Shingeki No Kyojin © Isayama Hajime. Collab account. Tidak ada keuntungan material yang diambil dalam pembuatan fanfiksi ini.
.
Title: Roommate
Genre: Romance/Humor
Rate: T
Written by: Author Friendship─CS05
Nothing to bashing chara here. So, calm down.
.
Chapter 1:: Unpredictable Roommate
Enjoy it.
.
'104─Corporal Rivaille-Eren Jaeger'
BRUK
Koper di tangan Eren terlepas secara dramatis.
Sekali lagi dibacanya palang nama yang terpampang di 'calon' pintu kamarnya. Mencoba meyakinkan kalau dirinya tidak salah baca atau ini hanya halusinasinya saja. Bahkan ia menempelkan wajahnya ke pintu seperti orang sarap untuk memastikan tulisan tersebut bukan hasil rekayasa seseorang.
Tetap. Tidak berubah.
Alis Eren mengernyit. Terlintas di benaknya bahwa ada kesalahan pemasangan nama di pintu itu. Mana mungkin Rivaille sekamar dengannya? Irvin Smith pasti dihasut seseorang pada saat penentuan teman sekamar─siapa lagi kalau bukan Author yang menerapkan plot aneh dan edan dalam fic bejat ini. (A/N: Woi, dasar rakus! Pilih salah satu; aneh, edan, atau bejat?!)
Tangan Eren terkepal. Hatinya berkecamuk─tepat saat Irvin lewat.
"Ah, sir!" cegat Eren.
Irvin menghentikan langkahnya, menoleh kearah Eren dengan tatapan penuh tanya.
"Umm, sir," Eren menggaruk belakang kepalangnya. "Teman sekamar saya─"
"Rivaille, 'kan?"
Eren melongo.
"Tunggu sebentar, akan kuperiksa," tangan Irvin membolak-balik halaman sebuah buku. "Eren Jaeger─hm, kau sekamar dengan Rivaille,"
Eren terhenyak.
"Oh, aku harus pergi. Sampai nanti, Jaeger."
Demi celana pendek Titan.
Eren termenung sendirian. Teman-temannya mulai masuk ke kamarnya masing-masing. Beberapa berbasa-basi sebentar dengannya.
Eren melirik pintu kamarnya. Kalau dipikir-pikir, dengan adanya dana bantuan sumbangan masyarakat, Scouting Legion berhasil membangun sebuah mansion─sekiranya cukuplah untuk para anggotanya. Tapi─ugh, kayak apa sih, rasanya sekamar dengan Rivaille? Kenapa dirinya merasa takut? Rivaille, 'kan, gak makan orang. Rivaille tidak mungkin melakukan hal bodoh terhadap dirinya hanya karena mereka sekamar meski ada─something. Rivaille, 'kan, baik─Oke, cukup. Eren sedang menghibur dirinya sendiri.
Hadapilah apa yang terjadi di depanmu dengan jantan, Eren.
Eren mengetuk pintu.
TOK TOK
Tidak ada jawaban.
Dengan menghela nafas panjang dan memejamkan mata, Eren menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Toh, itu, 'kan, kamarnya. Berdua dengan Rivaille. Ingat, tidak akan terjadi apa-apa disi─
"..."
─ni.
Pemandangan yang kini tersaji di depan Eren adalah; Rivaille yang terlonjak kaget melihat dirinya─meski ekspresinya sungguh pelit─, dengan tubuh yang masih basah sehabis mandi dan hanya berbalutkan selembar handuk, dan...
SRET
Tak sengaja, ikatan handuk Rivaille terlepas begitu saja.
Eren merasa ia lupa bagaimana caranya bersikap jantan.
"WOAAAAAAAAAAAAAAAAAAARGH!"
Catatan sejarah Chapter 1; Eren Jaeger pingsan dengan bola mata memutih karena─tak sengaja─melihat adegan duapuluh satu tahun ke atas. Mungkin.
S
N
K
"─ren."
Kelopak mata Eren bergerak perlahan.
"─ren."
Samar-samar, Eren mendengar sebuah suara memanggil namanya dan kilatan cahaya menembus kelopak matanya. Beberapa saat kemudian, pipinya merasakan sakit yang teramat perih.
"ADAUW!"
"Ah, akhirnya bangun juga kau, Jaeger,"
Eren membuka mata, hendak memaki Rivaille yang seenaknya main cubit, tapi urung. Tatkala ia baru menyadari pupil mata Rivaille yang menatap intens ke matanya terasa begitu dekat. Hidung Eren tergelitik mencium aroma apel yang menguar dari rambut Rivaille. Ah, dia speechless.
DUAK
Rivaille─sengaja─membenturkan dahinya ke dahi Eren.
"Ouch! A-apa yang kau lakukan?!" pekik Eren kesakitan.
"Tidak ada," Rivaille beranjak menjauhinya. "Hanya ingin bilang kau terlihat bodoh jika tiba-tiba tergeletak pingsan seperti tadi,"
Wajah Eren bersemu merah─antara jengkel dan malu.
Rivaille mengambil handuknya di kursi. Sembari menghadap cermin, ia mengeringkan dan mengibas-ngibaskan rambutnya dengan elegan. Eren berani bersumpah bahwa efek sparkle nampak jelas bertebaran di sekeliling Rivaille saat itu.
Eren, eren. Kau kebanyakan membaca komik serial cantik, nak. Lain kali bacaanmu diganti jadi katalog pertanian saja.
"Ngomong-ngomong," Eren tergagap, lamunannya buyar. "Kau pasti shock, ya, melihat handukku lepas tadi?" seringai Rivaille terukir jelas. Eren menunduk dalam-dalam. Yah, salahnya juga sih, masuk kamar dengan sembrono.
"Ada berita baik untukmu, mungkin. Asal kau tahu saja, tadi aku memakai boxer di balik handukku. Jadi, jangan takut kesucian matamu ternodai,"
JLEB
Eren terperangah. Mampus, kena troll dia!
Rivaille menyadari perubahan ekspresi Eren. "Kenapa? Kau mau melihat tubuhku yang polos, begitu?"
IYA MAU BANGET! Author dan readers fujoshi sibuk berteriak mencoba meracuni pikiran Eren namun Eren mati-matian menangkis pikiran sesat tersebut.
"Enak saja! Siapa juga yang mau!"
Hanya itu saja yang mampu diucapkan Eren dengan lidahnya yang kelu.
Rivaille memakai jaketnya dan melangkah keluar kamar.
"Hari ini hujan," Eren mendongak. "Saat aku kembali, teh sudah harus terhidang. Untukku. Jangan lupa."
"Malas," sahut Eren cuek. Rivaille hanya melirik lewat sudut matanya dan menutup pintu.
BUK
Eren melempar bantal ke pintu dengan kesal.
Dan malu.
S
N
K
"Bagaimana kabar teman sekamarmu?" Armin menyeruput susu cokelatnya.
Eren melengos. "Corporal, maksudmu?" Eren balik bertanya sambil mengaduk-ngaduk jus jeruknya dengan tidak semangat.
"Bagaimana?" ulang Armin penasaran.
"Tetap menyebalkan, seperti biasa," tukas Eren datar. "Kau?"
"Sekamar dengan Jean menyenangkan," Armin menyendok fruit salad-nya lahap. "Well, cukup menyenangkan, maksudku. Kalau dia tidak mengganti isi rak bukuku dengan majalah dewasa."
Eren terkekeh geli. Itu salah satu sebabnya ia tidak mengizinkan Jean mendekati saudari angkatnya─Mikasa.
"Membicarakanku?"
Eren dan Armin menoleh ke satu titik. Wah, panjang umur. Orangnya sendiri muncul. Sembari membawa cemilan siangnya, Jean menggeser kursi tepat di sebelah Eren.
"Kalau kau ingin berkelahi denganku dalam hal memperebutkan Mikasa, akan kulayani,"
"Hati-hati dengan ucapanmu, Jean. Kau beruntung aku sedang tidak berminat mencari lawan berkelahi hari ini," sahut Eren makin malas.
"Kenapa?" tanya Jean ingin tahu. "Karena Corporal membuatmu gelisah?"
Bingo.
"Dasar kepo, kau." Eren tersenyum miris sambil menyenggol lengan Jean. "Sudah kepo, sok tahu lagi,"
"Tapi memang iya, 'kan?"
"..."
Sempat hening beberapa menit. Armin melongokkan kepalanya untuk bisa melihat wajah Eren.
"Eren?"
Eren cepat-cepat membereskan piringnya. "Ma-maaf, teman-teman. Kurasa aku agak lelah. Aku mau istirahat sebentar sampai makan malam tiba,"
Armin dan Jean berpandangan.
"Sudah, ya," Eren melambai canggung dan segera meninggalkan meja.
Jean melipat tangannya di depan dada. "Kenapa, sih, dia?"
Ah. Armin pun bingung dibuatnya.
S
N
K
Hah.
Jam berapa ini?
Eren terbangun panik saat menyadari dirinya terlelap begitu lama.
Sudah hampir makan malam.
"Gawat, aku belum buat teh untuk Sir Rivaille," Eren segera mengambil cangkir dan setoples gula di lemari. Sekejap langkahnya terhenti. Ohya, sekarang bukan hal itu yang penting. Dia harus mengambil tempat untuk jam makan malam nanti kalau tidak ingin berebutan dengan duo rakus, Jean dan Sasha. Buat tehnya nanti saja, pikir Eren. Toh, nanti dia akan berusaha menyelesaikan makan malamnya dengan cepat dan segera membuat teh untuk Rivaille.
Buru-buru, Eren keluar kamar sambil merapikan bajunya.
..
"Yo, Eren." sapa Nanaba.
"Ah, Nyanyabwa-swan," sahut Eren dengan mulut penuh makanan.
"Jangan bicara sambil makan, Eren," ujar Mikasa menasehati. "Jangan tiru kebiasaan jelek Sasha,"
"AKU DENGAR ITU!" yang bersangkutan memprotes.
"Aku hanya ingin menyampaikan pesan dari Rivaille. Katanya dia pulang telat, tidak perlu ditunggu," Nanaba mengedipkan sebelah matanya pada Eren. Eren jadi salah tingkah.
"Cieeeee! Yayang~ gak usah tunggu aku, ya~" goda Connie dengan suara lantang. Sontak, semua yang ada di situ tertawa terbahak-bahak dan bersiul-siul.
"Diam kau, biksu," balas Eren, entah kenapa ia merasa marah sekali saat dirinya dan Rivaille diolok-olok seperti itu. Eren hendak melempar sendoknya tapi urung. Mikasa mempelototinya. Kalau sudah begitu, Eren lebih memilih menarik diri dan tidak terlalu mendengarkan apa kata teman-temannya. Daripada dirinya yang habis dipukuli Mikasa karena tidak bisa mengontrol emosi.
"Jangan dimasukkan ke hati, Eren," Armin menenangkan. Eren hanya diam.
..
Aneh.
Eren mondar-mandir.
Ini aneh.
Diliriknya jam dinding.
Sudah hampir pagi, Rivaille belum juga pulang.
Semalaman sudah berapa kali Eren harus mengganti tehnya dengan yang baru. Agar teh tersebut masih hangat selepas kepulangan Rivaille dan supaya sang Corporal bisa melepas penatnya sejenak dengan menghirup teh buatan Eren. Kini tehnya sudah dingin. Rasanya pasti sudah tak enak lagi. Untuk yang kesekian kalinya, Eren membuat teh hangat yang baru.
"..."
Kekosongan mengisi relung pikiran Eren. Dengan datar dia mengaduk-aduk teh dan gula dengan takaran pas yang telah dicampur air panas. Pikirannya terpusat pada Rivaille. Berusaha meyakinkan dirinya kalau atasannya tersebut baik-baik saja.
"Hoaaahm..."
Eren menguap lebar sambil meregangkan badannya. Dia tidak bisa tidur semalam. Bagaimana bisa tidur, kalau isi otaknya mengarah pada si pemilik ranjang yang kosong di dekat jendela. Oke, jangan berpikiran macam-macam. Eren ngotot meyakinkan bahwa ia masih normal. Masih suka lawan jenis. Tidak tertarik pada sesama. Kekhawatirannya hanyalah berdasarkan formalitas antara atasan-bawahan. Itu saja. Tidak lebih.
Diambilnya handuk malas-malasan, sembari melangkah ke kamar mandi.
Eren harus menyegarkan tubuh dan pikirannya yang lelah.
Lelah karena menunggu seseorang yang tidak juga menampakkan batang hidungnya.
Dihidupkannya shower, membasahi rambutnya yang lengket oleh keringat dan segala macamnya dengan siraman air hangat. Tanpa sadar, Eren tersenyum. Menikmati aliran air melintasi kulitnya secara perlahan. Terasa sangat nyaman─dan menyegarkan. Tak sengaja sudut matanya menangkap sebuah botol di wastafel. Botol shampo kesayangan Rivaille. Ah, Eren ingat aroma apel yang sering tercium dari rambut Rivaille. Wangi yang diam-diam disukainya. Wangi yang sederhana─tapi menawan.
Menawan hatinya?
─Tidak, Eren menggelengkan kepalanya.
Eren hanya senang saja dengan aroma unik rambut Rivaille.
Hanya kagum saja.
Mana mungkin ia bisa terpukau dengan─seorang lelaki?
Ia sama sekali tidak berniat berbelok arah dari yang seharusnya─Oh, benarkah?
Eren mendengus jengkel.
"Demi Mikasa yang cantik, berhentilah menginterogasiku, Author,"
Tangan Eren mengambil shampo Rivaille. Membuka tutupnya, dan mencium sejenak aroma wangi dari bibir botol. Dituangkan isi shampo ke telapak tangannnya, dan diusap-usapkan ke rambutnya.
Nah, ngapain kau, Eren? Mencoba bernostalgia dengan wangi Rivaille?
"Berisik! Aku memakainya karena tidak punya shampo!"
Ckckck, jujurlah sedikit, nak. Lalu yang di rak itu apa?
"Di rak ap─" mata Eren membesar melihat ada satu set shampoo sachet tergantung jelas di situ. Ditutupnya tirai plastik cepat-cepat.
"Aku tidak melihat ada shampo di situ, yah, anggap saja begitu,"
Dasar bocah keras kepala.
S
N
K
DOKDOKDOK
"EREN! BUKA PINTUNYA CEPAT!"
Cklek
"Ada apa, Armin?" Eren menghirup kopi sementara tangannya yang lain memegang setangkup roti selai mentega.
"Dengarkan dengan tenang, semalam beberapa tim Scouting Legion diutus keluar wilayah untuk membasmi Titan," Armin berbicara dengan raut tak enak. Dahi Eren berkerut. "Lalu kenapa?"
"U-umm, sir Corporal─"
PRANG
"Ada apa? Ada apa dengan Rivaille? JAWAB AKU!" tak memperdulikan gelas kopinya yang pecah berantakan, Eren mengguncang bahu Armin, meminta penjelasan.
Armin tak menjawab.
Eren berlari keluar.
"Rivaille, baru dua hari kita jadi teman sekamar, ada saja ulahmu," umpat Eren. "Sebenarnya apa yang terjadi?!"
..
Sorak-sorai memenuhi halaman mansion yang ditujukan pada tim Scouting Legion yang berhasil membawa kemenangan pulang. Para anggota sibuk melambai ke arah masyarakat yang mengelu-elukan Scouting Legion dengan histeris. Eren menyeruak di balik kerumunan. Matanya jelalatan ke sana kemari mencari sosok yang diharapkannya.
"HANJI-SAN!"
Yang dipanggil menoleh ke arah Eren dan segera melompat turun dari kudanya.
"Rivaille ada di mansion, cepat susul dia!" belum sempat Eren buka suara, Hanji mendorongnya ke arah berlawanan. Eren sempat terheran, namun ia tak mau berlama-lama berdiam diri.
"Terimakasih, Hanji-san!" Hanji melambai membalas ucapan terimakasih Eren.
"Baik-baiklah, kalian berdua,"
..
"Sir!"
Tampak Rivaille tergolek lemas di ranjang. Mikasa, Armin, dan teman-temannya juga ada di situ.
"S-sir, apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini pada anda?" Eren menggenggam erat tangan Rivaille yang terasa dingin─beku. Eren hampir ingin menangis.
"Jangan cemas," Rivaille mengusap pipi Eren dan menatap datar ke arah bocah yang sangat mencemaskan dirinya tersebut. "Aku tidak apa-apa," Rivaille memberi kode pada yang lain untuk segera meninggalkan ruangannya.
"T-tapi... tapi─"
Grep
Eren terjatuh ke dalam dekapan Rivaille.
"Eh?"
"Gotcha! Kena kau, Jaeger,"
"Eeeeh?"
"Maaf, aku hanya ingin mengerjaimu sedikit,"
Rivaille mempererat pelukannya, memejamkan mata untuk sekedar melepas rindu pada sang jelmaan Titan tersebut.
"S-sir, saya masih─normal,"
"Hm, apa kau masih menyebut dirimu normal setelah berani-beraninya memakai shampo milikku tanpa izin? Padahal shampo untukmu sudah kusiapkan," terdengar dengus nafas Rivaille yang berusaha menahan tawa.
"Wangi sekali," Rivaille mencengkeram rambut Eren dan membauinya sekilas.
"S-sir, saya─"
Eren tak melanjutkan perkataannya─Rivaille terlanjur mengunci mulutnya dengan ciuman singkat selama 5 detik.
"..."
"Apa, Jaeger?"
"Selamat datang," Eren membalas pelukan Rivaille dengan hangat.
S
N
K
Keesokan harinya,
"DASAR TITAN PALSU!"
"KAU SENDIRI CORPORAL TIDAK BERGUNA!"
BUAK
Sebuah bantal melayang ke muka Rivaille.
"APA KATAMU!" Rivaille balas menyerang. "DASAR TITAN PLAGIAT!"
"KAU ABNORMAL!"
"APA!"
"MEMANG KENYATAAN, KOK!"
"DIAM KATAKU!"
"TIDAK MAU!"
"Haaah... mereka mulai lagi," Annie berkacak pinggang menonton pertengkaran dua sejoli tersebut.
"Biar saja, pertengkaran tanda semakin akrabnya hubungan mereka," celetuk Sasha menyantap kentang rebusnya dengan rakus.
"Ayo, kita harus cepat latihan di lapangan," Mikasa mengingatkan.
Akhirnya, Rivaille dan Eren sama-sama terlambat datang ke lapangan. Bayangkan amarah Irvin Smith begitu mengetahui ada prajuritnya─bahkan yang termasuk jejeran terbaik─tidak disiplin waktu.
Kira-kira hukuman apa yang pantas diberikan Irvin pada mereka berdua?
Selamat berimajinasi untuk para reader!
.
.
.
TBC
.
.
.
A/N: DEMI APA GITUH GUE BIKIN MEREKA KAYAK GINI? /gegulingan Yak, chapter pertama yang jadi tugas saya, selesaaaaai! /ekspresibahagia Sekarang saya estafet next chapter pada sang pewarisnya, ya, hehehehe. Mohon jangan terlalu bejat, ya, nak. /nangismelukRivai Tapi kalo mau bejat dikit, inget, dikit, gak apa-apa. /digulungtitanEren
NB: Jika ada yang bingung dengan A/N diatas, silahkan cek profile ;D
Kami, Author Friendship, mohon pamit!
Tidak keberatan meninggalkan jejak di Review? :)))