Distant Memory of You
Cast:
Kim Ryeowook and friends
Disclaimer: semua character punya TYME dan saya Cuma pinjem nama doang
Warning: OOC, BL, BxB, YAOI, Sho-ai, Miss Typo(s) berceceran. Silahkan keluar dari halaman ini jika tidak suka dengan CRACK PAIR. Tidak ada unsur pemaksaan untuk membaca cerita ini.
DON'T LIKE DON'T READ!
Happy Reading^^
.
.
.
However I'm here a long time,
Crying alone as I receive all the pain that I cause you
Please forgive me
I didn't understand your love then because of my conceitment
But I'm regretting it now
.
.
.
Waktu. Tidak peduli kau menginginkannya atau tidak. Tidak peduli kau mengharapkannya atau tidak. Tidak peduli kau siap atau tidak. Waktu akan terus berputar. Bukankah begitu? Bahkan ketika ada beberapa orang yang mengharapkan waktu berhenti untuk beberapa alasan, waktu juga tidak peduli. Seperti agin berhembus. Terkadang angin berhembus pelan. Tapi terkadang juga angin akan berhembus kencang. Waktu, akan terasa cepat berlalu ketika seseorang sedang merasa bahagia atau begitu menikmati hidup dan hari mereka. Tapi akan terasa begitu lama untuk yang sebaliknya.
Kim Jongwoon. Namja tampan dengan mata hitam dan rambut hitam berkulit putih itu, terduduk di sofa di apartemennya yang pernah ditinggalinya berdua bersama seorang namja manis bernama Kim Ryeowook. Layar datar besar dihadapannya menyala dengan suara yang cukup keras. Namun perhatiannya sama sekali tidak tertuju pada benda datar itu. Pikirannya melayang pada hal lain yang jujur dan sejujur-jujurnya, disesalinya sekarang. Menyesal? Ya. Berpikir kenapa penyesalan selalu datang terakhir. Dan jawaban yang ditemukannya adalah, tidak akan pernah ada sesuatu yang disebut penyesalan jika penyesalan itu ada di depan.
"Ryeowookie… Mianhae… Mianhae,"
Diusapnya rambutnya kasar setelah menggumamkan kalimat maaf untuk seseorang yang kini sudah sangat jauh dari jangkauannya. Empat bulan setelah acara pertunangannya dengan gadis cantik yang sering disapa Jessica. Dan Jongwoon merasa seperti berada di neraka.
Wanita itu, Jessica, cantik. Memang. Banyak orang mengakuinya. Tapi sekali lagi, seharusnya Jongwoon dulu tidak semudah itu terjerat pesona wanita itu. Seperti kata pepatah yang mengatakan jangan lihat buku dari sampulnya, tapi dari isinya, Jongwoon mengalaminya. Wanita cantik itu lebih pantas disebut pengganggu dari pada tunangan Jongwoon. Lihat keadaan sekitar Jongwoon. Jauh dari kata rapi. Atau setidaknya cukup enak untuk dipandang. Apartemen yang dulu selalu tampak rapih dan nyaman, sekarang bahkan lebih buruk dari rumah yang tidak dibersihkan satu minggu. Tubuhnya mengurus. Beberapa barang berada tidak pada tempatnya. Lembar kertas berceceran dan tersebar rata ke seluruh ruangan. Salahkan Jongwoon yang sudah terlalu terbiasa dengan Ryeowook hingga tidak pernah memanggil jasa untuk membersihkan apartemennya setidaknya tiga hari sekali. Tunangannya itu bahkan tidak pernah mau menginjakkan kakinya disana dengan alas an yang entah apa saja. Ketika wanita itu tau betapa mengenaskannya keadaan apartemen Jongwoon, bukannya membantu tapi malah melangkah pergi meninggalkan apartemen mewah yang bernasib mengenaskan itu.
"Ryeowookie, Hyung merindukanmu baby~"
Beberapa peralatan makan bergeletakan di tempat cuci. Jongwoon bahkan selalu memesan di delivery atau makan ramyeon –satu satunya makanan yang bisa dibuatnya- atau membeli makanan di luar. Orang tuanya sedang tidak berada di Seoul. Ditambah lagi rasanya Jongwoon tidak sanggup memasuki rumah itu. Dulu, di ruang makan yang sering dikunjunginya, banyak tersimpan cerita bersama Ryeowook. Ryeowook sangat suka memasak. Maka ketika mendapat undangan makan malam dari orang tuanya, Ryeowook akan berangkat lebih awal dan ikut membuat beberapa makanan dengan tangannya setelah memaksa Jongwoon untuk pulang lebih awal. Tapi di rumah itu pula, Jongwoon meninggalkan Ryeowook secara nyata. Meninggalkan Ryeowook demi seorang wanita yang sungguh itu lebih merepotkan dari pada Ryeowook yang sedang merengek. Dan lebih menyebalkan dari pada Ryeowook ketika sifat usilnya kambuh. Dan Jongwoon tidak, ani, masih belum bisa mendatangi rumah itu lagi jika mengingat air mata Ryeowook yang tertangkap oleh matanya ketika namja itu berbalik pergi dari acaranya.
"Ryeowookie, mianhae~"
Jongwoon membaringkan tubuhnya miring menghadap televise di sofa putih tulang apartemennya. Pakaian kerjanya masih melekat ditubuhnya. Dasinya bahkan belum dilepas. Hanya dilonggarkan saja dengan kancing yang masih terkancing sempurna hingga terlihat mencekik lehernya. Dulu, Ryeowook akan selalu mengomel dengan suara tenornya yang bening. Menyuruhnya untu segera mandi atau setidaknya melepas jas dan dua kancing baju teratasnya agar tidak sesak. Atau merecokinya dengan pertanyaan seputar harinya di kantor atau mengatakan sudah menyiapkan air hangat atau semacamnya. Tapi sekarang, bahkan tunangannya lebih suka bersenang-senang dengan temannya dari pada sedikit mengurusnya seperti dulu Ryeowook mengurusnya.
Air matanya menetes pelan melewati ujung hidung bangirnya dan bersatu dengan air mata yang mengalir dari sudut mata lainnya. Tubuhnya meringkuk hingga lututnya bertemu dengan dadanya yang naik turun dengan tidak teratur. Nafasnya tersendat-sendat karena tangisnya. Menyesal? Yeah, namja Kim itu menyesal. Menyesal akan keputusan bodoh yang dulu dibuatnya tanpa berpikir lebih panjang.
"Yang terbaik untuk semua."
Bukankah kalimat itu yang dulu diucapkannya? Tapi lihatlah, ini bahkan menjadi yang terburuk sepanjang sejarah hidupnya. Wanita itu, bahkan dia sudah memiliki kekasih ketika bertunangan dengannya empat bulan lalu. Dengan sengaja menerima perjodohan bodoh itu hanya demi memisahkannya dari Ryeowook. Agar sepupunya yang –katanya- menyukai Ryeowook bisa mendapatkan namja manis itu yang bahkan sekarang sudah tidak berada lagi di Negara yang sama dengannya. Padahal baru empat bulan, tapi wanita itu sudah berani menunjukkan semua sisi buruknya pada Jongwoon. Dan Jongwoon sungguh menyesal menerima perjodohan itu. Bahkan dirinya sendiri heran, bagaimana bisa kekasih wanita itu tahan dengan segala perangai buruknya? Atau belum tahu?
"Ryeowookie, mianhae~"
.
.
.
Ryeowook berjalan di sekitar apartemennya seorang diri. Suasana baru. Negara baru. Tempat tinggal baru. Dan lingkungan baru. Ryeowook mengatakan pada dirinya sendiri untuk pintar-pintar beradaptasi dengan lingkungan baru ini. Dan itu sudahlah cukup berhasil. Satu bulan lebih tinggal di Negara tempat Henry pernah tinggal dulu, Canada, dan Ryeowook sudah cukup terbiasa dengan Negara itu. Meskipun Kris sering kali tidak bisa menemaninya berkeliling karena pekerjaannya, Ryeowook tidaklah keberatan. Ryeowook biasa berjalan-jalan tidak jauh dari apartemen jika Kris sedang sibuk.
Ryeowook menatap jajaran bangunan yang berderet rapi. Berada di kota yang sering menyandang status sebagai kota ternyaman di dunia itu tentu saja menguntungkan untuknya. Perasaannya masih terluka. Terkadang masih menangis seorang diri jika mengingat bagaimana kejamnya Jongwoon membuangnya hanya demi seorang wanita yang tidak lama dikenalnya. Tapi ini lebih baik dari pada harus tetap berada di Seoul atau malah mengikuti orang tuanya ke Jepang. Sama saja. Berada jauh dari Asia bukanlah hal yang buruk.
Ryeowook mengeratkan sedikit mantel coklat panjangnya. Sore itu, udara sedikit dingin, seharusnya ini sudah tidak sedingin ini meski musim dingin baru lewat beberapa hari yang lalu. Hujan juga baru turun semalam. Tangan kirinya menggenggam sebuah payung berwarna biru. Cuaca sedikit cerah sebenarnya. Tapi jika mengingat awal dia datang di musim dingin bahkan sampai akhir musim waktu itu, saat dirinya dengan tangan kosong berjalan-jalan seorang diri namun belum sampai satu jam dia berjalan, hujan turun dengan derasnya. Dan Kris mengatakan jika di Vancouver memang seperti itu jika musim dingin. Sering hujan dari pada turun salju. Ponsel di sakunya bergetar ketika Ryeowook sampai di penyeberangan. Diambilnya ponsel putih dari sakunya dan menjawab panggilan yang ternyata dari Kim Kibum.
"Ya?"sapanya ketika ponsel itu sudah menempel manis di telinganya.
Ryeowook merasa begitu beruntung karena namja bernama Kim Kibum ini sebenarnya juga orang Korea yang menetap disana.
"Kau dimana? Aku ke apartemenmu tapi kau tidak ada di rumah sepertinya."
"Ye? Kenapa tak bilang kalau kau mau datang? Aku sedang di jalan sekarang."
Ekspresi kaget Ryeowook sama sekali tak tersembunyikan. Dimundurkannya perlahan langkahnya hingga menjauh sedikit dari tempat penyeberangan yang sedikit ramai itu.
"Aku ingin membuat surprise untukmu, sayang."
Ryeowook mendengus mendengar jawaban santai dari line seberang.
"Tunggu disana. Aku akan segera pulang. Jangan kemana-mana. Arachi?" Dan tanpa menunggu jawaban, Ryeowook segera memasukkan ponselnya setelah memutuskan sambungan dan berjalan sedikit lebih cepat untuk kembali dari apartemennya yang sebenarnya lumayan jauh dari tempatnya berada saat ini.
.
.
.
Pria putih dengan tinggi yang memang tidak setinggi si pria tiang, Kris, berdiri dengan senyum lebarnya ketika matanya menangkap bayangan sosok yang ditunggunya di depan sebuah pintu apartemen yang tidak bisa dibilang semewah itu sebenarnya, tapi cukup terlihat mahal. Sosok dengan mantel coklat dengan tinggi model wanita itu berjalan dengan sedikit menghentakkan kakinya pada lantai gedung setelah keluar dari lift yang baru saja mengantarnya ke lantai 15.
BUGHH
Pria pendek itu memukulkan payung biru yang dibawanya pada lengan atas si pria dengan senyum bodohnya –menurut si pemukul- dengan tidak keras.
"Yah, Ryeowookie, itu sakit."rintih pria itu sambil mengusap lengan atasnya yang sedikit berdenyut tapi memang tidak sesakit itu.
Ryeowook, si pemukul, mendengus pendek dan membuka pintu apartemennya setelah mengetikkan beberapa angka sebagai kode untuk membuka pintunya. Ryeowook masuk diikuti namja itu tanpa disuruh atau diminta. Pria itu berjalan menuju sofa berwarna pastel yang berhadapan dengan sebuah televise flat yang cukup untuk membuat orang yang menonton acara dengan tv itu bisa melihat gambar dengan cukup –sangat- jelas.
"Kau mau minum apa, Kibummie?"Tanya Ryeowook sembari kakinya melangkah menuju dapur yang terletak tidak jauh dari ruangan dimana sofa terletak.
"Kau bisa membuatkanku Americano?"
"Tidak. Aku akan membuatkanmu cappuccino kalau kau mau."jawab Ryeowook sambil tangannya meraih dua mug untuk dipakainya.
"Bukan masalah."sahut Kibum dan menyalakan televise.
Ryeowook hanya mengangguk dan mulai membuatkan cappuccino untuk pria bernama Kibum dan coklat hangat untuknya sendiri.
"Apa itu sakit?"
Ryeowook mengusap lengan atas pria disampingnya setelah meletakkan dua cangkir di meja kaca depan mereka. Kibum, pria itu, menoleh dengan senyuman yang biasa orang-orang sebut killer smile.
"Tidak. Tapi tadi sedikit berdenyut disitu."jawab dan adunya manja membuat Ryeowook terkekeh pelan dan masih melanjutkan usapan lembutnya pada lengan atas yang kekar itu.
Kim Kibum. Pria seumuran dengan Ryeowook ini, lebih dari separuh hidupnya mendiami wilayah LA dan berpindah ke kota yang nyaman itu sekitar satu tahun yang lalu setelah menyelesaikan pendidikannya. Pria yang juga bukan pria bodoh itu bahkan sudah lebih dulu menyelsaikan kuliahnya tahun lalu. Lebih cepat dari pada Ryeowook yang baru saja menyelesaikan kuliahnya. Bekerja di perusahaan orang tuanya yang berada di bidang property. Adalah kekasih seorang Kim Ryeowook satu bulan terakhir.
Apakah Ryeowook begitu cepat berpaling?
Tidak.
Kibum yang merupakan sepupu dari Kris ini bahkan bertekad bahwa dirinya akan menggeser posisi Kim Jongwoon di hati Kim Ryeowook. Dirinya bahkan berkata bahwa dia bersumpah hanya akan ada Kim Kibum di hati Kim Ryeowook mulai saat mereka saling dekat setelah satu minggu Ryeowook berada di sana.
"Kapan kau pulang dari LA?"Tanya Ryeowook dan meraih mug-nya kemudian menyesap pelan isinya.
"Dua jam yang lalu aku sampai sini."Kibum menyesap pula isi mug-nya.
"Kau langusng kesini? Kenapa tidak istirahat dulu? Kau seharusnya istirahat dulu baru datang kesini. Kau bisa kelelahan kalau—"
Chu~
Dicurinya sebuah ciuman dari bibir manis Ryeowook dan tersenyum senang melihat rona kemerahan yang perlahan menjalar memenuhi pipi putih hingga ke telinganya. Omelan Ryeowook tidak akan cepat berhenti kalau tidak dihentikan.
"Yah! Kau tidak sopan."seru Ryeowook dengan muka merahnya.
"Kalau tidak seperti itu, kau tidak akan memberikannya secara baik-baik kan? Lagi pula kau juga tidak akan berhenti mengomel kalau tidak begitu,"balas Kibum santai dan kembali menyesap cappuccino-nya.
"Huh? Aku memang pernah berkata begitu? Kau saja yang memang tidak pernah memintanya."balas Ryeowook tidak mau kalah.
"Aku pernah memintanya tapi kau malah kabur waktu itu."
"Itu karena aku malu, bodoh."sahut Ryeowook cepat dan menutup mukanya yang memerah malu.
"Benarkah?"
Kibum mendekatkan wajahnya pada Ryeowook tanpa Ryeowook sendiri tahu karena masih betah menutup mukanya. Setelah tepat berada di hadapan Ryeowook, Kibum berhenti dan tersenyum menatap wajah manis yang menggemaskan yang tertutupi di hadapannya ini. Ryeowook yang merasakan hembusan nafas di jari-jari tangannya pun mengintip.
"Ya~ menjauhlah dariku Kim Kibum."serunya pelan. Masih malu dan terutama ada yang aneh dengan dadanya.
Kibum menjauhkan dirinya sedikit dari Ryeowook.
"Lalu, kalau aku sekarang meminta popo darimu, apa kau akan memberikannya untukku?"Tanya Kibum iseng.
Sungguh, Kibum hanya iseng menanyakannya. Kibum sudah cukup terbiasa dengan ini meskipun dirinya merasa sedikit terluka karena itu berarti Ryeowook masih belum memindahkan posisi Jongwoon dengannya. Tapi, anggapan Kibum salah karena setelah lima detik ucapannya terlewat—
Chup
-sebuah kecupan pada bibirnya dirasakannya. Kibum terpaku. Meski hanya sebuah kecupan, tapi itu sungguh membuat Kibum merasa begitu senang. Terlebih, ini adalah pertama kalinya Ryeowook melakukannya. Kibum kembali ke alam sadarnya ketika merasakan pergerakan disampingnya. Dilihatnya Ryeowook yang bersiap untuk kabur. Dengan cepat, ditahannya lengan kecil namja manis itu hingga membuatnya tertahan.
"Mau kemana, heum? Sayang?" Kibum bersuara dengan dibuat seberat mungkin.
Ryeowook bergidik mendengarnya. Namun namja itu memilih untuk menatap Kibum tapi tidak pada matanya dengan cengiran aneh.
"Aku akan mengambil beberapa cemilan untuk kita, Kibummie."
Kibum tersenyum lebar mendengar suara Ryeowook yang terdengar dibuat agar tidak segugup mungkin. Ah, secepat itukah dirinya menggeser posisi Jongwoon di hati Ryeowook? Kenapa cepat sekali? Ini bahkan masih satu bulan. Bahkan Kibum masih ingat ketika dirinya menyatakan perasaannya satu bulan lalu. Saat itu bahkan Ryeowook masih belum genap dua minggu di sini. Tapi Kibum dengan beraninya menyatakan perasaannya yang diyakininya tidak akan salah. Dan Kibum ingat jelas saat itu Ryeowook menolaknya tanpa berpikir ulang. Tapi karena Kibum memaksa, -Kibum mengakuinya, ngomong-ngomong- akhirnya Ryeowook menerimanya dengan –sedikit- berat hati. Tapi lihat sekarang hasilnya?
"Tidak perlu. Aku ingin menikmati cemilanku yang sudah ada disini."
Ryeowook menatap Kibum bingung. Namun hanya beberapa detik karena setelahnya matanya membulat melihat seringai tipis Kibum. Ryeowook bersiap menjauhkan kepalanya ketika sebelah tangan Kibum yang tidak menggenggam tangannya meraih kepalanya untuk mendekat. Dan Ryeowook semakin gugup.
"Apa kau tidak mau melakukannya denganku?"Tanya Kibum tepat di depan muka Ryeowook. Bahkan terpaan nafasnya cukup untuk membuat Ryeowook memejamkan mata menikmati.
"Apa disini masih ada Jongwoon Hyung?"sambung Kibum ketika Ryeowook tidak menjawab.
Dan Ryeowook membuka matanya cepat. Bisa dilihatnya wajah berharap sekaligus terluka Kibum. Tapi Ryeowook masih menikmati elusan tangan Kibum pada dadanya ketika Kibum menanyakan pertanyaan terakhir.
"Kau boleh melakukannya, Kibummie. Bukankah aku milikmu sekarang? Aku berjanji tidak akan ada Jongwoon lagi disini setelah ini." Ryeowook ikut mengusap dadanya dimana tangan Kibum masih berada disana.
Senyum lembut Kibum –yang begitu jarang diperlihatkan- tersungging pada bibirnya. Tangannya beralih memegang kedua sisi kepala Ryeowook. Senyum lembutnya masih terkembang ketika Ryeowook juga ikut tersenyum dengan tangan yang tadinya berada di dadanya ikut menggenggam lengan Kibum.
"Aku akan memegang ucapanmu, Kim Ryeowook-ssi. Dan kupastikan kau tidak akan bisa melanggar ucapanmu."
"Lakukan sesukamu, Kim Kibum-ssi."
Kibum tersenyum. Lalu setelahnya di tempelkannya bibirnya pada bibir tipis yang bahkan sudah terasa manis ketika dikecupnya. Keduanya memejamkan mata menikmati lembutnya bibir yang saling menempel itu. Dan perlahan, Kibum mulai mengulum lembut bibir tipis Ryeowook. Sangat lembut bahkan dilakukannya. Hingga perlahan, tangaan Ryeowook berpindah ke bahunya dan meremas pelan kaos tebal yang dipakainya. Ryeowook balas mengulum bibir Kibum sama lembut. Tidak lebih dari tiga menit kemudian Kibum melepas ciumannya dan menatap Ryeowook lembut.
"Aku mencintaimu, Ryeowook-ee."ungkap Kibum sambil membawa Ryeowook ke dalam pelukannya.
"Hmm~ aku juga menyayangimu, Kibum-ee."balas Ryeowook.
Ryeowook masih belum berani membalas ucapan Kibum dengan kalimat yang sama. Ryeowook takut salah dengan perasaannya juga takut Kibum terluka jika berpikir dirinya begitu cepat berpaling. Dan Kibum tau itu.
"Aku mungkin masih belum bisa membalas ucapanmu dengan kalimat yang kau harapkan, tapi bukan berarti tidak. Aku tidak ingin kita sama-sama terluka jika ternyata pernyataanku itu tidak sama dengan kenyataannya nanti. Kumohon bersabar dan mengertilah. Aku berjanji akan mengatakan kalimat yang sama denganmu. Tidak akan lama. Eum?"
Setidaknya, begitulah yang Ryeowook pernah katakan. Memang benar. Bagaimana jika Ryeowook membalas ungkapannya dengan kalimat "Aku juga mencintaimu," tapi ternyata bahkan Ryeowook membohongi dirinya sendiri. Keduanya akan sama terluka hanya karena satu kalimat balasan.
'Akan kupastikan kau segera mengatakan kau juga mencintaiku dalam waktu dekat, Ryeowook-ee.'tekad Kibum dalam hati sambil mengeratkan pelukannya yang dibalas hangat oleh Ryeowook.
.
.
.
Musim semi. Hangat. Cerah. Berwana. Banyak bunga. Dan musim inilah yang paling Ryeowook sukai. Kibum juga, jika ada yang ingin tahu. Tapi Jongwoon bahkan tidak akan peduli siapa itu Kibum kalau bukan karena kabar yang di dengarnya beberapa hari yang lalu. Ya, beberapa hari yang lalu, Henry datang mengantarkan undangan untuk pesta pertunangannya dengan 'gege'nya di Negara tempatnya tinggal dulu, Toronto, Canada. Padahal hanya bertunangan, kenapa harus jauh-jauh ke luar negeri? Buang-buang uang. Begitu pikir Jongwoon. Tapi mengingat siapa yang akan bertunangan, tentu akan hanya mendapat cemoohan saja jika dilakukan di South Korea atau di China.
"Bagaimana keadaan Ryeowook?"begitu tanya Jongwoon beberapa saat minuman yang dipesannya juga Henry dan kekasihnya, Zhoumi, sampai ke meja mereka.
"Hyung tenang saja. Ada Kris dan Kibum yang menjaga Ryeowook dengan baik di sana."jawaban Henry terdengar santai.
Benar. Jongwoon juga tahu kalau Ryeowook langsung berangkat ke Canada keesokan harinya setelah upacara kelulusannya. Tapi Jongwoon yang ingin mengantar waktu itu terpaksa mengurungkan niatannya karena tunangannya, Jessica, memaksanya untuk mengantar ke salon yang entah apa yang dilakukan wanita itu di ruangan berbau campur itu selama berjam-jam.
Jika Kris, Jongwoon sudah tahu siapa itu. Pria yang sempat membuatnya uring-uringan karena proposalnya yang memiliki sedikit kesalahan –Jongwoon baru mengingatnya setelah acara pertunangannya beberapa watu lalu. Pria dengan tinggi yang bahkan nyaris menyamai tiang lampu di ujung jalan. Tapi Kibum? Siapa lagi itu?
"Kibum? Siapa itu?"tanyanya penasaran.
"Kudengar dari Kris dia kekasih Ryeowook-ee sekarang."
Dan Henry menoleh pada kekasihnya yang baru saja menyikut pelan lengannya setelah dirinya menjawab pertanyaan Jongwoon. Dan Henry mengikuti arah pandang kekasihnya yang mengarah pada pria bermata sipit di seberang kursinya. Henry sedikit kasihan sebenarnya pada Jongwoon yang sekarang hanya bisa menatap kosong gelasnya yang berisi milk shake coklat kesukaan Ryeowook. Tapi apa daya? Dulu bahkan Jongwoon memutuskan hubungannya dengan Ryeowook dengan begitu kejam. Tapi ternyata malah berakhir seperti ini.
"Hyung?"
"Jongwoon Hyung?"
Tangan Henry melambai di depan wajah Jongwoon. Masih belum ada reaksi, terpaksa Hnery menginjak kaki Jongwoon hingga Jongwoon meirntih kemudian menatapnya tajam yang hanya dia balas dengan sebuah senyum tanpa dosa.
"Kenapa kau menginjak kakiku?"keluh Jongwoon dengan helaan nafas beratnya.
"Kau masih mencintai Ryeowook-ee, Hyung?"Henry balas melempar Tanya pada Jongwoon.
"Ani. Kami sudah berpisah. Dan aku sendiri yang memintanya, kalau kau tidak ingat. Ah, aku harus segera kembali ke kantor. Sampai jumpa di pesat pertunanganmu nanti, Henry."bohong Jongwoon.
Lalu pembicaraan itu berakhir sampai disana saja.
Jongwoon berjalan menyusuri lobby kantor tempatnya bekerja dengan seperti biasa. Wajah dingin dan beserta aura dinginnya tak lepas dari dirinya. Berjalan menuju mobilnya yang sudah siap di depan pintu masuk dan mengendarainya untuk memenuhi janjinya pada tunangannya yang entah sudah memutuskan kekasihnya atau belum. Jongwoon tidak tahu dan ingin tahu.
"Kau terlambat tujuh menit, oppa."
Kalimat sambutan yang diterimanya ketika baru saja mendudukkan dirinya di kursi.
"Aku tahu. Maaf."jawab Jongwoon singkat.
Keadaan ini bahkan jauh lebih buruk dari hubungannya dengan Ryeowook ketika merenggang dulu. Karena waktu itu, dirinyalah yang suka marah-marah dan Ryeowook masih menjadi seseorang yang lembut dan penuh pengertian. Berbeda jauh dengan wanita di depannya yang baik pada awalnya saja. Beruntung mereka belum menikah. Kalau sudah, Jongwoon tidak berani menjamin pernikahannya bisa bertahan lebih dari enam bulan.
.
.
.
Ryeowook merapikan stelan putihnya. Celana jeans putih. Kaos v-neck putih. Blazer putih. Dan sepatu putih. Kecuali rambutnya yang di cat nyaris hitam, semua yang dipakai Ryeowook serba putih kali ini. Ryeowook tidak mau repot-repot memakai stelan jazz hanya untuk acara pertunangan sepupunya itu. Kecuali jika namja berpipi layaknya mochi itu nanti menikah, Ryeowook akan bersedia direpotkan untuk satu hari oleh sepupu tersayangnya itu.
Klek
Ryeowook menoleh ke arah pintu dimana Kibum menyembulkan kepalanya disana. Ryeowook tersenyum dan melambaikan tangannya mengisyaratkan Kibum untuk masuk. Kibum menurut dan memasuki kamar tamu di rumah keluarga Lau. Ya, saat ini mereka memang sudah di rumah Henry. Mereka kemari kemarin dan menginap semalam.
Ryeowook memperhatikan Kibum yang berpakaian sebaliknya. Hitam. Kemeja dan dasi, celana, blazer, pantofel, dan rambutnya-pun juga hitam. Karena memang hitam sejak awal. Bahkan Ryeowook bisa melihat jam tangan Kibum yang juga berwarna hitam.
"Kau sudah selesai?"Tanya Kibum sambil matanya menelusuri tubuh Ryeowook yang berbalut pakaian serba putih.
"Eum,"
"Kenapa yang kita pakai bisa berbanding seperti ini?"celetuk Kibum memperhatikan penampilannya dan Ryeowook bergantian.
Ryeowook tertawa pelan.
"Apa yang salah dengan itu? Hitam dan putih kan saling melengkapi."balas Ryeowook dan menggamit lengan Kibum lalu menariknya untuk menuju ruangan yang mungkin sudah sedikit penuh.
"Arasseo. Di luar sangat hangat. Kau mau keluar sebentar atau langsung bergabung disini?"tawar Kibum ketika mereka menuruni anak tangga.
Memang. Di luar begitu hangat di pertengahan musim semi ini. Karena Kibum yang menyukai dan Ryeowook sendiri juga suka musim semi, jadilah Kibum menawarkan kepada Ryeowook. Sebenarnya, itu hanya alasan Kibum saja supaya bisa sedikit lebih lama berdua, hanya berdua, dengan Ryeowook. Padahal, mereka tidur satu ranjang semalam. Oh, Kim Kibum, ternyata kau cukup rakus untuk menyita seluruh waktu Ryeowook hanya untuk berdua denganmu. Tapi Kibum bahkan tidak peduli.
"Baiklah. Kita keluar sebentar. Apa di luar ada banyak bintang, Bummie?"
Mereka melewati ruangan yang sudah dibuat sedemikian rupa untuk acara pertunangan Henry ini. Beberapa orang tampak mengikuti langkah mereka dengan mata. Memperhatikan dua pria menawan yang bergandengan tangan berjalan beriringan. Tidak banyak orang yang memperhatikan. Hanya beberapa. Apa ini terlalu penting untuk memperhatikan penampilan orang yang hanya sebagai tamu di sebuah acara? Mereka bahkan tidak saling kenal. Pikir Ryeowook jika ada yang memperhatikannya dengan intens.
Keduanya berjalan dan melewati pintu kemudian berdiri menatap langit berbintang dengan tangan yang masih bertaut. Keduanya sama-sama diam. Seperti tidak berniat memecah keheningan yang ada selama beberapa saat.
"Hangat kan?"Tanya Kibum dengan tangan yang kini sudah terlepas dari genggaman Ryeowook.
"Iya. Hangat,"
Ryeowook menyamankan kepalanya untuk bersandar pada bahu Kibum yang sudah berada di belakangnya dan memeluknya. Kedua tangannya berada di atas tangan Kibum yang berada di perutnya. Ryeowook selalu suka jika ada yang memeluknya dengan cara seperti ini. Back hug.
"Bulan depan aku akan minta libur dari pekerjaanku mengajar piano. Lalu kita ke Jepang. Bagaimana?"
Kibum mengernyit tidak mengerti dengan ucapan Ryeowook.
"Untuk?"tanyanya bodoh.
"Tentu saja berkenalan dengan umma dan appa."balas Ryeowook riang.
Dan Kibum bisa merasakan betapa perutnya terasa geli dan senang lalu dadanya terasa sesak saking senangnya. Bagaikan ada beratus atau mungkin beribu kelopak bunga sakura menjatuhi kepalanya.
"Kau yang terbaik, sayang. Aku mencintaimu,"
Kibum mengeratkan pelukannya dan mengecup pipi tirus Ryeowook. Membuat Ryeowook terkekeh pelan.
"Dan aku juga mencintaimu, Kibummie."
Lalu Kibum merasa… Entahlah. Dirinya merasa begitu bahagia sekarang. Rencana bertemu orang tua Ryeowook dan ungkapan cinta dari Ryeowook untuk yang pertama kalinya. Seperti tidak ada lagi yang lebih membahagiakan untuknya saat ini. Dibaliknya tubuh Ryeowook dan segera menyambar bibir tipis yang tengah menyunggingkan senyumnya itu.
"Aku mencintaimu. Sangat."gumam Kibum di depan bibir Ryeowook dan mengulumnya lagi.
.
.
.
Jongwoon menatap sekeliling ruangan besar –tidak begitu besar sebenarnya- itu dengan bosan. Jessica sejak tadi berkomentar entah apa Jongwoon tidak mendengarnya. Dan juga tidak ingin mendengarnya karena pada awal kalimatnya sudah menjelek-jelekkan.
"Bukankah mereka itu sangat menjijikkan oppa? Mereka buta atau apa sampai harus menjalin hubungan sesama jenis seperti itu? Apa di tempat mereka tinggal sudah tidak ada wanita cantik? Bahkan mereka bla bla bla…" Dan Jongwoon tidak mendengar apapun lagi yang dikeluarkan wanita cantik itu selanjutnya.
Sebenarnya, Jongwoon berharap bisa bertemu dengan seseorang yang dikenalnya. Rekan kerjanya mungkin? Tapi ternyata tidak. Karena yang datang disini hanya teman Henry dan Zhoumi. Beberapa teman kerja Zhoumi dan Henry yang cukup dekat dengan keduanya. Jadilah disini tidak terlalu banyak tamu namun cukup untuk memenuhi ruangan besar yang tidak terlalu besar itu.
Jongwoon kembali mengedarkan pandangannya. Bukan tanpa alasan sebenarnya ketika Jongwoon lebih memusatkan perhatiannya pada sekelilingnya dari pada sekedar memilih beberapa minuman atau sekedar memberi selamat pada pasangan yang akan segera bertunangan di depan sana. Dan disana. Di tangga itu. Jongwoon melihat sosok yang begitu dikenalnya. Bergandengan dengan orang lain. Dan Jongwoon mengakui bahwa sosok itu cukuplah untuk disebut tampan. Matanya mengekor pada dua orang yang kini malah berjalan menuju pintu. Diikutinya dua sosok itu kemudian sedikit menjaga jarak namun masih bisa mendengar percakapan mereka.
"Hangat kan?"Tanya seseorang yang Jongwoon tidak tahu siapa setelah Jongwoon nyaris bosan mengawasi mereka yang terdiam begitu lama.
"Iya. Hangat,"jawab seorang lain yang sangat dikenalnya. Ryeowook.
Dan entah kenapa, rasanya lebih sesak dari pada ketika melihat kedua tangan itu yang saling bertaut. Ryeowook yang tengah menyandarkan kepalanya pada bahu pria tak dikenalnya itu membuatnya sesak. Dan perasaan menyesal itu malah timbul ke permukaan secara perlahan.
"Bulan depan aku akan minta libur dari pekerjaanku mengajar piano. Lalu kita ke Jepang. Bagaimana?"ujar Ryeowook tiba-tiba. Jongwoon mengerutkan dahinya.
"Untuk?"tanyanya dan pria itu secara bersamaan.
"Tentu saja berkenalan dengan umma dan appa."balas Ryeowook riang.
Dan Jongwoon merasa dadanya semakin sesak. Tapi entah apa yang dipikirkannya karena dirinya juga masih bertahan di tempatnya berdiri. Dunianya serasa runtuh saja ketika mendengar ucapan Ryeowook. Padahal dulu dirinya tidak merasa begini ketika mengakhiri hubungannya dengan Ryeowook. Apa dulu seperti ini sakit yang dirasakan Ryeowook? Lebih sakit yang Ryeowook rasakan atau yang dirasakannya? Pikirnya kemana-mana.
"Kau yang terbaik, sayang. Aku mencintaimu,"ucap pria itu lalu mengecup pipi tirus Ryeowook yang dulu seringkali dia kecup.
"Dan aku juga mencintaimu, Kibummie."
Lalu ucapan Ryeowook seakan menghancurkan dunia dan dirinya sendiri. Kenapa Jongwoon bisa merasakan perasaan seperti itu? Seharusnya tidak. Dan Jongwoon tahu dengan jelas hal itu. Tapi entah bagaimana perasaan itu tetap saja datang. Jongwoon bahkan bisa melihat gurat kebahagiaan yang kental di wajah pria bernama Kibum itu.
Dan sekali lagi, Jongwoon merasa entah apapun yang ada dalam dirinya hancur seketika saat Kibum membalik tubuh Ryeowook yang sedang menyunggingkan senyum manisnya yang dulu sering dipersembahkan untuknya, lalu menyambar bibir tipis yang dulu sering dicium dan kemudian menggumamkan sesuatu lalu kembali mengulum bibir tipis itu.
"Jongwoon Hyung?"seru seseorang dengan pelan. Suaranya bercampur dengan rasa kaget.
Jongwoon menoleh dan mendapati si tuan rumah, Henry, sedang berdiri di depan pintu, tidak jauh darinya. Menatap kaget dirinya dan juga dua orang lain di belakang Jongwoon yang baru saja melepas tautan bibir mereka. Jongwoon menyunggingkan senyum tipisnya dan berjalan menghampiri Henry.
"Apa acaranya sudah mau dimulai?"
Dan Henry hanya mengangguk asal menjawab pertanyaan Jongwoon karena matanya masih menatap sepupunya dan kekasih barunya itu. Bisa Henry lihat dengan jelas rona merah yang tempak pekat itu. Namja itu pasti sangat malu dengan kejadian barusan. Sementara tangan sang kekasih malah mengusap lembut pipi tirus yang memerah itu. Henry menarik nafas dalam dan—
"Yah Kim Ryeowook! Kim Kibum!"
-berseru sekeras yang dia bisa demi mengalihkan perhatian dua orang yang sedang dimabuk cinta itu. Hasilnya? Seratus persen sukses. Dua orang itu mengalihkan pandangannya pada Henry yang sudah melipat tangannya di depan dada dan memasang wajah kesal. Kibum tersenyum tanpa dosa sementara Ryeowook melotot kaget melihat keberadaan seseorang yang berdiri di samping sepupunya.
"Jongwoon Hyung,"gumamnya pelan namun cukup untuk membuat Kibum menatapnnya dan Jongwoon bergantian.
.
.
.
Pesta pertunangan Henry dan Zhoumi sudah selesai lebih dari 40 menit yang lalu. Bahkan ruangan yang tadinya penuh dengan tamu undangan itu sudah sepi. Hanya beberapa orang yang bertuga untuk membereskan ruangan itu yang tersisa. Seharusnya. Tapi ternyata masih ada dua tamu lagi yang masih betah berada disana. Jongwoon yang duduk di hadapan Ryeowook masih menatap namja manis itu lekat. Sementara yang ditatap hanya menatap ke arah lain.
Jessica sudah kembali lebih dulu ke hotel tempat keduanya menginap. Dan meskipun menginap, Jongwoon tidak akan berpikiran segila Jessica yang sekali lagi sempat memintanya untuk satu kamar berdua. Big No! Dan dengan alasan bisnis dengan Kris, yang memang baru datang ketika acara hampir dimulai, jadilah Jessica pulang lebih dahulu.
Sementara Ryeowook?
Kibum dengan baik hatinya mau membiarkan kekasihnya itu dipinjam oleh Jongwoon. Ya, dipinjam. Setidaknya begitulah kalimat yang Jongwoon ucapkan ketika meminta izinnya tadi. Kibum sendiri sedang pergi sebentar entah kemana bersama Kris. Dan Henry atau Zhoumi atau anggota keluarganya cukup tahu kalau dua manusia itu butuh waktu berdua untuk saling bicara.
"Kalau tidak ada yang ingin Hyung bicarakan, aku akan kembali ke kamarku."ucap Ryeowook ketika Jongwoon tidak juga membuka suaranya setelah nyaris satu jam duduk saling berhadapan.
"Ani. Jangan pergi dulu. Ada yang ingin Hyung katakan padamu."cegah Jongwoon cepat.
Dan Ryeowook cukup baik untuk menuruti ucapan Jongwoon karena detik berikutnya, Ryeowook sudah kembali duduk di tempatnya semula dan menatap Jongwoon dengan tatapan biasanya. Jujur saja, itu membuat Jongwoon merasa tidak nyaman. Bahkan ketika mereka bertemu satu minggu sebelum pertunangannya, tatapan Ryeowook tidak seperti itu.
"Kalau begitu silahkan bicara."
Ryeowook bahkan bicara seadanya. Sama seperti ketika awal mereka bertemu dulu.
"Aku ingin minta maaf." Ucap Jongwoon pelan.
"Minta maaf? Memang Hyung melakukan apa padaku sampai harus meminta maaf?"Tanya Ryeowook polos. Dan jujur saja. Ryeowook memang tidak mengerti maksud Jongwoon meminta maaf padanya.
"Untuk semuanya. Semua yang sudah Hyung perbuat padamu. Mengabaikanmu. Menduakanmu. Lalu mencampakkanmu. Hyung minta maaf. Hyung tidak tahu kalau hanya cintamu yang paling berharga dibanding cinta manapun di dunia ini."ungkap Jongwoon."Tidak termasuk cinta orang tuaku tentu saja."lanjutnya bodoh.
Ryeowook manggut-manggut mendengar ucapan Jongwoon.
"Gwaenchanha. Aku tidak apa-apa. Hyung bisa lihat aku baik-baik saja kan? Aku mengerti dan menghargai keputusan Hyung. Mungkin memang kita bukan ditakdirkan untuk bersama."balas Ryeowook dengan senyumnya.
Jongwoon sebenarnya tidak terima dengan jawaban Ryeowook. Tapi memang apa yang bisa dilakukannya? Satu-satunya yang ingin dilakukannya adalah mengatakan semuanya. Dan Jongwoon harus nekat untuk kali ini.
"Hyung menyesal sudah melakukan semua itu. Dan Hyung juga baru sadar, kalau ternyata perasaan Hyung sama sekali tidak berubah padamu sampai saat ini."ungkap Jongwoon.
"Lalu?"
Jongwoon menarik nafas begitu dalam dan menghembuskannya perlahan. Begitulah yang dilihat Ryeowook. Pria itu tampak sedikit gugup.
"Hyung ingin kau kembali pada Hyung. Hyung janji akan memutuskan pertunangan ini kalau kau kembali pada Hyung. Dan Hyung tidak akan mengulang kesalahan yang pernah Hyung lakukan dulu untuk kedua kalinya."
.
.
.
Kibum membiarkan Ryeowook untuk bicara dengan Jongwoon. Sedikit perasaan takut menghantuinya. Namun dirinya mencoba percaya sepenuhnya pada kekasihnya itu. Karena Ryeowook bahkan baru saja menyatakan perasaannya. Itu membuatnya sedikit takut. Takut jika Ryeowook kembali goyah akan kehadiran Jongwoon. Kibum masih diam membiarkan Kris mengemudi di sampingnya.
"Kau tidak apa-apa, Bryan?"Tanya Kris karena sedari tadi mereka berangkat, Kibum sama sekali tak bersuara.
Kibum, yang baru saja dipanggil Bryan oleh Kris, menoleh dari acaranya menatap jalanan Toronto malam hari. Ini indah. Tapi Kibum sama sekali tidak bisa menikmati keindahan pemandangan malam di Toronto.
"Kenapa memanggilku Bryan huh, Yifan-ge?"balas Kibum sambil menekankan panggilannya untuk Kris. Itu panggilan yang paling tidak disukai Kris. Ada embel-embel 'ge' atau 'gege' dibelakang namanya.
"Jangan memanggilku begitu. Oke, Kibum. Aku hanya akan memanggilmu Bryan jika kita dalam masalah kerja. Jadi, apa kau baik-baik saja?"
Kris bisa mendengar helaan nafas Kibum yang terdengar begitu berat. Oke, Kris tahu bagaimaa rasanya. Dulu, pandanya, ehm, maksudnya kekasih pandanya. Ah, ani. Maksudnya, kekasihnya yang bermata seperti panda, Zitao, juga begitu. Hampir goyah ketika kekasihnya yang dulu sebelum Kris memintanya kembali setelah Zitao bersatu dengan Kris dengan cara yang hampir mirip dengan yang Kibum lakukan. Mereka bersaudara, ingat. Meski hanya sepupu. Mungkin bukan suatu yang mengherankan kalau cara mereka mengikat seseorang bisa hampir sama seperti itu.
"Aku baik-baik saja."
Dan Kris hanya bisa menghela nafas menghadapi sepupunya ini.
"Kita pergi kemana?"Tanya Kris lagi.
"Terserah kau saja. Yang penting kita bisa memberi waktu yang cukup untuk mereka berdua bicara."
Dan akhirnya, Kris hanya bisa berdecak kesal. Lalu memusatkan kembali perhatiannya pada jalanan Toronto yang ramai hingga sedikit melambatkan laju mobil. Dan ujung-ujungnya, mereka hanya berputar di pusat kota selama nyaris satu jam tanpa turun dari mobil. Ya, hanya memutari beberapa tempat lalu kembali ke rumah Henry. Sesampainya di rumah Henry, keduanya segera turun dan memasuki rumah Henry yang tengah dibersihkan. Kris pergi ke dapur dan Kibum menghampiri Ryeowook yang sedang berbicara serius dengan Jongwoon, sepertinya.
"Hyung ingin kau kembali pada Hyung. Hyung janji akan memutuskan pertunangan ini kalau kau kembali pada Hyung. Dan Hyung tidak akan mengulang kesalahan yang pernah Hyung lakukan dulu untuk kedua kalinya."
Oh, demi musim dingin yang dibencinya, apa Kibum tidak salah dengar? Apa benar Kibum baru saja mendengar Jongwoon yang meminta Ryeowook untuk kembali padanya? Kibum merasakan detak jantungnya tidak beraturan. Keringat dingin merembes sedikit membasahi rambut poninya. Kibum takut mendengar jawaban Ryeowook, sebenarnya. Tapi dia juga ingin tahu jawaban apa yang akan diberikan Ryeowook.
Helaan nafas Ryeowook terdengar di telinga Kibum. Jongwoon masih belum melihatnya yang sudah berdiri dibelakang Ryeowook karena terlalu focus menatap Ryeowook. Dan dirinya makin berdebar menunggu jawaban Ryeowook. Sama seperti Jongwoon yang juga berdebar takut namun penasaran akan jawaba Ryeowook.
"Aku masih menyayangi Hyung. Masih sangat menyayangi Hyung."
Dan jawaban dari Ryeowook membuat dada keduanya serasa meledak dalam artian yang berbeda. Jongwoon meledak senang namun Kibum meledak kaget dan kecewa. Berpikir apa usahanya selama lebih dari dua bulan ini masih belum cukup untuk bisa menggenggam sepenuhnya hati Kim Ryeowook? Kenapa hati namja manis itu begitu susah untuk digenggam?
"Tapi aku menyayangi Hyung sebagai Hyungku. Mianhae. Tapi perasaan cinta itu sudah tidak ada lagi untuk Hyung. Aku menyisakan sedikit rasa cinta untuk Hyung sebagai bagian dari perjalanan cintaku. Tapi tidak lebih dari itu. Karena Kim Kibum sudah menggenggam hatiku sepenuhnya sekarang. Mianhae,"lanjut Ryeowook.
Dan lanjutan kalimat Ryeowook itu membuat keadaan keduanya berbalik. Jongwoon hanya bisa tersenyum miris. Ryeowook sudah melupakannya. Menggantikan posisinya di hati Ryeowook dengan orang lain bernama Kim Kibum yang baru saja dilihatnya berdiri di belakang Ryeowook. Dadanya sesak. Rasa sakit itu menggerogotinya.
Seharusnya, dulu dirinya tidak pernah menerima usulan konyol sang umma. Seharusnya, dulu dirinya berpikir lebih banyak lagi untuk memutuskan keputusan seperti apa yang harus diambilnya. Seharusnya, dulu dirinya tidak sebodoh itu untuk memutuskan hubungannya dengan Ryeowook yang bahkan Jongwoon sendiri sadar dan tahu, apa saja dan seberapa kerasnya usaha Ryeowook dulu meski itu tidak mencolok. Lalu seharusnya, Jongwoon tidak begitu mudah terpikat oleh pesona palsu dari seorang Jessica Jung. Seharusnya Jongwoon bisa melihat inner beauty siapa yang lebih dan paling bagus. Dan seharusnya, Jongwoon tidak mengambil keputusan bodoh untuk mengakhiri hubungannya dengan Ryeowook.
Masih banyak 'seharusnya' yang dipikirkan Jongwoon. Dan itu membuatnya semakin pusing.
"Kalian udah selesai bicara?"suara bass itu terdengar di telinga keduanya.
Jongwoon menatap seseorang di belakang Ryeowook. Begitu juga Ryeowook yang menolehkan kepalaya ke belakang demi menatap suara yang sudah cukup sering didengarnya. Senyumnya terkembang melihat kekasihnya berjalan menghamipirnya.
"Ne. Kami sudah selesai. Kau baru datang?"jawab Ryeowook.
"Heum,"balas Kibum. Dirangkulnya Ryeowook dari belakang sehingga kepala Ryeowook menyandar pada perutnya sebelum mencuri sebuah kecupan pada pipi tirus namja manis itu.
"Yah Kim Kibum. Kau ini selalu tidak sopan."tegur Ryeowook dengan suara yang cukup bisa untuk di dengar Kibum maupun Jongwoon.
"Baiklah. Kalau begitu aku pulang dulu. Dan Ryeowook-ah. Aku mengerti. Sekali lagi maafkan aku,"
Jongwoon bangkit diikuti Ryeowook yang juga berdiri. Jongwoon membungkukkan badannya yang juga dibalas Ryeowook dan Kibum, kemudian berjalan menuju pintu putih yang saat ini tengah terbuka lebar karena orang-orang yang bertugas membersihkan ruangan harus keluar masuk rumah.
"Katakan kalau aku tidak akan salah mengambil keputusan sama seperti Jongwoon Hyung, Bummie."
"Aku sendiri yang akan memastikan kalau kau tidak salah mengambil keputusan, sayang."
Keduanya menatap punggung Jongwoon yang perlahan menghilang di seberang pintu. Sementara Jongwoon hanya bisa menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Dan akhirnya, aku tidak mendapatkan apapun."gumamnya sambil menatap langit.
Dilepasnya cincin pertunagannya dengan Jessica lalu meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Pertunangan kita berakhir sampai disini. Selamat tinggal."
Senyum Jongwoon terkembang dengan begitu indah.
"Semoga kau tidak mengalami penyesalan sepertiku, Ryeowookie. Saranghae,"
.
.
.
FINISH
.
.
.
Ichi penasaran –sebenernya Ichi sendiri juga ngerasa-. Endingnya aneh ya? Buahaha~ choeseonghabnida~ *bow*
Cha~ sebenernya, Ichi pikir ini bakalan jadi empat atau lima chap. Tapi bahkan ini hanya jadi tiga chap. Ichi jujur ini gak ada yang dipotong sama sekali. Waktu itu karena Ichi lihat liriknya ada beberaapa bait kan, jadi Ichi pikir jumlah chap-nya akan sama dengan bait itu waktu Ichi lihat lagi Cuma ada tiga lirik berbeda dan sisanya diulang dan jadinya Cuma ini. Hehehe~~
Aiyyaaa~~~ makasi yang udah baca dan bersedia review. Ichi menghargai kalian yang sudah review. Maaf kalo ada yang gak Ichi balaas. Tapi semua review Ichi baca kok. Kalo misalkan ada siders disini –Ichi juga gak berharap sebenernya-, bagaimana kalau kita saling menghargai? Membuat cerita, sejelek apapun itu, pasti butuh usaha. Bukan asal tulis. Butuh pemilihan kata yang tepat. Usaha supaya cerita itu gak Cuma disimpen sendiri. Usaha juga buat ngedit lagi kalau-kalau ada kata yang kurang pas atau semacamnya. Jadi, kalimat sesingkat apapun yang kita ucapkan di kotak review, itu pasti berharga buat si pengarang.
Oke, Ichi banyak bacot. Itu kalo memang ada siders di cerita ini dan juga yang lain sih ya.
Aaaaa~~~~ lebaran sebentar lagi *nyanyi. Mohon maaf lahir bathin ne ^^ *bow 90"* Maafkan Ichi kalo Ichi ada salah-salah selama ini. Baik yang disengaja maupun tidak. Minal aidzin wal faidzin~
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1434H
