Sasuke berlari, lalu terjatuh.
Tertarik oleh gravitasi bumi, tubuhnya amat ringan ketika melayang sepersekian detik di udara tapi ketika pantatnya menyentuh lantai keramik yang dingin, saraf paccini-nya bekerja: mengirim rangsang tekanan kepada parietalis di otaknya kemudian dikirim kepada efektor. Ia mengeluh sakit, rintihan keluar dari mulutnya. Seperti terbangun dari mimpi buruk, ia melebarkan matanya yang sejenak menjadi gelap.
Ia segera berdiri, memungut isi tas jinjingnya yang keluar kemana-mana. Tak mempedulikan tatapan dari mata-mata orang yang berlalu lalang di sekitarnya, ia segera beranjak karena ada banyak hal yang harus diselesaikannya hari ini.
"Sensei…" derap langkah kaki tunggal datang menghampirinya, empunya berjongkok membantu memunguti barang-barang Sasuke. "Sensei duluan saja, operasinya dimulai satu jam lagi."
"Aku terjebak macet," jawab sang dokter muda, ia hendak melanjutkan mengambil barang-barangnya namun sebuah tangan menahannya.
"Istirahatlah, Sensei." Ia mendongak, iris birunya memandang obsidian milik Sasuke. "Satu jam lagi kau harus menyelamatkan satu nyawa manusia, jangan sampai gagal."
Mereka bertatapan cuckup lama. Kedua orang itu tidak ada yang mau mengalah. Sasuke ingin membereskan barang-barangnya yang jatuh sendiri, sedangkan ia bersikeras membantu Sasuke. Biru bertemu obsidian. Rahang keduanya mengeras, tatapannya menajam. Merasa tidak akan menang dari perawat di hadapannya, Sasuke pun berdiri sembari menepuk jas putihnya.
"Gunakan satu jam ini untuk tidur, Sensei." Ia berkata dengan volume yang cukup keras sehingga Sasuke yang telah menjauh beberapa meter darinya berhenti dan berbalik.
"Terima kasih… Ino."
Perawat itu tersenyum, "sama-sama, Sensei."
.
.
.
Sasuke tidak bisa tertidur meski ia telah memejamkan matanya selama berbelas-belas menit.
Pria itu mengangkat tanganya ke depan wajah, mengamati telapaknya yang kasar. Ia menggerakkan jari-jarinya yang biasanya digunakan untuk menggenggam pisau operasi, membedah tempurung kepala orang, mengambil tumor di otak banyak manusia. Percaya atau tidak ia telah menyelamatkan nyawa puluhan orang, setidaknya ia harus bangga dengan hal itu. Sasuke tak pernah sekalipun gagal, ia selalu melatih jari-jarinya untuk menjahit dan bermain piano agar tetap kuat. Setiap pagi ia berolah raga dan mengkonsumsi makanan sehat serta menghindari kopi. Menjadi dokter bedah saraf di usianya yang muda sangat tidak mudah, harus bersaing dengan para senior yang memiliki jam terbang lebih lama dari masa sekolahnya.
Sasuke tak pernah gagal, ia tak boleh gagal.
Satu kesalahan akan menjadi luka yang membekas dalam catatan sejarahnya sebagai neurosurgeon terbaik. Oleh karena itu, sekelebatan mimpi aneh tidak boleh mengambil alih pikiran dan konsentrasi Sasuke. Dalam hitungan menit akan ada satu nyawa yang menjadi tanggung jawabnya.
Ia membawa tangannya menyentuh dahi sembari memejamkan mata, mencoba tidur untuk kesekian kalinya. Namun setelah hampir dua puluh menit tak juga terlelap, dengan geram ia akhirnya bangkit menuju ruang operasi yang berada sisi lain rumah sakit.
Mungkin dengan berjalan-jalan otaknya bisa sedikit fresh.
.
.
.
"Silahkan menghitung bersama saya mulai dari satu… dua…"
"Satu… dua… tiga… em―pat… lima…"
Ino memberikan sarung tangan karet steril berwarna hijau mentah kepada Sasuke ketika dokter anestesi baru saja menyuntikkan bius kepada pasien. Ini ritual yang telah Sasuke dan rekan-rekannya lakukan puluhan kali. Pikirannya sedikit segar karena kali ini ia memilih jalan memutar yang lebih panjang untuk ke ruang operasi. Sasuke bisa melakukan pembedahan hari ini, ia memiliki ukuran untuk dirinya sendiri sebelum menyanggupi suatu hal.
Keadaan selalu seperti ini, setiap operasi, berlainan pasien, nyawa kritis yang berbeda. Neji―dokter anestesi yang sering bekerja sama dengannya dalam sebuah operasi―mengalirkan keringat dingin di pelipisnya, padahal ia telah melakukan menjadi dokter selama lima tahun tapi ia selalu khawatir berlebihan akan membuat pasiennya koma saat operasi selesai. Sasuke mengamati Neji yang gugup berkali-kali membasuh wajahnya dengan air dingin sebelum masuk ke dalam ruang operasi, mengecek dahinya: memastikan ia tidak pusing dan tusukan jarumnya tidak akan meleset.
Ino memberi isyarat bahwa segala sesuatu yang ia butuhkan telah siap, maka Sasuke berdiri menghampiri meja operasi dimana seorang pasien telah masuk dalam alam mimpinya. ketika ia terbangun, mimpi buruknya telah berakhir dan ia bisa menjalani kehidupan yang normal. Tugas Sasuke adalah mengakhiri mimpi buruknya.
Sasuke memberi Neji satu sentuhan di pundaknya yang kini mulai menegang, dokter bedah saraf itu memberikan senyuman yang jarang ia tunjukkan pada orang-orang. Senyuman yang seolah berkata bahwa Neji telah melakukan yang terbaik.
Ino menyerahkan pisau dan Sasuke menerimanya.
Ia menghirup napas panjang dan menghembuskannya lewat mulut sebelum mulai mengiris lapisan daging di kepala pasien. Namun ketika benda tersebut telah mengenai permukaan kulit kepala pasien, mata sang dokter hampir melebar. Ia gemetar hebat, dua beda steril terlepas dari genggam tengannya menuju lantai.
"Sensei?" Ino bertanya dengan nada khawatir, "apa anda baik-baik―"
Ino terkejut, hampir tak percaya pada lensa matanya yang melihat butir demi butir air mata jatuh dari mata sang dokter.
Sasuke menutup matanya sejenak dengan napas berat, para asistennya berkerumun di sekitarnya. Tuhan, kenapa ia harus bertemu dengannya sekarang….
Sejak awal Sasuke mengingatnya. Memori tentang mimpi anehnya, bagaimana ia menjadi manager, agen, dan seorang ninja. Lalu tiga adegan kematian yang diperankan oleh orang yang sama, orang yang kini berbaring di meja operasi, yang kini nyawanya berada di antara jari-jari dan pisau sterilnya. Naruto. Seorang yang telah membuatnya berkali-kali merasakan rasa pahit bernama kehilangan…
"Ino, ambilkan pisau dan gunting yang baru…"
Tidak bertanya apapun lagi, sang perawat mencari pisau dan gunting steril yang lain dan segera menyerahkannya kepada Sasuke.
Satu menit setelah Sasuke benar-benar memotong kulit kepala Naruto sepanjang satu senti, ia berhenti. Para asistennya terkesiap ketika untuk kedua kalinya ketika pisau dan gunting di tangannya terjatuh. Bersamaan dengan Sasuke yang berlutut sambil memegangi mulutnya, berusaha untuk tidak menjerit.
.
Another Universe
By Pearl
Happy SasuNaru day!
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: mention SasuSaku & SasuHina, tapi tenang saja main pairingnya SasuNaru.
.
Because you could have loved me forever. And maybe in another universe, I let you.
.
.
.
Delapan jam setelahnya, Naruto keluar dari ruang operasi… bersama dengan Sasuke yang bahkan belum melepas pakaian steril yang ia kenakan. Masih dengan masker dan penutup rambut, sang neurosurgeon sendiri yang mendorong ranjang Naruto menuju ruang ICCU.
Berbagai selang digunakan menyokong hidupnya. Detak jantung Naruto mulai tidak stabil ketika operasi baru berjalan separuh langkah, tegangan darahnya naik turun. Sekali dalam sejarah kehidupan dokternya, Sasuke merasa sangat tertekan saat mengoperasi seseorang. Di sisi lain ia tak ingin melihat pria yang terbaring pasrah di hadapannya mati untuk yang kesekian kalinya.
―dan ketika selesai, Sasuke tak kuasa menahan tangis yang sedari tadi dibendungnya.
Naruto masih hidup, ia sangat bersyukur jantungnya berdetak walau sangat pelan.
Dan Sasuke tinggal di kamar Naruto malam itu hingga pagi, tapi Naruto belum membuka matanya.
.
Keesokan harinya, Sasuke tetap berada di sisi ranjang Naruto. Pria itu menatap sang pasien dengan perasaan kacau. Mengamati setiapinchi detail wajah pria yang telah berkali-kali ditemuinya dalam mimpi. Mimpi buruknya, karena mereka selalu bertemu dalam keadaan yang salah.
Sasuke tidak ada jadwal operasi selama dua hari, maka ia membawa sebagian barang dari apartemennya ke kamar Naruto―Sasuke menyebutnya pindahan kecil―selama dua malam ia menunggu pria yang masih tertidur pasca operasinya tanpa sedetikpun pergi dari sisinya.
.
Hari ketiga, sore itu jadwal operasi menanti Sasuke.
Pagi-pagi ia menyempatkan pulang ke apartemen untuk mandi dan pergi melaundry baju-bajunya.
Ia berada di ruang operasi selama enam jam. Seorang gadis penderita meningioma telah diberikan kesempatan kedua untuk hidup lewat Sasuke. Operasinya berhasil. Ketika gadis itu membuka matanya di kamar rawat, ia disambut oleh tangis haru seluruh keluarganya. Ayah dan Ibunya menangis, beratus kali membungkuk hormat kepada Sasuke.
Sang dokter hanya tersenyum palsu.
Karena ada seseorang di ruang ICCU yang hingga saat ini belum membuka matanya.
.
Satu minggu Naruto belum sadarkan diri, Sasuke mulai putus asa.
Ia dan Neji―yang wajahnya sudah seperti mayat hidup ketika mengetahui pasiennya masih koma―telah mengecek kondisi Naruto. Seharusnya semuanya normal. Detak jantungnya normal walau tekanan darahnya tinggi. Hanya mata itu saja yang tidak terbuka.
Setelah itu Sasuke terus berada di sisi Naruto, sedangkan Neji pergi ke kamar mandi untuk membasuh kepalanya sekali lagi.
.
Dua minggu berlalu, Naruto belum juga sadar.
Sasuke sudah tak pernah pulang ke apartemennya lagi, pekerjaannya sebagai dokter terbengkalai. Dua hari lalu ia hampir saja membunuh satu nyawa pasien yang sedang menjalankan operasi. Namun hal tersebut segera dihentikan oleh Ino, dan operasi tetap berjalan akan tetapi senior-nya yang menangani.
.
Tiga minggu. Mata biru itu tak juga terbuka.
Sasuke mulai mengkonsumsi kopi―yang seumur hidupnya selalu ia hindari―agar tetap terjaga dan memantau keadaan Naruto.
Tiga minggu lima hari. Sasuke berhenti minum kopi, ia mencoba hal baru yang membuatnya melarikan diri dari segala masalah: vodka.
Sasuke tak lagi memiliki jadwal operasi. Ia pun tak yakin apakah ia masih bisa disebut dokter atau tidak.
.
Sebulan. Sasuke mengambil dua belas hari cutinya dalam satu tahun agar bisa di sisi Naruto sepanjang hari. Ia juga telah mendapat dua kali surat peringatan―yang selalu diabaikannya.
Sebulan tiga hari. Sasuke berpikir untuk berhenti menjadi dokter.
Ia mengutarakan isi hatinya kepada Neji. Pria itu langsung memukulnya di pipi hingga air ludah Sasuke berwarna merah akibat darah.
.
Sebulan empat hari. Sasuke berhenti minum.
Hari ini, setelah sekian lama ia pulang ke apartemennya untuk membersihkan badannya yang lengket serta pikiran kacaunya. Pria itu berdiri di bawah guyuran air dingin, ia mematung cukup lama, memandangi ujung kuku jari kakinya yang sudah panjang karena sebulan Sasuke tak sempat mengurus dirinya sendiri.
Ia menunduk memandangi air yang turun ke lantai kamar mandinya masuk ke dalam saluran air. Sebelum benda bening itu menghilang ke bawah, mereka berputar membentuk lingkaran kecil―lalu menghilang.
Sasuke terkesiap. Tiba-tiba saja ia sadar akan sesuatu hal yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya sejak terbangun dari mimpinya sebelumnya.
Bukan… bukan mimpi.
Sasuke mematikan keran hingga shower di atasnya berhenti mengalirkan air.
Ini semua bukan mimpi, hatinya berkecamuk. Hal yang selama ini terjadi padanya bukan sekedar mimpi. Ini kenyataan.
Ia terlempar ke kehidupan lain….
.
.
Sasuke duduk di satu-satunya sofa yang ada di apartemennya tanpa repot berpakaian terlebih dahulu, ia menarik kertas kosong dari bawah meja dan sebuah pulpen. Ia mulai membuat bagan: bagan mimpi-mimpinya.
Di mimpinya yang pertama, ia adalah seorang manager… Sasuke memotongnya hingga adegan kematian.
Di mimpinya yang pertama ia dan Naruto sedang makan siang, lalu sebuah truk melaju kencang menabrak jendela kaca lalu menggilas tubuh Naruto yang sedang makan bersamanya… Benar, Sasuke tidak mati, jelas-jelas ia melihat tubuh Naruto yang hancur terlindas roda truk. Sasuke bahkan ingin menolongnya, tapi kedua kakinya terhimpit oleh badan truk.
Pria itu meremas ujung kertas ditangannya.
Pada saat ia menjadi seorang agen bersama Hinata. Naruto mati tertembak peluru yang menembus tengkoraknya, sedangkan ia mati tertembak oleh peluru anak buah si penculik. Di mimpinya yang kedua, mereka berdua mati.
Lalu pada saat eksekusi… Sasuke sangat yakin ia berjalan pulang setelah melihat proses eksekusi Naruto. Dan ketika ia membuka matanya, ia berada di koridor rumah sakit, terpeleset, lalu Ino menolongnya.
Di mimpi pertama dan ketiga ia tidak mati, tapi mengapa hanya di mimpi kedua mereka berdua mati?
Terdiam sejenak, Sasuke mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi pada saat hal itu terjadi. Adegan naas yang ia benci kembali berputar di pikirannya.
Ia ditembak dari belakang, oleh anak buah si penculik… tepat di dada… lalu ia mati…
Semuanya masuk akal, manusia pasti akan langsung mati jika peluru menembus jantungnya. Jika memang ia mati di mimpinya yang kedua, tapi mengapa ia terbangun lagi dan―
Lain jika yang tertembak adalah dada kanan.
Benar…. Mungkin saja ia belum mati dan berpindah ke mimpinya yang lain.
―oh! Sial! Kenapa ia baru menyadarinya sekarang…
Lalu semuanya menjadi klik di kepala Sasuke. Mimpinya yang pertama, lalu ia bangun di mimpinya yang kedua, ketiga, hingga sekarang.
Dari semua rentetan mimpinya―bukan, kini ia yakin bahwa itu bukan mimpi.
Bukan karena kematiannya lah yang membuat ia terlempar dari satu kehidupan ke kehidupan lainnya.
Tapi Naruto…
Karena Naruto mati di kehidupannya, maka ia terlempar di kehidupan lain. Apabila ia terus menerus terlempar seperti sekarang, cara menghentikannya adalah….
.
.
.
.
Suara langkah kaki tunggal terdengar di sepanjang koridor menuju ruang ICCU. Sasuke dengan jas dokternya melangkah mantab, ia berhenti di depan kamar Naruto. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Sasuke masuk ke dalam.
Naruto masih tak sadarkan diri. Sebagai dokter terhebat sebetulnya ia tahu bahwa sudah tak ada lagi harapan Naruto untuk bisa sadar, kondisinya terlalu buruk, kecuali sebuah keajaiban datang.
Maka ia akan membuat keajaiban itu.
Dipandanginya sosok pria yang telah membuatnya merasakan pedih berulang kali itu. Dari bulu matanya yang panjang, pipinya yang kini terlihat kurus, matanya cekung… Seharusnya ia tak boleh mendapatkan takdir buruk seperti ini di hampir seluruh kehidupannya. Tidak boleh…
Dibelainya pipi itu menggunakan tangan Sasuke yang kasar karena pisau dan gunting operasi. Hangat…
Sasuke menunduk, mendekatkan wajahnya kepada Naruto. Ia mengecup dahinya, turun ke pipi, lalu melepas masker oksigen dan mencium bibirnya. Sasuke tidak tahu apakan ini ciuman pertamanya bersama Naruto, ataukah ia pernah melakukannya di banyak kehidupan lain, sungguh ia tak peduli.
Sang pria raven memisahkan dirinya dengan Naruto dan menciumnya sekali lagi, lagi, lagi…. Hingga tidak terasa ia menitikkan air mata.
Ia harus menghentikan penderitaan Naruto… Harus!
Dengan tangan bergetar hebat, Sasuke mengambil bantal yang digunakan untuk menyangga kepala Naruto―meletakkannya di atas wajah kekasihnya―lalu menekan benda itu sekuat tenaga. Tidak ada respon dari manusia yang berada di bawahnya, namun napasnya yang awalnya naik turun perlahan berhenti. Detak jantungnya semakin melambat sampai akhirnya benar-benar berhenti.
Setelah itu Sasuke mendengar suara lonceng berbunyi dengan keras yang menandakan jantung pasien telah berhenti berdetak.
Sebelum seseorang datang menuju kamar ICCU Naruto. Sasuke merendahkan tubuhnya untuk mengecup bibir Naruto sekali lagi.
Terasa dingin.
.
.
.
.
Sasuke berjalan dengan kedua kakinya di atas aspal yang basah akbat hujan germis yang tak turun sejak berbulan-bulan lalu. Bau tanah basah menyeruak masuk ke saraf pembau di hidungnya meski sebagian besar jalan telah dilapisi aspal atau paving. Bagian dari polesan yang tidak rata menyebabkan genangan air.
Sasuke benci hujan.
Tetesan air jatuh mengenai rambut Sasuke, turun ke bahunya yang berlapis mantel kulit berwarna coklat tua. Hujan pertama di bulan Juni membuat pipi telanjangnya beku. Gigi dan tulangnya ngilu. Ketika tetesan gerimis telah menjadi hujan, Sasuke meraih sebuah tangan milik seseorang yang sedari tadi berjalan di sampingnya. Menariknya untuk berlari.
Hujan semakin deras sementara mereka belum menemukan tempat berteduh.
Mereka…. Ia tersenyum ketika mendengar kata itu di pikirannya. Mereka adalah kata jamak tang terdiri aku dan kau, kata yang memiliki pasangan.
Ia mendengar air berkecipak ketika sepatunya menghantam aspal. Air hujan memasuki matanya hingga berubah warna menjadi merah dan terasa perih, tidak ada waktu untuk memakai pelindung untuk saat ini. Sekujur tubuhnya telah basah, mulai ujung rambut sampai kaus kaki yang ia kenakan di dalam sepatu. Sasuke pun menggenggam tangan itu lebih erat dan mempercepat larinya.
"Kita hampir sampai."
"Mau ke mana kita?" Pria di sampingnya bertanya.
"Ke tempat di mana aku dan kau bersama…"
"…Gombal." Ia terkekeh.
Lalu Sasuke berhenti. Ia memandangi sosok pria yang berdiri di bawah hujan bersama dengannya mulai rambut hingga kaki. Ia tersenyum, dieratkan genggaman tangannya pada pria itu.
"I love you…" Sasuke berkata dengan lantang agar suaranya tidak teredam hujan saat menyatakan hal yang sangat ia ingin katakan sejak dulu. Pria raven itu mengecup tangan terkasihnya. "I love you so… so… so… much." And it hurts.
Pria yang lain tersenyum, tak peduli hujan semakin deras dan tubuh mereka mulai mengigil karena basah, ia memeluk Sasuke dan berbisik―
"I love you more," di telinga Sasuke.
Kemudian hal itu terjadi. Sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi ke arahnya, ke area pejalan kaki. Orang-orang di sekitarnya menjerit ketakutan, beberapa dari mereka mencoba berlari, menghindar, akan tetapi hal itu terjadi dalam waktu yang lebih singkat dari kedipan mata. Sasuke menghirup udara sebanyak mungkin ke dalam paru-parunya, karena mungkin itu adalah hal terakhir yang sempat ia lakukan. Dalam waktu kurang dari satu atau dua detik sebelum terdengar bunyi tulang beradu dengan besi, Sasuke mendorong pria yang sedang bergelayut dalam pelukannya menjauh… Sejauh mungkin.
Dia mengenali wajah itu, tentu saja.
Satu-satunya orang yang ia cintai di dunia ini.
Ia mencintai pria itu sejak awal. Cinta Sasuke telah membuktikannya, ia terlempar ke kehidupan lain hanya untuk mengejarnya lalu melihatnya mati sekali lagi, lagi, dan lagi. Tapi kali ini Sasuke tidak akan diam saja, ia punya misi: menyelamatkannya.
"Naruto…."
Kali ini ia mengatakannya. Mengatakan satu nama yang sangat berarti bagi hidupnya.
Ia melihat pemandangan yang mengerikan, truk besar mengguling menimpa badannya. Rodanya yang besar berputar di depan kepalanya. Lalu terdengar suara retakan seperti cabang pohon yang patah, tulang-tulangnya remuk terhimpit aspal dan badan truk. Di tengah-tengah keributan― teriakan orang-orang, ledakan, gesekan, dan detak jantung terakhirnya―Sasuke tidak bisa mendengar apapun lagi.
.
…karena aku tak sanggup melihatmu mati di depan mataku sekali lagi.
.
End
.
Terima kasih untuk anda-anda yang membaca, review, fave dan follow fanfic ini.
Jika anda masih bingung tanyakan saja via review atau pm/twitter. Tapi sepertinya sudah jelas sekali ya... hmm... dan untuk masalah, brapa jam oprasi angkat tumor itu, saya mengarang bebas XD Jadi kalau ada yang tau berapa jam oprasi otak itu, pssst! diam saja ya~
Dan mungkin... mungkin saya akan buat alternative ending kalo ada waktu~
Kritik dan saran sangat diharapkan.
Sekali lagi, Happy SasuNaru day 2013!