Matahari bersinar terik siang itu. Awan tak nampak sama sekali, dan asap kendaraan mengepul dimana-mana. Tiada burung berkicau, hanya keramaian suara manusia dan bisingnya kendaraan yang terdengar. Mungkin, nanti sore akan ada hujan lebat.

Seorang gadis melangkahkan kaki dengan tergesa-gesa. Rambutnya yang diikat ponytail bergoyang seiring langkahnya. Manik hijaunya menatap frustasi kepada sebuah kertas yang sudah setengah lecak itu. Rumah itu dimana!?

Sakura ingat betul perkataan ibunya, Haruno Mebuki, yang mengatakan bahwa rumah kerabatnya tak jauh dari Stasiun Konoha. Tapi dimana? Sedari tadi ia menelusuri setiap setapak jalan yang ada, dan sama sekali tak menemukan gerbang bergambar kipas dengan tulisan 'UCHIHA' di depannya.

Ia menghela nafas. Salahkan gurunya yang mengikutsertakan dirinya dalam ajang pertukaran siswa. Dasar guru tak bertanggung jawab! Memang sih, setiap yang mendapatkan peringkat 1 sampai peringkat 3 di Konoha High School akan diikutsertakan seperti ini. Bahkan kedua sahabatnya, Hinata dan Naruto pun ikut juga. Biasa, guru SMA memang selalu menyiksa.

Helai merah mudanya kembali bergoyang saat angin menerpa wajah cantiknya. Panas, sungguh panas. Sepertinya segar jika segelas jus jeruk dengan banyak es batu dan bulir-bulirnya mengisi tenggorokannya. Ah.. Nikmatnya.

Ia mulai melangkah kembali menuju salah satu cafe yang berada di hadapannya. Dengan gesit, ia mengecek dompet merah marun miliknya. Haft, tak banyak, karena memang keluarganya bukanlah keluarga yang kaya raya.

"Bibi, es jeruk satu ya!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, Sakura duduk di sebuah kursi yang dekat jendela. Memandang pemandangan Konoha yang terkesan indah, namun padat penduduk. Tentu karena tempat ini adalah kota metropolitan, bukan seperti desanya, Sunagakure.

Emeraldnya beralih pada handphone miliknya, mengetik sesuatu dengan cepat dan menunggu. Menunggu balasan dari seseorang di seberang sana dan es jeruk tentunya.

Drt! Drt!— Ah, betapa bahagianya gadis itu kala kakaknya membalas pesan singkatnya. Sasori memang pernah beberapa kali mengunjungi rumah Uchiha dengan ibunya, ia juga pernah ikut. Namun hanya sekali, dan itupun waktu usianya masih belia. Sehingga, ia tidak ingat dimanakah letak rumah besar itu.

From: Saso-Nii.

'Dasar adik baka! Di dekat Yamanaka Florist!'

Ya-ma-na-ka Flo-rist eh? Sakura mengerjap, lalu kembali menatap ke arah jendela. Yamanaka Florist. Jadi disana? Dasar ibu, ini namanya jauh! Kalau begitu ia akan naik kendaraan saja tadi.

"Silakan es jeruknya."

Sakura mengangguk kecil menjawab ucapan pelayan itu, ia meneguk air jeruk itu dengan rakus lalu meletakkan uang di atas meja dan segera berlari keluar kafe. Kata Ibunya, keluarga Uchiha sangat menghargai ketepatan waktu. Sehingga, ia tidak boleh membuat mereka menunggu hanya karena ia tersesat dan tidak tau dimana letak rumah Uchiha.

Kaki jenjangnya berlari, melintasi jalan yang menghubungkan gerbang Uchiha. Sial! Jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 2:53 AM dan ia belum sampai di rumah besar itu. Bisa-bisa nama ibunya tercoreng! Tidak! Tidak boleh terjadi!

Sakura berlari membabi buta, cepat namun tak terkendali. Tas ransel yang ia bawa bergoyang-goyang, beruntung ia menutup rapat tas itu hingga tidak ada isinya yang keluar berhamburan. Tetapi, akibat ia terlalu fokus pada jamnya, ia tak melihat seorang pemuda yang tengah berdiri tepat di depan Yamanaka Florist.

BRUKKKK!— Keduanya terjungkal, membuat Sakura sedikit meringis kesakitan. Mereka bertatapan sejenak. Hijau bertemu dengan hitam kelam. Seperti ada yang kupu-kupu yang bertebangan dari perutnya. Emeraldnya mengerjap, mendapati sesosok pemuda yang juga menahan sakitnya. Lekuk wajahnya, hidungnya yang mancung...

Tampan.

"Cih, gadis bodoh. Cepat menyingkir."

Tetapi kata-katanya tajam tanpa intonasi yang benar, tambahnya.

Sakura berdiri dari posisinya, merapikan pakaiannya yang sedikit berdebu dan menggerutu kesal. Kenapa tiba-tiba orang ini seperti siap ditabrak olehnya sih? Ia berjongkok, mengambil ranselnya yang isinya telah terbuka setengah. Ugh, lututnya perih. Ada apa ini?

Manik hijaunya melebar saat melihat liquid merah yang mengalir dari sudut lututnya. Kakinya terluka. Ugh, perih. Sangat perih. Ia sudah lupa kapan terakhir ia terjatuh dan merasakan seperih ini. Yang jelas,

Pemuda di hadapannya adalah pembawa sial!

"Cih, baru luka segitu saja sudah menangis seperti itu! Dasar cengeng."

Ugh, benar-benar pemuda gila! Seharusnya, sebagai seorang lelaki ia membantu seorang gadis yang sedang tersungkur seperti ini! Dan siapa yang menangis, hah!? Dasar menyebalkan! Belum pernah merasakan sepatu kets melayangkah?

Sebuah saputangan biru dongker bercorak merah itu terulur padanya. Sakura mendongkakkan kepalanya, tetapi pemuda itu malah berjongkok membantu membersihkan lukanya dengan saputangan itu. Luar biasa, ternyata pemuda berambut aneh itu memiliki sisi baik juga ya?

"Tubuhmu kecil, baru lulus SD, hn?"

BLETAK!— Kali ini, Sakura tak dapat menahan sepatu ketsnya. Kesal, sungguh kesal. Pertama terkesan keren, kedua menyebalkan, ketiga terkesan baik dan terakhir jahat! Enak saja menuduhnya lulus SD!

"Aku sudah SMA, Pantat Ayam!"

Sasuke yang tadinya ingin mengumpat tak karuan akibat kepalanya yang sakit, malah ingin tertawa. Apa gadis ini bilang? SMA? Yang benar saja! Bahkan tingginya saja belum sampai 1,5 meter! SMA darimana? Dasar bocah.

"Heh, bocah. Jangan mimpi tinggi-tinggi." Desis Sasuke, mengikat kencang saputangannya pada lutut Sakura dan perlahan berdiri dari posisinya.

"Hati-hati, awas jatuh lagi. Merepotkan." Ujar Sasuke lagi, lalu pergi dari tempat yang ia pijak.

Hening. Sakura masih terdiam mencerna perkataan Sasuke.

Satu.. Dua.. Tiga..

"SUDAH KUBILANG AKU BUKAN BOCAH CHICKEN BUTT!"

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

.

Baka!

.

A Naruto Fanfiction by Yukimura Hana

.

.

Rumah besar, luas dan mewah. Ah, nyaman. Tak disangka, menolak apartemen yang tadinya disediakan Kakashi-sensei untuknya dan berkata bahwa ia mempunyai kerabat akan seenak ini. Tempat tinggal? Gratis. Makan? Gratis. Mandi? Gratis. Mau telepon orangtuanya? Gratis. Semua serba gratis!

Tidak semua gratis sih.

"Sakura-chan, anggap rumah sendiri ya! Jangan sungkan." Ujar Mikoto sembari menyunggingkan senyum keibuannya.

Sakura tersenyum terpaksa. Malu sih, sebenarnya. Sudah menumpang, tersesat dan salah jam! Kenapa ia bisa lupa bahwa Konoha dan Suna beda satu jam! Dasar bodoh!

"I-iya, Bibi Mikoto.." Lirih Sakura, malu-malu.

Mikoto membantu Sakura membawa barangnya ke kamar yang akan ditempatinya. Kamar yang tidak terlalu besar, namun nyaman untuk ditinggali membuatnya terpana. Kamar ini bahkan jauh lebih baik dibanding kamarnya yang berada di suna. Yah, karena ia harus berbagi dengan adiknya Moegi yang memang masih menginjak kelas 4.

"Baiklah, istirahatlah Sakura-chan. Anak dan suami bibi belum pulang. Jika mereka sudah kembali, bibi akan membangunkanmu. Selamat beristirahat!"

Sakura mengangguk. Tubuhnya memang terasa pegal sekali saat ini. Ah, beruntung bibi Mikoto baik kepadanya. Pasti suami dan anaknya baik juga, batinnya.

"I-iya, terima kasih bibi Mikoto."

Setelah dentuman pintu yang menandakan Mikoto telah pergi, ia menata beberapa barang yang ia bawa pada sebuah lemari kecil. Ia hanya membawa pakaian satu tas ransel besar dan satu tas kecil peralatannya. Ya karena, untuk apa membawa banyak barang bukan?

Ia menata semua buku-bukunya pada sebuah meja belajar. Menaruh pigura keluarganya dan pigura dirinya dengan Hinata. Tak lupa sebuah jam mini kecil berwarna merah muda di tengahnya.

Setelah dirasa cukup rapi, Sakura merebahkan tubuhnya. Ia menerawang, menatap langit-langit dan mulai berpikir. Kedua sahabatnya yang juga merupakan rival dalam peringkat sekolah juga dikirim ke perkotaan. Ah, bagaimana nasib mereka?

"Hinata dan Naruto bagaimana ya?"

Ia menggeleng. Ah, keluarga mereka merupakan keluarga yang kaya, pasti mereka akan ditempatkan di sebuah tempat yang lebih nyaman dari ini. Hotel misalnya. Bukan seperti dirinya yang menumpang. Haft.. Andai orangtuanya kaya.

Sakura menggeleng lagi, ia harus istirahat sekarang! Kelopaknya menutup manik hijaunya dan perlahan suara dengkuran halus pun terdengar.

ooooooooooooooooooooooooo

Aroma makanan yang dimasak oleh Mikoto menyeruak kemana-mana. Dijamin, jika kau menciumnya, kau tak akan bisa menahan gemuruh yang berbunyi tak karuan. Sakura pun merasakannya.

Sakura beranjak dari kasurnya dan mulai mengendus-endus wangi apa itu. Ia berjalan pelan ke arah asal wangi. Uh, dasar bibi Mikoto, tau saja bahwa ia belum makan.

Emeraldnya melebar, saat melihat seorang pria paruh baya yang tengah duduk sambil membaca koran. Ia melirik jam di dinding sekilas. Jam enam, sudah hampir 4 jam ia tertidur. Jadi, suami bibi Mikoto sudah pulang toh.

Desiran suara hujan mengganggu telinganya. Hujan lebat, pantas kedua anak Bibi Mikoto belum pulang. Mungkin terjebak macet. Pikirnya.

"Oh, hai Sakura-chan. Maaf, aku tidak tega membangunkanmu tadi, kau terlalu nyenyak sih. Nah, ayah, ini anak temanku." Ujar Mikoto, sembari menarik pelan Sakura menghadap suaminya.

Fugaku hanya tersenyum tipis, meletakkan korannya sebentar dan menatap Sakura. "Hn, halo Sakura."

Sakura tersenyum kikuk. Ia membungkukkan sedikit badannya ke arah Fugaku dan membalas sapaannya, "H-Halo Paman Fugaku. Aku Haruno Sakura."

Setelah dipersilahkan duduk oleh keduanya, Sakura menghempaskan bokongnya perlahan di dekat Fugaku. Canggung, karena ia biasa makan pada sebuah meja kecil dan duduk bersila, bukan dengan meja tinggi seperti ini.

"Aku pulang."

Suara bass milik laki-laki mengalihkan perhatian Mikoto. Wanita paruh baya itu tersenyum, lalu menghampiri kedua laki-laki yang berada di ambang pintu.

"Itachi-kun, Sasuke-kun sudah pulang ya? Ayo kemari."

Anak bibi Mikoto ya? Dari namanya, sepertinya laki-laki. Batin Sakura. Manik hijaunya mengikuti kemana arah Mikoto menghilang di balik tembok. Ah, padahal ia berharap anaknya adalah perempuan, sehingga bisa diajak ngobrol sesekali. Tetapi kalau lelaki? Ih, pasti menyebalkan.

Mikoto berjalan ke arah dapur, tak lupa dengan senyuman khasnya. Ia tampak melambaikan tangannya ke arah pintu, menyuruh seseorang itu mendekat.

Seorang lelaki bertubuh tinggi, dengan rambut panjang teratur dan garis penegas di wajahnya berdiri di samping Mikoto. Sakura melongo menatap sulung Uchiha itu. Ia memakai kemeja dan jeans yang setengah basah, dengan tas yang masih disampirkan dibahunya. T-tampan.

"Sakura-chan, ini anak pertama bibi. Uchiha Itachi."

Ingin saja gadis musim semi itu pingsan seketika. Diberkahilah Uchiha! Keturunan mereka sangat tampan! Ah, apa benar ia akan tinggal bersama orang-orang tampan ini selama satu bulan? Beruntungnya dirinya!

Tetapi, khayalan miliknya sirna saat melihat lelaki berambut emo dengan tatapan sedingin es di belakang Mikoto. Onyx miliknya juga mengkilat, kala ditatap emerald Sakura dengan tajam. Ugh, mereka bertemu lagi!

CHICKEN BUTT?! Teriaknya, dalam hati. Gengsi jika berteriak tanpa etika di depan keluarga Uchiha.

"Nah, yang ini anak terakhir bibi. Uchiha Sasuke."

DUARRR!— Entah apa dengan efek apa, kilatan petir terlihat sangat jelas di innernya. Sakura tersenyum kikuk, lalu membungkuk sedikit, sama seperti apa yang dilakukannya tadi di depan Fugaku. "Halo, aku Haruno Sakura."

Kedua onyx tajam itu mendelik, lalu segera duduk di kursi masing-masing tanpa menggubris perkenalan diri Sakura. Tanda siku-siku pun muncul di dahi gadis itu, ia geram. Ukh! Harga diri Uchiha terlalu tinggi!

"Baiklah, ayo dimakan. Nanti makanannya akan dingin, lho! Itachi, Sasuke ganti baju kalian dulu, nanti masuk angin." Ujar Mikoto, sembari menyendokkan nasi kepada suaminya. Setelah itu, ia menyendokkan nasi pada Sakura. "Segini cukup?"

Sakura mengangguk, "Terima kasih, bibi."

Mikoto hanya tersenyum dan kembali duduk.

Setelah mengganti baju, Itachi dan Sasuke menghampiri meja makan. Tatapan Mikoto beralih kepada Sasuke. Menyendokkan nasi dan menambahkan beberapa lauk. "Oh iya, mana bunga pesanan ibu, Sasuke-kun?"

Yang ditanya tak menjawab, hanya diam dan tetap berkutik dengan makanannya.

"Bunga? Jadi ibu menyuruh Sasuke untuk membeli bunga di Yamanaka Florist? Huh, pantas ia tiba-tiba mendatangiku tadi di rumah Kisame. Ck ck."

Tiba-tiba wajah si bungsu Uchiha memerah, lalu menginjak kaki anikinya dengan geram disertai pelototan yang tak berarti apa-apa di mata Itachi. Seakan berkata kenapa-kau-mengadu-baka.

"A-apa? Aku menjemputmu tau. Kau kan selalu keasyikan saat bermain PS dengan Kisame, baka Aniki!"

Mikoto tertawa kecil, lalu menepuk puncak kepala Sasuke gemas, "Dasar anak muda. Kau belum bisa berpaling dari Ino-chan, eh?"

Itachi menyahuti tawaan Mikoto saat kembali melihat wajah memerah Sasuke. Tebakan mereka benar, Sasuke yang katanya 'Pangeran Uchiha' gengsi untuk sekedar membeli bunga di Yamanaka Florist yang penjaga tokonya merupakan anak pemilik utamanya, Yamanaka Ino.

Sakura memandang keluarga Uchiha dengan senyuman tipis. Yah, setidaknya, mereka tak sedingin yang ia kira. Masih ada canda dan tawa, serta kehangatan. Bukan aura mengerikan seperti cerita-cerita dongeng yang sering dibacanya.

"Sudahlah, jangan terlalu banyak tertawa. Nanti tersedak." Pesan Fugaku, mengingatkan. Membuat mereka menghentikan tawaan mereka dan melanjutkan melahap makanan mereka.

.

.

.

Seusai makan, Sakura menawarkan diri membantu Mikoto untuk mencuci piring kotor. Namun, wanita berusia empatpuluh tahunan itu menolak dengan halus permintaannya. Urusan seorang ibu, katanya.

Sakura tersenyum lebar, mengangguk lalu menuruti perkataan Mikoto dan segera berlari ke arah tangga, dimana kamarnya berada di lantai dua. Saat berlari, ia melihat punggung Itachi dan punggung Sasuke tak jauh dari tempatnya berpijak.

"E-eum, t-tunggu Uchiha-san." Ujarnya, sedikit keras.

Itachi dan Sasuke yang merasa terpanggil, mendecih kecil, lalu membalikkan badan mereka dengan malas. "Apa?"

"Karena aku akan tinggal disini dalam satu b-bulan ke depan, j-jadi aku mohon bantuannya! A-aku akan berusaha tidak canggung kepada kalian!" Ujar Sakura, menggebu-gebu.

Itachi dan Sasuke berpandangan, lalu terkekeh kecil. Membuat Sakura mengerutkan kedua keningnya. Kenapa mereka tertawa? Ada yang lucu?

"Hn, kau tidak akan canggung terhadap kami lagi, karena kami..."

"...akan mengusirmu, pink..."

DUARRRR!— Seakan ada sebuah petir menyahut akan ucapan duo Uchiha itu, Sakura mematung. A-apa mereka bilang? Mereka akan..

MENGUSIRKU?

.

.

.

TBC.