Title: Dazzling Shadow

Author: Kusanagi Hikari

Genre: Yaoi, Romance, Angst, Family

Length: Chaptered

Rated: T

Pairing: Baekyeol

Main Cast: - Byun Baekhyun
- Park Chanyeol
- Xi Luhan (yang di FF ini nama marganya saya ganti jadi "Byun")
- Dll

Summary: Baekhyun dan Luhan, sepasang adik-kakak yang sangat bertolak belakang. Dimana tiap harinya Luhan selalu menerima pujian dan kasih sayang, Baekhyun selalu menerima cacian dan makian dari orang-orang, termasuk keluarganya sendiri. Sampai pada suatu saat Park Chanyeol, seorang murid pindahan datang ke sekolah mereka dan jatuh cinta kepada Baekhyun.

WARNING: Yaoi, OOC, typo dimana, bahasa ancur, dll

Note: Ini adalah Ff pertama saya dengan menggunakan Bahasa Indonesia (biasanya saya nulis ff pake ), Cuma saya lagi iseng aja pengen nyoba make bahasa Indonesia^^ jadi mohon dimengerti apabila ada kesalahan

Terima kasih! Jangan lupa RCL ya~ semua pendapat kalian adalah masukan yang berharga bagi saya

YANG GAK SUKA CHANBAEK/BAEKYEOL, HIKA MINTA DENGAN BAIK UNTUK SEGERA PERGI DARI FF INI. DILARANG NGE-BASH! OK? ^^

~~PROLOGUE~~

"Appa! Umma! Lihat! Luhan dapat nilai 100 lagi!" seru seorang anak kecil berambut pirang seraya menyodorkan kertas ujiannya kepada orang tuanya.

"Wah! Hebat! Luhan memang pintar!" wanita yang dipanggil umma itu senyum dengan bangga.

"Appa bangga sekali dengan Luhan…" seorang namja paruh baya mengelus rambut anak bernama Luhan yang hanya tersenyum balik kepadanya. Dia tersenyum kepada anak kebanggaannya itu sebelum menoleh pada anak termudanya yang sedari tadi hanya berdiam diri melihat mereka dari kejauhan. Sebuah tatapan takut dan sedih tampak jelas tersirat diwajahnya.

"Bagaimana denganmu Baekhyun? Kali ini kau dapat nilai bagus kan?" tanya pria itu.

Anak itu, Baekhyun, menggelengkan kepalanya pelan. "Ti-tidak appa… ta-tapi setidaknya nilaiku naik!" katanya dengan senyuman yang mencoba meyakinkan. Jari-jemarinya terus mencengkram kertas ujian ditangannya.

Mendengar hal itu, terlihat sang umma sedikit tertarik atas perubahan nilai anaknya. "Oh? Coba umma lihat nilaimu."

Dengan ragu, Baekhyun menyodorkan kertas ujiannya kepada ummanya. Dia takut akan dimarahi lagi oleh appa dan ummanya. Tapi kali ini ada sebuah peningkatan dalam prestasinya. Setidaknya appa dan ummanya akan merasa bangga biarpun hanya sedikit kan?

Namun sepertinya dia salah. Baekhyun menelan ludahnya dengan takut ketika mendapati ekspresi orang tuanya yang berubah menjadi gelap.

"Baekhyun, berapa nilai yang terakhir kali kau dapatkan untuk matematika?" tanya appanya.

"3-38…."

"Dan sekarang, nilaimu 42. Memang kau pikir ini suatu nilai yang dapat kau banggakan?!" Baekhyun tersentak mendengar appanya berbicara keras seperti itu.

"M-mianhae appa…"

"Kau pikir kata maaf akan memperbaiki nilaimu hah?! Kenapa kau tidak bisa seperti Luhan yang selalu mendapat nilai 100?!"

Tapi appa… aku bukan Luhan-hyung…

"Sudahlah yeobo… biarkan saja Baekhyun. Yang penting kan Luhan mendapatkan prestasi yang terbaik."

DEG~

Baekhyun terdiam, raut mukanya berubah sendu seketika. Mengapa Ummanya berbicara seolah-olah Luhan yang paling penting? Bukankah ia juga anak mereka?

"Luhan, bagaimana kalau ajarkan adikmu?" tanya Umma yang kini menoleh kepada Luhan.

Luhan mencibirkan bibirnya. "Tidak mau! Habis dia bodoh sekali sih! Sudah aku ajarkan tapi masih juga tidak mengerti! Kan aku jadi malas kalau seperti itu!"

DEG~

"Hahh… ya sudahlah. Baekhyun, kembali ke kamarmu dan belajar." Perintah Appanya.

"Ne."

Baekhyun membalikkan badannya. Namun sebuah tawa membuatnya kembali menoleh kepada kakaknya Luhan dan orang tuanya yang kini tengah dalam sebuah pembicaraan. Terlihat begitu jelas betapa dibanggakan dan disayang Luhan oleh kedua orang tuannya.

Dengan segera Baekhyun kembali ke kamarnya, menahan air mata yang kini telah menggenang. Hanya ketika pintu kamarnya itu tertutup Baekhyun membiarkan air matanya mengalir. Sebuah isakan kecil mengaungi ruangan itu.

Berulang kali dia mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa orang tuanya selalu memarahinya karena mereka juga peduli padanya.

Tapi mengapa selalu muncul perasaan bahwa ia tidak memiliki tempat di keluarga ini?

.

.

Bagaikan sebuah bintang, Luhan bersinar begitu terang. Cahayanya akan terus abadi.

Sedangkan aku tidak lebih dari sebuah lilin yang baru saja berkobar. Karena pada akhirnya lilin hanya akan meleleh, dan meredup. Ketika angin menerpa, cahanya pun mulai menghilang, kemudian mati.

Tapi aku pun ingin dilihat… aku pun ingin ditengok dan diperhatikan. Karena aku perlu bukti bahwa cahayaku tidak sepenuhnya padam.

Seseorang… Lihat aku…

Aku tidak mau hanya menjadi bayangan kakakku…

Seseorang…

Tolong aku…

~~DAZZLING SHADOW~~

"Sial! Aku bisa telat!" seru namja bertubuh kecil yang berlari menuruni tangga.

"Ah, tuan muda Baekhyun, apa anda mau saya antar dengan mobil?" tanya seorang pelayan paruh baya ketika ia melihat sang tuan muda lari terburu-buru ke dapur dan membuat sebuah roti selai.

"Eih, tidak perlu. Tinggal berlari saja juga sudah cukup!" balas Baekhyun dengan senyum sambil mengoleskan selai stroberi diatas rotinya. "Ngomong-ngomong, Appa dan Umma sudah berangkat kerja?"

"Sudah, tuan muda. Tadi sebelum berangkat kerja mereka mengantar tuan muda Luhan ke sekolah terlebih dahulu."

Baekhyun terhenti sejenak dengan kegiatannya mendengar hal itu diiringi dengan rasa pilu yang ada dihatinya. Dia tersenyum kecil, namun itu tidak lebih dari senyuman pahit yang seirama dengan apa yang hatinya rasakan. "Oh begitu…"

Melihat perubahan mood itu, sang pelayan terlihat merasa bersalah. "Ah, maafkan saya tuan muda Baekhyun… Bukan maksud saya untuk membuat anda menjadi sedih…"

Baekhyun hanya tertawa kecil. "Kenapa Ahjussi tiba-tiba berkata seperti itu?"

"Tapi…"

"Ah! Sudah jam segini! Aku harus cepat!" seru Baekhyun ketika dia melirik jam. Dia menggigit roti yang dibuatnya sebelum berlari keluar rumah dengan segera. "Sampai jumpa Ahjussi~"

"Hati-hati tuan muda!" sahut sang pelayan.

Baekhyun terus berlari sambil memakan rotinya. Beginilah kehidupannya disetiap pagi. Dia lebih memilih untuk berjalan (atau lebih tepatnya berlari, karena Baekhyun sering sekali terlambat) ke sekolah dibandingkan diantar dengan mobil. Dia lebih menyukai udara pagi yang terasa begitu segar dan menikmati hangatnya mentari yang mengiringi datangnya pagi.

Langkahnya terhenti ketika Dia menangkap sosok yang tengah berdiri di bawah pohon. Baekhyun menatap sosok kecil itu dengan khawatir. Anak kecil itu sedang menagis, begitu kencang dan sedih namun tak ada seorang pun saat ini selain Baekhyun.

Ingin rasanya Dia mengacuhkan tangisan itu, karena kalau tidak begitu dia pasti telat. Namun bukan Baekhyun namanya jika dia mengacuhkan sosok malaikat kecil yang kini tengah menangis.

Dengan segera Baekhyun menghampiri anak laki-laki itu dan berjongkok di depannya. "Adik kecil… kenapa menangis?" tanyanya lembut.

Anak itu mendongakkan kepalanya, menatap Baekhyun dengan mata yang bergelinang air mata. "Hiks… bo-bolaku…"

"Bolamu? Bolamu kenapa?"

"Mereka… mereka mengambil bolaku… hiks… dibuang ke atas…. Hiks…." Balas anak itu sambil menunjuk ke atas pohon.

"Ah~ ya sudah, Kakak bisa ambilkan bolamu. Tetapi, jangan menangis lagi ya." Kata Baekhyun sambil mengusap air mata anak itu.

"Be-benarkah?!" seru anak kecil itu.

"Ne, tentu saja. Tunggu sebentar ya~"

Baekhyun mendongakkan kepalanya ke atas. Matanya menangkap sebuah bola yang dengan tenang terhimpit di antara dua ranting pohon. Dengan hati-hati, namja bersurai coklat itu berjuang mati-matian untuk memanjat pohon yang sebenarnya sangat tinggi.

"Dapat!" serunya ketika tangannya berhasil menggapai bola itu. Namun, seruannya itu telah memperburuk situasi. Seekor tupai yang terkejut mendengar seruannya tiba-tiba melompat di depannya, membuat Baekhyun tersentak, dan itu membuat keseimbangan tubuhnya hilang dan akhirnya dia tersungkur ke bawah.

"Awaaas!"

Sesaat sebelum Baekhyun menutup matanya, dia dapat mendengar teriakan. Tapi dia sudah tidak memikirkan apa-apa lagi, yang ada di pikirannya saat ini adalah dia akan terjatuh dari pohon yang tinggi, dan dia hanya bisa pasrah merasakan tubuhnya melayang kebawah dengan cepat.

BRUGH!

"Aww…"

Keluhan melesat keluar dari bibir mungilnya. Memang sakit, tapi… setahu dia yang namanya tanah tidak seempuk ini.

Lalu Baekhyun pun membuka matanya, sangat terkejut ketika dia mendapati sepasang bola mata berwarna coklat menatapnya kembali.

Alasan mengapa dia tidak merasa begitu sakit…

…ternyata karena dia telah mendarat persis diatas tubuh seorang namja.

Namja yang menurutnya sangat tampan.

Namja tampan itu mendesis pelan, karena sebenarnya dialah yang menderita sakit yang lebih parah. Baekhyun membelalakkan matanya dan segera bangkit.

"Mi-mianhae! J-jeongmal mianhae!" terjatuh di atas tubuh namja tampan ini benar-benar membuatnya malu dan dia tidak tahu harus bagaimana lagi selain mengucapkan permintaan maaf.

Namja tampan itu tersenyum, seiring dengan semburat merah yang perlahan memenuhi kedua pipi Baekhyun. "Tenang saja! Aku tidak apa-apa! Bagaimana denganmu? Kau tidak apa-apa? Aku sangat terkejut melihatmu limbung dari atas pohon. Untung masih sempat menangkapmu, kalau tidak kau bisa patah tulang."

Baekhyun membelalakkan matanya. "K-kau sengaja menolongku?"

"Tentu saja."

"..A-akh… K-kamsahamnida…."

Sebuah tarikan kecil di ujung seragamnya membuat Baekhyun menoleh, pada saat itulah ia teringat alasan mengapa ia memanjat pohon itu. Dengan sebuah senyuman, Baekhyun berjongkok di depan anak kecil itu dan menyodorkan bola berwarna merah yang tadi telah berhasil ia ambil dari atas pohon. "Ini."

Sebuah senyuman yang begitu lebar menghiasi wajah anak kecil yang sebelumnya terus menerus menangis. "Gomapseumnida kakak!"

Baekhyun tertawa kecil dan mengelus kepala anak itu. "Sama-sama adik kecil… Oh iya adik kecil, siapa namamu?"

"Kai."

"Nah, Kai… lain kali, kau jangan diam saja kalau bolamu diambil lagi, arasseo? Kau kan laki-laki, jadi kau harus kuat. Ok?"

Anak kecil itu mengangguk mantap. "Ng! Aku janji!"

"Nah, begitu dong~ anak baik~"

"Eum… kakak?"

Baekhyun memiringkan kepalanya lucu. "Hm?"

"Boleh aku beri kakak Poppo sebagai ucapan terima kasih?"

"Eh?"

Chu~

Baekhyun membelalakkan matanya saat Kai mengecup pipinya kemudian tersenyum lebar kepadanya. "Aku suka dengan kakak! Habis kakak cantik dan baik hati!"

Baekhyun terdiam sejenak, sampai kemudian sebuah senyuman malu terukir di bibirnya. "Gomawo, aku juga suka dengan Kai."

Kali ini sebuah semburat merah muncul di kedua pipi chubby Kai. Dia tersenyum sekali lagi kepada Baekhyun sebelum berlari sambil melambaikan tangannya kepada Baekhyun.

"Sampai jumpa kakak~"

Baekhyun tertawa dan melambaikan tangannya pada Kai. "Sampai jumpa…"

"Anak kecil yang sangat jujur~"

Namja pendek itu tersentak mendengar suara yang begitu nge-bass. Jujur saja, dia hampir melupakan keberadaan namja tampan yang telah menolongnya.

"Mi-mianhae! Sekali lagi aku minta maaf karena telah merepotkanmu. Kalau saja aku lebih berhati-hati—"

Sebuah tawa memotong pembicaraan Baekhyun. "Tidak apa-apa. Lagipula kalau aku tidak menolongmu, anak itu pasti sedih melihat orang yang ia suka terluka."

"Ah, itu—"

Namja tampan itu melangkah mendekati Baekhyun, memberikan sebuah senyuman yang menurutnya sangat menawan. "Tapi aku tidak menyalahkan anak itu, siapa yang tidak tertarik dengan sosok yang begitu indah bagaikan malaikat seperti dirimu."

DEG!

Tanpa Baekhyun sadari, wajahnya memanas dan kedua pipinya memerah. "Ah… ng…" dia tidak tahu harus mengatakan apa, karena jujur saja, ini adalah pertama kalinya seseorang memujinya seperti itu. "S-selamat tinggal!" serunya, kemudian tanpa pikir panjang, ia segera berlari menjauhi namja tampan itu tanpa memperdulikan suara namja tampan yang memanggilnya.

Namja tampan itu menghentikan langkahnya dan menghela nafas sambil menatap punggung namja mungil yang kini semakin menjauh darinya. "Hah… padahal aku ingin tahu namanya…"

Kemudian, sebuah seringai tampan terukir di bibirnya. "Ya sudahlah… Nanti juga ketemu lagi."

.

.

.

BRAKKK!

Seorang guru menghentikan ceramahnya ketika pintu kelas terbuka, kini perhatiannya dan perhatian para murid beralih kepada namja pendek yang tengah berdiri di depan pintu dengan nafas yang terengah-engah.

"Kim Sonsaengnim… n-nejoso jwisonghamnida…"

Guru yang terkenal galak di sekolah ini, Kim Sonsaengnim, menatap muridnya itu dengan murka. "Byun Baekhyun! Ini sudah keberapa kalinya kau terlambat hah?!"

Baekhyun hanya dapat membungkukkan tubuhnya berulang kali sambil mengucapkan permintaan maaf. "J-jeongmal mianhamnida sonsaengnim… tadi saya—"

"Sudah! Aku tidak peduli dengan alasanmu! Cepat duduk dibangkumu!"

"K-kamsahamnida sonsaengnim…"

"Cih, murid yang menyusahkan…"

Baekhyun segera menghampiri bangkunya yang terletak di barisan paling kanan dekat jendela, bangku kedua dari belakang. Sesaat ketika dia melintasi bangku Luhan yang terletak di barisan kedua dari depan, mata mereka bertemu. Namun dengan kilat Luhan membuang muka, entah karena tidak peduli atau rasa malu, Baekhyun tidak tahu. Tapi sangat jelas tersirat sorot ketidaksukaan di mata kakaknya.

Menyakitkan bukan diacuhkan oleh kakakmu sendiri?

Baekhyun hanya mampu menghela nafas dan duduk di kursinya. Mengabaikan bisikan-bisikan mengenai bagaimana berbedanya dia dengan Luhan. Dia tahu apa yang orang-orang bicarakan dibelakangnya (bahkan terkadang didepannya) dan dia tidak suka itu.

Baekhyun telah berusaha sekeras yang dia bisa.

Tapi tak ada seorang pun yang mau memperdulikannya.

'Lihat, mereka kakak-adik tapi berbeda sekali ya?'

'Luhan itu manis, pintar, dan sangat popular disekolah. Tapi Baekhyun… dia biasa sekali…'

'Kalau aku jadi Luhan, aku pasti malu punya adik seperti itu…'s

Semuanya sama saja.

Mereka selalu memandanginya dengan tatapan yang meremehkan. Seakan-akan beranggapan bahwa dia tidak akan pernah bisa memenuhi segala aspek yang ditawarkan kepadanya. Pandangan mereka selalu membisikkan kata yang menyeret ke dalam hati, menyuruhnya untuk berjuang lebih keras karena semua yang dia lakukan tidak cukup. Seluruh pelu keringat yang dia keluarkan belum mampu untuk membuat mereka melantunkan pujian-pujian manis kepadanya, dan setiap derai air mata yang dia keluarkan di tengah malam, tak mampu meluluhkan pandangan dingin milik orang tuanya.

Dan di dunia ini, satu-satunya hal yang dia miliki adalah musik, yang akan selalu menyambutnya dengan simfoni penuh harapan. Hanya musik yang mampu membuat Baekhyun merasa dia bisa kabur dari segala kekacauan ini. Karena itulah terkadang di jam istirahat dia akan menghabiskan waktu sendirian di atas atap, mendengarkan lantunan-lantunan musik yang selalu dia dengarkan melalui HPnya sambil menyantap makan siang. Dan setelah dia menghabiskan makan siangnya, Baekhyun akan ikut bernyanyi dengan suara pelan, karena dia tidak mau ada orang lain yang mendengarnya.

"Hari ini, kalian akan mendapatkan teman baru. Aku harap kalian memperlakukannya dengan baik." Ucap Kim Sonsaengnim yang membuat suasana kelas heboh seketika. Bahkan hal itu pun menarik perhatiannya.

Tumben sekali ada murid pindahan di pertengahan semester, pikirnya.

"Hei murid baru, cepat masuk."

Kali ini semua mata tertuju pada pintu masuk kelas seiring dengan kemunculan sosok murid baru yang memasuki kelas.

Dan Baekhyun membelalakkan matanya.

Di situ, berdiri di depan kelasnya, adalah namja tinggi yang tadi menolongnya.

"Annyeonghaseyo! Park Chanyeol imnida~! Umurku 17 tahun. Senang bertemu dengan kalian~" ucapnya semangat ketika Kim Songsaengnim memintanya untuk mengenalkan diri.

Seisi kelas menyambutnya dengan meriah. Chanyeol yang tampan, tinggi, dan juga ramah itu menarik perhatian para siswa, khususnya para yeoja yang tak henti-hentinya sibuk bergosip tentang Chanyeol. Bahkan Luhan pun terlihat sangat tertarik dengan murid baru ini.

"Baiklah Park Chanyeol, silakan ambil tempatmu. Kau bisa duduk di meja kosong di situ."

Spontan Baekhyun menatap ke depan mejanya, tempat dimana satu-satunya bangku yang kosong di kelas ini.

Murid baru itu pun berjalan menuju tempat yang dimaksud, dan Baekhyun hanya menundukkan kepalanya, berharap Chanyeol tidak akan menyadari kehadirannya karena jujur saja, dia masih malu dengan namja itu. Terlebih lagi pujian yang namja itu lontarkan kepadanya tadi pagi… Ya ampun! Baekhyun dapat merasakan wajahnya kembali panas mengingat hal itu.

"Hai manis, kita bertemu lagi~"

Suara itu membuat Baekhyun spontan mendongakkan kepalanya, matanya yang membulat besar itu menatap Chanyeol yang kini tersenyum padanya.

"Mulai sekarang, mohon bantuannya ya." Kata Chanyeol dengan sebuah kedipan, seiring dengan datangnya semburat merah di kedua pipi Baekhyun.

Ketika Kim Songsaengnim memulai pelajarannya, Chanyeol membalikkan badannya, sebuah senyuman terpampang jelas di wajahnya. Sedangkan Baekhyun? Dia masih shock dengan julukan kecil yang Chanyeol berikan untuknya.

Dia memanggilku manis?! K-kenapa?! Aku kan tidak manis!

.

.

.

Di saat jam pelajaran kedua, entah mengapa guru yang seharusnya mengajar tidak dapat hadir. Tapi kabar itu merupakan hal yang menggembirakan bagi para siswa dan tidak lama kemudian terjadi kegaduhan dimana-mana. Terlihat beberapa yeoja dan namja tengah mengelilingi Luhan dan Sehun—teman dekat Luhan—berbincang-bincang dan bercanda tawa. Suasana yang ribut itu membuat Baekhyun risih dan menggangggu. Dia menoleh pada jendela kaca di sebelahnya dan mengangkatnya sedikit agar tergeser ke atas, membiarkan angin masuk.

"Hei."

Baekhyun menoleh pada Chanyeol yang kini memutar tubuhnya agar berhadapan dengannya. Namja tinggi berambut cokelat yang menopang dagunya dengan satu tangan itu menatap Baekhyun dengan senyuman yang sangat menawan.

"H-hai…" balas Baekhyun ragu.

"Tidak kusangka kita akan menjadi teman sekelas!" Seru Chanyeol semangat. "Benar-benar suatu kebetulan bukan~"

Menyangka kau adalah murid pindahan saja tidak terlintas di benakku, pikir Baekhyun.

"Ah~ Tapi aku senang karena aku bisa bertemu dengan malaikat manis sepertimu lagi."

Baekhyun terpaku, menelan ludah dengan susah payah mendengar omongan Chanyeol karena dia tidak tahu harus membalas apa. "Eh…ng… Chanyeol-ssi…"

"Hei, hentikan dengan embel-embel '-ssi' itu, kita kan seumuran. Rasanya aneh sekali…. Panggil aku Chanyeol saja. Oke manis?"

"Oh, ng… Baiklah. Chanyeol… bisakah kau berhenti memanggilku 'itu'?

Chanyeol memiringkan kepalanya bingung. "Memanggilmu apa?"

"I-itu… panggilan yang dari tadi kau lontarkan padaku…"

"Ah… maksudmu 'manis'?"

Baekhyun menganggukan kepalanya pelan dengan malu. "I-iya… panggilan itu…"

"Eeeeehh memangnya kenapa? Aku menyebutmu manis kan karena kau ini memang manis…"

"E-eh, ta-tapi aku…"

"Chanyeol." Belum sempat Baekhyun menyelesaikan omongannya, sebuah suara yang sangat familiar telah menarik perhatiannya dan Chanyeol. Mereka menoleh kepada pemilik suara itu, yang tidak lain adalah siswa ternama di sekolah dan juga kakak kandungnya, Luhan.

"Perkenalkan, namaku Luhan. Byun Luhan." Sapa Luhan ketika dia berdiri di hadapan Chanyeol, melontarkan sebuah senyuman maut yang mampu menaklukkan hati para yeoja maupun namja.

"Byun?" tanya Chanyeol kaget, dia menatap Baekhyun sesaat sebelum menatap Luhan kembali. "Kalian saudara?!"

"Yah… begitulah." Jawab Luhan yang tampak ragu menjawab. Baekhyun mendengar sangat jelas keraguan yang terbenam dalam suara kakaknya, dia menundukkan kepalanya dan menggenggam ujung seragamnya dengan erat untuk menahan pilu yang membuat hatinya sakit.

"Hee… pantas saja, kalian sama-sama cantik dan manis." Seru Chanyeol yang tak henti-hentinya bergantian menatap kakak-beradik ini.

Luhan tersenyum mendengar hal itu, "Ah, gomawo Chanyeol. Kau juga tampan."

"Hahaha, tentu saja!"

"Ah iya Chanyeol, berhubung kelas kita sekarang kosong, bagaimana kalau aku mengantarmu untuk berkeliling meihat-lihat sekolah? Lalu istirahat siang nanti kita akan makan bersama, bagaimana?"

Tawaran Luhan kepada Chanyeol membuat seisi kelas memerhatikan mereka. Beberapa murid ada yang bersiul menggoda dan menggoda Luhan karena mencari-cari kesempatan untuk berduaan dengan muris baru, sedangkan beberapa hanya terdiam menatap hal ini.

"Ah… terima kasih atas tawarannya Luhan." Balas Chanyeol tersenyum ramah, "Tapi maaf, aku harus menolaknya."

"Eh?"

"Karena…" Baekhyun yang dari tadi terdiam saja hampir melonjak kaget ketika Chanyeol menautkan tangan mereka berdua, "Aku sudah meminta Baekhyun untuk menemaniku keliling sekolah."

Baekhyun, Luhan, bahkan murid-murid di kelas kini membelalakkan mata mereka. Karena jujur saja, ini adalah pertama kalinya tawaran Luhan, yang dijuluki Little Prince di sekolah, ditolak begitu saja karena Baekhyun. Karena tidak seperti Luhan, Baekhyun itu adalah murid yang termasuk biasa-biasa saja, bahkan prestasinya dibawah standar, terlebih lagi dia tidak memiliki teman. Jelas saja ini adalah hal yang cukup mengejutkan.

"Ayo sayang~ kita pergi~" kata Chanyeol semangat sambil menoleh kepada Baekhyun. Namja manis itu hanya bisa tercengang mendengar kata-kata 'sayang' yang dilontarkan Chanyeol kepadanya, kedua matanya membelalak ketika tangannya ditarik oleh Chanyeol untuk keluar dari kelas. Meninggalkan Luhan dan murid yang lain tercengang dengan apa yang baru saja terjadi.

.

.

.

"Ng… Chanyeol-ssi?" tanya Baekhyun yang membiarkan dirinya ditarik oleh Chanyeol sepanjang koridor karena kedua tangan mereka masih berpautan.

"Hei, sudah kubilangkan hentikan dengan embel-embel 'ssi' itu, kan jadi terkesan tidak akrab."

"Ah… mian… Chanyeol, kenapa kau berbohong pada Luhan-hyung tadi?" tanya Baekhyun.

"Hmm… Bukankah jelas? Karena aku ingin kau yang menemaniku."

BLUSH~

Perkataan namja tampan itupun berhasil membuat seorang Baekhyun lagi-lagi merasa malu. "Tapi… kenapa? Luhan-hyung kan popular, dan dia juga sangat cantik dan manis…"

Chanyeol terhenti mendengar omongan Baekhyun, otomatis menghentikan langkah mereka berdua karena sedari tadi Chanyeol tidak pernah melepaskan genggamannya pada Baekhyun.

"Yah… Luhan memang sangat cantik dan manis. Tapi—" Chanyeol menoleh kepadannya dan menyunggingkan senyum, "tetap saja yang menurutku paling manis dan cantik tetap Baekhyun."

Tanpa Baekhyun sadari, kini wajahnya memanas dan kedua pipinya merah. Dia memalingkan pandangannya sambil mencoba sebisa mungkin untuk menyembunyikan kegugupannya. Tapi kelakuan Baekhyun yang seperti itu membuat Chanyeol sangat terpana.

"Aaaaaah kau manis sekali~~" kata Chanyeol dengan gemasnya sambil mencubit kedua pipi Baekhyun. "Kalau kau terlalu imut begini, aku bisa saja memakanmu~"

"Aaaw! C-chanyeol tolong lepaskan!"

Bugh!

Secara tiba-tiba, tangan Chanyeol terlepas dari wajahnya dan Baekhyun membelalak ketika mendapati murid baru itu kini tersungkur di lantai koridor dengan posisi yang tidak elit. Kemudian sebuah tangan menyentuh bahunya, membuat Baekhyun menoleh kepada si pelaku dan—dan—

…..

Otak Baekhyun rusak.

Dia mencoba memastikan kedua indera penglihatannya. Karena mungkin yang kini dia pandangi, sosok yang kini berdiri tepat dihadapannya hanyalah sebuah ilusi. Tetapi tidak ada yang berubah, sosok itu masih berdiri di hadapannya.

Kris.

Ya, Kris. Kapten tim basket yang juga merupakan siswa yang tidak kalah popular dengan Luhan karena ketampanannya. Siswa yang dikenal dengan julukan Ice Prince karena sifatnya yang cuek dan dingin.

Dan juga seseorang yang sangat, sangat, sangaaaaat dikagumi oleh Byun Baekhyun.

Dan dia hanya bisa membatu.

Karena Kris, KRIS, kini sedang menyentuh bahunya.

"Hei, apa kau diganggu oleh si mesum ini?"

Baekhyun mengerjapkan matanya. Menyadari bahwa Kris kini tengah bertanya kepadanya. Dengan susah payah dia menelan ludahnya sebelum membuka mulutnya. "A-aniya! D-d-dia tidak me-melakukan apa-apa p-padaku!" jawabnya gugup.

"Begitukah? Tapi si mesum ini—"

"Yah!"

Mendengar itu, Baekhyun menoleh dan mendapati Chanyeol dengan cepat langsung bangkit berdiri sebelum menariknya hingga badan mungil Baekhyun terhempas ke dada yang bidang. "Siapa yang kau sebut mesum eoh? Aku hanya mencubit pipinya karena dia begitu menggemaskan! Benar kan manis?" tanyanya sambil menundukkan wajahnya untuk menatap Baekhyun.

"Eeeehmm…"

"Dia tidak menjawab pertanyaanmu." Sahut Kris, "Berarti apa yang kau katakan tidak sepenuhnya benar kan? Dasar, kau selalu saja begitu Chanyeol. Selalu saja bersikap mesum."

Eh? Bagaimana Kris tahu nama Chanyeol?

"Hei! Apanya yang mesum kalau aku hanya mencubit pipinya?! Kau saja yang berlebihan Kris!"

Eeeh? Chanyeol juga tahu nama Kris?

"Melakukan sentuhan secara skinship saat pertama kali bertemu… itu tidak sopan. Dasar mesum."

"Argh cukup dengan kata-kata mesum! Dasar jangkung!"

"Siapa yang kau sebut jangkung hah? Dasar tiang listrik tidak tahu diri!" balas Kris dan kedua namja tinggi itu terus saja berdebat, sementara Baekhyun yang berada di tengah-tengah mereka itu semakin pusing mendengarnya.

"Anuuu…."

"Eh, iya? Kenapa manis?" nada bicara Chanyeol dengan cepat berubah lembut ketika dia menoleh kepada Baekhyun yang menghindari tatapan mata Kris.

"Ehm… apa kalian saling kenal?"

"Ah iya… Baekhyun kan belum tahu ya…" kata Chanyeol seraya menepuk jidatnya sendiri.

"Sebenarnya, Kris ini sepupuku."

MWO?!

-TBC-

Huaaaaakh! Hika juga gak tahu Hika bikin apa! Huhuhu… maaf ya gaje