Firasat seorang Uchiha Sasuke memang hampir tak pernah salah.
Semenjak bangun tidur tadi pagi, Sasuke sudah merasakan perasaan yang tak menyenangkan. Sasuke sama sekali enggan bangun dari tempatnya berbaring. Rasa-rasanya saat otak jeniusnya mencetak kata sekolah, hati kecil Sasuke langsung merasa lesu. Suatu perasaan yang bagi Sasuke menjadi tanda-tanda akan terjadi sesuatu yang kurang membuatnya nyaman.
Dan perasaan tidak menyenangkan yang Sasuke rasakan tadi pagi, terbukti merupakan firasat yang benar-benar buruk bagi Sasuke. Karena saat ini, di sekolah ini, tepat di kelas tempat Sasuke menimba ilmu ...
"Akiyama Fuyumi desu. Yoroshiku onegaishimasu."
... seorang murid pindahan sedang mengucapkan salam perkenalan di depan kelas yang diikuti dengan sedikit bungkukan formalitas. Suaranya yang datar tetap terdengar hangat dan bersahabat. Mungkinkah karena diucapkan dengan dibarengi senyum standar yang menyampaikan kesan ramah?
Di barisan sisi jendela sebelah kiri, Sasuke menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi. Mata gelapnya hanya bisa melemparkan pandangan nanar sekaligus tidak percaya ketika melihat sesosok tubuh berperawakan tidak terlalu tinggi tapi juga tidak pendek itu berdiri di depan kelas.
Tak lama kemudian, seisi kelas langsung berbisik kasak-kusuk setelah mendengar nama sesosok tubuh berjenis kelamin laki-laki itu—yang anehnya pula bukan hanya dilakukan oleh hampir seluruh siswi penghuni kelas. Para siswa pun ikut saling berbisik. Karena selain memiliki nama yang cukup unik* untuk seorang laki-laki, penampilannya juga tidak kalah uniknya.
Pemuda itu berkulit putih. Wajahnya juga cukup mungil untuk ukuran seorang laki-laki. Dan yang tak kalah lebih unik dari pemuda itu adalah warna mata dan warna rambutnya. Entah itu asli atau bukan, Akiyama Fuyumi memiliki dua warna yang berbeda untuk kedua bola matanya. Yang sebelah kanan berwarna hijau jamrud dan yang sebelah kiri berwarna merah ruby. Rambut pendeknya yang lurus berwarna putih seputih salju yang turun di puncak musim dingin. Benar, warna rambut yang dimiliki Akiyama Fuyumi agak keperakan.
Warna rambut itulah yang membuat mata onyx Sasuke yang biasa tampak datar berubah menjadi ... nanar. Karena satu alasan yang tiba-tiba saja membuat nalurinya merasa tidak enak. Sangat tidak nyaman.
Mencoba mengenyahkan rasa kurang nyaman, Sasuke melempar lirikannya ke arah samping kanan. Dan Sasuke justru semakin merasakan perasaan yang tidak enak ketika matanya menangkap sosok gadis berambut gelap panjang yang menatap sumber keributan di kelas dengan mata berbinar dan semburat merah di kedua pipi.
Sasuke merasa benar-benar kurang nyaman. Bolehkah Sasuke berdo'a agar hari ini tidak ada saja?
.
-{Silver-haired Guy}-
.
Pair : Sasuke U. – Hinata H.
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto.
Cover Image © Hanao Harukawa a.k.a Grey Chocolate.
Ide © Nadeshiko Fuyumi a.k.a fuyu no yukishiro.
Warning : Standard applied. OoC parah. OC. Two shoot.
Amai hanya mengembangkan ide dan cerita serta meminjam chara. Tak ada niat setitikpun untuk mengambil keuntungan. Kecuali bersenang-senang, tentu saja. Just for fun. Enjoy!
.
-{O}-
.
"Biar kutebak apa yang sedang kaupikirkan."
Di atap sekolah, saat istirahat makan siang, dengan bento di pangkuan masing-masing, Sasuke menatap Hinata yang tengah tersenyum-senyum sendiri. Sekali lihat dapat terlihat dengan jelas kalau Sasuke tidak ikhlas dengan kebahagiaan yang Hinata rasakan sekarang. Sementara Hinata yang duduk di sebelah kiri Sasuke, masih tetap bertahan dengan senyumnya seolah tak peduli dengan aura kelabu yang ditampilkan kekasihnya itu. Oh, bukan 'seolah tak peduli', Hinata memang tak peduli dengan wajah muram itu.
"Memangnya Sasuke-kun tahu apa yang sedang kupikirkan?"
Di tengah senyumnya, Hinata menyampaikan kalimat tanya yang normal ditanyakan saat mendapat pernyataan yang sama. Tapi di lain pihak, bagi Sasuke justru terdengar menyebalkan. Ada kandungan semacam tantangan di sana.
Sasuke sendiri sebenarnya tidak akan merasa sesebal ini kalau Hinata melontarkan kalimat yang sarat akan tantangan itu. Yang membuat Sasuke sebal adalah senyum Hinata. Karena selama Sasuke memerhatikan, jarang sekali seorang Hinata tersenyum-senyum tak jelas seperti ini. Dan sebagai lelaki terdekat Hinata—selain keluarganya tentu saja—Sasuke hafal alasan yang membuat Hinata bersikap seperti ini. Hanya ada satu hal yang membuat seorang Hyuuga Hinata berubah menjadi pribadi yang out or character.
"Hobi otaku-mu ... dan si murid pindahan," desis Sasuke kesal penuh tekanan terutama di akhir kalimatnya.
Sasuke akui, sedikit banyak ia berharap kalau tebakannya salah. Namun harapannya hancur seketika ketika Sasuke melihat wajah Hinata malahan bertambah merah. Kedua telapak tangan Hinata yang bertemu di depan dada ... senyum itu ... ugh, Sasuke tidak bisa mengelak lagi, tebakannya 100% benar.
"Kyaaa ... Sasuke-kun lihat Akiyama-kun tadi 'kan?"
Tanpa menunggu komando, Hinata langsung histeris menceritakan tentang si murid baru. Kedua tangannya yang tadi masih bertemu di depan dada sudah tidak bersinggungan lagi dengan bekal makan siangnya. Sumpit yang sedari tadi bertengger nyaman di antara jemari tangan kanan Hinata, sekarang tergeletak tak berdaya di atas pangkuan Hinata bersebelahan dengan kotak bento. Sebagai gantinya, kedua tangan mungil Hinata terkepal dan menempel gemas di masing-masing pipi Hinata yang chubby berhias rona merah samar walau tak semerah tadi. Gestur tubuh yang jelas-jelas membuat Sasuke semakin terbakar api cemburu.
"Sasuke-kun lihat warna rambutnya tadi 'kan? Kami-sama ... aku tidak menyangka akan bertemu dengan sosok yang mempunyai warna rambut seputik warna salju di musim dingin itu ..."
Kecuali seorang albino rasanya tidak mungkin ada orang yang mempunyai rambut asli berwarna putih, batin Sasuke sinis.
Tak peduli bahwa teman 'bicara'nya tak memberi tanggapan berarti, Hinata kembali melanjutkan berbicara tentang hobinya. Ketertarikannya terhadap chara anime dan game yang memiliki warna rambut silver sepertinya mulai terbawa kembali ke dunia nyata. Dan Sasuke kembali harus bertahan, menahan kekesalan.
Damn, rasa cemburu ini ...
"Sasuke-kun tahu, rambut Akiyama-kun yang lurus itu mengingatkanku pada Ichirou-kun dari manga 'Shiawase Kissa 3-chome'* karya Kou-sensei. Terus perawakannya yang tidak terlalu tinggi tapi juga tidak terlalu pendek, terus badannya yang ramping mengingatkanku pada Hitsugaya Toushiro-taichou** yang bertumbuh tinggi. Ups, aku beruntung Shiro-chan hanya tokoh anime sekarang. Kalau saja Shiro-chan benar-benar ada mungkin aku sudah dibekukan dengan zanpakutou-nya, Hyourinmaru***. Kyaaa ..."
Bahkan sekarang imajinasi Hinata mulai menggabungkan dunia nyata dan khayalnya. Ah, sepertinya belum selesai dan akan berlanjut entah sampai kapan. Sasuke harus menghentikannya. Tapi, bagaimana caranya?
"Lalu ... lalu ... lalu ... matanya itu ... kyaaa ... mata merah ruby-nya dan senyum simpul yang sedikit dingin namun entah kenapa di mataku terlihat hangat itu mengingatkanku pada Kan-chan dari anime Tactics. Eh, tapi matanya yang berbeda warna itu malah mengingatkanku pada Yakumo-kun dari 'Shinrei Tantei Yakumo' versi silver-hair ... Kyaa ... aku benar-benar tidak menyangka bahwa di dunia ini aku akan bertemu dengan sosok yang seolah keluar dari imajinasi itu. Aku bersyukur aku bersekolah di sini. Ah, tidak. Aku bersyukur aku masih hidup."
Yang terakhir itu ... benar-benar berlebihan bukan.
"Jangan berlebihan Hinata," kata Sasuke memijat kening, saat rasa pening mendadak muncul.
Sasuke tahu kekasihnya ini memang sangat tergila-gila dengan character fiksi yang memiliki rambut silver atau putih atau abu-abu atau ... apapun warna turunannya yang kadang membuat Sasuke mangkel sendiri. Alih-alih memajang foto Sasuke di kamarnya—yang biasa dilakukan oleh seorang gadis yang memiliki kekasih—Hinata malah memenuhi kamarnya dengan gambar-gambar lelaki berambut silver yang beberapa telah disebutkan Hinata tadi. Dari berbagai anime, game, dan lain-lain sebagainya.
Kehisterisan Hinata saat melihat chara berambut silver itu memang kelewatan. Terlebih saat membicarakannya. Padahal sehari-harinya Hinata itu pendiam, kalem, dan anggun. Beberapa sifat yang menarik perhatian Sasuke. Salah satu alasan yang membuat Sasuke menyatakan cinta pada Hinata.
Setelah mengenal Hinata yang ini; yang histeris, berlebihan, dan nyaris bertolak belakang dengan apa yang dulu menarik perhatian Sasuke, membuat Sasuke gamang. Yang Sasuke sukai adalah Hinata yang pendiam dan anggun. Bukan Hinata yang kehisterisannya melebihi kehisterisan fans-nya saat melihatnya tengah bermain basket. Bukan juga Hinata yang selalu lupa diri ketika telah dihadapkan pada anime atau manga atau game yang sedang menampilkan chara berambut silver kesukaannya.
Tapi mau menyudahi hubungan merekapun, Sasuke tidak bisa.
Jauh sebelum menerima perasaan Sasuke, Hinata sudah berkali-kali dengan tegas mengatakan bahwa dia adalah seorang otaku, seseorang yang tergila-gila pada sesuatu melebihi batas normal. Saat itu Sasuke memang tidak keberatan karena saat itu Sasuke sedang dibutakan asmara dan rasa nyaman yang membutnya ingin berada di samping Hinata. Tapi setelah dua bulan berhubungan dengan Hinata, mengetahui seberapa tinggi tingkat freak-nya Hinata sebagai seorang otaku, Sasuke mulai dilanda kegalauan.
Di satu sisi, Sasuke sudah merasa cukup lelah. Waktu yang mereka habiskan berdua lebih sering—meski tak selalu—membicarakan tentang tokoh-tokoh favorit Hinata. Sasuke paham benar, meski yang dibicarakan Hinata adalah sosok yang hanyalah tokoh fiksi; yang hanya ada di dalam animasi, yang tak mungkin berada dalam realiti, tapi tetap saja yang dibicarakan oleh Hinata itu berjenis kelamin sama dengannya, lelaki. Jadi, mau tidak mau, sisi pria Sasuke merasa sangat cemburu. Sangat-amat-sangat cemburu. Saking cemburunya Sasuke ingin mengakhiri hubungannya dengan Hinata dan pergi jauh-jauh dari gadis–yang menurut Sasuke–berkepribadian ganda tersebut.
Tapi, sekali lagi, Sasuke juga benar-benar tidak bisa mengakhiri hubungannya dengan Hinata semudah itu. Terlepas dari sosok Hinata yang seorang otaku, Sasuke juga sangat menyukai Hinata. Rasa cemburu tidak akan ada kalau memang tidak ada rasa suka 'kan? Dan karena Sasuke sangat-amat-sangat cemburu, sudah bisa ditakar berapa tinggi rasa suka Sasuke pada gadis yang identil dengan warna indigo ini.
Beberapa hal yang Sasuke sukai dari Hinata adalah profil Hinata yang begitu feminin, terlepas dari sisi lainnya yang seorang otaku tentu saja. Masakannya enak. Apapun yang dimasak Hinata bisa dengan mudah diterima oleh indra perasa Sasuke yang biasa pilah-pilih. Makanan manis yang biasanya akan sangat Sasuke hindari, jika itu buah tangan Hinata, Sasuke rela bersaing dengan Hanabi—adik Hinata. Dan terkadang, Sasuke merelakan uang jajannya untuk mengganti jatah Hanabi. Padahal, tanpa diganti dengan uangpun Hanabi akan tetap meminta jatahnya pada Hinata saat Sasuke pulang.
Kemudian, kemampuan bersabar Hinata akan perkataannya yang terkadang dingin patut diacungi jempol. Hinata yang entah bagaimana selalu berhasil membuat kepenatannya hilang hanya dengan tersenyum. Aura yang Hinata punya terkadang membuat nyaman, hampir menyamai nyamannya Sasuke di dekat Mikoto-kaasan.
Yang sangat memberatkan bagi Sasuke untuk mengakhiri hubungan keduanya dan membuat Sasuke tetap bertahan dengan seberapapun freak-nya Hinata, Hinata tetaplah Hinata-nya yang memiliki segala sifat yang membuat Sasuke tertarik. Hinata memang otaku. Tapi Hinata tidak berpura-pura saat menjadi Hinata yang kalem, pendiam, anggun, dan pintar; Hinata yang sangat Sasuke sukai.
Fiuh ... menghela napas panjang, Sasuke menatap Hinata yang kini sudah berganti dengan topik memuja-muja character favorit terbarunya—entah siapa. Sedikit jengah, Sasuke akhirnya mengeluarkan suaranya.
"Hinata."
Panggilan Sasuke membuat Hinata berhenti mengoceh. Mata bening Hinata menangkap wajah Sasuke yang memberikan tatapan yang mendadak membuat debar jantung Hinata bergemuruh kencang. Tak ayal hal itu membuat Hinata gelagapan sendiri.
"Y-ya?"
"Kau ... menyukai anak baru itu?"
Glek!
Hinata salah tingkah, pasti. Gadis mana yang tidak salah tingkah jika ditanyai seperti itu?
Tiba-tiba Hinata merasa sangat bersalah ketika mengingat semua ucapannya tadi yang terlalu memuja-muja teman sekelasnya yang baru itu. Salahkan otak otaku-nya yang langsung mengambil alih kesadaran Hinata ketika melihat anak baru itu. Melihat ekspresi wajah Sasuke, Hinata merasa kalau kali ini apa yang dibicarakannya sudah keterlaluan. Bahkan sampai Sasuke memberikan pertanyaan seperti itu.
"Te-tentu saja tidak, Sasuke-kun," kata Hinata setelah jeda beberapa detik dengan disertai senyuman canggung.
Ucapannya benar, lho. Hinata memang tertarik pada anak baru bernama Akiyama Fuyumi itu mengingat penampilannya yang unik dan sarat akan ciri-ciri tokoh kesukaan Hinata. Tapi kalau suka yang melibatkan romans, tentu saja tidak. Hinata 'kan sangat menyukai Sasuke.
Uh-oh. Berkedip, Hinata bisa merasakan wajahnya menghangat.
"Kalau begitu, kau menyukaiku?"
Tanpa perlu diperintahkan, muka Hinata langsung memerah padam dan panas.
Menunduk mencoba menutupi rona merah di wajahnya, Hinata mengangguk pelan. Lidahnya terlalu kaku untuk terang-terangan mengatakan 'suka' pada kekasihnya yang pencemburu ini. Atau minimal memberi penegasan, Hinata tak sanggup.
Mendengar gumaman dari Sasuke dan gerak jemari Sasuke yang mengambil beberapa helai rambut panjangnya yang terurai ke depan membuat jantung Hinata semakin berdetak kencang. Lima bulan menjalin hubungan, mereka sama sekali belum pernah berciuman. Hinata selalu sukses menghindar ketika Sasuke mulai memberikan tanda-tanda akan menciumnya.
Hei! Hanya disentuh helaian rambutnya saja, jantung Hinata sudah berdebar kencang. Bergenggaman tangan dengan Sasuke pun nyaris menghabiskan separuh dari kesadaran diri Hinata. Jika berciuman dengan Sasuke ... Hinata tidak tahu apa yang akan terjadi padanya. Mungkin saja jantung Hinata akan meledak saking kencangnya dia berdetak.
'Kan?
"Lalu ...,"
Lagi, saat suara berat Sasuke terdengar, Hinata menahan napasnya. Sasuke mulai menciumi ujung rambut Hinata. Kemudian menyelipkan jemari tangan yang satunya ke belakang telinga Hinata. Tak lama, tatapan mata mereka bertemu.
Di mata Hinata, Sasuke yang memang selalu memasang wajah datar, kali ini menatapnya intens. Hinata bahkan berani bersumpah melihat mata onyx yang hitam pekat itu menatapnya penuh kecemburuan yang entah bagaimana membuat Hinata terpikat.
" ... antara aku dan Hitsugaya Toushiro, atau antara aku dan Kiryuu Zero, Fubuki Shiro, atau Nishikawa Ichirou, siapa yang lebih kausukai?"
Belaian lembut di pipi kanan yang Hinata rasakan membuat Hinata semakin sulit bernapas. Tatapan mata Sasuke yang menuntut membuatnya semakin gelagapan.
"Ta-tapi Sasuke-kun," gelagapan, Hinata mencoba untuk bernapas dan memberi penjelasan. "I-ini dan itu 'kan b-berbeda."
"Kautahu pasti kalau aku ini pencemburu, Hime," kata Sasuke semakin memperpendek jarak antar wajah keduanya. "Kautahu pasti aku merasa kurang nyaman saat kau membicarakan tokoh kesukaanmu. Tapi aku masih bisa bertahan. Tapi tadi kau dengan beraninya membicarakan si anak baru itu."
Suara Sasuke yang makin melirih membuat Hinata makin gelagapan. Hinata ingin meminta maaf dengan segera. Tapi, suaranya seakan enggan keluar. Ini bukan karma, 'kan?
Dan ... dan ... belaian lembut jemari Sasuke di pipi kini lantas turun ke dagu membuat Hinata merasa mabuk, sangat mabuk. Semakin membuat otak Hinata susah berpikir dan semakin menghambat otak memberi perintah agar syaraf suara memulai untuk bekerja, meminta maaf.
Kepanikan Hinata makin memperburuk kinerja otak ketika matanya melihat Sasuke mencondongkan tubuhnya untuk semakin merapat dengan dirinya. Wajah keduanya yang semakin dekat, mata onyx Sasuke yang seakan mengirimkan tatapan menuntut dan sarat kecemburuan membuat Hinata ... membuat Hinata ...
Teng ... teng ... teng ...
Hinata buru-buru membuka matanya yang sempat terpejam separuh dan langsung membatu bersama Sasuke. Keduanya saling menatap sekejap sebelum akhirnya Hinata menggunakan kesempatan bel pertanda akhir waktu istirahat untuk mendorong tubuh Sasuke agar bisa segera berdiri dan tertawa salah tingkah.
"Su-sudah waktunya kembali ke kelas, Sasuke-kun."
Hinata kemudian buru-buru membereskan tempat makannya dan terbirit-birit lari keluar dari atap sekolah. Tak menyadari mendung kelam di wajah Sasuke. Bahkan mungkin Hinata tidak memedulikannya. Hinata lebih khawatir pada wajahnya sendiri yang terasa seperti terbakar. Pasti merah sekali.
Kami-sama ... yang tadi itu ... hampir saja.
.
-{O}-
.
Sasuke bukan tipe pria yang doyan mengagumi dirinya sendiri di depan cermin. Sasuke tidak terlalu suka bernarsis ria, walau kadang di suatu saat Sasuke selalu percaya diri dengan tampangnya yang memang ia akui di atas rata-rata. Tapi sebenarnya, Sasuke tidak terlalu suka mengagumi apa yang ada di dirinya secara fisik. Tanpa melihat cermin pun Sasuke sudah yakin bahwa dia memang tampan dan keren dan cakep dan lain-lain sebagainya.
Eh, yang tadi itu juga narsis, deh.
Ah, intinya, Sasuke itu yang sudah dari dulunya tak memedulikan penampilan, pada malam ini melakukan hal yang tidak pernah Sasuke lakukan sebelum-sebelumnya.
Saat ini, Uchiha Sasuke berdiri di depan cermin yang ada di kamar mandi dalam kamarnya, menatap wajah rupawan—menurut fansgirl-nya dan menyebalkan menurut Naruto—yang ia miliki. Matanya menatap intens rambutnya yang berwarna hitam dan bergaya emo—murni, matanya yang hitam pekat dan ekspresi wajahnya yang datar—dingin. Bungsu Uchiha itu menghela napas, tiba-tiba perasaan galau kembali menguasai hatinya.
Merasa lelah, pemuda itu mundur dan berhenti saat punggung polosnya menyentuh tembok. Kemudian ia melirik kotak kecil yang diletakkannya di sebelah wastafel. Dengan gerakan pelan tanpa semangat, ia ambil kotak kecil itu, membaca tulisan yang menurutnya penting yang tertera di sana. Cara mewarnai rambut tertulis lengkap di bagian belakang kotak kemasan pewarna rambut itu, warna silver.
'Cih.'
Sasuke kemudian membalik kotak itu dan menatap lamat-lamat bagian depan kotak. Kalau kira-kira Sasuke mewarnai rambutnya dengan warna silver, bagaimana reaksi Hinata, ya?
Apakah Hinata akan lebih memujanya daripada tokoh-tokoh favoritnya itu?
Atau apakah ...
Menggeleng keras, Sasuke melempar kotak yang masih tersegel itu ke tempat samapah di sebelah wastafel. Mewarnai rambut hanya untuk seorang perempuan benar-benar bukan ciri khas seorang Uchiha. Dan yang pasti, Sasuke belum siap—dan tidak akan pernah siap—menerima ejekan dari berbagai pihak.
.
-{O}-
.
"Kita akan mengadakan pergantian tempat duduk," suara Kurenai-sensei—wali kelas Sasuke dan Hinata—membuat keduanya saling melempar lirikan. Sudah semenjak mereka berdua mendiami kelas ini, mereka duduk bersebelahan.
Keduanya merasa sama-sama ingin protes ketika mendengar pengumuman tersebut. Namun, karena yang mendapat protes adalah seorang Kurenai-sensei, walau tiga puluh orang penghuni kelas sepakat, Kurenai-sensei tetap tidak akan merubah keputusan. Terlebih saat mendengar alasan yang guru cantik itu kemukakan; tidak membiarkan muridnya menghuni bangku yang sama dalam jagka waktu yang lama yang membuatnya bosan—alasan aneh. Hal itu membuat Sasuke dan Hinata hanya bisa menghela napas pasrah dan terpaksa berjalan ke depan kelas untuk mengambil kertas undian.
Membuka kertas undian, Sasuke mendapatkan bangku paling belakang di pojok kelas. Sedang Hinata mendapatkan bangku di deretan kedua dari depan sebelah jendela yang menghadap ke lapangan basket.
Sekilas, Sasuke melirik Hinata, ia dapat melihat raut bahagia di wajah gadis itu. Sasuke paling tahu kalau Hinata mengidam-idamkan duduk di dekat jendela. Sebelum ini, Hinata pernah mengatakan padanya kalau sebenarnya ia sangat menginginkan duduk dekat jendela. Gadis itu sangat suka melihat langit biru dan menghirup udara yang melewati jendela. Pemandangan yang dulu—dan akan selalu—membuat Sasuke jatuh cinta padanya.
Mengingatnya, Sasuke tersenyum simpul. Senyumnya bertambah ketika melihat senyum Hinata. Walau sayangnya ia tidak mendapat tempat duduk di sebelah Hinata lagi. Toh dari tempatnya duduk sekarang—yang hanya terpisah satu bangku dari tempat Hinata duduk—Sasuke masih bisa memandangi punggung Hinata. Menguntungkan juga baginya. Karena berada di belakang, membuat Sasuke dapat memandangi gerak-gerik Hinata secara jelas dan bisa sepuas mungkin memanjakan matanya.
Sasuke tersenyum—lagi—sebelum kemudian mulai memfokuskan konsentrasi ke buku bacaannya. Namun, baru sekejap Sasuke menikmati kegiatannya membaca buku, ia sudah kembali menghela napas panjang. Kepalanya mengubah arah perhatian dari buku bacaan ketika suara ribut-ribut terasa sangat mengusik perhatiannya.
Dengan memasang tampang terganggu, Sasuke mengarahkan tatapannya ke depan. Sebuah keputusan yang kemudian disesalinya. Ia sedikit tersentak ketika melihat orang yang saat ini duduk di sebelah kekasihnya.
"A-Akiyama-kun?"
Sasuke bisa mendengar suara Hinata yang tercekat dan sedikit senang ketika mendapati bahwa si murid baru yang menarik perhatian duduk tepat di sebelahnya.
"Yo, salam kenal, um ... "
"H-Hyuuga Hinata." Hinata memperkenalkan diri sembari membungkuk sedikit dan terlihat salah tingkah.
"Oh, kalau begitu, salam kenal, Hinata," kata Akiyama santai, tak memedulikan Hinata yang tersentak kaget karena pemuda itu langsung memanggil namanya dan bukannya marganya. Juga tidak memanggilnya dengan suffix. Pun pemuda itu tak peduli meski ekor matanya dapat menangkap sesosok pemuda berambut bak pantat ayam menatapnya tajam dan penuh dengan kecemburuan di pojok belakang.
"A-anu, A-Akiya–"
"Fuyumi."
"Eh?"
"Aku memanggilmu Hinata dan kau harus memanggilku Fuyumi, ok?"
"Ta-tapi ... "
"Aku tidak menerima penolakan, Hinata-san," potong Fuyumi sembari memamerkan senyum standarnya yang membuat Hinata terpesona dan tanpa sadar tahu-tahu saja ia sudah mengangguk pelan, mengamini.
"Ka-kalau begitu, sa-salam kenal, Fu-Fuyumi-kun," kata Hinata dengan rona merah yang terlihat jelas di mata Sasuke. Sementara Fuyumi hanya mengangguk dan bergumam, pertanda dia puas karena Hinata menuruti permintaannya.
Di bangkunya, Sasuke menahan diri untuk tidak bangun dari tempat duduknya dan menyeret Hinata.
Uchiha Sasuke murka.
.
-{O}-
.
Seminggu sudah berlalu sejak pergantian tempat duduk. Hubungan Sasuke dan Hinata ternyata tetap berjalan baik, jauh dari apa yang Sasuke khawatirkan. Walau setiap hari selalu berduaan dengan Fuyumi selama pelajaran, Hinata tidak pernah melewatkan istirahat makan siang tanpa Sasuke. Selalu membawakan bekal untuk Sasuke. Menunggu Sasuke menghampiri dan pulang bersama. Tidak ada yang berubah.
"Hinata-san?"
Panggilan yang ditujukan pada Hinata serentak membuat Sasuke dan Hinata yang sedang menikmati makan siang di kantin—tumben—mengalihkan pandangannya ke arah datangnya suara. Tepat di samping Sasuke, Akiyama Fuyumi berdiri menjulang dengan senyuman ramah di wajahnya. Membuat Hinata tanpa segan membalas senyuman itu dengan senyuman yang lebih manis.
"Fuyumi-kun, a-ada yang bisa kubantu?"
Sasuke mendengus pelan. Tanpa berminat mendengarkan, Sasuke kembali memandang makan siangnya hari ini. Kotak bento yang Hinata bawa lebih menarik perhatiannya. Sayang untuk diacuhkan.
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
Hinata sedikit mengerutkan kening saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Fuyumi. Hinata barusaja akan membuka mulutnya saat ada kalimat lain yang keluar dari Fuyumi. Dengan tanpa banyak pikir, Hinata segera menahan apapun yang akan diucapkannya.
"Aku akan menunggumu di taman belakang. Sepulang sekolah."
"Ettou,"
"Kau akan datang, 'kan?"
"Tapi, Sasuke-kun ...,"
"Tentu saja kalau Uchiha-san tidak keberatan,"
Irisan tomat yang hendak Sasuke telan tiba-tiba seperti berubah menjadi batu. Entah tomatnya yang tiba-tiba berubah menjadi batu sungguhan atau tenggorokannya yang terasa menyempit.
"Kau pastinya akan tetap menunggu walau aku keberatan, bukan, Akiyama-san?" tanya balik Sasuke setelah menenggak air putih demi mendorong tomat masuk ke lambung.
"Terima kasih banyak, Uchiha-san."
Tanpa menunggu jawaban baik dari Sasuke maupun Hinata, Fuyumi segera meninggalkan tempat duduk Sasuke dan Hinata.
Hinata menurunkan tangan kanannya yang gagal menggapai untuk menghentikan Fuyumi. Ia mengalihkan pandangannya pada Sasuke yang duduk tepat di hadapannya. Dilihat sekilas, Hinata tidak bisa melihat secara jelas apa yang sebenarnya Sasuke rasakan. Mata gelap Sasuke masih enggan mengalihkan pandangan dari bekal makan siangnya. Rambut Sasuke yang membingkai wajahnya pun cukup menghalangi akses Hinata untuk melihat ekspresi yang tergambar di mata gelap Sasuke.
"Sasuke-kun?"
"Temui saja dia. Aku tidak masalah."
"Tapi,"
Siapapun bisa tahu dengan sekali lihat. Kehadiran Fuyumi di meja Sasuke dan Hinata serta ajakan bertemu sepulang sekolah pasti memiliki maksud tertentu. Dan siapapun juga tahu, ajakan Fuyumi bukan ajakan yang memiliki maksud buruk.
.
-{O}-
.
Tepat seperti yang Fuyumi bilang, setelah guru yang terakhir masuk meninggalkan kelas, Fuyumi memanggil nama Hinata—mengingatkan akan apa yang disampaikannya tadi saat istirahat. Setelah menganggukkan kepala sedikit ke arah Sasuke yang merasa cukup risih melihat tingkahnya, Fuyumi segera menuju ke tempat yang sudah dijanjikan.
"Sasuke-kun?"
"Pergilah. Aku akan menunggumu di tempat biasa."
.
-{To be continued}-
.
A/N :
Keterangan langsung dari Puyu-chan (tulisan ASLI Puyu-chan):
Menurutku, nama Akiyama Fuyumi itu memang aneh. Di dalam nama tersebut ada dua kanji musim, yaitu aki (musim gugur) dan Fuyu (musim dingin). Lalu, mi dari nama Fuyumi, bisa berarti cantik, dan kebanyakan dipakai oleh nama anak perempuan. Tapi tokoh OC-ku kanji-nya seperti ini : 秋山 冬み。Nama kanjinya aja udah seunik itu. Aki dari musim gugur, yama dari kanji gunung dan Fuyu dari kanji musim dingin sementara mi-nya ditulis dengan hiragana dan bukannya Kanji, unik 'kan? Karena setahuku kebanyakan nama orang jepang itu di tulis dengan kanji atau katakana, kalau salah maaf ya. Hehe.
Di Indonesia, manga Shiawase Kissa 3-chome itu diterbitkan dengan nama Happy cafe.
Awalnya, mau bikin Hatake Kakashi, tapi wajahnya Kakashi itu udah unik (?) gak bisa mengingatkan saya pada tokoh yang saya suka, makanya saya memilih memakai OC yang dibikinin seme (?) saya, Hanao Harukawa aka Grey Chocolate. Sempet galau juga mengingat di FNI ini pertama kalinya saya memakai OC, mana OC-nya nampang banget lagi... (-_-)"
Dan selanjutnya, kelanjutan cerita akan saya alihkan kepada partner collab saya–yang untuk saat ini–satu-satunya yang saya milik—Amai Yuki untuk meneruskannya. Sock ide nih. Awalnya malah cuma setengah halaman, tapi pas Amai bilang mau ngambil idenya langsung mendadak semangat menulis. Hohoho
Ok, Amai, Mangga... :p