PRETTY, PLEASE

Chapter 3

Judul : Pretty, Please.

Genre : Yaoi, Romance, etc.

Cast : EXO.

Length : Chaptered.

Author : Sam / SamKou.

.

.

HAPPY READING!

.

.

"Putsome lovein your life, so you can livehappilywith the peopleyou love"

.

.

Itwill not affectme

Not for someone like me

I always try... to put some love in my life

But why, they all leave

Like the air that can't be grasped

Like a shadow that can't be trampled

.

.

-START-

.

.

.

-Author's Pov-

.

Seorang pemuda sedang berjalan menyusuri koridor sekolah sambil bersenandung dan bersiul-siul dengan riangnya. Melihat kearah kanan dan kirinya nampak mencari seseorang. Terlihat beberapa orang masih berlalu lalang disekitar sekolah meski sudah sore bahkan hampir menjelang malam, namun sayang ditempat itu tak ia temukan yang ia cari.

Tujuan sebenarnya bukan untuk mencari seseorang, ia hanya senang untuk sekedar jalan-jalan dilingkungan sekolah, asrama dan hingga taman sampai waktu makan malam nanti tiba. Namun ditengah jalan ia bertemu temannya yang lalu meminta bantuannya karena melihatnya yang sedang jalan-jalan -menganggur- untuk mencarikan seseorang siapa tahu ia berpasasan. Dan dengan senang hati dia menerimanya.

Ia teruskan perjalanannya hingga berbelok kearah gedung olah raga yang ia yakini masih ada banyak siswa disana. Ini memang sudah sore, event untuk hari ini sudah selesai. Namun pasti ada beberapa siswa yang bertugas piket untuk membersihkan dan merapikan segala sesuatunya. Mengedarkan pandangan kesana-kemari, kembali mencari sosok yang ia cari. Pemuda tersebut tersenyum saat menemukan sosok yang dicarinya.

"Ah Luhan!" panggilnya dengan sedikit keras dan menghampiri Luhan.

"Ne?" merasa dipanggil, dirinyapun menengok, dan didapatinya seseorang menghampirinya.

"Ah Chanyeol, ada apa?" tanyanya, menghentikan kegiatannya memasukkan beberapa bola basket dan bola voli kekeranjang masing-masing.

"Tadi Kris mencarimu"

"Kris? Memangnya ada apa?"

"Entahlah, dia bilang kau harus segera menemuinya nanti"

"Ah ne, gomawo. Aku akan menemuinya setelah ini selesai" kata Luhan sambil mengangguk, memikirkan apa yang akan Kris bicarakan dengannya.

"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu" Chanyeol pamit dan berencana untuk pergi, namun sesuatu membuatnya mengurungkan niatnya dan kembali memperhatikan Luhan yang menata bola-bola lagi.

"Chanyeol?" merasa dirinya diperhatikan terus dan Chanyeol juga ternyata juga tak kunjung berhenti dan pergi, Luhan kembali menengok kearah Chanyeol.

"Chanyeol?" kembali Luhan memanggil Chanyeol karena tak mendapat tanggapan, sepertinya ia terlarut dalam pikirannya sendiri.

"A-ah iya ada apa?" tanya Chanyeol malah berbalik tanya.

"Apa ada sesuatu lagi?" siapa tahu Chanyeol lupa dengan pesan lainnya.

"Ah oh tidak apa-apa hehehe"

"Baiklah kalau begitu" Luhan kembali dengan kegiatannya.

"Eum... mau aku bantu?" tawar Chanyeol.

"Ah tidak usah lagipula sudah mau selesai"

"Tapi... eum apa tanganmu tak apa-apa?"

"Eh?" Luhan langsung memegang lengannya. Sedari tadi Chanyeol ternyata memperhatikan lengan kanan Luhan yang diperpan dipergelangannya.

"Ah ani, tidak apa-apa" yakin Luhan.

"Benarkah?"

"Huum"

"Boleh aku tanya kenapa?" tanya Chanyeol lagi, dia sepertinya sangat penasaran, dahinya mengerut, menandakan ia ingin sekali tahu apa penyebabnya.

Karena apapun itu bagi Park Chanyeol adalah hal yang menarik, dia adalah seseorang yang selalu ingin tahu, penasaran. Bukan berarti ingin ikut campur urusan orang lain, hanya saja, yah rasa ingin tahunya memang diatas rata-rata. Itu bagus, tapi terkadang membuat orang lain- terutama temannya- kesal.

"Oh, ini terluka saat kemarin aku bertabrakan dengan Lay, gelas-gelas kimia yang ia bawa jatuh dan beberapa mengenai lenganku" jelas Luhan tnpa ragu.

"Benarkah?" masih saja Chanyeol bertanya, seperti meminta kejelasan. Luhan yang melihat ekspresi Chanyeol yang lucu, hanya tersenyum.

"Benar, tanyakan saja pada Lay, kenapa? Kau khawatir sekali sepertinya..."

"Ah iya hahaha... tentu saja aku khawatir, kau itu juga temanku. Lagipula kau saudaranya Kris, Kris itu teman dekatku. Jadi bisa dikatakan kita itu saudara juga hehehe... tentu saja aku khawatir padamu..." jelas Chanyeol dengan tertawa kikuk namun terlihat sangat senang saat menjelaskan teorinya.

Luhan yang mendengarkan sedikit terhenyak, apa yang dikatakan Chanyeol, membuat dadanya terasa hangat. Entah kenapa saat mendengar dan melihat tawa Chanyeol membuatnya ikut tersenyum juga.

.

.

===00===00===00===

.

.

"Kyungsoo-ah...!" teriak seorang pemuda sambil mencari-cari sesuatu dilaci mejanya.

"Ne Chen ada apa? jangan teriak-teriak" yang dipanggilpun segera menghampiri pusat suara.

"Apa kau tahu dimana saleb luka bakarku?" tanya Chen tanpa menoleh kebelakang, masih sibuk mencari-cari salebnya dan mengibas-ngibaskan tangannya.

"Oh ada dilaciku, kemarin aku memakainya. Sebentar aku ambilkan" Kyungsoo segera beranjak menuju lacinya, dan mengambil apa yang diminta Chen.

"Ayo cepat-cepat sekalian pakaikan dijariku ne" pinta Chen dengan tak sabar.

"Iya-iya sabar. Memangnya kau kenapa lagi? Apa yang kau perbuat pada jarimu sendiri sampai melepuh seperti itu?" heran Kyungsoo, temannya ini memang suka aneh-aneh saja. Sejak dulu Chen sedikit ceroboh, Kyungsoo dan Chen sudah berteman sejak sekolah dasar kelas 4.

"Aku tadi lapar, aku cari-cari tak ada makanan sedikitpun. Aku hanya menemukan telur, jadi aku rebus saja. Tapi karena aku sudah sangat kelaparan, saat telurnya sudah matang aku langsung ambil begitu saja. Dan beginilah tanganku perih hehehe..." jelasnya tanpa dosa sambil terkekeh.

Kyungsoo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, heran juga bersyukur. Bukan bersyukur karena tangan Chen tak melepuh, tapi bersyukur karena dapur kecil mereka untung saja tidak kebakaran dan menyebabkan mereka harus diskors karena merusak properti sekolah atau yang lebih buruk lagi mereka dikeluarkan dari asrama. Pemikiran yang sedikit berlebihan sebenarnya, tapi ini Kyungsoo, seseorang yang sangat rapi, teliti dan bertanggung jawab. Dan ini hal yang wajar untuk dipikirkan semua orang, mengingat ini adalah Chen. Karena apapun yang coba Chen lakukan, pasti ada saja efek sampingnya.

"Pabbo, kau kan bisa menunggu sebentar, aku juga baru selesai belanja lagipula aku juga akan memasak sebentar lagi? Tidak bisakah cacing dalam perutmu diajak berkompromi sebentar saja?" omel Kyungsoo sambil sedikit menekan jari Chen saat mengoleskan saleb.

"Aduduh pelan-pelan, Tak bisa kalau tak cepat diberi makan makan cacing-cacingnya akan memakan organ dalamku. Dan kau tak perlu kesal begitu. Harusnya aku juga kesal padamu.."

"Yak, memangnya cacingmu itu kanibal hah? Pantas saja, mereka juga menggerogoti otakmu. Kau bodoh! Lagipula kesal kenapa memangnya?" tanya Kyungsoo setelah selesai mengobati Chen.

"Enak saja, aku tidak bodoh! Aku ini pintar, aku bisa masuk kesini juga karena otakku! Dan aku kesal karena kau meminjam obatku tapi tak mengembalikannya dan lihat itu aisssh... kau juga hampir menghabiskannya..."

"Ya, ya Mr. Smarty. Dan masalah itu hahaha iya maaf maaf, nanti aku beli yang baru." kekeh Kyungsoo, ia baru sadar sudah hampir menghabiskan saleb Chen.

"Dasar..."

"Eh iya, memangnya lukamu masih belum sembuh?" tanya Chen mengalihkan pembicaraan yang nantinya akan membuatnya tambah kesal. Sebagai gantinya meraih lengan Kyungsoo dan mengamati-membolak-balik-nya dengan seksama.

Tangan Kyungsoo terlihat diperban, lengannya terluka. Kejadiannya terjadi saat dirinya sedang memasak untuk sarapan. Karena terburu-buru ia melakukan semuanya dengan cepat dan tak ada yang membantunya. Saat dirinya ingin meletakkan panci dengan tangan kirinya disebelah loyang, tangannya tak sengaja menyeggol pinngiran loyang yang ternyata masih panas. Dan terjadilah, lengannya terluka tepat dipergelangang tangan kirinya membentuk garis horisontal. Cukup untuk membuatnya melepuh. Dan sekarang harus diperban agar langsung mengenai lengan kemeja dan blazernya saat sekolah.

"Ani, sebentar lagi juga sembuh, sudah kering. Terima kasih Chen... berkat salepmu"

"Huh dasar, kalau begitu cepat masak. Aku sebenarnya mau ikut membantu, tapi karena lenganmu sudah hampir sembuh, ya sudah kubatalkan niatku"

"Hei, meski lenganku masih sakitpun, aku juga pikir-pikir menerima bantuanmu. Merebus telur saja jarimu melepuh, apalagi aku suruh mengiris bawang, bisa-bisa kau mengiris-iris lenganmu sendiri..." ejek Kyungsoo dengan keluar kamar.

"Ya aku tak sebodoh itu..." Chen mengikuti Kyungsoo, sepertinya akan terjadi perdebatan bodoh lagi.

"Tapi kau memang bodoh..."

"Yak! Tapi kau mencintaiku"

"Tak sudi!"

"Nyatanya kau selalu mengikutiku, kita selalu satu sekolah, satu kelas, bahkan kita satu kamar"

"Itu hanya kebetulan bodoh"

"Eits tak ada yang namanya kebetulan yang berulang-ulang, itu namanya takdir. Apa kita berjodoh?"

"Jodoh kepalamu, kau itu salah satu cobaan terberat yang Tuhan berikan padaku. Tuhan menghukumku, mungkin dikehidupan sebelumnya aku ini orang yang jahat, membakar desa atau yang lainnya, makanya sekarang aku mendapat cobaan mempunyai teman sepertimu"

"Hahaha tapi tetap aku teman terbaikmu, dan kau tak bisa mengelak kalau kau sebenarnya mencintaiku hahahaha" Chen merangkul Kyungsoo yang sedang mengomel karena omongannya yang tak karuan. Ia hanya tertawa melihat wajah kesal Kyungsoo, Chen sangat suka menggoda Kyungsoo.

"Dasar bodoh" Kyungsoo melepaskan rangkulan Chen dan segera beranjak kedapur. Meladeni temannya satu ini akan membuatnya pusing, yah itu salah satu efek samping berteman dengan Chen. Tapi meski begitu pada akhirnya senyuman selalu terukir diakhir perdebatan mereka. Ia tahu, sangat tahu kalau Chen memang sahabat terbaiknya. Mampu membuatnya tersenyum, meredakan sedikit demi sedikit keresahan hatinya.

.

.

===00===00===00===

.

.

Srek srek srek

Ckrek ckrek ckrek

"Selesai" senyuman terpatri seraya melihat hasil kerjanya yang lumayan bagus. Ranting-ranting pohon hias sudah terpangkas rapi. Pot-pot bunga sudah ditata ulang dan daun-daun kering sudah ditempatkan kedalam kantong plastik besar.

"Paman setelah ini bagaimana? Apa aku harus membuang sampahnya?"

"Ah tidak usah, biar Paman yang urus. Nanti akan Paman jadikan pupuk" jawab seorang lelaki diusia 60-an awal yang sedang mengumpulkan sisa rumput yang dipangkas. Dia sering dipanggil Paman Kang, salah satu tukang kebun disekolah ini. Jika dilihat dari umur seharusnya panggilan yang tepat adalah kakek. Tapi jika dilihat dari penampilannya, ia terlihat lebih muda dari umurnya. Dan dia lebih suka jika dipanggil Paman.

"Kau kembali saja kekamarmu Baekhyun, ini sudah sangat sore. Terima kasih Baekhyun-ah, kau memang anak baik" suruh Paman Kang kepada Baekhyun.

Baekhyun saat ada waktu luang -karena memang dia baru anak tahun pertama dan seminggu ini tidak tidak ada kegiatan belajar mengajar- selalu menyempatkan diri ketaman sekolah dan dengan senag hati menawarkan bantuan untuk ikut membersihkan taman. Baekhyun sangat suka dengan taman, salah satu tempat favoritnya disekolah ini, apalagi disini ada banyak jenis bunga mawar yang Baekhyun sangat suka.

"Ne Paman, lain kali aku kesini lagi"

"Ah tunggu, Paman hampir lupa. Ini ambil bunga ini, Paman sengaja merangkainya untukmu" Paman Kang menyosorkan bunga mawar kepada Baekhyun, kali ini berwarna orange, setelah sebelumnya memberi Baekhyun mawar berwarna kuning.

"Tapi Paman, Paman sudah memberiku mawar kuning kemarin. Apakah tak apa? Bagaimana kalau dimarahi pihak sekolah?"

"Hahaha jangan khawatir, disini sudah terlalu banyak bunganya, hanya diambil beberapa tangkai tak akan ada yang tahu. Lagipulakan pangkas satu, tumbuh seribu"

"Mati satu tumbuh seribu paman..."

"Ah sama saja hahaha lagipula aku tak suka kata mati untuk bunga-bunga yang cantik ini"

"Ah benar juga hahaha"

"Lagipula Baekhyun-ah apa kau tahu kenapa ku memberimu mawar warna itu?"

"Eummm... ani?"

"Sebelumnya aku memberi mawar kuning kan?"

"Kuning berarti persahabatan, kegembiraan dan harapan yang baik. Karena saat kau pertama kali menginjakkan kaki ditaman ini kau tersenyum, memandangi bunga-bunga ini dengan antusias, dan terlebih lagi menawarkan bantuanmu... hahaha yang terakhir hanya gurauan... kau sudah Paman anggap sebagai teman Paman. Karena kau menganggap bunga disini adalah temanmu dan kau terlihat sangat gembira hanya dengan melihat mereka bukan? Maka kau juga kuanggap temanku. Terdengar menggelikan ya hahaha" Paman Kang memang orang yang terlihat selalu bergembira, saat ia sedang merawat semua bunga-bunga, ia akan selalu bersenansung sesekali mengajak bicara. Tidak, tidak terlihat aneh bagi Baekhyun, malah terlihat menyenangkan.

"Hahaha ani Paman, tidak sama sekali, malah aku menyukai apa yang paman katakan. Jadi kita teman ne" Baekhyun menerima persahabatannya dengan Paman Kang dengan senang hati.

"Eum... kalau warna ini Paman?" tanya Baekhyun tentang bunga yang dipegangnya.

"Warna orange, warna itu berarti antusiasme, semangat dan hasrat. Seperti yang aku lihat terpancar darimu. Aku dengar kelasmu kalah saat dipertandingan futsal kemarin?"

"Ne Paman, aku kalah dan sedikit cedera meski sudah tak apa, tapi itu membuat temanku khawatir" sedih Baekhyun.

"Hei jangan muram seperti itu, kau seperti itu tak cocok dengan mawar yang kau pegang"

"Tapi bukankah kau berhasil diperlombaan yang lainnya?"

"Ne, aku mendapatkan juara tiga dalam sprint"

"Itu cukup bagus, dan kau tetap harus semangat. Dan kau tahu arti lain dari bunga yang kau pegang?"

"Ada yang lain Paman?" tanya Baekhyun dengan antusias, sama seperti yang Paman katakan.

Bagi Baekhyun Paman Kang bukan hanya orang yang menyenangkan, tapi juga orang yang pintar. Seharusnya dengan kepintarannya tak seharusnya hanya menjadi tukang kebun. Atau mungkin saja ini pekerjaan sampingan Paman, sebenarnya mungkin saja Paman orang yang berkecukupan dan melihat umurnya dia tak terbebani dengan anak-anak lagi. Ia mengambil pekerjaan ini untuk mengisi waktu luang dan hobinya mungkin. Karena taman bunga disekolah ini sangat luas, belum lagi ada taman bunga vinil serta tumbuhan bermanfaat lainnya untuk club bercocok tanam.

"Ne, arti lainnya dari warna bunga yang kau pegang artinya... Paman bangga padamu"

"Ne?"

"Paman bilang, Paman bangga padamu" Paman Kang menepuk pundak Baekhyun dan mengacaknya lembut.

"Gomawo Paman Kang" tentu saja Baekhyun merasakannya, kehangatan yang sudah lama tak ia rasakan. Dari seseorang yang selama ini ia rindukan.

Ayah.

Orang tua Baekhyun bercerai saat Baekhyun masih berusia sekitar lima atau enam tahun, iya tak begitu yakin karena dirinya masih kecil untuk mengingatnya dengan jelas. Dan Baekhyun memilih untuk tidak mengingatnya saja, kenangan dimana saat ayahnya pergi dimulailah kehidupannya yang sepi, seakan kebahagiaan ikut pergi bersama sang ayah.

"Semangat!" ujar Paman Kang membuyarkan lamaunannya. Baekhyun tersenyum bisa kembali merasakan kehangatan itu, berkat Paman Kang.

"Semangat!" mereka bedua kemudian tertawa ringan bersama.

"Ah iya Paman pertama kau memberiku warna kuning, sekarang orange, lalu apa setelah ini kau akan memberi warna lain? Warna merah? Merah... berarti Paman mencintaiku? Hahaha"

"Kau ini, meski Paman mencintaimu, cinta Paman pasti akan berbeda. Apa kau mengharapkan warna merah? Kau mengharapkan seorang kekasih?"

"Ani Paman, aku hanya bercanda" pipi Baekhyun merona, hanya mendengar kata 'kekasih'.

"Jangan khawatir, akan ada banyak orang yang akan memberiku mawar merah kelak"

"Pa-paman kau membuatku malu..."

"Pegang ucapanku sebentar lagi pasti ada orang yang akan menjadi kekasihmu" kata Paman Kang sambil tersenyum simpul. Dan entah kenapa Baekhyun serasa ingin dan berharap, apa yang Paman Kang katakan benar, bahwa sebentar lagi akan ada seseorang yang-

"Baekhyun hyung!"

"Paman Kang!"

Angan Baekhyun terpotong tatkala mendengar namanya dan Paman Kang dipanggil. Merekapun menengok kesumber suara. Ada dua orang namja sedang berjalan menghampiri mereka berdua dari arah yang berbeda.

"Hyung, ayo kembali kekamar. Xiumin hyung mencarimu..." ajank Sehun setelah tepat berada disamping Baekhyun, dan membungkuk sopan pada Paman Kang.

"Ah.. Sehun... Kau... kau menjemputku?" tanya Baekhyun dengan sedikit ragu.

"Ne, Xiumin hyung memintaku"

Baekhyun tersenyum malu, mengetahui Sehun menjemputnya, meski Sehun hanya disuruh, paling tidak dirinya benar-benar mencari Baekhyun. Hanya memikirkan itu Baekhyun sudah sangat gembira.

Menurut Baekhyun, Sehun itu pendiam, tidak banyak bicara dan terkadang dingin. Namun menurutnya, Sehun itu baik, sangat baik. Buktinya dia yang membawa Baekhyun keruang kesehatan saat terluka, membersihkan lukanya dan sekarang menjemputnya. Bukankah Sehun itu orang yang baik?

"Eum Paman, aku pergi dulu ne... Paman juga harus segera istirahat. Annyeong paman..., annyeong- eum..." pamit Baekhyun kepada Paman Kang, dan beralih kearah pemuda yang sudah ada disamping Paman Kang. Baekhyun ragu pasalnya Baekhyun tak tahu nama pemuda tersebut.

"Chanyeol, namaku Park Chanyeol" terang seorang pemuda dengan senyum lebarnya yang tadi memanggil Paman Kang.

"Senang berkenalan denganmu. Byun Baekhyun imnida, eum aku harus pergi. Annyeong Chanyeol-ssi" Baekhyun mengucap salam, membungkuk diikuti Sehun dan akhirnya pulang menuju kamar dorm mereka

"Hati-hati ne Baekhyun-ah, kau juga Hunnie Bunnie!" teriak Chanyeol saat mereka sudah menjauh.

.

.

===00===00===00===

.

.

Baekhyun berjalan beriringan menuju kamar dorm dengan Sehun dalam keheningan, sedikit aneh rasanya memang. Tapi Baekhyun harus mencairkan suasana, pasalnya Sehun sudah mau capek-capek menjemputnya.

"Gomawo ne Sehun-ah"

"Hm" balasnya singkat.

"Eum..." Baekhyun berpikir keras, apa lagi topik yang harus ia bahas. Dari taman sekolah menuju asrama siswa cukup jauh, kalau hanya dihabiskan berdiam diri akan terasa kurang tepat. 'Ah!' Baekhyun menemukan sesuatu yang sedikit mengganjal tadi.

"Sehun-ah, apa kalian maksudku dengan Chanyeol-ssi, eum saling kenal?" tanya Baekhyun ragu, pasalnya tadi Chanyeol juga menyebutkan nama Sehun, tapi memang terkadang mereka dengan teman-teman yang lain kadang satu meja dikantin. Tapi maksudnya, panggilannya itu untuk seseorang yang baru kenal, terdengar sangat akrab, terdengar seperti panggilan sayang. 'Hihihi panggilannya sangat lucu' untuk seorang Sehun, jika Baekhyun ingat lagi.

"Hmm, dia sepupuku"

"Eh? Benarkah?"

"Kenapa kalian tak mengobrol tadi? Aku kira kalian tidak saling kenal sebelumnya" herannya.

"Malas, aku sudah sering mendengar ocehannya, sekali kau bicara dengannya, dia tak akan berhenti"

"Jadi dia orang yang sangat ceria ne, terlihat sih memang" Baekhyun mengangguk-anggukan kepalanya. Ia berpikir Chanyeol itu orang yang menyenangkan. Baru berkenalan saja, dia sudah memberikan senyuman terbaiknya, senyumannya tak menunjukkan kepalsuan. Meradiasi semua orang yang melihatnya untuk ikut tersenyum seperti dirinya. Baekhyun suka senyuman Chanyeol.

Indah.

"Bukan ceria tapi berisik" Sehun memang begitu, dia seolah tak peduli dengan seseorang atau lingkungannya, tapi sebenarnya dia anak yang perhatian, hanya sulit untuk menunjukkannya. Memang benar Chanyeol itu berisik tapi dia nyaman jika berada disamping Chanyeol, sepupunya yang banyak orang bilang ceria itu.

"Tapi setidaknya, hal itu membuat keseharianmu menjadi lebih bervariasi, tidak seperti yang..." ucap Baekhyun hampir berbisik. Membuat Sehun kembali dari lamunannya, ia mendengarnya meski hanya samar-samar, tapi dia memilih untuk diam.

Benar, apa yang dikatakan Baekhyun. Bila tak ada Chanyeol saat itu, mungkin saat ini dirinya masih merasakan kesepian yang menyesakkan hati. Bukan karena keluarganya tak peduli dengannya, tapi ada sesuatu yang membuat Sehun masih bisa dikatakan kurang hingga saat ini. Ia kehilangan seseorang yang paling disayanginya. Sambil kembali memikirkan semua itu, Sehun merasakan sesuatu, ia menghentikan langkahnya dan menatap Baekhyun yang berjalan didepannya.

Familiar.

Baekhyun tak sempat menyadarinya karena Sehun segera melanjutkan kembali langkahnya. Saat ini senyuman tercetak diwajah Baekhyun saat melihat beberapa tangkai mawar orange ditangannya. Baekhyun berjalan berdampingan dengan Sehun, suasana hening kembali hingga menuju dorm mereka, tapi keheningan kali ini membawa rasa nyaman bagi Baekhyun. Karena Baekhyun merasa senang dengan kehidupan sekolahnya disini, bisa bertemu orang-orang yang baik dan mempunyai teman-teman disekitarnya, cukup mampu membuatnya bersemangat untuk melanjutkan hidup.

.

.

===00===00===00===

.

.

"Dasar, anak itu memang seperti itu. Aish!"

"Sudahlah... biarakan saja"

"Tapi lihat dia, kenapa selalu saja menunjukkan poker face seperti itu. Aku selalu bilang poker face-nya tak akan mempan didepanku"

"Mungkin dia masih belum nyaman dengan orang baru"

"Benar juga sih tadi ada Baekhyun dia tak mau ambil resiko. Tapi setidaknya jangan hanya diam, membungkuk dan pergi didepan Paman Kang"

"Mungkin dia masih canggung"

"Canggung? Eiii itu waktu yang cukup lama untuk canggung kepada seseorang yang sering kau temui Pam- aish tidak nyaman menyebutmu Paman, pada kenyataan sudah tua maksudku lebih dari 60 tahun"

"Sudahlah, yang penting Sehun anak yang baik"

"Selalu saja memanjakannya... dasar kakek"

"Kau memang cerewet Yeol"

"Tapi kakek paling menyayangiku kan..."

"Aku menyayangi cucu-cucuku"

.

.

===00===00===00===

.

.

Sehun dan Baekhyun hampir sampai dikamar mereka, tinggal menaiki satu tangga lagi. Saat tinggal belokan koridor kamarnya ia bertemu dengan Kyungsoo.

"Hai Baekhyun-ah" Kyungsoo yang menyadari terlebih dahulu, menyapa duluan.

"Oh Kyungsoo-ah, dari mana? Kalau tidak salah kamarmu ada diseberang sana kan?"

"Ah ne, aku baru saja dari kamarmu" ucap Kyungsoo.

"Benarkah?"

"Ne, aku disuruh Suho hyung untukmengambil catatan yang dipinjam Xiumin hyung"

"Ah~ mau aku antar?" tawar Baekhyun.

"Tidak usah, nanti kembali sendiri"

"Ani, kan ada- oh iya aku hampir lupa. Kenalkan ini Sehun, dia roomateku juga teman sekelasku. Sehun, ini Kyungsoo" Baekhyun hampir lupa keberadaan Sehun dibelakangnya, itu karena Sehun tidak mengajaknya bicara setelah tadi Baekhyun yang terus saja mengajaknya bicara. Setelah diperkenalkan mereka saling melempar senyum dan berjabat tangan.

"Ah aku harus kembali, karena dikamar hanya ada Chen. Dia bisa merusak sesuatu" Kyungsoo sedikit khawatir memang kalau Chen sendirian didalam kamar, takut-takut ada paling tidak satu barang... rusak atau tidak pada tempatnya.

"Dan aku bisa bisa sendiri, tak apa" potong Kyungsoo dengan sopan sebelum Baekhyun kembali menawarkan bantuannya.

"Ah geurae, hati-hati-"

"Kyungsoo" panggil seseorang dibelakang Kyungsoo. Kyungsoo mendesah, ia tahu siapa pemilik suara itu.

Kai.

Kai menghampiri Kyungsoo, namun Kyungsoo segera buru-buru pamit kepada Baekhyun dan Sehun sebelum akhirnya pergi.

Kai akhirnya harus mengejar menyusul Kyungsoo, namun dirinya berhenti sejenak hanya untuk melihat dua orang yang Kyungsoo ajak bicara tadi. Kai menatap Baekhyun kemudian Sehun dengan cukup intens dan segera berlalu pergi. Dengan beberapa pikiran-pikiran dikepalanya.

"Kau kenal dia Sehun-ah?"

"Sudah ayo masuk, kita harus menyiapkan makan malam"

Tanpa menjawab pertanyaan Baekhyun, Sehun segera mengajak Baekhyun masuk. Baekhyunpun sedikit heran, kenapa pemuda tadi mentapanya dan Sehun dengan pandangan...

Aneh.

.

.

===00===00===00===

.

.

Hari ini sudah memasuki akhir dari penyelenggaraan hari olah raga disekolah. Tinggal beberapa final pertandingan dan perlombaan cabang olah raga yang diadakan. Dan untuk sekarang ini banyak siswa berdatangan dilapangan rumput outdoor sekolah untuk menyaksikan perlombaan high jump.

Sekarang beberapa peserta yang mewakili kelasnya sudah berjajar untuk bersiap-siap dan melakukan pemanasan untuk perlombaan ini. Menunggu benar-benar dimulai dan giliran mereka dipanggil

"Hyung kita bertemu lagi" sapa Tao saat berada tepat disamping Chanyeol.

"Hm benar, berhati-hatilah"

"Padahal aku ingin melawan Kris ge"

"Hei, Kris itu tidak bisa melompat. Cukup aku yang mewakili kelas kami dan pasti aku akan membawa kemenangan" bangga Chanyeol didepan Tao dan para hoobaenya. Beberapa Sunbaepun mengganggap Chanyeol memang anak yang berbakat dibidang ketahanan fisik seperti olahraga.

"Aku akan bilang pada Kris ge"

"Adukan saja, sekalian bilang kalau aku mengalahkanmu hahaha"

"Jangan mimpi hyung huh" kesal Tao, Chanyeol hanya terkikik karena membuat Tao kesal, dan beralih ke yang lain.

"Sst"tak ada respon.

"Hei" tak ada respon lagi.

"Ya Sehun-ah kalau dipanggil menengoklah" kesal Chanyeol.

"Kau baru memanggilku" akhirnya Sehun menatap Chanyeol.

"Aish anak ini, hey Sehun-ah"

"Ne?" kembali menghadap depan dan melanjutkan pemanasannya.

"Fighting!" Chanyeol memberi semangat tak lupa dengan kepalan tangannya. Sehun tersenyum melihatnya, senyuman terimakasih.

Chanyeol memang cerewet.

Berisik.

Menyebalkan.

Tapi Chanyeol...

Adalah Chanyeol... yang akan selalu memberikan semangat...

Perhatiannya...

Dengan caranya sendiri...

Dengan senyumannya.

"Ah iya, temanmu itu, siapa... eum Baekhyun. Dia... tidak apa-apa?" tanya Chanyeol penasaran, banyak pertanyaan dikepala Chanyeol. Seperti yang banyak orang tahu Chanyeol memang anak yang rasa ingin tahunya besar.

"Memang dia kenapa?" Sehun berbalik tanya.

"Ah tidak, aku hanya berpikir dia sedikit.."

PRIITTT

Peluit dimulainya perlombangan sudah terdengar. Semuanya fokus pada juri yang menjelaskan aturan perlombaan, begitu juga dengan Chanyeol dan Sehun. Melupakan apa yang belum sempat Chanyeol ucapkan. Sehun menganggapnya hal biasa, karena itulah kebiasaan Chanyeol, selalu penasaran.

Akhirnya perlombaan High-jump dimenangkan oleh Kibum ditempat pertama, Chanyeol ditempat kedua, dan ada Sehun dan Tao imbang ditempat ketiga. High-jump tadi pun menjadi pertandingan terakhir untuk menutup event olahraga kali ini. Namun MVP dimenangkan oleh Chanyeol, karena dipertandingan dan perlombaan lainnya dia berhasil meraih beberapa medali, yah seperti apa yang diucapkannya beberapa waktu yang lalu.

.

.

===00===00===00===

.

.

"Hei kau tahu, aku dapat kiriman paket dari rumah"

"Wah benarkah? Apa itu?"

"Kau ingat tas model baru yang aku inginkan? Eomma bilang kalau nilaiku meningkat ia akan membelikanku tas itu. Dan karena ujian yang lalu nilaiku bagus, aku mendapatkannya. Woah eomma jjang!"

"Wah beruntung sekali, aku belum mendapatkan barang incaranku, aku harus membujuk orang tuaku lebih baik lagi, aish"

"Hahaha kasihan sekali kau kekeke, appa menjanjikan perjalanan ke Jepang saat liburan nanti"

"Woah, belikan aku oleh-oleh nanti"

"Hahaha gampang..."

Beberapa siswa yang bercakap-cakap dikelas sambil menunggu songsaenim datang, asik membicarakan apa yang mereka dapat dari orangtuanya. Karena sekolah ini memang menggunakan asrama jadi hanya diwaktu tertentu para siswa diperbolehkan untuk pulang. Dan jika ada sesuatu yang mereka butuhkan diluar yang ada dilingkungan sekolah atau barang pribadi. Orang tua mereka bisa mengirimkannya atau mereka sendiri bisa mengantarnya.

"Lu... kau tak apa?" Xiumin nampaknya sedikit khawatir melihat Luhan akhir-akhir ini. Luhan hanya menggeleng.

"Kau terlihat lelah, apa kau sakit? Mau aku bawakan sup gingseng nanti? Orang tuaku mengirimkannya kemarin, jika kau mau aku akan menyeduhkannya untukmu nanti" tawar Xiumin.

"Bagaimana rasanya?" tanya Luhan.

"Eum tidak buruk, tapi karena ini buatan eommaku rasanya pasti enak, dan setelah kau meminumnya kau pasti akan kembali segar, baiklah nanti aku akan-"

"Bagaimana rasanya saat orang tuamu memperhatikanmu?" potong Luhan dengan senyum pahitnya.

"Lu-"

"Pasti menyenangkan. Bisa mempunyai orang tua seperti itu, yang akan menjagamu disaat sakit, yang akan memarahimu disaat kau salah. Yang akan memberikanmu apa yang benar-benar kau butuhkan. Yang akan- hah~ apa yang aku bicarakan?" senyuman getir kembali tercetak dibibirnya.

"Baiklah berikan aku sup gingsengmu nanti" pinta Luhan akhirnya, tidak ingin membuat sahabatnya terlalu memikirkannya.

"Lu maafkan aku, aku-" kembali ucapan Xiumin terpotong, tapi bukan Luhan kali ini, melainkan songsaenim yang sudah datang. Menghambat Xiumin untuk menanyakan semua hal yang mengganggu sahabatnya itu.

Ingin Xiumin tetap menanyakannya, tapi sayang songsaenim sudah memyuruh para siswa untuk menyiapkan alat tulis karena saat ini akan diadakan ulangan harian. Xiumin hanya mendesah kecewa, namun seketika itu Luhan menatapnya dengan pandangan 'aku baik-baik saja' sebelumnya akhirnya mengucapkan 'gomawo'.

Untuk Luhan hal yang sedang dibicarakan oleh teman sekelasnya adalah hal yang sensitif untuknya. Itu hanya membuatnya iri. Bukan, bukan tas model baru, perjalanan liburan, sepatu baru atau bahkan sup gingseng yang mereka dapat. Tapi yang membuatnya iri adalah perasaan para orangtua mereka saat memberikan semua hal itu kepada anak-anaknya, perasaan yang sulit sekali ia dapatkan, perasaan yang disebut kasih sayang, kasih sayang dari orangtuanya.

.

.

-Flashback-

.

Beberapa hari yang lalu...

.

"Hiks... hiks..." tangis seseorang disalah satu sudut dorm dengan ponsel masih menempel ditelinganya.

Luhan.

Mendengar apa yang yang terjadi di Line-telepon seberang, yang sang telah kerap sekali ia dengar, namun tak ayal selalu membuat air matanya mau tak mau menetes,

Teriakan.

Kadang makian.

Saling menyalahkan.

Dari dua orang yang sangat ia sayangi, yang ia ragukan mereka mampu mengembalikan perasaan itu.

Pertengakaran kedua orangtuanya.

.

-Flashback End-

.

-Author's Pov End-

.

.

.

-TBC-

.

.

A/n:

Oh apa ini ckckc, maaf ga' seperti ekspetasi kalian.

Nah sekarang udah dijelasin sedikit disini masalah yang Baekhyun dan Luhan punya, kurang Kyungsoo, tapi chapter sebelumnya udah diulas dikit kan, pokoknya ga' jauh2 sama pertunangan mereka. Yah author minta maaf, capek ngetik chingu.

Kalau ada yang bingung, direview aja, ntar sam bales dichapter selanjutnya kalo ga PM...

Oh iya, maaf kalo ada banyak typo, dan kalo ada waktu juga Sam bakal ngedit lagi.

Udah dulu ya, Annyeong! Jangan lupa review ne... diharapkan banget lho... sekali lagi Bye!