SUMMARY: Walaupun Kagura sudah berumur 16 tahun, tapi itu bukan berarti Kagura bisa menjaga dirinya sendiri. Setidaknya itulah yang dikatakan Gin. Kagura membenci itu semua. Ia tidak suka dianggap lemah. Sougo datang dan mengatakan hal yang sama. Membuat Kagura semakin marah./ "Bisakah kau menjaga sikapmu, China?"/ "Tatsukete, Gin-chan..."/"Aku tidak suka jika aku tidak bertemu denganmu."

.

.

.

.

.

.

Karma.

Apa ini bisa dikatakan karma untuknya?

Kebohongan yang telah ia ucapkan pada Gin terjadi hari ini?

Fakta bahwa saat malam itu ia mendapatkan luka cukup parah, ia mengatakan bahwa dirinya diserang oleh seorang lelaki mabuk?

Hey! Ia hanya mengatakan 'seorang' bukan 'sekelompok'. Sial.

Tapi? Apa ia perlu takut?

Jawabannya, tidak boleh. Kalau waktu itu ia berani melawan orang itu, kenapa ia tidak berani untuk menghadapi yang kali ini ?

Kagura mendesis, kedua mata blue oceannya manatap kesal kepada sekumpulan laki-laki tidak benar didepannya, "Mendekat ke arahku sama saja kalian menghampiri dewa kematian kalian-aru!"

.

.

.

.

.

Kagura menatap sekelompok laki-laki yang tadi menggodanya. Mereka semua, laki-laki tidak benar itu, sudah ia buat jatuh ditanah. Kagura tidak membunuhnya, tapi membuat mereka semua ketakutan. Luka lebam terlihat jelas di wajah jelek mereka.

"Go-Gomeeen!" pinta pria botak yang beberapa menit yang lalu berani menyentuh bahunya. Bahkan menyebutnya cantik. Tch. Tapi, mungkin Kagura merasa sedikit harus berterima kasih. Berarti memang benar ia cantik, kan? Berbuhubung Gin tidak pernah memujinya 'cantik'.

Permohonan pria botak itu juga ditiru oleh teman-temannya yang lain.

Kagura kembali memasang wajah innocentnya, "Baik, asal kalian tidak menggangguku lagi. Kalau kalian masih menggangguku," Kagura berhenti sebentar untuk tersenyum. Tersenyum manis, "Akan kupotong kedua bola kalian-aru."

Mendengar kalimat terakhir Kagura, semua pria itu segera bangkit dan berlari menjauhinya. Kabur.

"Haaah…" Kagura mendesah. Ia pegang bahu sebelah kirinya. Sakit. Ternyata akibat perkelahian barusan membuat rasa sakitnya kembali terasa. Padahal ia sudah cukup senang dengan Shinpachi yang menghilangkan rasa sakitnya waktu itu dengan obat yang entah ia pelajari dari mana—bisa diraciknya. Ia masih ingat kejadian dimalam dua minggu yang lalu. Dimana bahunya diserang—

"Pukulan yang buruk, China."

Kagura terkejut. Ia mendengar suara seseorang yang ia kenal. Rivalnya. Kuso Sadist. Setelah mencoba melihat sekeliling, akhirnya ia menemukan Okita Sougo sedang menyandar pada sandaran jembatan di ujung sana, tidak melihat kearahnya sedikitpun—memejamkan mata.

Perlahan ia melepaskan genggaman tangan kanannya pada pundak kirinya, "Sejak kapan?"

Sougo menoleh ke arahnya, "Sejak tadi kurasa…"

"Huuh," Kagura mengerucutkan bibirnya, "Setidaknya kau sebagai seorang polisi membantu warga Edo yang sedang berada masalah, Sadist!"

"Untuk apa?" Tanya Sougo. Ia berjalan mendekati Kagura, suara langkahnya begitu terdengar saat melangkah diatas susunan kayu jembatan dimana Kagura dan dirinya berada. Di tambah akibat suasana yang semakin sepi akibat malam sudah semakin larut.

Sougo berhenti tepat didepan Kagura, dan menatap Kagura sesaat dengan serius. Kagura yang ditatap seperti itu hanya memasang wajah bingung.

"Haaah? Menolongmu? Untuk apa?" ujar Sougo dengan wajah mengejek, suaranya ia buat menjadi sedikit cempreng.

TWITCH

Kagura yang kesal segera ingin menendang perut Sougo. Namun sayang, kali ini tendangannya tidak mengenai sasaran. Sougo yang sudah tahu kagura akan memukul atau menendangnya segera melompat kebelakang untuk menghindar.

Sougo memasukkan kedua tangannya pada saku celananya. Mimik wajahnya kembali datar.

"Tsk!" Kagura mendecak.

Sougo menyeringai, "Aku tidak akan terkena seranganmu lagi. Aku sudah tidak ingin bersandiwara di depan danna untuk dengan mudahnya menerima pukulan darimu."

Kagura menatap jengkel pada Sougo, "Apa? Apa maksudmu? Apa maksudmu dengan , 'Bersandiwara di depan Gin-chan?'"

"Kukira setelah kau membiarkan kau memukulku, kau mau mendengar ucapanku. Kau ingat saat di taman? Aku menemuimu dan menanyaimu dan kau marah. Pada saat itu danna mengintp kita berdua. Sebenarnya aku tidak peduli dengan masalahmu namun danna terus mendesakku untuk bicara padamu."

"A-apa?" Suara Kagura sedikit mengecil. Entah kenapa hatinya sedikit sakit. Ntah karena apa.

'Ternyata dia menanyaiku bukan karena peduli padaku..'

"Oi, China. Ada yang ingin kukatakan padamu." Ujar Sougo. Wajahnya benar-benar serius sekarang. Dan Kagura ikut membalasnya dengan tatapan serius juga.

"Malam ini, kau melawan sekelompok preman dan mereka semua kalah. Benar?"

Kagura mengangguk cepat, "Sudah jelas buk—"

"Dan dua minggu yan lalu kau pulang dalam keadaan babak belur karena kau bilang diseorang seorang lelaki mabuk. Bukannya ini aneh?"

Deg

Dia menyadarinya.

Kagura terpaku ditempatnya. Tidak, ia tahu bahwa ini semua adalah hasil tindakan bodohnya. Bagaimana bisa ia sampai tidak berfikir kedepan untuk hal sekecil ini.

"Dan pertanyaanku adalah,"Sougo berjalan mendekati Kagura sehingga mereka berdiri sangat dekat sekarang, "Siapa orang yang sebenarnya kau lawan dua minggu yang lalu, Aho China."

Kagura gelagapan. Apa yang harus ia jawab? Tidak mungkin ia memberitahukan yang sebenarnya.

"Kalau kau bisa mengalahkan sekelompok pria kekar dengan keadaan sadar total dengan hasil kau tidak mendapat luka sedikitpun, lalu bagaimana dengan kau yang pulang dengan keadaan babak belur hanya karena melawan seorang pria mabuk?" Tanya Sougo. Wajahnya terlihat puas karena telah menyadari hal itu.

"Dan jangan lupa jelaskan tentang ini," Tiba-tiba Sougo memegang bahu kirinya. Mencengkramnya sedikit kuat.

"A-aah! Sakit!" erang Kagura. Ditepisnya tangan Sougo. Dan sekali lagi ia harus merutuki Sougo karena tahu lukanya didaerah pundaknya itu.

"Selama kau melawan mereka tadi, aku tiba-tiba melihatmu terus memegang pundak kirimu dan sedikit mengeluh setelah seorang pria botak tadi berusaha memukul tengkukmu namun gagal dan malah mengenai pundak kirimu."

Kagura menunduk dalam.

Sial, ia bisa tahu semuanya. Apa mungkin aku harus memberitahukan nama orang yang dua minggu yang lalu telah menghajarku?

"Katakan, siapa yang menghajarmu, China. Agar semuanya berakhir dan kau tidak merepotkanku lagi."

"Cih!" Kagura membalikkan badannya untuk segera berlari dan pergi, namun Sougo dengan cepat menahan tangan kirinya.

"A-aa" Kagura kembali merasakan sakit.

"Kalau begitu diam dan berikan jawabannya." Ujar Sougo. Kagura menatapnya dan menemukan wajah Sougo yang benar-benar serius. Persis saat dulu Sougo serius dalam masalah Rokkaku arc.

Tidak mau ada yang mengetahui selain dirinya dan tentu si tersangka dua minggu yang lalu, Kagura bersikeras untuk menolak memberitahu. Dengan kasar ia tepis tangan Sougo dari tangan kirinya menggunakan tangan kanan.

"Sudahlah! Yang pernting sekarang orang yang menyerangku waktu itu sudah mati! Ya! Dia sudah mati-aru! Jadi masalah ini telah berakhir-aru!" Setelah mengucapkan itu dengan penuh amarah, Kagura berlari meninggalkan Sougo. Berlari pulang ke Yorozuya.

.

.

.

.

.

'Katakan, siapa yang menghajarmu, China. Agar semuanya berakhir dan kau tidak merepotkanku lagi.'

Kagura kembali berguling-guling gelisah diatas futonnya yang berada didalam lemari tersebut. Entah kenapa mendengar Sougo mengatakan hal itu membuatnya menjadi sedih dan kecewa. Seakan-akan Sougo tidak peduli dan hanya menginginkan semua cepat berakhir agar ia bebas dari permintaan Gin untuk membantunya.

Sudah lima hari yang lalu semenjak kejadian tersebut. Malam itu ia pulang ke Yorozuya dan mendapati Gin dan Shinpacchi merasa khawatir. Sehingga ia pulang langsung dimarahi oleh Gin termasuk Shinpacchi. Yah walaupun yang paling banyak bicara adalah Gin.

Semenjak lima hari itu pula Kagura malas untuk keluar rumah. Ya, ia tidak ada keluar yorozuya sedikitpun. Ia malas, terlalu malas bertemu Okita Sougo. Selain karena takut ditanya lagi olehnya apabila bertemu, termasuk ia juga sedang merasa sedikit marah dengan pria bishounen itu. Dan sebenarnya ia tidak mengerti kenapa ia bisa merasa sedikit marah dengannya.

Ia tahu, Gin dan Shinpacchi marah-marah akibat tingkah lakunya. Mereka bilang ia harus bermain keluar tapi Kagua bersikeras menolaknya.

Tapi anehnya, sepertinya Gin dan Shinpacchi tidak tahu apa-apa. Sepertinya Sougo tidak memberi tahu mereka tentang hal ganjal yang ia sadari pada masalah Kagura.

Ah, sialnya, rasa sakit dipundaknya malah semakin menjadi. Lebam biru di pundak kirinya itu memang sempat menghilang sedikit-sedikit setelah insiden di malam yang hampir terjadi tiga minggu yang lalu itu, namun botak sialan lima hari yang lalu itu membuat luka birunya membesar lagi.

Dan Kagura ntah sampai kapan akan terus mengurung dirinya di Yorozuya.

.

.

.

.

"O-Okita Taichou, a-ano, memata-matai Yorozuya memanglah hal yang mudah, tapi memata-matai Kagura-san itu hal yang sulit."

Disalah satu gang di antara rumah-rumah di pinggrir jalan Kabuki distrik, Yamazaki Sagaru mengeluh kepada Okita Sougo yang dua hari terakhir ini menyuruhnya untuk memata-matai Kagura.

Jujur saja, tidak melihat China-nya selama tiga hari itu sudah membuatnya merasa tidak enak. Ditambah dua hari telah berlalu, semakin membuatnya tidak bisa melihat Kagura selama lima hari.

Sougo berjalan meninggalkan Yamazaki sambil berkata, "Sudah kuduga dari awal kau tidak aka bisa memata-matainya."

"EEEH?!" Yamazaki berteriak. Merasa sedih Sougo tidak mempercayainya, "Ho-Hontou ni Gomennasai O-Okita Taichou!" Yamazaki membungkukkan badannya berkali-kali.

Sebelum Sougo akan keluar dari gang itu, Sougo kembali berkata namun tetap tidak membalikkan badannya, "Jangan katakan hal ini pada siapapun."

Setelah mengatakan itu, Sougo benar-benar telah menghilang dibelokan gang. Yamazaki sedikit bergidik, Ia barusan mendengar Taichou-nya berbicara dengan nada yang menusuk dan dalam.

Yamazaki Sagaru sedikit menelan ludahnya.

.

.

.

.

Musim dingin telah tiba pagi ini. Anak-anak berlari keluar untuk bermain dengan salju. Akan menjadi pemandangan yang menyenangkan jika baru bangun dan disuguhi pemandangan benda putih berjatuhan dari atas langit.

Dan yang diinginkan Kagura sekarang, pergi keluar untuk merasakan lembut dan dinginnya salju…

"Kagura-chan, kau yakin tidak akan keluar di hari pertama salju turun? Aneue bilang ia ingin mengajakmu membeli syal baru, Aneue juga bilang ia akan membelikanmu satu." Ujar Shinpachi kepada Kagura yang kini sedang memperhatikan salju dari jendela. Membelakanginya.

Sebenarnya Otae mengajak Kagura membeli syal sebagai alih-alih agar Kagura mau keluar, namun sepertinya tidak berhasil.

Kagura menggeleng. Shinpachi mengeluh, "Kau yakin, Kagura-chan?"

"Aku…yakin." Jawab Kagura sekenanya.

Terdengar suara pintu yang bergeser dari depan, Gin memasuki rumah sewanya itu sambil mengecak-ngacak rambutnya yang sedikit tertutupi oleh salju, "Ttaku. Sampai kapan kau akan terus seperti ini? Keluarlah dan hirup udara pagi yang segar dan dingin!" ujar Gin.

Shinpacchi juga ikut memakai syal kuningnya,

"Gin-san, kenapa kembali? Kau bilang tadi kau buru-buru ingin membeli JUMP terbaru." Tanya Shinpacchi, memperhatikan langkah Gin yang mendekatinya dan Kagura.

"Uangku tertinggal." Jawab Gin sambil melangkah kearah meja yang biasanya ia gunakan untuk menghadapi para klien.

Setelah membuka laci dan mengambil sesuatu disana yang dipastikan itu adalah dompet, Gin kembali melangkah ke pintu, kembali berjalan keluar menuju took yang menjual JUMP. Namun sebelum benar-benar menghilang dari pintu, Gin kembali berbicara tanpa menoleh ke belakang.

"Oi Shinpacchi, aku yakin gorilla wanita itu sudah menunggumu, cepat!" Ujar Gin lalu melangkah keluar.

Shinpacchi mendesah lalu melihat ke arah Kagura, "Kagura-chan, aku akan keluar untuk menemani Aneue membeli syal kalau kau menolak."

"Shinpacchi dan Gin-chan pergilah, aku akan disini saja-aru." Ujar Kagura tanpa menoleh sedikitpun.

Setelah selang beberapa lama, Kagura mendengar langkah kaki Shinpacchi yang menjauh. Lalu terdengar suara pintu yang terbuka. Tak lama kemudian pintu ditutup.

"Haah,…" Kagura mengeluh. Ia kuatkan Syal pada lehernya. Ia masih memakai piama oranyenya dan rambutnya masih terurai.

Ia bosan sekarang. Benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Ia tentu ingin sekali keluar dan bermain dengan salju-salju itu. Karena Kagura masih memiliki sifat childish.

Kagura yang semakin tidak tahan melihat salju memutuskan untuk meringkuk diatas futonnya dari pada harus melihat orang-orang terlihat senang diluar sana dan membuatnya cemburu.

Namun, belum sempat ia berbalik, sepasang tangan yang cukup besar melingkari pinggang kecilnya.

"E-eh?!"

.

.

.

.

.

.

Owari, eh, TBC. *ditendang*

Bagaimana dengan chapter ini? Sudah tebongkar semua, kan? /padahal belum ketahuan siapa yang Kagura lawan waktu itu, haha/ yang penting aku udah menjelaskan sedikit /apanya/ dan maaf ya Kagura-nya OOC -v

Gomen minna-san kalau chapter ini membosankan. Aku tahu aku gak ada nyelipin humor, soalnya aku lebih suka buat fic hurt/comfort buat pair OkiKagu..(kalau ada yang tidak suka maaf ya~)

*lirik jam* *00:50*

Oke minna-san, saya mulai mengantuk. Ah, sebelumnya.