"Y-Yamanaka-san dibawa Uchiha-san melewati k-koridor. A-aku tidak tau mau k-kemana." cicit Sakura, tanpa berani menatap kilatan tajam milik Shimura Sai.

Sai semakin mengepalkan tangannya. Ia berlari kencang, mencoba menyusul dua insan berbeda gender itu dengan secepat yang ia bisa, meninggalkan Sakura yang masih terbengong agak telmi.

Apa yang akan Sai lakukan kepada Sasuke dan Ino?

Sakura menggeleng tidak tau. Ah, lebih baik menyusul lelaki pucat itu dengan segera. Firasatnya mengatakan bahwa ada sesuatu hal yang buruk akan terjadi, tapi tidak ingin berpikir yang negatif terlebih dahulu. Uh, kenapa semuanya jadi rumit begini?

Langkah cepat milik Sai sangat susah diimbanginya. Sakura memicingkan mata, mencari eksistensi sang Ketua Osis. Dia 'kan juga belum mengenal daerah sini, kalau nyasar bagaimana? Pasti kakaknya bakal mentertawakannya karena selalu nyasar, tch.

Punggung tegap milik pemuda itu pun terlihat di belokan koridor, membuat Sakura kembali tersenyum sumringah. Ia mempercepat langkahnya, berharap tidak tertinggal lagi dengan lelaki datar itu. Ah, semoga Ino baik-baik saja.

Melihat Sai berhenti di sebuah ruangan kecil, Sakura juga memberhentikan langkahnya. Lingkungannya cukup sepi, karena berada di belakang gedung sekolah. Sai melangkah lagi mendekati tempat yang berada di pojok kiri belakang. Gudang? Apa Sasuke membawa Ino ke gudang? Bahu Sakura menegang saat Sai memasuki ruangan itu. Oh tolong, jangan bilang bahwa mereka memasuki tempat sempit itu.

"Uchiha-san!"

Terdengar suara teriakkan Sai saat kakinya sudah memasuki ruangan itu. Sakura melangkahkan kaki mendekati bibir pintu gudang. Ah benar, Sai sedang menarik kerah Sasuke dengan kasar, dan di belakangnya terdapat Ino yang berusaha menghentikan mereka. Ia harus bagaimana?

Nekat, Sakura memasuki ruangan itu dengan takut-takut, berusaha mengalahkan perasaan gemetar yang sejak tadi berada dalam benaknya. Kenapa Sasuke membawa Ino kemari sih? Kurang kerjaan sekali.

"Shimura-san, Uchiha-san, tolong berhenti!" teriak Ino, kembali memisahkan dua lelaki itu dengan sekuat tenaga. Namun, entah seperti orang kesetanan, mereka tetap beradu argumen hingga menyebabkan Ino jatuh terduduk.

"Yamanaka-san!" Sakura berteriak, berlari membantu Ino berdiri dan menatap Sasuke dan Sai yang masih bertengkar.

"Gara-gara kau, Shimura. Ino jatuh!"

"Jangan salahkan aku, salahkan dirimu sendiri!"

Merasakan keningnya berkedut, Sakura memijit pelipisnya perlahan. Haduh, kenapa mereka ini? Apakah kecerdasan mereka hilang begitu saja hanya karena seorang gadis? Lagipula, kenapa berdebat tentang hal yang tidak bermutu sekali?

Sakura tidak tinggal diam. Ia melepas sepatu sekolahnya dengan cepat, lalu melemparnya ke arah dua lelaki itu. Spontan saja, mereka menoleh dan menghentikan kegiatan mereka.

"APA YANG KAU LAKUKAN, MERAH JAMBU?!"

DUARRRR!— Entah memakai efek apa, kilatan petir terlihat jelas di gudang sempit dan tua itu. Sakura melongo. Bahkan Sai juga mengatainya merah jambu! Heh, kenapa jadi kayak gini?

"Aku lelah berurusan denganmu, Uchiha." Sai yang sudah lelah bertengkar, menghela nafas berat sebelum menyelesaikan perdebatannya dengan Bungsu Uchiha. Dengan segera ia meraih tangan Ino dan berlalu dari gudang itu. Mungkin dirinya masih geram dengan Sasuke, hingga dengan kasar ia menutup pintu gudang sampai terdengar bunyi yang agak aneh dari benda itu.

BRAKKK!— Wajah Sasuke memanas menahan amarah. Tangannya terkepal, membentuk sebuah pola dan meninjukannya ke dinding reyot. Onyxnya mengkilat, kemudian ia menendangi barang-barang di dalam gudang dengan perasaan berkecamuk. Kenapa ia kalah cepat dari lelaki itu? Kenapa ia tidak bisa menjelaskan permasalahannya secara mendetail, kenapa?!

Dengan hati yang masih panas, Sasuke berniat mengejar Sai yang sudah lebih dulu membawa Ino entah kemana. Tangan kekarnya meraih kenop pintu, memutarnya lalu tercengang di tempatnya. Cklek! Dag! Dag!— Pintu kayu itu macet, tidak bisa terbuka.

Amarahnya semakin menjadi-jadi. Sasuke berteriak kesal sembari menjambak helai ravennya. Apalagi ini? Tidak cukup puaskah melihat dirinya sengsara seperti ini? Sasuke meraba sakunya perlahan, mengambil handphone hitam legam miliknya dengan cepat. Yang pertama ia cari hanyalah kontak kakaknya, Itachi, karena memang ia tidak memiliki kontak teman-temannya. Menjadi populer di sekolah merupakan cobaan terbesar. Jika informasi bocor sedikit saja, pastilah runyam hidup seorang Bungsu Uchiha.

"Halo ... Itachi, kau dimana? Bisa membantuku?"

Terdengar nada negatif dari seberang sana.

"Kau di Ame? Kenapa tiba-tiba? Aku terjebak di gudang sekolah, tolong telepon wali kelasku! Apa? Kau rapat penting? Tolonglah ..."

Telepon dimatikan, Sasuke putus asa.

Dasar aniki baka, batinnya frustasi. Kakaknya memang sangat sibuk, ia tau itu. Walau sehabis kuliah atau kerja ia akan langsung ke rumah temannya, Kisame, untuk bermain PS, ia tau kakaknya sangat penat. Itachi pasti sangat lelah dengan kehidupannya yang begitu-begitu saja. Serius, namun berpura-pura tertawa. Ternyata, menjadi seorang faker sangatlah mudah, bukan?

Sekali lagi, Sasuke menekan tombol hijau pada kontak Itachi, nada sambung terdengar, lalu berakhir dengan telepon dimatikan. Sepertinya ia belajar sesuatu, seorang adik harus menghargai kakaknya di kondisi apapun. Mungkin jika ia memanggil Itachi dengan 'nii-san' atau 'kakak', Itachi pasti akan membantunya. Seorang kakak mana sih yang tidak sakit hati ketika adiknya langsung memanggil nama kecilnya tanpa embel-embel 'kak'? Itachi pasti juga begitu.

Sasuke jadi teringat kakaknya itu. Itachi memang anak yang cerdas, walau IQ-nya lebih besar dari kakaknya itu. Tapi, EQ Itachi lebih diatas dibanding miliknya, sehingga menyebabkan Itachi bisa menyabet hal apapun tanpa banyak perlakuan. Dirinya dan Itachi hanya beda empat tahun, tapi Itachi sudah menyudahi kuliah S2nya tiga bulan yang lalu. Sangat fantastis, bagi usia Itachi yang terbilang muda dan energik. Dan sekarang, Itachi sedang sibuk ikut berbagai macam tes untuk kuliah lagi di luar negeri tanpa uang dari Fugaku. Hebat. Sebutan idiot memang cocok untuk lelaki rambut panjang itu, suka meledeknya, bermain sepuasnya tapi cerdas. Apalagi jika bukan idiot ketika mendengar pendeskripsian kakaknya yang seperti itu?

Ah, mungkin saatnya meminta maaf dan kembali memanggil Itachi dengan sebutan 'kak' sebelum Itachi mengambil kuliahnya nanti.

Ia tersenyum kecut. Jemarinya tampak mengetik sesuatu untuk Itachi, kemudian memasukkan lagi benda hitam itu ke dalam sakunya. Ia terjebak! Sendi—tunggu ... telinganya merasakan suara sesak nafas di balik punggungnya. Sasuke berbalik, dan mendapati Sakura yang tengah meringkuk sembari mengatur nafasnya yang tersengal. Apa dia baik-baik saja?

"Pink ... kau kenapa?"

Sakura tak menjawab, tangannya mencengkram dadanya bergemetar. Matanya menutup menyembunyikan emeraldnya, perlahan ia merosot jatuh terduduk ke lantai. Sasuke mengerutkan keningnya, apa lagi ini?

"Hey pink, jangan membuatku takut." ujar Sasuke saat merasakan hawa tidak enak di sekitarnya.

Tubuh Sakura menggeliat, berusaha meminta tolong. Tangannya menjatuhkan sebuah sapu tangan biru dongker yang sangat familiar.

Sasuke mencoba mencari benda yang bisa membuat mereka keluar. Andai saja pergerakan pintu itu mengarah ke luar, ia pasti bisa mendobraknya dengan tenaga yang ia punya. Tapi, pintu ini sebaliknya. Pintu ini mengarah ke dalam, terbuat dari kayu yang kuat sehingga menyulitkannya untuk bertindak. Ia bisa saja berteriak meminta tolong. Namun, letak gudang cukup jauh dari gedung sekolah, memungkinkan teriakkannya tidak akan didengar sama sekali oleh siapapun.

Sebuah benda usang namun mungkin akan berguna ia temukan. Pengeras suara, Audio Amplifier. Benda ini pasti sudah rusak, terlihat dari bentuknya yang sudah tak karuan. Dirinya juga tidak mengikuti klub elektronik yang baru berdiri akhir-akhir ini, jadi mana mungkin ia tau cara memperbaikinya?

"Ck, aku tidak mau terjebak disini."

Tubuh Sakura sudah tidak bergerak. Sapu tangan itu pun terjatuh dan terinjak oleh kakinya.

Sasuke mencoba mencari benda yang lain. Dengan cahaya yang minim karena gudang itu tidak memiliki ventilasi sama sekali, ia bertekad untuk keluar dari sini. Sudah tidak mungkin lagi mengejar Ino, tapi ia tetap berusaha untuk keluar. Kembali ke kelas dan belajar mungkin? Tidak tau, tapi entah kenapa perasaannya ingin lebih dekat dengan Itachi sekarang. Ia tau, dirinya sudah sangat tertinggal jauh. Tapi, tidak ada artian bahwa ia harus berhenti berlari mengejar bintang kecil yang jatuh di langit. Ia harus menemukan sesuatu yang cahayanya lebih besar.

"Heh, bantu aku dong."

Tidak digubris. Sasuke menoleh ke arah tubuh Sakura dengan cepat. Mengerutkan kening dan seketika panik menghampiri gadis Haruno itu. Tubuh Sakura sudah basah dengan keringat, mata terpejam serta berhenti sesak nafas. Sakura pingsan. Oh, kenapa ia baru menyadari bahwa gadis ini memiliki Claustrophobia*? Nampak dari tanda-tandanya tadi, 'kan?

"Sakura!"

Untuk pertama kalinya, Sasuke memanggil nama bunga khas Jepang yang tertuju pada gadis itu dengan cemas. Kilatan onyxnya memandang ke sekeliling. Bagaimana ini? Sakura bisa meninggal jika didiamkan seperti ini. Dan ia tidak mau nama Uchiha tercoreng hanya karena kesalahpahaman semata.

Sasuke meletakkan kembali kepala Sakura, mencoba mengambil sesuatu yang bisa menganjal surai merah mudanya. Meraih sebuah taplak meja besar, kemudian melipatnya. Dan menaruhnya di bawah kepala Sakura dengan perlahan. Sekarang, ia harus apa?

Sakura tak bernafas, semakin membuat Sasuke panik.

Pikiran kotor khas Uchiha Sasuke kembali menghantui otaknya. M-masa ia harus memberikan nafas buatan pada Sakura? Kalau keterusan bagaimana? Disini hanya mereka berdua, dan tempat ini cukup sepi ...

Jangan mesum Sasuke, jangan! Ingatnya, dalam hati.

Matanya menangkap sebuah benda yang mungkin akan menyelamatkan Sakura. Tabung oksigen. Isinya hanya tinggal sedikit, namun nampaknya akan berguna untuk gadis itu. Sasuke menggunakan benda itu kepada Sakura, kembali menatapnya cemas dan berdoa. Walau ia tidak suka gadis ini, tentu ia akan berharap Sakura baik-baik saja. Semoga.

.

.

.

Perdebatan yang tak kunjung selesai membuat otak Itachi cenat-cenut tak karuan. Rapat klub antar cabang yang sangat membosankan itu baru diadakan setengah jam yang lalu, membuat Itachi berdumel dalam hati kenapa ia yang harus dipilih. Sebenarnya, ia bisa saja keluar dari tempat ini karena telepon Sasuke. Tapi pelototan milik seniornya membuat hatinya menciut seketika, sial.

"Aku sedang di Ame. Aku tidak bisa, Sasuke. Maaf, aku sedang rapat."

Dan tut, telepon ia matikan dan mengaktifkan mode rapat. Tidak memperhatikan lagi ponselnya yang bergetar.

Dua jam kemudian, Itachi tersenyum lega menatap hamparan gunung yang menjulang tinggi di desa ini. Menjadi seorang faker memang sangatlah mudah jika memiliki trik-trik yang bagus. Hidupnya mungkin menoton, jauh beda dengan sifat aslinya. Berbeda saat ia masih menginjak usia delapan tahun. Saat ia masih bisa bebas, namun masih di dalam aturan yang berlaku.

Dan disaat ia akrab sekali dengan adiknya, Sasuke.

Ah, masa-masa itu paling indah menurutnya. Dimana ia bisa bercanda, tertawa dan mengganggu anggota keluarganya yang selalu serius itu. Itachi sebenarnya lupa, kenapa hubungan mereka bisa berubah 180 derajat seperti ini?

Itachi jadi teringat getaran terakhir handphonenya tadi. Ia mengambilnya dan mendapati satu missed call dari Sasuke. Terjebak di dalam gudang, eh? Kasihan sekali. Kenapa adiknya bisa seceroboh itu? Bukan seorang Uchiha Sasuke yang menjaga ke-kerenannya di sekolah. Hatinya mencelos, biarlah. Biar adiknya tau rasa bagaimana rasanya terkunci!

Tapi sebuah pesan singkat yang muncul di layar handphonenya membuatnya tertarik. Sasuke, jarang sekali lelaki pantat ayam itu memberikan sebuah pesan. Paling-paling hanya minta tolong, batin Itachi. Walau begitu, ia masih tetap membuka pesan dari adiknya.

From: Sasuke

Itachi. Ah maksudku, Itachi-nii. Aku minta maaf atas perlakuan kasarku selama ini. Mungkin, aku memang bukan adik yang baik. Aku sadar, seharusnya aku menjadi seseorang yang bisa membuatmu merasa terlepas belenggu hidupmu itu dan menghargai usaha kerja kerasmu. Maaf, Nii-san. Aku harap, kau diterima di universitas yang baru nanti.

Kau masih menganggapku adik 'kan? Semoga.

Pesan yang benar-benar singkat, namun memiliki arti terdalam bagi seorang Uchiha Itachi. Itachi tersenyum, terkekeh hampir menangis saat ini juga. Sasuke belum berubah, masih polos seperti biasa. Ia sudah lupa, kapan terakhir kali Sasuke memanggilnya dengan embel-embel seperti itu? Entah, tapi saat membayangkannya, membuat hatinya menghangat. Tentu saja ia masih menganggapnya adik, dasar otoutou baka!

Aku akan selalu menyayangimu, Sasuke. Apapun yang terjadi, karena aku kakakmu, kau adikku...

Dan mobil Itachi pun melesat cepat menuju Konoha.

oooooooooooooooooooooooooooooo

Sudah lima jam Sasuke terjebak di tempat kecil ini. Sakura masih belum sadar, namun melihat nafasnya yang sudah seimbang, mungkin Sakura tertidur. Kecapekan sepertinya. Tapi tetap saja, ini memungkinkan bahwa Sakura mengalami shock yang cukup mendalam. Apa bisa gila? Hiiii, membayangkannya saja sudah membuat Sasuke sedikit parno.

Jam hitam yang melingkar di tangannya sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Sedangkan yang tersisa di sekolah hanyalah ekstrakurikuler yang masih aktif pada jam segini. Tinggal ekskul bisbol sepertinya, karena sebentar lagi akan ada turnamen antar sekolah.

DUAGH!— Tiba-tiba saja, pintu gudang terbuka dengan kasar. Membuat Sasuke langsung tersenyum tipis ketika cahaya senja mulai memasuki matanya. Penjaga sekolah! Apa Itachi menyuruhnya membukakan pintu ini?

"Sasuke? Sedang apa kau disini?"

Sasuke mendelik, tentu saja terjebak!

"Aku terjebak, Paman Yamato. Gadis itu pingsan karena kehabisan udara, kenapa kau lama sekali membuka ini sih?"

Yamato nampak berpikir sejenak, tidak mengerti ucapan Sasuke.

"Sudahlah, apakah Itachi—maksudku Itachi-nii ada di sekolah?"

"Tidak. Aku kemari karena seorang lelaki berambut merah menyuruhku datang ke gudang."

Sekarang, giliran Sasuke yang tidak mengerti ucapan Yamato. Lelaki rambut merah? Siapa itu? Hatinya bertanya-tanya. Kenapa orang itu bisa tau tentang letak dimana dirinya dan Sakura?

"Siapa?" tanya Sasuke lagi.

Yamato tampak mengangkat bahunya, membuat Sasuke mendengus pelan. Kemudian ia berbalik ke arah Sakura yang masih memejamkan mata, menggendongnya di punggungnya dan kembali menatap Yamato dengan kilatan Uchiha.

"Paman, tolong ikut aku ke kelas."

Yamato menurut saja, lalu mengikuti kemana arah Bungsu Uchiha itu melangkah. Dirinya juga bingung, kenapa lelaki tadi bisa mengetahui letak kedua anak itu terjebak? Bahkan dirinya saja tidak mendengar teriakkan minta tolong dari Sasuke, lalu?

Sasuke melangkah perlahan, menuju kelasnya kemudian ke kelas X-A. Sebenarnya ia tidak tau dimana letak kelas Sakura. Tapi instingnya mengatakan bahwa Sakura satu kelas dengan Ino, yang berarti kelas X-A-lah yang menjadi tujuannya. Dan benar, sebuah tas merah marun pun tersisa di atas kursi. Itu tas Sakura.

"Paman, tolong sampirkan tasku ke depan."

Sasuke cukup akrab dengan lelaki paruh baya ini. Yamato sering menolongnya ketika ia dikejar-kejar oleh perempuan-perempua genit dan berbau menyengat itu. Sehingga Sasuke nampak lebih banyak bicara kepadanya, walau kadang Yamato tidak mengerti apa maksud dari ucapannya. Sasuke selalu irit bicara membuat lawan percakapannya harus memutar otak 180 derajat untuk mengetahui maksudnya.

"Dia ... kekasihmu ya?"

Sasuke tercekat, maksudnya?

"Apa paman bilang?"

Yamato tersenyum penuh arti, menyampirkan tas di dada bidang Sasuke kemudian menatapnya. Kakinya melangkah berlalu begitu saja, meninggalkan Sasuke yang masih bertanya-tanya akan ucapan yang terlontar dari bibirnya.

Lelaki sejati memang selalu misterius.

Sasuke melangkah perlahan menuju gerbang sekolah. Biasanya, ia akan menebeng pulang pada Suigetsu ataupun Juugo. Tapi kali ini ia harus membawa Sakura ke klinik, takut-takut gadis itu mengalami sesuatu yang buruk. Apa ... Dokter 'itu' bisa di jam segini ya?

Mobil yang sangat familiar di mata Sasuke pun melintas, kemudian berhenti tepat di depannya. Seulas senyum sumringah hinggap di bibir Sasuke kala melihat seseorang yang turun dari mobil itu.

"Itachi ... nii."

Senyum yang terulas di wajah Itachi tampak pudar ketika mengetahui siapa yang berada di punggung Sasuke. Ia menatap sejenak Sakura, kemudian beralih pada Sasuke yang masih menatapnya dengan berbinar.

"Kenapa Merah Muda itu?"

Sasuke meneguk ludahnya, baru teringat lagi tentang gadis ini.

"Pingsan. Kau bisa membawanya ke klinik?"

Itachi terdiam sejenak, tak menjawab, dan langsung memasuki mobilnya kembali. Sasuke pun ikut masuk dan segera mengendarainya dengan kecepatan penuh. Mereka mungkin memang dari luar nampak tak peduli, namun mereka juga tidak ingin disalahkan oleh orang-orang. Jadi, seperti inilah ciri seorang Uchiha yang bertanggung jawab.

Tapi, suasana yang tercipta di mobil sedan itu sama sekali tidak mengenakkan. Itachi terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri sedangkan Sasuke bingung harus memulai percakapan darimana. Sudah sekian tahun tidak mengobrol ringan, hingga menyebabkan suasana mencekam seperti ini.

"Bagaiama rapatmu tadi?" deru dari bibir Sasuke mulai mencairkan ketegangan. Itachi tersenyum tipis, sesekali melirik adiknya dari kaca spion mobil.

"Baik. Aku sudah tidak perlu menangani permasalahan komunitasku lagi. Sudah bebas dan kemarin aku dipanggil untuk meneruskan kuliah di Swiss. Dan kenapa kau bisa terjebak di gudang?"

Sasuke memalingkan wajah dari Itachi, mencoba menyembunyikan rona merah yang melekat pada pipi pucatnya. Masa ia harus memberitahu permasalahannya pada Itachi? Bisa-bisa ia diledek terus olehnya, tidak mau!

"Tidak apa-apa, engselnya macet." tutur Sasuke. "Sepertinya, aku semakin tertinggal olehmu, Nii-san."

Itachi tertawa memaksakan.

"Kasihan sekali. Aku tidak bisa membayangkan kau terkunci disana selama lima jam. Lalu siapa yang membukakanmu pintu?"

Pertanyaan yang menjebak, bahkan Sasuke tidak tau siapa yang menyuruh Yamato membukakan pintu gudang. Tapi dari aroma Itachi berbicara, ia tau kakaknya itu sedang mengalihkan pembicaraan dan melewatkan pernyataan terakhir yang terlontar dari bibirnya.

Baru ingin menjawab, rumah sakit Konoha sudah ada nampak di depan mereka. Sasuke menurunkan Sakura dengan perlahan, dan disambut ranjang dorong oleh dua suster yang bertugas.

Itachi terbengong di tempat. Susternya kok berlebihan banget sih?

Tidak mau seperti orang bodoh, Itachi segera berlari menyusul Sasuke yang sudah terlebih dahulu masuk ke tempat beraroma obat itu. Sasuke nampak mengucapkan sesuatu, lalu sang suster mengangguk dan membelokkan ranjang dorong ke tempat yang lain. Itachi tau tempat ini. Tempat disaat dirinya mengalami hal manis, juga mengalami hal pahit dalam satu memori. Dadanya sesak sekarang.

Dan papan nama itu terpampang lagi di matanya.

Dokter Nakajima Youkou.

Sasuke mendudukkan diri di ruang tunggu, melepas sakit pinggangnya akibat menggendong bolak-balik Sakura. Perutnya bergemuruh akibat lapar, lalu menyadari bahwa Itachi tidak ada di sebelahnya.

Itachi sedang berdiri terdiam di depan pintu ruangan dokter tersebut.

Sasuke berdiri, menepuk pelan bahu Itachi dan menariknya untuk duduk. Ia tak punya pilihan lagi. Yang ia ketahui sebagai dokter hanyalah Youkou seorang. Youkou yang menjabat sebagai dokter umum di rumah sakit Konoha, yang juga merupakan masa lalu kelam Itachi.

"Nii-san, kau lapar?"

Itachi menoleh ke arah adiknya, kemudian beralih pada perutnya yang bergemuruh. Ia terkekeh, meninju pelan bahu Sasuke kemudian mengangguk.

"Aku pesan kue dango saja."

Sasuke meringis, mengangguk dan berlalu dari tempatnya mendekati kantin yang memang disediakan untuk penjenguk yang lapar, meninggalkan Itachi sendirian duduk di kursi ruang tunggu. Itachi menghela nafas, tak siap bertemu dengan gadis berambut biru muda yang berada di dalam ruangan itu.

CKLEK— Makin buruk saja nasibnya. Pintu itu sudah terbuka, menampakkan wanita berjas putih yang rambutnya disanggul ke atas. Kacamata yang sempat turun, ia naikkan ke posisi semula, menambah kesan anggun yang terpancar olehnya. Ketika Itachi berdiri dan menampakkan diri, Youkou tak sanggup menahan kekagetannya.

"Ita-kun ..."

Gemerincing suara receh mulai terdengar.

"You-chan ..."

Youkou tersenyum kecut, membuka lebar-lebar ruangannya agar Itachi dapat memasuki ruangan itu. Sangat disayangkan, Itachi malah berdiri dan menatap eksistensi Sakura yang masih terbaring di tempatnya.

"Apa dia baik-baik saja?"

Sasuke berjalan perlahan membawa sekantung kue dango, nasi kepal dan beberapa uang receh sisa kembalian.

"Ya, dia hanya shock sepertinya. Nafasnya sudah stabil, aku sempat kaget karena dia pingsan cukup lama, namun masih bernafas seperti itu. Ajaib." tuturnya. "Dia ... siapamu?"

Puncak raven Sasuke menyembul dari balik koridor. Menatap Itachi sedang berbicara dengan Youkou, ia semakin mempercepat langkahnya mendekati sang kakak. Begitu ingin menepuk pundak tegap Itachi, kakaknya melontarkan perkataan yang tak terduga.

"Dia kekasihku, Haruno Sakura ..."

Dan terdengarlah suara uang receh yang berjatuhan ke lantai. Itachi ...

Kekasih Sakura?

.

.

.

To Be Continue.

*Claustrophobia = Takut pada ruangan sempit. Penderita biasanya akan mengeluarkan keringat berlebih dan menegang ketika menyadari dirinya sudah berada di tempat yang minim ruang, cahaya dan udara. Info selengkapnya? Googling^^

A/N: Halooooo~ Aku balik:3 Wah gak nyangka dapet 'flame' lagi. Arigatou! XD Weh, jangan ngira aku nantang flamers ya. Aku hanya... Sedikit bingung sama isi 'flame'nya. Eum, maaf jika sedikit nyekit ini.. Aku bakal tanggapi, kamu memintanya 'kan?

Sebuah cerita, jika ditulis dengan sepenuh hati dan tidak dalam keterpaksaan, akan menghasilkan suatu ending yang tak terduga. Jadi, suatu cerita memiliki ending tersendiri. Entah lama, cepat, lambat, lelet, kilat ataupun bagaimana, pasti akan menghasilkan ending. Mau endingnya bagus, jelek, biasa, weird, atau apa, itulah ending. Ending gak bisa diganggu gugat, selain keinginan author itu sendiri.

Kedua, ceritaku itu alurnya lambat, banget malah. Step by step. Langkah demi langkah. Aku emang anak semi-remaja yang suka langsung pada intinya. Tapi, sebuah cerita akan terlihat memaksakan tanpa langkah-langkah yang kokoh. Seperti yang anda bilang bukan? Apakah ketika seorang guru hari itu baru menerangkan geometri, dan keesokan harinya langsung menerangkan aljabar? Enggak kan? Aku sih enggak pernah, karena seorang guru pasti akan menunggu muridnya mengerti terlebih dahulu.

Kalo ending... Sepertinya masih lama. Aku belum bahas tentang Sasori, Naruto, Hinata. Bahkan adegan ItaSaku aja baru keluar! Waduh! Tapi menurutku, endingnya memang bakal lama. Perhatikan aja plotnya. Aku ngambil kata-kata di atas secara random dari author ffn, penulis novel, penulis blog, dll. Jangan diambil hati ya, hanya ungkapan aku aja.

Marah? Gak suka cerita saya? Silakan keluar dari profil saya. Gampang kan? Tombol back tersedia di layar PC/HP anda, ahaha. Kalo enggak suka, kenapa baca sampai chap 4? Kata-katamu terkesan menggurui, senpai. Tapi sayang kurang bermakna dan saya tidak bisa menyebut itu 'flame' seperti yang anda tulis. Maaf-maaf aja. Kurang suka kata-kata saya? Ayo PM, saya enggak akan marah kok! Banyak orang yang banyak bicara jelek tentang saya, dan ketika saya PM, enggak dibalas. Kenapa? Apa sebegitu jijiknya kah dengan saya sehingga seperti itu? Ahaha, saya hanya manusia bukan Nabi yang sempurna.

Dan uhuk, SasuNaru keren banget di chap 641. Nama jutsunya apa deh? Shakuton Kourin Shippuu ya? Itu keren banget demi! Di halaman terakhir, senyumnya Sasuke kece banget. Kan di ff-ff, raja es batu itu digambarkan jarang senyum. Tapi sayang, aku ItaLovers sih ;A; /geplaked. Kerjasama Tobirama-Minato juga awesome! Ahh lopelope

Apa ada yang mengambil selipan kata bermakna dari tiap chapter? Ada yang nyadar enggak ya? :b Sekian deh, maaf bacotanku ya! Bye, Sampai jumpa~

Sign,

Yukimura Hana.

Seminggu lagi lebaran, Minal aidin wal faidzin! Happy Idul Fitri bagi yang merayakannya!