Dengan Ibu dan Ayah yang luar biasa… Teman-teman yang menyayangiku…

Dan kau…orang yang paling ku cintai.

Semuanya entah mengapa terlihat begitu sempurna.

Tapi…bagaimana jika semua itu hanya ilusi?

Karena…saat inipun hatimu tidak sedang bersamaku bukan?

.

.

Rain Drops © Oshima Akiko

Naruto punyanya Masashi Kishimoto.

WARNING : OOC, Hurt, dan sebagai-bagainya.

Main Chara : Haruno Sakura & Uchiha Sasuke.

.

.

"Sayang, kalian akan menghadiri undangan ulang tahun Hinata di kediaman Hyuugakan?"

Suara Haruno Mebuki membuat Sakura mau tak mau memusatkan perhatiannya pada Ibunya itu. Gadis berambut merah jambu itu terlihat menegang untuk beberapa detik sebelum menutupi aksinya itu dengan senyuman kaku di bibirnya.

Berharap bahwa Ibunya mungkin tidak akan menyadari tingkahnya ini.

"Aku tidak tahu Bu," Sakura menaruh cangkir minumannya. "Aku sibuk sekali belakangan."

Kening Mebuki mengkerut. "Saku-chan, Hinatakan teman baikmu. Apa tidak akan apa-apa kalau kau tidak menghadirinya?"

Rasanya Sakura ingin tertawa di dalam hatinya.

Teman?

Teman siapa?

Teman jalang yang merebut kekasihmu mungkin iya, tapi kalau teman baik? Dalam mimpipun hal itu tidak akan pernah terwujud. Dia tak'an sudi hal itu terjadi.

"Mobilku belum keluar dari bengkel Bu," Sakura memberi alasannya. "Aku tidak mau naik taksi."

"Ada Sasuke, Sakura," Mebuki memutar matanya mendengar alasan tidak masuk akal anaknya itu. Sedetik kemudian ia menatap Sasuke dengan mata hijaunya dan senyuman yang seolah mengatakan bahwa pemuda itu harus menurutinya. "Kau akan menemani Sakurakan?"

Suara sang Ibunda keluarga Haruno itu membuat dua insan itu menatap Mebuki dengan canggung. Belakangan ia sangat curiga dengan kelakuan dua orang ini. Wanita berambut pirang itu mengangkat alisnya, dalam hati ia menebak-nebak ada apa dengan Uchiha Sasuke dengan puterinya ini.

"Ah, iya saya akan menemaninya," ujar pemuda itu seraya tersenyum sopan.

Sebuah sentuhan di tangan kanannya membuatnya berjengit dan menarik tangannya dengan cepat, secara refleks ia menatap pria di sampingnya. Uchiha terlihat kecewa dengan tingkahnya. Sedikit perasaan bersalah menyusupi hatinya, tapi untuk kesekian kalinya dia mengabaikannya. Tidak, dia tidak boleh terjebak lagi dengan ilusi bodoh seperti itu.

Diam-diam, mata hijau Sakura memandangi tiap gerak-gerik yang Sasuke lakukan. Dan mau tak mau itu membuat hatinya terasa lebih sesak. Semua itu…sikap gentlenya, tatapan yang seolah begitu menginginkannya, senyuman yang terulas di bibirnya. Apa tiap sikap sopan yang ia tunjukan padanya atau pada orang tuanya adalah topeng?

Tuluskah semua itu?

"Sasuke sudah mau menemanimu, datang saja tidak enak kalau kau tidak datang sayang."

Drrt…drrrt…

Getaran dari tas putihnya membuat Sakura merogoh ke dalam tasnya. Alisnya terangkat melihat e-mail masuk dari asistennya. Dia dibutuhkan Nona Tsunade katanya.

"Akan kupikirkan lagi nanti." Sakura memasukan ponselnya ke dalam tas dan menyeruput lagi minumannya. "Kaa-san, aku duluan ya? Nona Tsunade membutuhkanku."

"Urusan penting? Ya sudah, biar Sasuke mengantarmu," tawar Ibunya.

Mati-matian ia mempertahankan ekspresi wajahnya. "Emmh…aku pergi ke sana sendiri saja. Lagian Kaa-san nanti pulang sama siapa?"

"Itu gampang, kaukan di butuhkan rumah sakit," ucap Mebuki seraya mengibas-ngibaskan tangannya. Ia kemudian tersenyum cerah menatap anak dan calon menantunya. "Sudah sana. Nanti kau di marahi Tsunade."

Akhirnya Sakura berdiri dengan begitu kikuk, dia kemudian mencium pipi Ibunya sebelum melambaikan tangannya ke arah Mebuki. Mengabaikan pria yang tengah berjalan di belakangnya, dia berjalan dengan lebih cepat keluar dari kafe itu. Persetan dengan pria di belakangnya, dia toh–

"–kau mau kemana, parkiran di sebelah sana."

Tangan hangat pemuda itu membuat langkahnya terhenti, Sakura benar-benar enggan berbicara lama-lama dengan Uchiha Sasuke. Dengan perlahan ia menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Sasuke, gadis itu kemudian memutar tubuhnya dan mengengadah menatap Sasuke.

"Kata siapa aku akan pergi denganmu? Bukankah biasanya kau terlalu sibuk? Kau boleh kembali ke kantormu saja, lagipula rumah sakit tidak terlalu jauh," terang Sakura dengan dingin.

Rasanya, tidak pernah sekalipun dia membayangkan dia dan Sasuke akan berbicara seperti ini. Seumur-umur mereka berdua kenal, tidak pernah sekalipun keadaan sebegini dinginnya. Sakura adalah orang yang kelewat cerewet, jadi dulu hampir mustahil keadaan seperti ini. Biasanya walaupun Sasuke pasif dalam mengobrol, maka sudah menjadi tugas untuk Sakura untuk menghangatkan pembicaraan mereka berdua.

"Tidak apa, aku akan mengantarmu," tegas Sasuke.

Ucapan Sasuke mau tak mau membuat Sakura menahan tawanya –tawa sinis kau pikir apa lagi, mati-matian.

"Jangan sok seperti kau menganggapku kekasihmu Sasuke-san, kita cuman berpura-pura. Ingat?" ia tersenyum miring ke arah Sasuke.

Dia bersumpah bisa melihat Sasuke berjengit mendengar embel-emel namanya. Pemuda itu masih terdiam mendengar wanita muda di depannya ini menjadi pribadi dingin yang seolah tak ia kenal. Walaupun ia tahu jelas bahwa dia pantas di berlakukan seperti ini, tapi tetap saja…rasanya…benar-benar tidak menyenangkan.

Melihat Sasuke tidak menjawab perkataannya, senyuman terulas di bibir Sakura.

"Kalau begitu aku permisi."

Dan gadis itupun pergi meninggalkan Uchiha Sasuke yang terus menatap punggungnya.

.

.

.

Punggung Haruno Sakura membelakangi pintu masuk ke ruangannya. Jas putihnya ia eratkan, udara dingin dari hujan membuatnya sedikit menggigil. Dia bahkan tidak pernah mengira hari ini akan hujan. Ah, langit memang sulit di kira-kira ya?

Ia memutar tubuhnya dan berjalan ke arah kursinya, setelah menyenderkan tubuhnya pada punggung kursi dia memijit pelipisnya dengan pelan. Dia benar-benar kurang tidur, Sakura tipe orang workaholic. Hanya berhenti jika makan, jika orang tuanya mulai mengeluh, atau ketika ia mau mengingatkan Sasuke untuk makan atau istirahat.

Iris hijau cemerlangnya menatap pigura di atas mejanya.

Dengan cepat ia menutup pigura itu, tangan kanannya kemudian terangkat dan memijt kepalanya dengan pelan. Dia kurang tidur, dia lelah, dan dia banyak pikiran. Terutama ketika si brengsek Uchiha ini menginvasi pikirannya dan membuatnya memikirkan Sasuke terus menerus belakangan ini.

Tapi bukan dari sisi positif –pfft jangan harap.

Tapi dari sisi negatif tentu saja.

Dia, Uchiha Sasuke.

The Almighty Uchiha, The Uchiha Prodgy, The…the…the person she care the most.

Kejadian tiga bulan lalu membuat dirinya merasakan perubahan besar pada dirinya. Tidak pernah sekalipun ia berpikir bahwa akan datang hari di mana dia merasakan sakitnya hatinya karena Uchiha Sasuke. Sasuke jelas bukan tipe pacar yang suka menyakiti perasaan kekasihnya, percayalah walaupun dingin tidak pernah sekalipun Sasuke membuatnya sampai sesakit itu.

Tumbuh bersama Uchiha Sasuke, Sakura tahu bagaimana sifat kekasih sekaligus sahabatnya itu. Sakura tidak pernah mengeluh ketika Sasuke lupa dengan hari jadi mereka, karena ia tahu Sasuke di pusingkan dengan pekerjaannya. Dia tidak pernah mengeluh ketika Sasuke tidak datang ke acara kencan mereka. Karena ia tahu rapat Sasuke mungkin memakan waktu lama. Dia bahkan tidak mengeluh ketika temannya yang lain di berikan perhatian super romantis oleh kekasih-kekasih mereka sementara dia tidak. Karena dia tahu Uchiha Sasuke menyayanginya walaupun dengan caranya sendiri.

Tapi, semua itu seolah-olah adalah omong kosong yang ia buat agar dirinya yakin bahwa Sasuke menyukainya.

Sakura sekarang bahkan ragu sebenarnya apa semua itu hanya delusinya ataukah memang benar-benar terjadi?

Mereka berdua lahir dan tumbuh di lingkungan yang nyaris sama. Keluarga Haruno mungkin tidak sekaya keluarga Uchiha, tapi Ibunya yang notabene adalah sahabat dari Uchiha Mikoto membuatnya mengenal keluarga Uchiha. Sakura sudah menyukai Sasuke bahkan saat ia pertama kali mengenal kata suka. Siapa sih gadis waras yang tidak menyukai Sasuke?

Mungkin ya, awalnya dia memandang Sasuke hanya dari luar saja. Tapi, sejak SMP perasaan kagumnya atas Sasuke makin bertambah. Awalnya Sasuke membencinya mungkin. Anak perempuan dari teman Ibunya yang selalu di suruh dia temani main. Sudah berisik, rambutnya aneh, tidak bisa diam –kata Sasuke dulu.

Tapi sayangnya anak perempuan yang berisik, berambut aneh, dan tidak bisa diam itu akhirnya membuat Uchiha bungsu itu jatuh hati juga. Dan akhirnya titik balik hubungan mereka adalah ketika SMA, Sasuke menyatakan perasaannya padanya. Kini sudah 7 tahun dia berpacaran dengan Sasuke.

Dia bahkan dulu tidak bertanya mengapa Sasuke memintanya untuk menjadi kekasihnya, sementara ia tahu pemuda itu memendam rasa pada gadis lembut itu.

"Haruno-sensei."

Kepala dari Matsuri terlihat menyembul di balik pintu, suster baru itu tersenyum lebar ke arahnya. Dia mengangkat alisnya seolah bertanya.

"Itu, ada laki-laki tampan diruang resepsionis lantai bawah. Katanya mencari sensei," ujarnya dengan tatapan menggoda. "Pacar sensei ya? Tampan sekali looooooh."

Sakura tertawa kecil, ia menggelengkan kepalanya. "Aku tidak punya pacar."

"Ah masa sih!" Matsuri mengerutkan alisnya. "Tapi suster-suster lain sering menggosipkan pacar sensei yang katanya tampaaaan sekali itu."

"Jangan percaya mereka. Sudah kerja lagi sana," usir Sakura dengan nada bercanda.

"Ah ha'i ha'i sensei," ucap Matsuri.

Gadis itu kemudian membungkuk pelan sebelum menutup pintunya meninggalkan Sakura sendirian. Haruno muda itu terlihat menghela nafasnya, dia memandangi hujan di balik kaca ruangannya. Dia tahu kok siapa yang menjemputnya. Dan berkali-kali dia bisa lolos dari orang itu.

Tangannya bergerak ke arah dadanya.

Seandainya hatinya tidak sesakit ini, mungkin ia malahan senang di jemput begini. Seandainya ini adalah 3 bulan yang lalu, mungkin ia tidak akan bertingkah seperti ini. Seandainya Uchiha Sasuke sudah berlaku seperti ini sejak dulu, mungkin dia adalah gadis paling bahagia.

Sayangnya…semuanya sudah terlambat bukan?

.

.

.

"Maaf Sakura."

"Ah iya, tidak apa-apa kok! Hehehe," Sakura berusaha terdengar seceria mungkin. Orang yang tengah di telefon mungkin tidak tahu bagaimana ekspresi kecewa gadis itu. "Aku tahuu kau sibuk! Apalagi bisnis dengan keluarga Hyuugakan merepotkan! Aku tahu kok, Hinata-chan juga sering kelelahan dengan urusan bisnis keluarganya hehehe."

Dia sudah menunggu selama ini di restoran dan Sasuke tidak datang. Rasa tidak nyaman merambati perutnya. Entah mengapa rasanya Sasuke belakangan ini makin sulit di hubungi. Pemuda itu banyak membatalkan janjinya. Dan, saat ia meneleponnya Sasuke jarang sekali bisa mengangkatnya.

"Aku akan mengganti acara ini nanti."

Suara pemuda itu terdengar begitu menyesal, dan itu membuat Sakura luluh juga.

Selalu begitu.

'Bukan apa-apa Sakura! Sasuke cuman sibuk!'

"Ah oke oke aku mengerti, sudah sana bekerja lagi. Jangan lupa makan ya?"

"Aa. Kalau begitu…sampai jumpa."

"Eumh, sampai jumpa."

Dan Sakura menutup sambungan telf mereka.

Ia menusuk steak di depannya dengan wajah tertekuk. Ia sudah berapa kali memikirkan kemungkinan bahwa semua ini cuman alasan-alasan saja. Bagaimana jika Sasuke bosan padanya? Bagaimana jika Sasuke menganggapnya terlalu mengganggu? Bagaimana jika…bagaimana jika Sasuke selingkuh!

Pemikiran terakhir membuat kekehan keluar dari bibir tipis itu.

"Mana mungkin," ucapnya seraya memotong steak di hadapannya. Ia mengangkat garpu dan membawa steak ke depan mulutnya. "Sasuke bukan orang seperti itu Sakura."

Akhirnya puteri keluarga Haruno itupun merayakan hari jadi mereka sendirian…

lagi.

.

.

.

Dokter dari Rumah Sakit di distrik Konoha itu memegangi tas yang ia pegangi erat-erat. Dia sudah menebak bahwa kemungkinan Uchiha Sasuke akan menjemputnya lagi hari ini. Dan dia benar-benar tidak dalam mood terbaiknya. Dalam mood baik saja dia malas melihat Uchiha muda itu apa lagi dalam mood yang buruk?

Sepatu coklatnya membawanya ke sayap timur rumah sakit Konoha.

Dia tersenyum cepat ke arah tiap orang yang menyapanya, Sakura terlalu terburu-buru dia memiliki janji dengan Bibi Mikoto untuk datang ke rumahnya sore ini. Sebenarnya dia lelah kemarin dia lembur hingga baru pulang subuh. Saat ini tidak ada yang lebih dia inginkan ketimbang kasur hangatnya. Tapi, itu semua harus di tunda dulu.

Angin segar menerpa wajahnya bertepatan dengan terdengar suara seseorang bergema di sisi jalan masuk rumah sakit yang sepi itu.

"Sudah selesai shiftmu?"

Dengan cepat gadis itu menoleh ke sisi kanannya dan mendapati pemuda bermata gelap itu tengah menyender di dinding rumah sakit dengan tangan yang di silangkan di dadanya.

Ekspresi di wajah Sakura mendingin. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Menjemputmu," ucap Sasuke seraya membuka payung hitam yang dia bawa. Dia menoleh menatap gadis itu. "Ayo."

"Aku memiliki janji dengan Ibumu, bukan denganmu," ucap Sakura tenang –kelewat tenang.

Pemuda itu terlihat menghela nafasnya.

Semua orang yang mengenalnya tahu bahwa Uchiha Sasuke jelas bukanlah orang tersabar yang ada. Tapi belakangan ini Sasuke sering bertingkah seolah dia adalah orang tersabar yang ada. Dengan Haruno Sakura yang terus-terusan menolaknya, belakangan dia dengan gigih meminta tangan gadis itu kembali.

Dan gadis itu memang kembali padanya.

Tapi tidak dengan hati maupun dirinya yang dulu.

Dia bersalah dia tahu, dia juga tahu bahwa dialah yang membuat semuanya menjadi berantakan begini. Tapi, apakah terlalu berlebihan jika ia meminta di berikan kesempatan sekali lagi?

"Aku lelah Sakura, berhenti bersikap begini," Sasuke memutar tubuhnya menghadap Sakura. Berbagai emosi terlihat dari mata Sasuke. "Aku ingin kita seperti dulu."

Sakura tertawa dengan sarkastik. "Kalau begitu bagaimana kalau kita sudahi saja? Bukankah kau lelah? Dan kau bisa dengan bahagia bersama dengan Hinatamu."

Rahang pemuda itu mengeras.

"Dan kau pikir semudah itu semuanya kembali seperti semula?" ucap Sakura dengan suara yang bergetar. Dia menggeleng dengan pelan sebelum membuang wajahnya menatap jalanan di sampingnya.

"Kau tahu kalau aku menyukaimu Haruno Sakura."

Ucapan itu tidak membuat gadis itu kaget, dia menerimanya dengan begitu tenang. Mata hijau Sakura beralih menatap Sasuke dengan tatapan sendu.

"Aku tahu," akhirnya Sakura membuka mulutnya, perempuan itu kemudian menggigit bibirnya. "Tapi kau lebih menyukai Hinata di bandingkan aku bukan? Kau memang menyukaiku, sedikit. Dan menyukai Hinata, banyak."

"Berhenti bicara soal Hinata! Ini bukan soal dia. Ini persoalan kita berdua Sakura."

"Dan kau terus menerus membelanya, lagi dan lagi!" bentak Sakura, ia mulai kehilangan kendali atas dirinya. "Ini memang persoalan kita berdua, tapi Hinata adalah orang yang membuat persoalan ini ada brengsek! Tidakkah kau menyadarinya bajingan!"

Dan pemuda itu terdiam mendengar makian Sakura.

Kalau di katakan salah siapa ini? Sasuke akan mengakui ini memang semua salahnya. Tapi bukankah ia sudah mengatakan bahwa dia sudah menyesali semua ini brengsek, tidak bisakah Sakura melupakan semuanya ini? Tidakkah ia bisa memulai segalanya dari awal lagi? Sasuke bukanlah seorang dewa yang tidak memiliki cela. Dia adalah manusia biasa.

Dan aksi pemuda itu yang tidak menjawabnya menyulut rasa kesalnya.

Sakura terlalu takut dia akan menangis, lebih baik dia menyingkir dari sini secepat mungkin. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia lalu membuka payungnya dan menuruni tangga rumah sakit. Terdengar suara air hujan yang jatuh yang berbenturan dengan payungnya. Ia menatap Sasuke dengan dingin.

"Maaf, aku bukannya membencimu Sasuke. Tapi sejujurnya aku terlalu takut. Sebagaimanapun kau mengatakan kau mencintaiku aku tidak akan mempercayaimu. Aku bahkan ragu bahwa kau mencintaiku dari awal. Apa cuman aku yang menyukaimu sendirian selama ini ne?" ucap gadis itu dengan suara yang bergetar. Sebuah senyuman sedih terulas di bibirnya. "Aku…aku bahkan ragu sekarang aku bisa memandangmu dengan biasa tanpa berpikir bahwa kau sejak dulu sangat menyukai Hinata. Maaf."

Dan gadis itu berjalan mundur kemudian berputar dan berjalan dengan cepat meninggalkan Uchiha Sasuke yang mematung memandangi punggungnya yang membelah hujan deras di bulan ini. Pemuda itu terlihat terlalu tenang, dan di detik berikutnya topengnya seolah-olah pecah begitu saja.

BRAAK.

Ia melemparkan payungnya ke lantai marmer rumah sakit.

Sasuke berjongkok kemudian mengacak-acak rambutnya, ia menutup matanya berharap bahwa semua ini hanya mimpi. Tapi, usahanya menganggap semua ini hanya mimpi selama ini sia-sia. Karena ia tahu, semua ini adalah kenyataan.

"Brengsek kau Uchiha Sasuke."

Seandainya ia tidak berbuat bodoh.

Mungkin, semua ini tidak akan pernah terjadi bukan?

.

.

When people make a mistake, God can easily forgive them.

But, I'm an human.

So I don't forgive people that easy.

.

.

.

To Be Continue.

.

.

.

Catatan Author :

Halooo, panggil saja Akiko ya hehehe.

Oh iya, fanficnya semoga pada suka yaaaa. Mohon bantuannya selama dif fn, saya lagi berusaha ciptain karakter Sakura yang dark dark gimanaaa gitu soalnya saya pengen Sakura gak kelihatan lemah. Hehehee semoga berhasil yaaa.

Kalau begitu sampai jumpa chapter selanjutnya ^^