Distant Memory of You
Cast:
Kim Ryeowook and friends
Disclaimer: semua character punya TYME dan saya Cuma pinjem nama doang
Warning: OOC, BL, BxB, YAOI,Sho-ai, Miss Typo(s) berceceran
DON'T LIKE DON'T READ!
Happy Reading^^
.
.
.
I really didn't know then
How special your love was to me
I let you go as I pleased
Even though you begged me not ot with your tears
I turned away nonchalantly without any lingering attachment
I believe it would be an extravagant break up
I let go
.
.
.
"Jadi Hyung akan pergi?"
Namja berparas manis itu menatap namja lain dengan surai hitam yang tengah membelakanginya. Tangan namja itu tampan sibuk memasukkan beberapa barang ke dalam sebuah koper yang berada di samping tubuhnya.
"Ne,"
Jawaban singkat dilayangkan untuk namja yang tingginya hanya menyamai tinggi seorang model wanita yang tengah menatapnya dari tepi ranjang di belakangnya. Bahkan kepalanya tidak bergerak untuk menatap namja yang posisinya ada di belakangnya. Tidak menghiraukan apapun dan hanya memasukkan beberapa barang sebelum menutup koper yang sudah penuh.
Tubuhnya bangkit dan menarik koper berwarna abu-abu itu ke samping pintu sebelum kembali menyibukkan dirinya dengan beberapa buku yang berserakan di meja yang biasa dia pakai untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang belum selesai.
"Hyung harus pergi. Appa sendiri yang meminta Hyung untuk mengurus perusahaan yang di Jepang. Kau harus mengerti."
Kepalanya juga sama sekali tidak terangkat barang satu inchi pun demi menatap namja yang kini sudah memasang wajah sedih.
"Tapi Hyung, bisakah kita bicara sebentar?"
Namja itu bersuara dengan nada penuh harapan. Namja yang dipanggil Hyung itu selesai dengan buku-bukunya dan berbalik menatap namja yang masih pada posisi yang sama. Duduk di tepi ranjang dengan wajah sedih. Matanya tampak berkilau karena sesuatu yang nyaris jatuh.
"Tapi Hyung harus segera berangkat Ryeowook-ah. Pesawat Hyung berangkat satu setengah jam lagi. Perjalanan akan sangat macet saat ini. Lain kali saja kita bicara ne. Hyung harus cepat."
Namja itu mengusak pelan surai coklat gelap namja yang dipanggilnya Ryeowook lalu beranjak lagi ke kamar mandi. Bunyi air yang bergemericik terdengar jelas di telinga namja itu, Ryeowook. Matanya menatap sendu pintu kaca buram yang sedikit transparan yang menyembunyikan sosok yang dicintainya.
'Aku tahu Hyung bohong. Hyung tidak berangkat kesana bukan hanya karena perintah appa. Hyung berangkat kesana juga untuk menemui wanita itu kan? Apa Hyung sudah benar-benar tidak mencintaiku lagi?'
Kepala namja itu menunduk dan setetes air mata jatuh begitu saja menitik pada celana jeans coklat gelapnya. Dengan cepat dihapusnya sisa air mata yang masih menggantung di ujung matanya dan mendongak ketika suara air sudah berhenti menyenandungkan melodinya.
"Aku bisa mengantar Jongwoon Hyung. Apa boleh?"tanyanya pelan.
Menatap sosok yang kini tampak sibuk berpakaian dan merapikan dirinya. Namja yang dipanggil Jongwoon itu tersenyum dan menatap Ryeowook dari kaca tempatnya merapikan rambutnya yang malah dibuat acak. Membuatnya tampak lebih memukau.
"Tidak usah Ryeowookie. Hyung akan naik taksi saja. Kau istirahatlah dengan baik ne. Jangan lupa makan. Dan hilangkan insomnia-mu itu. Lihat. Kantung matamu tampak lebih jelas sekarang."
Jongwoon mendekati Ryeowook dan berdiri tepat di depannya. Memberikan senyum lembutnya untuk Ryeowook sebelum menunduk untuk mensejajarkan kepalanya dengan Ryeowook. Ditatapnya wajah manis namja yang sudah menemaninya di apartemen mewah itu lebih dari dua tahun ini. Tangan kanannya mengusap pelan pipi tirus Ryeowook sebelum kedua tangannya menangkupkan wajah manis itu untuk kemudian mengecup bibir plum manis itu. Jongwoon mengulumnya pelan. Berusaha memberikan ketenangan pada namja mungil ini lewat ciuman lembutnya. Ciuman Jongwoon yang lembut itu memaksa air mata Ryeowook untuk mengaliri kedua pipi tirusnya. Jongwoon melepaskan kulumannya ketika merasakan pipi Ryeowook basah.
"Jangan menangis. Hyung tidak akan lama. Hanya beberapa bulan dan Hyung janji akan segera kembali kemari."
Jongwoon mengusap air mata yang masih mengalir itu. Mengecup kedua kelopak mata Ryeowook yang reflex terpejam.
Ryeowook tahu, Jongwoon tidak pernah berbohong sebelumnya. Tapi setelah ini, apakah Jongwoon masih bisa sejujur dulu? Saat ini tidak hanya ada mereka berdua, tapi juga ada seseorang lagi. Wanita muda yang begitu menawan, cantik dan nyaris seluruh tempatnya yang ada di hati Jongwoon sudah nyaris tergantikan oleh wanita itu.
"Berjanjilah untuk tidak lupa memberi kabar padaku, Hyung. Jangan lupa makan teratur dan istirahat yang cukup. Aku akan menunggu Hyung beberapa bulan lagi. Telepon aku kalau Hyung tidak sibuk. Aku akan jemput Hyung di bandara nanti."
Untuk saat ini. Saat ini saja. Biarkan Ryeowook menikmati masa-masa bersama Jongwoon sebelum nanti akhirnya dirinya harus menerima kenyataan lain yang sama sekali tidak diharapkannya. Biarkan dia menjadi namja bodoh yang hanya bisa menerima luka dari namja yang dicintainya itu. Untuk kali ini saja.
"Tentu baby."
Jongwoon tersenyum lagi dan membenarkan posisinya berdiri lalu meraih kopernya. Jongwoon berjalan menuju pintu dengan Ryeowook di belakangnya.
"Jangan nakal ne baby?"
Jongwoon tersenyum lebar begitu melihat Ryeowook menggembungkan pipinya hingga bibirnya otomatis mengerucut. Cute.
"Hyung akan merindukanmu baby."
Jongwoon mendekap tubuh kecil Ryeowook. Menenggelamkannya dalam pelukan hangatnya yang entah kenapa Ryeowook merasa kehangatan itu kini sudah terasa berbeda.
"Aku juga akan sangat merindukanmu, Hyungie~"
Ryeowook balas memeluk Jongwoon seerat yang dia bisa. Ryeowook hanya takut. Ketika Jongwoon pulang nanti, Ryeowook sudah tidak bisa merasakan pelukan dari tubuh yang biasa memeluknya ini. Jongwoon melepas pelukannya dan menarik wajah Ryeowook untuk semakin dekat padanya. Menempelkan bibirnya selama beberapa detik pada bibir plum manis Ryeowook sebelum akhirnya mengulumnya lembut. Jongwoon tersenyum lembut setelah melepaskan ciumannya lalu mencium kening Ryeowook lama.
"Hyung pergi dulu ne, baby. Jaga dirimu,"
Jongwoon beranjak keluar diikuti Ryeowook sampai pintu sebelum akhirnya Ryeowook berlari menuju jendela apartemennya dan melihat Jongwoon berjalan menghampiri sebuah taksi yang sepertinya sudah dipesan sejak beberapa waktu lalu. Ryeowook tersenyum sedih.
Memang apa yang bisa dilakukannya sekarang? Perlahan namja yang dicintainya, Jongwoon, bergerak pelan menjauh darinya. Bahkan secara entah sadar atau tidak, namja tampan itu mengurangi intensitas pertemuan mereka. Berangkat pagi-pagi sekali, pulang larut. Tidak ada acara sarapan bersama atau makan malam berdua. Mengobrol berdua di sofa atau sekedar minum teh di pagi hari di hari minggu. Semua kebiasaan itu hilang. Nyaris sejak enam bulan yang lalu.
Sebabnya? Seorang yeoja cantik menawan dengan tubuh langsing dan tinggi, berambut panjang coklat bergelombang, putri seorang Jung bernama Jung Sooyeon atau lebih sering disapa Jessica. Mengingat parasnya saja sudah membuat Ryeowook merasa tidak memiliki harapan untuk bisa mempertahankan Jongwoon disampingnya.
.
.
.
Ryeowook menatap nanar pemandangan di depannya. Apa sebegitu bahagianya kekasihnya itu bersama wanita lain hingga dengan teganya membohongi dirinya? Bukan. Bukan maksud Ryeowook untuk menguntit atau mengawasi Jongwoon atau apapun itu namanya. Hanya saja… Ayolah, mendapatkan seorang Kim Jongwoon itu bukan perkara mudah. Begitu banyak yang menginginkan namja bersuara indah itu. Ryeowook bahkan harus berusaha keras demi melelehkan kedinginan Jongwoon dengan kehangatannya. Dan itu bukan memakan waktu yang singkat. Bukan satu dua bulan Ryeowook harus berusaha. Bahkan itu nyaris lebih dari satu tahun untuk benar-benar bisa membuat seorang Kim Jongwoon hanya tersenyum untuknya. Tapi kenapa kini malah Kim Jongwoon itu dengan mudahnya memberikan senyumannya untuk orang lain?
"Kau bohong, Hyung."
Desisannya cukup terdengar jelas untuk telinganya sendiri. Ryeowook beranjak dari tempatnya berdiri selama beberapa menit ini. Berjalan pelan menuju hotel tempatnya menginap selama di Jepang untuk beberapa hari ke depan.
Malam menjelang ketika Ryeowook kembali membuka matanya setelah mengistirahatkan dirinya siang tadi sepulang dari mengikuti Jongwoon. Diraihnya ponsel hitamnya yang entah bagaimana ceritanya bisa berada di bawah tubuhnya. Jam 7 malam. Dan dirinya mulai bisa merasakan perutnya berteriak minta diisi. Dan sama sekali tidak ada pesan dari Jongwoon. Helaan nafas panjang terdengar mengisi sunyinya ruangan yang masih gelap itu. Ryeowook mengukir senyumnya yang terlihat begitu sedih.
"Apakah perjuanganku harus sudah berakhir sampai disini?"ucapnya menyuarakan pikirannya.
Ryeowook berjalan pelan menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya sebelum bersiap menuju restoran hotel untuk menjemput makan malamnya. Dalam perjalannya menuju restoran, Ryeowook memikirkan beberapa kemungkinan terburuk yang akan diterimanya nanti ketika Jongwoon pulang. Baru memikirkannya saja Ryeowook sudah merasa tidak sanggup. Bagaimana jika nanti keputusan Jongwoon benar-benar terdengar oleh telinganya?
"Bagaimana nanti kalau Jongwoon Hyung memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami?"gumamnya pelan ketika pintu lift mulai terbuka.
Ryeowook berjalan memasuki restoran dengan langkah pelan. Tangan kanannya menggenggam kuat ponsel hitamnya. Setelahnya Ryeowook memilih tempat duduk di bagian pojok lalu memesan makanan ketika seorang waitress menghampirinya. Beberapa menit setelahnya, makanan yang dipesan Ryeowook datang dan Ryeowook menghabiskannya pelan-pelan. Tidak ada hal yang akan dilakukannya setelah ini. Jadi Ryeowook berpikir untuk berjalan-jalan sebentar di sekitar hotel mungkin? Dan Ryeowook mengangguk atas pemikirannya sendiri.
Setelah menghabiskan makan malamnya, Ryeowook memutuskan untuk kembali ke kamarnya lebih dulu dan mengambil jaket baru kemudian keluar dari gedung hotel. Berjalan pelan menyusuri jalanan yang tidak pernah sepi ini, ternyata tidak juga bisa membuat Ryeowook lupa akan rasa takutnya sendiri. Ryeowook berharap hujan turun saat ini. Agar dirinya bisa menangis sepuas yang dia bisa tanpa orang lain tau kalau air yang menyusuri wajah manisnya itu bercampur dengan air mata.
Ryeowook berhenti di sebuah café lalu memesan coffee latte dan kembali menyusuri jalanan kota Tokyo dengan pelan sebeum kemudian matanya menemukan sebuah taman yang cukup ramai. Sebuah bangku panjang yang kosong menjadi tujuan Ryeowook.
Setelah berhasil mendudukkan dirinya di bangku taman, Ryeowook meraih ponsel dalam sakunya. Berharap Jongwoon mengiriminya pesan namun ternyata sama sekali tidak ada satupun pesan dari Jongwoon. Ryeowook menghela nafasnya pelan lalu menghirup wangi coffee latte-nya.
"Boleh aku duduk disini?"
Suara berat yang mengucapkan kalimat dalam bahasa inggris itu cukup untuk mengejutkan seorang Kim Ryeowook yang tengah tenggelam dalam lamunannya. Ryeowook mendongakkan kepalanya dan menemukan seorang pria dengan tinggi yang, wow, itu sangat tinggi dibandingkan Ryeowook yang memiliki tinggi model wanita itu. Berwajah tampan, berambut pendek berwarna dark brown –nyaris sama dengan miliknya yang lebih terang-, berkulit putih pucat. Pemikiran pertama yang datang dalam benak Ryeowook adalah 'gambaran sosok vampire barat di dunia nyata.'
"Permisi, boleh aku duduk disini?"ulangnya masih dengan bahasa yang sama.
Dalam hati Ryeowook berterima kasih pada sepupunya Henry yang mau mengajarinya bahasa internasional ini. Tapi sayangnya, Ryeowook hanya membalas dengan anggukan pelan yang manis di mata namja tinggi itu. Namja itu tersenyum lalu menggumamkan kata terima kasih setelah mendudukkan dirinya di samping Ryeowook.
Keduanya tampak sibuk dengan pemikiran masing-masing sampai kemudian ponsel Ryeowook berbunyi menandakan panggilan masuk. Ryeeowook menatap ponselnya dengan senyum terkembang. Namun detik berikutnya, senyuman yang sempat memukau namja tinggi di sebelahnya itu luntur. Terganti dengan raut datar.
'Dia pintar sekali mengganti raut wajahnya dalam hitungan detik?'pikir namja tampan itu.
"Yeoboseyo Henry-ah,"sapa Ryeowook.
Membiarkan namja itu mendengarkan dirinya menjawab telepon dari sepupunya. Biarlah dirinya dianggap tidak sopan. Toh mereka tidak saling kenal. Mau menguping? Silahkan. Orang asing itu juga pasti tidak akan tahu bahasa yang digunakannya.
"Bagaimana?"
Ryeowook menghela nafas lagi. Entah sudah berapa banyak kali dia menghela nafas hari ini.
"Sepertinya… Aku harus mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk beberapa bulan lagi."jawab Ryeowook lesu. Nada sedih tidak disembunyikannya sama sekali.
"Jangan pesimis seperti itu. Mana Ryeowook yang selalu berjuang untuk mendapatkan apa yang diinginkannya? Kurasa kau dulu sama sekali tidak pesimis untuk mendapatkan Jongwoon Hyung yang dingin itu."
"Tapi ini berbeda, Henry-ah… Jongwoon Hyung… Tampak sangat bahagia bersama Jessica-ssi."nada Ryeowook kali ini sarat akan keputusasaan.
Ryeowook bisa mendengar Henry berdecak keras di seberang line. Sementara namja di sebelahnya tampak menyibukkan diri dengan keadaan taman.
"Kurasa keadaanmu kali ini jauh dari kata baik. Oh ayolah, Wookie. Wanita itu hanya perusak hubunganmu dengan Jongwoon Hyung. Kau harus berusaha mempertahankan Jongwoon Hyung, Wookie."
"Sudahlah. Aku akan memikirkannya lagi nanti. Aku akan menelponmu kalau ada apa-apa. Bye, Henry."dan Ryeowook memutuskan sambungan telepon begitu saja.
Ryeowook menghela nafas lagi lalu menyandarkan punggungnya pada kursi dan menyesap coffee latte-nya yang sudah nyaris dingin.
"Ehem.. Kau… Orang Korea?"
Suara namja yang ternyata masih duduk di sebelahnya –dan kali ini menggunakan bahasa Korea- memaksa Ryeowook untuk mengalihkan perhatiannya pada sosok yang mirip vampire di film yang pernah ditontonnya bersama Henry beberapa bulan yang lalu. Ryeowook mengangkat sebelah alisnya. Tidak yakin kalau namja di sebelahnya ini mengajaknya berbicara atau melontarkan pertanyaan tadi padanya.
"Ah, maaf. Aku tidak bermaksud lancang. Maafkan aku,"
Namja tinggi itu segera menundukkan kepala tanda minta maaf. Ryeowook masih diam sebelum kemudian memilih untuk menjawab namja di sampingnya ini. Mungkin tidak ada salahnya mendapat teman baru bukan?
"Ne, aku dari Korea."jawab Ryeowook singkat dengan senyum kecilnya, berusaha seramah mungkin pada orang asing di depannya ini –karena meskipun Ryeowook orang yang hangat, dia akan terlihat dan terkesan dingin pada orang asing, kecuali orang yang menarik untukknya seperti Jongwoon.
Namja itu mengangguk dan menyunggingkan senyum kecilnya.
"Ah, Wu Yifan imnida. Kau bisa memanggilku Kris."namja itu menjulurkan tangan putihnya. Ryeowook menatapnya sejenak lalu balas melempar senyum kecil untuk Kris.
"Kim Ryeowook imnida. Salam kenal, Kris-ssi."
"Senang berkenalan denganmu, Ryeowook-ssi."
.
.
.
Sementara Ryeowook memilih berbincang dengan kenalan barunya di taman, Jongwoon memilih untuk menikmati makan malamnya bersama dengan Jessica yang malam itu mengenakan gaun biru muda sepanjang lutut dengan high heels putih menjadi alasnya.
Jangan salahkan Jessica atas dandanannya atau kecantikannya atau apapun itu. Salahkan para pria yang tidak pernah tahan melihat kecantikan seseorang barang sedikitpun. Apalagi mereka yang dengan mudahnya tergoda lalu memilih melupakan seseorang yang dicintai dan mencintainya sepenuh hati demi wanita karir seperti Jessica.
"Kau menyukainya?"Tanya Yesung dengan senyumnya yang tipis.
Keduanya berada di sebuah restoran yang cukup mewah di pusat kota Tokyo. Yesung tampak begitu memperhatikan Jessica. Melupakan seseorang yang sedang menunggu kabar darinya. Sekedar sebuah pesan tidaklah menjadi sebuah maslah untuk namja yang menunggunya itu.
"Ne, Oppa. Aku menyukainya. Terima kasih."dan Jessica-pun menyunggingkan senyum terbaiknya untuk Yesung.
Yesung tampak beberapa kali melirik pada Jessica yang juga melakukan hal yang sama. Yesung tersenyum diam-diam. Sama sekali tidak terpikir jika kekasih mungilnya yang tengah mencoba melupakannya sejenak itu sama sekali tidak bisa melupakannya di waktu liburnya ini.
Terkadang, wajah seseorang itu bisa menipu. Tidak semua orang berwajah lembut benar-benar lembut. Begitu pula dengan orang berwajah dingin, tidak selalu dingin seperti rautnya. Lagipula, siapa yang bisa mengetahui isi hati orang lain?
Jessica menyunggingkan senyum menangnya diam-diam.
.
.
.
Setelah menghabiskan waktu semalaman di taman kota hingga taman itu sepi –bersama namja yang mengaku bernama Kris-, kini Ryeowook kembali memulai aktifitasnya. Beruntungnya Ryeowook bisa mendapatkan libur dari pekerjaannya menjadi guru les piano selama satu minggu ini. Dan lebih beruntung lagi bisa 'sedikit' berulah nakal dengan kuliahnya. Untuk itulah Ryeowook bisa terdampar di negeri Sakura ini untuk tiga hari lagi. Ryeowook kembali memperhatikan Yesung dari jauh. Menunggu namja tampan itu keluar dari kantornya lalu mengikutinya hingga memasuki sebuah restoran. Aktifitas yang sudah Ryeowook lihat selama dua hari dirinya di Jepang.
"Hyungie~ kau bahkan tidak mengirimiku pesan semalam."
Tangannya meraih dada kirinya yang entah kenapa terasa begitu tidak nyaman. Dilihatnya sekali lagi Jongwoon yang masih menikmati makan siangnya bersama Jessica. Apa itu sudah menjadi rutinitas mereka selama dua bulan terakhir? Ryeowook merasa dirinya akan menangis –lagi- jika masih terus berdiri di tempatnya. Ryeowook berbalik dan menemukan dirinya terkejut akan keberadaan seorang namja tinggi sedang memamerkan senyum lebarnya.
"Akh! Ternyata aku tidak salah. Sedang apa kau disini Ryeowook-ssi?"seru namja itu, Kris.
Ryeowook nyaris melonjak dari tempatnya. Tangannya yang masih menyentuh dada kirinya kini beralih jadi mengurut dadanya lantaran kaget. Ryeowook mendelik pada namja tinggi di depannya.
"Kau membuatku kaget, Kris-ssi."desis Ryeowook dengan wajah kesal.
Kris terkekeh tanpa dosa. Ryeowook malah menyipitkan matanya yang sebenarnya itu tidak membuatnya terlihat menyeramkan di mata Kris.
"Ah~ mianhae. Aku tidak bermaksud membuatmu kaget, Ryeowook-ah."balas Kris dengan menyebutkan panggilan yang lebih akrab untuk Ryeowook.
Ryeowook mengangkat sebelah alisnya namun tidak ambil pusing. Lalu tanpa mempedulikan Kris, Ryeowook melangkahkan kakinya menjauh dari tempatnya dan juga Kris. Kris yang melihatnya segera melangkahkan kakinya yang panjang untuk mengikuti Ryeowook. Dan tidak butuh waktu lama untuk Kris bisa menyusul Ryeowook yang melangkah dengan kaki pendeknya itu.
"Kau mau kemana, Ryeowook-ah? Ukh! Namamu susah sekali disebutnya."keluh dan Tanya Kris ketika dirinya sudah sampai di sebelah Ryeowook.
"Cari makan. Siapa pula yang menyuruhmu untuk memanggil namaku?"jawab Ryeowook ketus dengan pouty pada bibir tipisnya.
Kris terkekeh melihatnya.
"Oh, ayolah Wookie. Aku hanya ingin berteman denganmu. Kau ketus sekali,"jujur Kris.
Ryeowook menoleh cepat mendengar panggilan baru dari Kris.
"Wookie?"ulangnya.
Kris mengangguk antusias dengan senyum lebarnya.
"Wae? Apa kau tidak suka aku memanggilmu begitu?"
Ryeowook mendadak gugup. Entah karena apa. Tidak terlalu banyak yang memanggilnya dengan sebutan itu. Hanya orang-orang terdekatnya saja.
"A-ah, aniya… Terserah kau saja."balas Ryeowook akhirnya.
Kris mengikuti Ryeowook yang kembali melanjutkan jalannya. Berbagai pemikiran muncul di benak Ryeowook. Dan jujur saja, itu sangat mengganggu dirinya. Pikirnya, kenapa Jongwoon bisa setega ini padanya? Apa namja tampan itu bahkan tidak ingat kalau dirinya yang sudah berjanji pada orang tuanya untuk menjaganya sementara orang tuanya mengurus pekerjaan mereka di Jepang.
Jika ada yang bertanya kenapa Ryeowook tidak pulang ke rumahnya saja dan malah memilih tinggal di hotel, alasannya simple. Siapa memangnya yang mau mendengar omelan panjang lebar dari eomma-nya yang bila tidak dihentikan bisa saja berlangsung selama tiga hari tiga malam. Ck. Dan Ryeowook salah satu orang yang tidak ingin menanggung resiko itu.
"Kau mau kemana, Wookie-ah?"
Suara berat itu kembali menyentakkan Ryeowook. Ditolehkannya kepalanya ke arah samping kirinya dan mendapati namja setinggi pilar kantor orang tuanya itu berjalan santai disampingnya.
"Kau mau makan siang bersama? Ayo makan siang bersama!"seru Kris bahkan sebelum Ryeowook menjawab pertanyaannya –yang sama dengan sebelumnya- dan segera menarik tangan Ryeowook menuju restoran tradisional Jepang yang memang kebetulan tidak jauh dari tempat mereka tadi.
Ryeowook menghela nafasnya dan hanya bisa menuruti tarikan tangan namja tinggi itu. Namun diam-diam Ryeowook menyunggingkan senyumnya. Bukankah sudah lama dirinya tidak merasakan perasaan menyenangkan seperti ini? Entah sejak kapan.
.
.
.
Jongwoon menatap wanita yang saat ini duduk di hadapannya bersama kedua orang tuanya. Wanita yang entah bagaimana bisa membuat Jongwoon yang terbilang dingin itu bisa dengan mudah tertarik padanya. Tidak semudah itu memang. Tapi, berhasil membuat seorang Kim Jongwoon berpaling dari Kim Ryeowook itu seolah menjadi sebuah rekor tersendiri. Ayolah, Jongwoon type orang yang setia, sebenarnya. Nyatanya, sudah berapa tahun namja itu menjalin hubungan kasih dengan namja mungil itu? Dan tidak ada satupun yang berhasil mengusik hubungan damai keduanya. Hanya masalah kecil yang langsung terselesaikan dalam satu kali pembicaraan serius. Tapi kini? Mungkin Jongwoon sedang berada dalam titik terjenuhnya dengan hubungan rahasianya dengan Ryeowook ketika wanita muda nan cantik itu datang dan mengalihkan perhatiannya. Nyaris sepenuhnya.
Kedua orang tua mereka tampak tenggelam dalam obrolan mereka. Jongwoon tidak ambil pusing dan memilih untuk menikmati makan malamnya sambil sesekali matanya melirik kepada gadis yang duduk di depannya. Wanita muda itu tampak cantik dan anggun malam ini. Bukan berarti biasanya tidak tampak anggun. Hanya saja, entah ini perasaan Jongwoon atau memang Jongwoon yang terlalu berlebihan. Di matanya, wanita muda itu tampak lebih cantik dan anggun malam ini. Dress sewarna blewah yang ter-design simple namun tetap elegan itu membalut tubuh langsingnya .
"Jadi, bagaimana kalau bulan depan saja kita adakan acara pertunangannya?"
Suara berat dan berwibawa sang appa mengembalikan Jongwoon pada dunia nyatanya. Kepalanya berputar menatap appa dan eomma-nya yang tampak menunggu tanggapan darinya. Begitu juga Tuan dan Nyonya Jung. Sementara nona muda Jung itu tampak menatapnya penuh harap.
Jongwoon merasakan pening mendadak. Bulan depan? Haruskah secepat itu? Apa yang harus dikatakannya pada Ryeowook-nya nanti? Oh, katakan namja tampan itu plin plan. Bagaimana bisa dirinya masih bisa memikirkan orang lain namun ketika dirinya bersama orang lain itu, Jongwoon memikirkan orang lain yang kini ada di depannya?
Jongwoon memantapkan hatinya. Ya, memang dalam hal seperti ini selalu ada yang tersakiti bukan? Dan Jongwoon tidaklah mau menjadi pihak yang tersakiti. Setidaknya saat ini dirinya berpikir seperti itu. Egois bukan? Tapi, bukankah semua manusia itu memiliki sisi egois? Tergantung seberapa besar usaha manusia itu untuk menekan seminimal mungkin sisi egois itu agar tidak terlalu dominan dalam hidupnya. Lagipula, siapa yang bisa membaca masa depan?
"Kurasa tidak masalah. Asal Jessie juga tidak keberatan untuk ini."
Dan jawaban Jongwoon menghasilkan senyuman puas dari kelima orang lainnya. Jongwoon ikut menyunggingkan senyumnya kecil.
Mengorbankan perasaan orang lain, tidak apa bukan? Pikirnya.
Lalu makan malam di sebuah restoran mewah di pusat kot Tokyo itu berlanjut hangat. Seputar pertunangan. Lalu beranjak ke pernikahan. Dan naik lagi membicarakan keturunan. Dan apalagi? Begitu banyak hingga Jongwoon benar-benar tidak sempat mengingat barang sedikit saja sosok mungil yang kini berdiri di balkon kamar hotelnya seorang diri.
.
.
.
Setelah acara makan siangnya bersama Kris, Ryeowook berjalan-jalan bersama Kris. Namja tampan bertubuh tinggi menjulang itu begitu bersemangat menemani Ryeowook berjalan-jalan. Padahal Ryeowook sama sekali tidak meminta untuk namja itu menemaninya. Dan lebih parahnya, namja itu sudah berani meminta –memaksa sebenarnya- nomor teleponnya dan kemudian mengantarnya ke hotel.
Ryeowook menatap nanar langit luas yang terlihat begitu cerah malam ini. Hatinya merasa tidak tenang. Entah untuk alasan apa, Ryeowook sama sekali tidak bersemangat malam itu. Jam makan malam sudah lewat, tapi Ryeowook tidak juga beranjak untuk mendapatan makan malamnya.
"Jongwoonie Hyung~"lirihnya pada angin. Dihirupnya angin malam itu dalam-dalam.
"Aku merindukanmu…"
Ryeowook kembali diam untuk beberapa menit sebelum akhirnya kembali masuk ke kamarnya ketika bunyi ponsel mengusiknya. Dilihatnya nama Wufan –Kris sendiri yang menyimpan dan menamainya tadi- tertera sebagai ID penelpon. Ryeowook mendungus tapi tetap menjawabnya.
"Yeoboseyo,"sapa Ryeowook malas. Bukan namja tiang ini yang diharapnya menelpon.
"Yeoboseyo, Wookie-ah. Kau sedang apa?"
Ryeowook merasa senang mendengar pertanyaan seperti ini. Sudah berapa lama dirinya tidak mendengar pertanyaan sederhana seperti ini? Mungkin ini berlebihan. Tapi sungguh, sudah beberapa bulan terakhir Ryeowook tidak mendengar pertanyaan macam ini dari seseorang yang dicintainya.
"Mau tidur. Waeyo?"
Ryeowook benar-benar membaringkan tubuhnya di ranjang. Memilih tidur-tidur ayam sambil menjawab pertanyaan dari Kris.
"Tidur? Ini masih sore dan kau mau tidur? Apa kau sudah makan malam?"
Ryeowook mendecak. Namja ini cukup cerewet ternyata.
"Aku mengantuk jadi tentu saja aku akan tidur. Dan aku sedang tidak ingin makan malam. Lalu, ada apa menelponku?"
Suara di seberang sana terdengar mendesah berat. Dan Ryeowook hanya bisa mengangkat sebelah alisnya bingung.
"Aku ingin mengajakmu makan malam bersama. Dan aku sudah menunggumu di lobby hotel tempatmu menginap."
Suara di seberang tampak kecewa, namun kekehan pelan masih bisa Ryeowook tangkap dengan baik.
"Astaga!"
Dan benar saja. Suara di seberang sana malah terbahak mendengar balasan Ryeowook barusan. Ryeowook jadi berpikir, apa namja tinggi itu tidak punya pekerjaan? Astaga, kenapa sepertinya namja itu punya banyak sekali waktu luang?
"Cepatlah turun dan kita makan malam. Lalu kita jalan-jalan. Bukankah kau hanya sebentar disini? Sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan."
Ryeowook menghela nafas. Lagi.
"Memangnya kau ingin mengajakku kemana? Aku bisa kesini lagi lain waktu. Aku benar-benar mengantuk sekarang."ujar Ryeowook beralasan.
"Mungkin, saat kau kesini lagi nanti, aku yang sudah tidak disni."
Kening Ryeowook berkerut.
"Waeyo?"Tanya Ryeowook spontan.
"Karena itu ayo kita makann malam. Dan kita saling berbagi. Bagaimana?"tawar Kris.
Ryeowook tampak berpikir sejenak sebelum kembali bersuara.
"Aku akan dibawah kurang dari sepuluh menit."
"Good boy,"
.
.
.
From : Jongwoonie Hyung
Subject : Aku pulang
Tiga hari lagi Hyung akan pulang. Tidak perlu menjemput Hyung. Tunggu Hyung di apartemen, okay.
Ryeowook memkik girang saat membaca pesan dari Jongwoon pagi ini. Setelah semalam bercerita banyak hal dengan Wufan –Ryeowook memanggilnya begitu, ngomong-ngomong- Ryeowook kembali dengan wajah yang lebih cerah dibandingkan sebelumnya. Pikirnya, dia tidaklah merasa begitu kesepian dengan adanya Wufan. Jika hanya bertelepon ria dengan Henry, itu sama saja. Karena namja berpipi seperti mochi itu juga akan lebih memilih berlama-lama dengan 'gege'nya dari pada menemaninya bertelpon. Lagipula, Wufan orang yang menyenangkan. Dan Ryeowook baru tahu kalo Wufan itu juga lebih tua darinya dua tahun. Namja yang ternyata sedang menyeleaikan pekerjaan dari ayahnya yang berada di Canada itu akan pulang satu minggu lagi.
To : Jongwoonie Hyung
Subject : Re : Aku pulang
Baiklah jika Hyung tidak mau dijemput. Aku akan menunggu Hyung di apartemen. Hyung mau kumasakkan sesuatu?
Dan Ryeowook kembali tersenyum cerah sambil mendekap ponselnya. Bibirnya menggumamkan lagu rindu untuk Jongwoon-nya. Ingin rasanya menceritakan ini pada sepupu tersayangnya itu. Tapi biarlah ini menjadi kejutan untuk namja itu nanti.
From : Jongwoonie Hyung
Subject : Re : Aku pulang
Tidak usah. Kita akan makan di luar saja. Hyung tahu kau pasti lelah, baby. Dan ada yang ingin Hyung bicarakan nanti. Istirahatlah. Jangan lupa makan. Sampai jumpa nanti di Korea.
Ryeowook kembali mengernyit heran. Tumben?
Tumben?
Tidak. Jongwoon sudah sering seperti itu sejak dua bulan sebelum kepergiannya ke Jepang. Dengan alasan ada undangan makan dengan client, rekan kerja, atau sudah makan di luar dalam perjalanan pulang.
Jongwoon menolak dimasakkan olehnya. Padahal dulu, namja bermata sipit itu bahkan suka memaksanya membuatkan sekedar bekal makan siang demi bisa memakan masakannya. Dan selalu berusaha pulang sebelum jam makan malam agar bisa makan berdua dengan Ryeowook selayaknya pasangan suami istri.
Tapi, itu dulu. Ryeowook masih ingat. Saat dimana untuk pertama kalinya Jongwoon menolak dimasakkan olehnya ketika orang tuanya mengajaknya makan malam bersama. Tapi setelah itu, Jongwoon masih suka makan masakannya meski tidak sesering sebelum orang tuanya mengajaknya makan malam bersama tanpa Ryeowook. Ryeowook melihatnya. Orang tua Jongwoon, besama dua orang tua lain tampak tersenyum senang. Sementara Jongwoon memasang wajah datarnya di depan seorang wanita muda yang cantik.
Ryeowook mengikutinya? Tidak. Namja bertubuh mungil itu tidak bermaksud. Hanya saja, dirinya cukup penasaran. Karena biasanya orang tua Jongwoon juga akan mengundangnya jika orang tua itu menginginkan Jongwoon untuk makan malam bersama. Dan lagi, malam itu, mereka di sebuah restoran yang mewah. Bukan rumah besar orang tua Jongwoon yang hangat. Ryeowook bahkan ingat betapa sumringahnya wajah eomma Jongwoon ketika dua keluarga itu beranjak menuju ruang VIP yang sepertinya memang sudah dipesan sebelumnya.
Dan ini berarti sudah lima bulan lebih bukan, Jongwoon tidak makan masakannya?
Apa Ryeowook terlihat menyedihkan?
Ryeowook bahkan tidak peduli itu. Asal Jongwoon ada disisinya.
Tapi mengingat hubungannya dengan Jongwoon akhir-akhir ini –nyaris suejak tiga bulan setelah pertemuan Jongwoon dengan wanita itu sebenarnya-. Dan juga, tentu saja kalian tahu, betapa hubungan sesama jenis itu masih cukup tabu untuk masyarakat awam. Mereka hanya tidak tahu, terkadang, cinta yang normal itu tidaklah sesuci yang mereka ucapkan. Tentu saja. Kalau benar sesuci itu, untuk apa ada perselingkuhan? Atau bahkan perceraian? Mereka terlalu cepat menarik kesimpulan. Bahkan, untuk pecinta sesama, mereka juga tidak asal pilih. Tentu mereka juga memiliki kriteria tersendiri. Mereka juga pilih-pilih bukan? Ryeowook merasa harapannya semakin tipis jika kembali menilik statusnya dengan Jongwoon. Orang tua mereka tentu akan sedih jika mengetahuinya.
Bisakah Ryeowook berharap sedikit saja? Hanya sedikit. Bisakah?
Ryeowook tersenyum miris membayangkan dirinya yang akan dibuang oleh Jongwoon. Merasa tidak akan sanggup lebih lama memikirkan hal ini, Ryeowook memilih beranjak membersihkan dirinya dan merapikan diri sebelum kembali mengikuti Jongwoon. Untuk terakhir kalinya. Karena nanti malam Ryeowook akan segera kembali ke Korea.
Ryeowook memainkan ponselnya dari tempatnya yang tidak jauh dari kantor Jongwoon berada. Matanya terlihat focus pada benda elektronik tersebut. Sesekali kekehan kecil terdengar. Atau dengusan kadang terlihat menyelinap keluar dari bibir tipisnya.
"Dasar Wufan."sungutnya pelan sebelum memasukkan kembali ponselnya ke dalam sakunya.
Ryeowook melirik jam tangan putihnya. Waktu menunjukkan pukul 11:43 ketika Ryeowook melihat mobil Jessica –yang memang Ryeowook sudah hafal sejak kedatangannya di Jepang empat hari yang lalu- memasuki kawasan gedung perkantoran itu. Ryeowook menunggu hingga waktu menunjukkan pukul 12:07 ketika mobil Jessica kembali keluar. Dan Ryeowook yang sudah ada di dalam taksi-pun meminta sang sopir untuk mengikuti mobil itu yang, sekali lagi berhenti di tempat yang sama seperti hari-hari kemarin.
Ryeowook turun dan kembali bersembunyi di tempat yang sama seperti hari-hari sebelumnya. Matanya mengawasi dua orang yang masih saja bersenda gurau atau terkadang sesekali raut wajah serius terpampang di wajah keduanya. Air mata Ryeowook sudah tak lagi ditahannya seperti hari kemarin. Pikirannya terlalu takut memikirkan apa yang akan Jongwoon katakan ketika mereka bertemu nanti.
Ryeowook meremas dada sebelah kirinya ketika melihat Jongwoon mengusap entah apa itu di sudut bibir Jessica dengan begitu lembut. Kemungkinan wajah Jessica merona dan terlihat pula senyum malu-malunya.
"Tidak usah dilihat kalau memang itu membuatmu sakit,"
Ryeowook merasakan pandangannya menggelap seiring dengan kata yang diucapkan dengan suara lembut itu. Ryeowook hafal suara itu.
"Wufan-ie~"rintih Ryeowook masih dalam posisi yang sama. Air matanya masih mengalir membasahi tangan besar namja yang berada di belakangnya.
"Aku disini,"
Namja di belakang Ryeowook itu memutar tubuh Ryeowook dan memeluknya. Ryeowook masih sesenggukan dalam pelukan Kris. Jangan salahkan Ryeowook. Meskipun Ryeowook namja yang hangat, tidak berarti Ryeowook punya banyak teman dekat. Ryeowook bahkan bersikap dingin pada orang yang baru ditemui dan asing untuknya. Tidak terlalu mengherankan sebenarnya. Tapi bersama Kris, Ryeowook merasa begitu nyaman dan dilindungi. Terlebih saat ini Ryeowook membutuhkan sandaran. Henry ada di China sekarang. Dan yang ada di sampingnya hanya namja tiang ini. Ryeowook percaya padanya. Karena namja ini bisa membuatnya yang jarang merasa cepat nyaman dengan orang asing bisa dengan cepatnya percaya dan nyaman pada Kris.
.
.
.
Jongwoon menatap Ryeowook yang duduk diam dihadapannya. Namja bertubuh kecil itu tidak menatapnya sama sekali. Hanya melempar pandangannya keluar. Melihat beberapa pelayan yang bekerja. Atau bahkan hanya melihat isi gelasnya yang sudah tinggal separuh. Hari ini, hari yang dijanjikan Jongwoon untuk pulang ke Korea. Dan saat ini keduanya sedang makan malam di restoran langganan mereka.
Jongwoon sekali lagi memantapkan hatinya. Satu bulan lagi, dirinya akan bertunangan dengan wanita cantik yang anggun. Memiliki pasangan selayaknya pasangan normal lainnya. Tidak dengan namja yang kini tengah mencoba menikmati cairan coklat manis dari cangkir putih di depannya.
Apa Jongwoon begitu mudah berpaling? Yea, mungkin bisa dikatakan seperti itu untuk saat ini. Tapi sekali lagi, hati manusia siapa yang tahu? Tidak ada yang tahu kapan hati manusia bisa berubah. Mungkin banyak di luaran sana yang berkata bahwa diri mereka adalah type setia. Namun bagaimana jika kenyataannya mereka malah berpaling. Tidak perlu mencari. Mudah saja, bagaimana dengaan orang-orang yang bahkan sudah mengucapkan janji suci di depan altar pernikahan, bahkan memiliki anak, tapi berujung dengan percaraian? Karena perasaan seseorang tidak ada yang tahu kapan akan berubah.
"Kim Ryeowook,"panggilnya tegas.
Tangan Ryeowook bergetar. Sebenarnya, Ryeowook sudah ingin menangis saja sekarang. Tapi ditahannya sekuat tenaga agar tidak menangis di depan Jongwoon.
"Ne, Hyungie?"
Kepala Ryeowook mendongak demi menatap Jongwoon yang juga tengah menatapnya intens. Bibirnya ditarik sekuat tenaga agar bisa menyimpulkan sebuah senyum yang wajar dan tulus dan juga terlihat manis. Tapi sedikit banyak itu tidaklah berhasil.
"Aku ingin bicara sesuatu, kuharap kau mendengarku dan tidak menyelaku."
Ryeowook bisa merasakan dadanya yang semakin berisik.
"Ne, bicaralah Hyung."
Jongwoon menarik nafas dalam dan menghembuskannya kembali dengan perlahan.
"Aku ingin hubungan kita berakhir sampai disini. Kau tahu bahwa hubungan kita tidaklah wajar. Masih begitu tabu untuk dilihat masyarakat umum. Kita masih bisa menjadi teman kalau kau mau. Tapi aku ingin hubungan kita hanya sebatas itu. Karena satu bulan lagi aku akan bertunangan. Kuharap kau mengerti,"ucap Jongwoon tenang.
Ryeowook bisa merasakan dadanya begitu sesak mendadak. Ryeowook yakin dirinya tidak menderita penyakit pernapasan. Tapi kenapa rasanya begitu sesak mendengar Jongwoon mengatakan apa yang dia takutkan beberapa bulan terakhir ini?
"Wae, Hyung? Waeyo? Apa aku begitu tidak pantas untuk berdiri di sampingmu hingga kau mengatakan hal seperti ini? Apa aku melakukan kesalahan? Katakan padaku apa kesalahan itu Hyung, akan kuperbaiki. Tapi kumohon jangan tinggalkan aku…"
Air matanya mengalir pelan. Matanya menatap Jongwoon dengan tatapan memohon. Tapi Jongwoon hanya memasang wajah datarnya. Ryeowook begitu tidak menyangka semua yang dipikirkannya benar-benar terjadi. Lalu apa arti kebersamaan mereka selama ini? Bahkan Jongwoon sendiri yang mengatakan pada orang tuanya akan membantu mereka menjaga Ryeowook selama mereka di Jepang. Mereka tidak kenal hanya untuk satu dua tahun, tapi lebih dari tiga tahun. Dan sekarang semuanya berakhir seperti ini?
"Ini yang terbaik untuk kita semua, Ryeowook-ah. Untukmu. Untukku. Dan untuk orang tua kita. Mianhae, tapi aku tetap pada keputusanku. Hubungan kita berakhir sampai disini. Aku pulang dulu,"
Jongwoon bangkit dari kursinya dan berjalan meninggalkan Ryeowook yang menatapnya tidak percaya.
"Hyung~ Hyungie~ Kajima…"
Ryeowook berjalan mengikutinya. Berjalan dengan langkah terseok –terlalu shock dengan ucapan Jongwoon yang sebenarnya sudah diperkirakannya sebelumnya-. Ryeowook jatuh terduduk ketika mobil Jongwoon melintas di depannya.
"Hyungie~ Kajima~"
.
.
.
Te Be Ce
.
.
.
Annyeonghaseyo~~~ *lambai-lambai. Ichi bawa ceita baru lagi. Jelek? Ah~ Ichi sepenuhnya sadar kok kalo ceerita ini jelek. Bahkan lebih jelek dan gak bermutu sama kayak cerita sebelumnya. *muka sedih. Tapi bolehkan Ichi lanjut lagi kalo masih ada yang berminat dan pengen dilanjut? *dijitak. Ehehehe~
Ini, judulnya, sama ceritanya Ichi usahain sejalan. Eh, mungkin sebenernya sama isi lagunya sih. Tahu kan lagu ini? Itu loh, yang dinyanyiin SJ KRY di acara super junior sketchbook sama siapa gitu. Acaranya tanggal 24 bulan 7 tahun 2012 –kalo gak salah. Judulnya juga ini. Distant memory of you. Ichi lagi seneng banget denger lagu ini. *curhat. Semoga gak begitu mengecewakan ya?untuk couple, hehehe~ mianhae~~~ *bungkuk dalem dalem* Ichi gak maksud buat pisahin abang sayang, tapi tuntutan cerita maksa Ichi buat ngelakuin itu *digetok. Dan kenapa Ichi pilih Wu Yifan? Bukan Kyu atau Sungmin atau siapapun itu dari member SuJu? Itu karena beberapa waktu yang lalu, Ichi gak sengaja lihat photo Ryeo sama Wufan pas di SMTOWN. Huks~
Dan untuk memories yang udah Ichi tamatin, maaf kalo endingnya kaya gitu. Ichi Cuma mau buat yang sedikit beda aja sama endingnya. Mungkin ada yang sempet mikir kalo Ryeo bakalan meninggal di fict itu gegara penyakitnya, tapi sayangnya Ichi gak pernah kepikiran soal itu. Hohoho~ maaf kalo bikin abang kita yang imut, unyu dan manis itu begitu sengsara. Ichi juga sebenrnya gak tega untuk bikin scene itu -_- :'(
Cha, sebelum keluar dari sini, adakah yang sudi untuk meninggalkan jejak berupa review? Tidak perlu panjang. Satu kata juga boleh. Tapi Ichi gak bakalan maksa yang gak mau kok.
Gomawo~~~ *deep bow with Kris*
Pay pay *waves*
