Hyukjae di kota terkutuk itu.

Hyukjae menarik pelatuknya. Membuat Elisabeth melotot, mencoba mencari arah tembakan Hyukjae. "Sial! Mereka mengetahui posisi kita!" katanya, mencoba menarik Hyukjae untuk menjauh. Hyukjae meleset menembakkan pelurunya.

Peluru balasan mendarat, Hyukjae rasa tak perlu menghindar. Karena peluru itu jelas akan meleset. Sang letnan mengubah posisinya karena tembakan Hyukjae. Dan peluru kedua Hyukjae sukses meledakkan kepala sang penembak jitu. "A—aku mengenainya" Hyukjae berbicara gugup. Tangannya kembali gemetar.

Dia mempertahankan hidupnya, sasaran tembak berikutnya adalah dirinya. Tapi—

Kenangan tentang Stella, selalu bersanding dengan ayahnya. Kenangan yang ingin ia lupakan selalu bersama dengan kenangan yang manis.

Dan—

Bau amis, warna merah dan dingin selalu mengingatkan Hyukjae tentang kematian. Kematian Stella identik dengan itu. Dia telanjang, matanya melotot dengan mulut menganga—seperti meminta pertolongan, kepalanya yang pecah dan martil berdarah yang tergeletak tak jauh dari bangkai tubuhnya.

Hyukjae memuntahkan isi perutnya. Membuat Elisabeth mengiba. Dia baru saja membuat orang awam membunuh. Hyukjae pasti akan bermimpi buruk untuk malam malam setelah ini. "Kita mundur. Kau sudah menjatuhkan sniper hebat mereka"

UNNAME

Menghela nafas.

Yesung merasa punggungnya sedikit nyeri. Dia menatap ke empat bocah yang kini duduk melingkar—ralat—empat bocah dengan satu ekor kucing dan sebuah boneka koala. Mereka menampilkan ekspresi serius yang menggemaskan. Cukup membuat Yesung berdecih, mengingatkan hatinya sendiri betapa bajingan dan gilanya keempat bocah belum cukup umur dalam koloni mereka.

"Kita menetap? Kau yakin?" ini protesan dari Kyuhyun. Diantara keempatnya, dialah yang paling suka menginterupsi, mengatakan tidak dan membicarakan probabilitas negatif. "Ayolah, Bum Bum, aku tidak mau tinggal di tempat ini. Gadgetku bahkan butuh asupan energi, dan mereka tak mengizinkan kita menggunakan listrik!" mereka lumpuh informasi dari Kyuhyun. Peralatan canggih sang bocah sudah tak punya harapan.

"Itu sesuatu yang wajar, bocah. Orang orang di sini takkan menggunakan jaringan berbasis 4G, seharusnya menggunakan gelombang radio agar tak tertangkap" Yesung rasa keempatnya perlu diawasi dan diberi masukan serta penyadaran.

"Aku menggunakan gelombang elektromagnet lain" cibir Kyuhyun. "Yang jelas tak ada satupun orang yang bisa melacak keberadaanku saat ini. Sejenis fake GPS" Yesung lupa jika Kyuhyun itu bocah kelewat cerdas yang suka mengawasi seluruh bagian dunia dan berlindung di segitiga Bermuda.

"Orang dewasa tidak boleh mencampuri rapat kami" Henry mendumel dengan ekspresi polosnya. Yesung juga lupa kalau para bocah itu tak cocok dengan dirinya. Mereka bahkan lebih menyebalkan dari tank. Semua bocah sama saja, bahkan si bocah pendiam itu menjadi tidak sopan sejak mengetahui posisinya dianggap oleh bocah lainnya.

Memilih diam. Yesung takkan menang oleh keempat bocah yang kini membentuk aliansi yang bisa saja menjatuhkannya. Kibum bahkan sudah meliriknya dengan ekor matanya—bocah itu punya sesuatu yang bisa membunuhnya. Yesung tak punya senjata dan kondisinya belum pulih. Ia bisa kapan saja di bunuh oleh Tao—si kucing hitam yang melompat ke atas kepala Kibum.

"Kita akan membuat salah satu diantara kita menjadi menteri pertahanan Georgia" itu keputusan mutlak dari keempatnya—jalan keluar untuk masalah mereka.

Yesung kini melotot tak percaya. Ingin berkomentar 'kau kira itu mudah'

"AKU MAU AKU MAU! AKU SAJA!" Kyuhyun berteriak mengangkat tangannya.

Membuahkan pelototan tak setuju dari yang lainnya. "Kau masih kecil" ujar Kibum.

"Jadi siapa?" Kyuhyun mewakili pertanyaan Yesung. Dia menatap si bocah kecil yang bisa dikatakan sebagai tangan kanan Leeteuk itu. Dia selalu berpikir tentang misi yang harus mereka dapatkan. Dia memiliki tujuan dan cara untuk mencapai visi perdamaian.

Yesung juga ikut penasaran. "Menurut kalian siapa?"

"Siwon" itu Ryeowook.

"Shindong" Henry mengeluarkan pendapatnya. Dia rasa Shindong punya satu kepribadian yang bisa bermanfaat menjadi menteri pertahanan.

Kyuhyun mencoba berpikir satu yang cocok. "Hangeng?"

Kibum mengangkat tangannya seperti ketiganya ke atas kepalanya. "Kangin, meski aku tahu banyak yang meragukannya" Kangin itu seseorang yang krisis identitas. Dia seorang mantan agen ganda. Orang yang penuh tipu muslihat di tengah peperangan.

"Bagaimana kalian akan memutuskannya? Menteri pertahanan memiliki pangkat yang bisa memerintah jendral besar" Yesung sangat mengerti tentang militer. Dia berasal dari dunia itu.

"Hom pim pa" jawab Ryeowook dengan senyuman di wajahnya.

Mengangakan mulutnya. Dia tak menyangka jawaban polos itu. Mereka tetap anak anak dan gilanya mereka sedang mempertaruhkan nyawa dari rencana yang dibuat oleh anak anak. "Tidak! Kalian harusnya mempertimbangkan bibit, bebet dan bobotnya"

"Kau tidak punya suara dalam rapat kami"

"Sial" Yesung mengumpat tertahan. Mencoba agar tak terdengar para bocah—Leeteuk sering memperingatkannya. Mental anak akan tumbuh buruk jika sering di cekoki dengan kata kata umpatan. Masalahnya, para bocah itu memang pantas di umpati.

"HOM PIM PA!" teriak mereka serempak dan tangan mereka terulur ke depan.

UNNAME

Prajurit dewasa yang harus di latih secara rutin dan tanpa perlakuan istimewa. Hari ini, Heechul mengutuk tentang usianya yang jelas sudah dewasa. Tubuh kurusnya tak membuatnya mendapatkan keringanan, setidaknya ia ingin minum teh hangat di sebuah kursi yang empuk. Rasanya tubuhnya akan remuk. Dia menatap orang orang di sekitarnya, beberapa diantara mereka rekannya—orang orang yang membuatnya terjebak di kemiliteran Negara berkembang yang mengalami krisis perang berkepanjangan.

Dan juga, beberapa kenalan sesama prajurit kemiliteran. Penduduk asli Georgia yang tentu saja cinta Negara. "Kau lamban seperti siput! Berlari!" teriak si brengsek—dia seorang kapten berusia muda. "KAU TIDAK DENGAR! LARI!"—Sehun membentak Heechul. Membuat geraman tertahan pemuda berwajah cantik dan berambut blonde itu.

"Kau butuh bantuanku?" Sungmin ada di sana, memperlambat larinya agar bisa bersisian dengan Heechul.

"Aku sudah bosan berlari" Heechul masih saja mengeluh. Matahari memang tak bersinar dengan terik. Pakaian mereka di lucuti, di tengah penghujung musim gugur. Langit mungkin sudah siap untuk memuntahkan salju dari atas sana. Dia kedinginan, tulangnya seakan di tusuk tusuk dengan jarum tak kasat mata. Ini bukan latihan perang, ini seperti hukuman bagi penjahat perang. Atau mungkin seperti kekejaman Nazi atas Yahudi dahulu.

"Jika kau berhenti, percayalah padaku, kau akan mati" percaya tak percaya. Sungmin memiliki wajah yang manis, tapi dia memiliki tubuh yang bagus dan terlatih. Dia seperti bahagia mendapati latihan yang seolah tak membebani fisiknya sama sekali. Selain itu dia memiliki hobi menggoda rekannya yang lain. Dia kemudian mempercepat langkahnya.

Heechul berhasil di susul oleh Leeteuk sekarang, seseorang yang fisiknya paling lemah dari yang lain. Nafasnya terdengar putus putus di tengah ayunan langkahnya, seperti mau mati. Bedanya, dia tak pernah mengeluh tentang suatu apapun kecuali warna putih dan hitam yang di gunakan letnan wanita. "Kurasa si brengsek itu butuh lakban di mulutnya, dia sudah semakin lancang" ungkap Heechul. Dia lelah, nafasnya tersenggal tapi masih sempat protes. Apa dia tak tahu bahwa berbicara saat berlari bisa menambah beban pada pernafasan.

"Berlarilah dengan benar dan berhenti bicara! Kau semakin membuat energimu habis" nasihat Kangin yang baru saja menyelesaikan satu putaran lagi. Heechul dan Leeteuk ketinggalan beberapa putaran. Usia mereka boleh muda, kualitas tubuh mereka nyaris seperti kakek yang sudah pensiun.

"DIAMLAH KAU—"

"BERLARI!"

Shit!

Suara berat kapten muda itu membuat Heechul memaki dalam hatinya. Dia berteriak, mengeluarkan seluruh tenaganya untuk berlari dan kemudian—

BRUUGG

Dia jatuh.

UNNAME

"Kami berhasil!" Elizabeth berbicara. Suaranya ceria, itu bukti bahwa dia sangat gembira. "Maksudku Hyukjae berhasil" ralatnya.

Seluruh perhatian kini beralih pada Hyukjae. Sehun, kapten muda yang memiliki rambut berwarna keperakan itu melirik dengan alis terangkat sebelah. Tak percaya bahwa yang menjatuhkan sniper terbaik Rusia adalah seorang pemula yang baru saja memegang senjata. "Siapa kau?" itu sebuah pertanyaan menyedihkan yang membuat Hyukjae memucat.

Dia harus jawab apa?

"A—aku" terbata.

"Dia muntah sangat banyak tadi, kurasa dia tak bisa tidur untuk malam ini"—Hyukjae menatap pada wanita bertubuh ideal di sampingnya, entah bermaksud membelanya atau mentertawakannya, terserahlah yang penting dia selamat dari dialog yang bisa saja mengungkap identitasnya.

Hyukjae kembali menunduk dalam ketika matanya bertemu dengan manik Elizabeth. Hormon hormon sejenis dopamine, endorphin, feromon dan teman temannya mengambil alih keduanya. Hyukjae yang pemalu selalu menjadi sesuatu yang menantang untuk seorang wanita yang berkpribadian tegas di dalam medan perang. Lelaki pemalu jarang di temukan di medan perang, prajurit muda terlalu agresif dan pemberani—persis seperti sikap mereka ketika perang.

"Lalu rencanamu?"

"Aku akan membantunya tidur"

Hening—

Wanita itu memiliki pangkat lebih tinggi dari Hyukjae, Sehun tak seharusnya terlalu peduli tentang urusan ranjang prajuritnya. Tidak ada yang tahu kapan mereka mati, tidur bersama adalah suatu bentuk simbiosis mutualisme, karena Letnan II Elizabeth adalah seorang wanita, dia berhak meminta siapapun di barrack ini untuk tidur bersamanya.

"Terserahmu. Kerja kalian bagus hari ini, kuharap kau mempersiapkannya untuk penyerangan kita beberapa hari ke depan"

"Siap kapten!"

UNNAME

"Apa?"

Matahari sudah cukup lama terbenam, Leeteuk—si psikiater yang menjadi pemimpin diantara mereka bahkan tak mampu protes untuk rencana gila yang baru saja di utarakan oleh salah satu bocah. Kenapa diantara semuanya harus mereka yang memiliki pemikiran criminal. Dunia berkembang sangat pesat, anak anak menjadi lebih kuat karena tuntutan jaman. Jika semua anak di dunia ini seperti empat bocah di ruangan itu, entah apa yang terjadi pada seluruh orang dewasa di dunia ini. Mungkin saja punah.

Leeteuk tak sanggup bangkit, tubuhnya terasa sakit. Tubuh kurusnya mulai memunculkan otot otot, entah itu otot atau bengkak. Dia butuh pijitan, tapi dia seorang pemimpin bukan pemilik dari manusia manusia gila berpemikiran merdeka yang anti perang disini. Mana boleh dia minta pijit.

"Jadi?" Heechul tersenyum aneh. Semua perhatian yang awalnya tertuju pada Kyuhyun yang baru saja selesai mengutarakan rencana berubah haluan menjadi pada Heechul. Mereka pikir Heechul ingin menginterupsi sesuatu. "Aku mendengar sebuah pertanda bahwa Hyukjae menjadi dewasa hari ini"

Leeteuk menoleh ke Heechul. Sedikit tak mengerti maksud perkataan si cantik licik itu. "Dia baru saja meniduri Letnan kesayanganmu, Leeteuk"

Sial!

Seluruh lelaki cukup umur di sana berdecak tak terima. Mereka juga butuh pemuasan di hari yang dingin. Sialnya kenapa Hyukjae yang dapat. Si remaja tanggung yang baru menginjak usia mendapatkan kartu identitasnya. Kibum dan Kyuhyun berpandangan, cukup tak paham dengan pernyataan barusan. Penuh kode yang gagal running di otak cerdas mereka.

"Maksudnya?" mengeriyit heran.

"Anak kecil tak boleh tahu" celetuk Shindong menengahi saat Heechul bersiap menjelaskan. "Apa sekarang kau tak mengerti dasar privasi, Heechul?"

"Dengan siapa aku berbicara?" seperti mengolok. "Matthew, Shindong, Zico atau malah Trump?"

Shindong menghela nafasnya. Susah kalau bicara dengan Heechul. "Aku tak bisa menutup telingaku." Entah artinya ia tak bisa tak peduli atau memang tak bisa menulikan dirinya. Biarkan Heechul dengan konotasi ambigunya.

"Jika kalian sedang membicarakan Elizabeth" Ryeowook berbicara, dia harusnya diam seperti bocah yang lain. Dia belum cukup umur untuk mengetahui hal hal berbau seperti itu. "Dia akan mati sebentar lagi"

Sungmin menarik Ryeowook. Menutup mulutnya cepat. Bocah yang lahir dan besar di London itu suka menarik kesimpulan seenaknya, selalu berbicara tentang masa depan, seolah dia seorang peramal. Tapi satu yang Sungmin tahu, sebagai seseorang yang menghabiskan waktu paling lama bersama Ryeowook. Apapun perkataan anak itu tentang masa depan, tak pernah meleset. "Kalau begitu kita harus hapus dia dari daftar rencana kita" Kibum berbicara, tanpa belas kasihan seperti yang seharusnya.

Saling berpandangan. Berakhir pada Yesung—mentor Hyukjae. "Ryeowook hanya berbicara sembarangan, sejak kapan ia bisa memutuskan kematian seseorang." Yesung membuang pandangannya, menatap ke samping dan menemukan dinding kayu lapuk tempat mereka bernaung tanpa penghangat di musim gugur yang dingin ini.

Kangin tak mengerti. Dia merunduk, menatap ke dalam mata Ryeowook yang seolah berpendar cerah. Banyak hal tak masuk akal di dunia ini, perkataan Ryeowook tentang masa depan apa bisa dia percaya seperti ketika para bocah itu menghidupkan robot dari proyek gagal ilmuwan dunia atau tentang mereka yang bisa menjatuhkan pesawat siluman? Banyak hal mustahil yang ia temukan dari para generasi baru umat manusia.

"Dia hanya memiliki otak yang sedikit lebih aktif" suara Leeteuk menginterupsi perpecahan yang hampir terjadi. Ryeowook yang bisa membaca masa depan harus di musnahkan, dia terlalu berbahaya. Semua yang berada di ruangan ini tak boleh tahu kapan mereka mati atau mereka harus mundur.

Seindah indahnya surga tak ada yang mau ke sana sekarang juga. Sialnya, mungkin mereka tak sampai ke surga. Tuhan belum tahu rencana mereka untuk merealisasikan perdamaian, masih tahap awal.

"Dia menyimpulkan dengan cepat dari informasi sekitarnya. Dia memiliki alasan mengapa dia berkata seolah melihat masa depan. Ryeowook sendiri mungkin memiliki umur yang tidak panjang" Leeteuk membenarkan posisinya berbaring. "Dia sering mengalami dejavu dan suara berdenging. Itu gejala kerusakan otak"

"Kenapa kita berbicara soal kematian?" Hangeng memecah keheningan.

"Benar, semua orang pasti akan mati, tergantung waktu dan tempatnya saja serta bagaimana caranya" Siwon, si alim nyaris mirip pendeta berbicara. Mereka setuju dengan pernyataan itu. Yang paling masuk akal.

"Jika memang benar kita tercipta untuk mati, kurasa tak buruk untuk membuat sesuatu yang membuat namaku tetap hidup" Zhoumi berpendapat.

"Kalau kalian terlalu banyak menerawang kematian, itu akan semakin cepat mendatangi kalian. Lakukan saja yang penting agar jika kau mati besok, kau tak merasa ada penyesalan" Yesung menutup rapat bodoh tentang kematian dan harapan seperti cerita perjuangan yang sangat melankolis.

"Hangeng, akan menjadi menteri pertahanan." Kibum mengembalikan ke topic pembicaraan di awal.

Kangin melotot. Tak terima. "Kenapa harus dia?" hanya merasa tanggung jawab itu lebih tepat jika dilakukan olehnya.

"Kyuhyun menang hompimpa"

"HEI KITA SEDANG MENYERAHKAN HIDUP KITA PADA BOCAH BOCAH EDAN INI!"

UNNAME

Lelaki itu telah pulih. Yesung kini ikut berlari, menembus medan bersalju. Jejak kakinya di atas salju tak membuat langkahnya melambat, dia menginjak jejak yang sama setiap melakukan putaran baru. Makin lama makin cepat dengan nyanyian ala tentara pejuang. Yesung telah tumbuh di medan ini. Dia jauh lebih berpengalaman dan cekatan di banding seorang kapten muda yang menatapnya dengan tajam dari tepi lapangan lari.

Salju turun, hujan di awal bulan Januari. Manis sekali, namun tak ada lagu kerohanian di sana. Natal harusnya di lupakan jika kondisi seperti ini. Tidak lucu sekali ketika merayakan natal mereka di bom dan tewas di antara kado dari Santa. "Jika kau tak menggerakkan tubuhmu kau akan berkarat" Yesung berbicara ketika melewati sang kapten. Suatu bentuk nasihat dari senior.

Hyukjae mengikuti jejak Yesung, dia mengerti dan sepertinya ia makin cepat di setiap putarannya. Meski sangat melelahkan ketika berlari diantara salju yang menumpuk. Contohnya Donghae, robot itu bahkan menyeret kakinya yang terbenam dalam salju. Dia belum belajar untuk mengangkat kakinya dan mencoba untuk menjadi lebih ringan.

"Aku akan terkena hyportemia" celetuk Heechul. Staminanya semakin bagus dan mulutnya juga semakin canggih. Dia mengerti bahwa ia hanya tahanan perang, bukan prajurit garis depan. Dia berhak mendeklarasikan hatinya. Dia punya hak sebagai manusia, bebas berpendapat dan dia bisa saja menuntut tindakan pelatihannya di kamp militer ini tanpa keinginan tertulis darinya. "Aku bersyukur Zhoumi berada disini" mereka kehabisan dokter dan penggantinya adalah Zhoumi.

Dokter muda itu bahkan melatih beberapa tentara lain untuk belajar menutup luka, mengetahui perbedaan morfin dan anti biotik juga pertolongan pertama. Mendiagnosa infeksi serta diare, serta beberapa penyakit yang umum bagi para orang orang kekurangan makan serta banyak kegiatan di camp ini.

Leeteuk juga sudah berpindah tugas, dari berlarian ke sana ke mari untuk pelatihan menjadi psikiater perang. Banyak beberapa kasus stress yang dialami para tentara yang tak siap untuk berperang. Mereka orang orang yang direkrut sebagai relawan.

Sesekali sang Letnan wanita melempar senyumnya untuk Hyukjae. Siapa yang tak tahu kalau keduanya sudah menjadi kekasih. Kai—salah satu relawan—penduduk local Georgia menyenggol bahu Hyukjae di depan. "Kau beruntung sekali teman" katanya. Sesuatu yang bisa di harapkan dari seorang penduduk Negara berkembang. Mereka ramah dan tak terbuka. Beberapa diantara tentara bahkan mengikuti jejak Heechul untuk terus mengoceh sepanjang langkah mereka tentang tidak adilnya dunia.

Hyukjae memilih menyengir, mempercepat kembali langkahnya yang sudah ketinggalan jauh dari Yesung. Dia tak boleh ketinggalan satu putaran pun dari mentornya. Kegiatan rutin ini menjadi sangat menyenangkan, terasa damai dan kompak.

Mungkin mereka lupa, tentang kondisi dunia—

Dan tak lama setelahnya, di bulan Januari yang bahagia dengan hujan salju yang mengingatkan putri korek api yang sekarat di antara gang sempit, suara debuman keras terdengar. Bom bom berjatuhan di atas mereka. "LARI BRENGSEK!" Yesung peka pada keadaan. Kangin sadar apa yang sedang terjadi. Keduanya cepat menarik yang lainnya.

"AMANKAN DOKTER!" seseorang yang bisa membuat mereka bertahan hidup harus di utamakan. Yesung bahkan lupa siapa dirinya saat memberi perintah.

"Selamatkan anak anak!" Sungmin dan Hyukjae cepat berlari. Berlomba dengan tembakan beruntun yang mungkin berjatuhan diatas kepala mereka. "TERUS BERGERAK!" Kangin ikut dengan keduanya, mencoba memimpin pergerakan orang yang tak terbiasa dengan perang.

UNNAME

Selimut berjalan diatas hamparan salju. Mencoba menghalau diri dari dingin atau merasa mereka memiliki kain tembus pandang seperti milik tokoh fiksi Harry Potter. Karya penulis Inggris yang pernah sangat mendunia. "Dimana ruang radionya ya?" menduga duga, membiarkan kaki kecil mereka melangkah menyusuri kamp militer.

"Kau bilang kau hebat dalam maping, buktinya kau lupa" gerutu Kyuhyun memarahi Henry. Masih di dalam selimut yang sama. Ryeowook yang berada paling depan, dia paling tinggi diantara yang lainnya.

"Aku ingat, tapi aku tak tahu bagaimana ke sana" Kyuhyun menepuk kepalanya. Dia juga terlambat mengetahuinya.

Piipp piiiiip piiipp piiip.

Langkah mereka terhenti. Saling menatap dan kemudian mengetahui bahwa mereka telah menemukan ruangan yang tengah mereka cari. Itu suara alat sederhana yang menggunakan gelombang radio. Kibum menempelkan jari telunjuknya di depan bibir, memberi isyarat agar tak mengeluarkan kebisingan. Kyuhyun menggurutu, dia baru saja ingin bersorak.

Tao, kucing yang selalu berada di atas kepala Kibum turun dari kepala sang majikan. Siap menerima perintah. Mereka berpandangan. "Mereka tak mendapatkan arti kode itu?" Ryeowook bertanya. Matanya membulat terkejut dengan sandi suara—bukan morse, itu terlalu mudah di pahami dan di lacak di radio lawan. Kode tersendiri.

Menurutnya—

"Ini bilangan binner, membentuk sebuah angka angka dalam decimal yang sama. Terus menerus, jadi kurasa ini suatu bentuk perintah" kata Ryeowook.

"Mereka akan—" Kyuhyun merapatkan dirinya pada Kibum, menggenggam erat pergelangan tangan mungil milik sahabatnya. "Membumihanguskan kita" kemudian terisak.

"Kita harus memberitahu mereka" Henry dengan keluguannya yang bijak.

"Kita harus menerobos," Kibum keluar dari selimut yang menjadi penghalau angin dan hujan salju. Membuat Ryeowook berdecak kesal. Dia sudah di pesankan oleh Zhoumi untuk menjaga ketiganya agar tak keluar saat kondisi hujan salju, mereka bisa sakit. "Tao, terobos!" tapi karena ini darurat mungkin tak masalah. Ryeowook cepat menjatuhkan selimut itu, ikut berlari bersama yang lainnya.

UNNAME

"Kita terlambat… Kita terlambat" sebuah racauan tak berguna. Tao menendang kuat pintu ruang informasi itu, Kyuhyun berteriak histeris ketika senjata mengarah pada mereka. "Kita terlambat! Dan jangan tembak kami!"

"Bocah?" mereka menatap tak percaya dengan empat orang di belakang si pria dewasa yang baru saja menendang pintu.

"Isi informasinya adalah pembumihangusan!" Ryeowook berteriak. Menerobos masuk tak peduli raut waspada dan bingung. "Kyuhyun!"panggil Ryeowook. Dia tak hebat dalam IT seperti Kyuhyun.

"Aku tak bisa mengacaukan radar mereka. Gadgetku batraynya kosong semua" keluh Kyuhyun berlari menyusul Ryeowook. Kibum berdiri di sana, menatap dengan nyalang.

"Siapa pemimpinnya?" dia bertanya.

Seseorang berdiri paling tegap di sana. "Mari kita bernegosiasi. Kamp militer ini atau percaya saja pada kami" ujar Kibum setelahnya. "Tao!"

Tao maju ke depan, membuat gerakan memutar. Cepat. Menendang tulang kering si pemimpin lalu mengunci pergelangan tangannya di belakang tubuhnya, mengambil alih pistol di pinggangnya dan mengarahkannya pada kepala si pemimpin. "Kita perbaharui negosiasinya. Dia mati atau ikuti perintahku?"

Suara engkolan pistol mendominasi sesaat. Kibum melihat sekelilingnya. "Jatuhkan pistol kalian!" Kibum serius dengan ini. Dia tak ingin mati konyol bersama orang orang bodoh yang tak bisa mengertikan sandi sederhana sejenis ini.

"Berikan aku satu!" Kibum meminta pistol dari orang terdekatnya. Tao mengarahkan senjata ke langit langit, menembaknya tanpa aba aba. Seluruh orang bersenjata pelan pelan meletakkan senjata mereka di lantai, Kibum mengambil salah satu yang terdekat darinya. Sedikit kesusahan mengangkat benda berat itu, menodongkannya ke arah sang pemimpin. "Perintah pertama, evakuasi warga, tentara sakit dan dokter di sekitar sini"

Hening.

Masih diam.

DOOR.

Sebuah lubang menghiasi lutut si pemimpin di ruang radio itu. Suara erangan terdengar. Henry menutup mata dan telinganya erat. "LAKUKAN PERINTAHKU ATAU KU TEMBAK DIA TEMPAT DI KEPALANYA!"

"Lakukan!" ujar si pemimpin. "Anak ini, punya sesuatu yang sepertinya benar." Seluruh manusia selain para bocah, Tao dan tawanan mereka bergerak keluar dari ruangan. Melaksanakan perintah.

"Kibum! Semuanya sudah standby, apa aku harus mengacaukan radarnya?"

"Tidak, biarkan mereka mengenai kita. Cukup pastikan tak mengenai vital"

"Roger!"

"Mereka ingin perang? Kita lakukan, akan ku permainkan Rusia" sebuah senyuman asimetris menghiasi bibir Kibum.

TBC