Title:Why is not me?

Disclaimer: JK. Rowling.

Warning: SA, onesided HP/DM, HP/GW.

Summary: Harry pikir Draco menyukainya dan itu artinya mereka saling mencintai. benarkah? ia ingin membuktikannya saat ia mengembalikan tongkat sihirnya.

(Oneshot-Prequel 'Why is not me? you said?')

selamat membaca :)


Perjalanan yang panjang untuk mengalahkan Voldemort. Semenit setelah semuanya usai, semenit setelah dunia bisa bernapas lega. The Elder Wand, sudah ku patahkan dan disakuku masih ada satu tongkat sihir, yang tanpa pemiliknya tahu. Tidak hanya tongkatnya saja yang ingin aku kembalikan tapi juga cintanya.

Aku berjalan mengelilingi Hogwarts dan melihat Blaise sedang mengobrol dengan Seamus. Mereka nampak senang dan lega. Perang membawa tekanan bagi Slytherin dan Gryfinndor. Membawa tekanan untuknya, mengatakan hal yang seharusnya sudah ia katakana sejak lampau.

Ini rahasia, tapi aku baru menyadari kalau aku menyukainya semenjak ditahun keenamku. Saat itu aku mengikuti kelas Prof. Slughorn, sebenarnya aku malas untuk ikut kelas ramuan. tapi mau bagaimana lagi. Hari itu Prof. Slughorn sedang membahas mengenai Amortentia, love potion terkuat di dunia sihir. Hari itu Hermione menyebutkan, 'rumput yang baru dipotong, perkamen dan pasta gigi mint.' Aku tersenyum mendengarnya. Ron memang tidak tahu, tapi aku menyadarinya, kalau Hermione memang menyukainya semenjak dulu.

Sesaat setelah percobaan membuat Draught Living Death telah selesai, aku secara sembunyi-sembunyi saat orang lain memperhatikan ramuan yang kubuat, aku membuka tutup Amortentia. Akhir- akhir ini aku selalu kesal melihat Dean, karena ia selalu menceritakan betapa manisnya Ginny. Aku tahu, Ginny itu manis, jadi tolong jangan dekati dia, inginnya aku mengatakan itu padanya. Tapi saat aku buka tutupnya, aroma menyeruak, yang tercium adalah bau apel segar, aroma lapangan Quidditch dan hutan terlarang? Aku tidak mengerti kenapa bau ini yang paling kuat kucium. Bukan kah seharusnya aku juga mencium pasta gigi mint?

Aku baru menyadarinya saat Malfoy yang lesu –entah karena apa- mengusikku. Ia melirik kearahku, dan berjalan mendekatiku. Wajahnya sedikit kelelahan seperti kurang tidur. biasanya ia terlihat sangat segar dan tam-errrr…

'Kau diam-diam ingin mengambilnya, Potter?' katanya dengan sinis. Aku tahu kalau ia sudah menyeringai.

'Bukan urusanmu, Malfoy!'

'Itu urusanku!'

Aku melirik ke arahnya, penasaran kenapa ia mengatakan hal itu.

'Karena kalau kau sengaja memberikannya untukku, dan menjadikan ku Love-Slave-mu…uhuuu…menjijikan sekali bukan Potter!" ia terhenti sebentar, saat aku tidak bisa membalas perkataannya, "Oh! Lihat wajahmu! Merah! hahahahahaha! Kau nakal Potter! Kau pasti membayangkanku menjadi Slavemu~!"

Aku kesal, "Diam kau, Ferret!"

Ia tertawa dan pergi saat semua orang mulai memperhatikannya lagi. Hari itu hari yang menyebalkan karena akhirnya aku tahu, sepertinya aku tertarik pada Malfoy. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa, dan memiliki perasaan untuknya itu berbeda dari ingin memilikinya. Maka aku mencoba mengalihkan perhatianku pada Ginny. Mungkin sukses.

Tapi ternyata tidak, saat aku dan Ron akan tidur, suatu malam kami membicarakan mengenai alasan Dean menyukai Ginny. Aku berpendapat karena kulitnya bagus, dan Ron berpendapat bahwa kulit Hermione yang bagus. Sesaat setelah aku menutup mataku, aku melihat seseorang dengan kulit yang sangat putih dan pucat. Sick! Ternyata aku membayangkan kulit Malfoy! Karena kulit Ginny tidak sepucat itu.

Aku jadi ingat saat ia memandangku ditahun ketujuhnya –karena aku tidak mengikuti Hogwarts ditahun ketujuhku-, wajahnya sedih. Saat itu aku tertangkap dan dibawa ke Malfoy Manor. Kerumahnya. Untungnya sebelum tertangkap aku dikutuk oleh Hermione agar wajahku tidak dikenali. Saat itu ia lah yang bertugas untuk 'mengenali'-ku. Aku tidak tahu kenapa harus dirinya? apakah ayahnya itu tidak mengenali wajahku? Apakah karena ia pasti bisa mengetahui itu aku?

Aku tidak tahu…yang jelas ia terlihat sedih. ia sedih karena aku nampak buruk, atau ia sedih karena satu kata darinya bisa membunuhku. Tapi wajahnya saat itu tidak hanya kelihatan sedih, tetapi juga ketakutan. Aku selalu berharap kalau ia takut kehilanganku, bukan karena ancaman dari ayah serta bibinya yang gila..

'Apa yang salah dengan wajahnya?' katanya.

Ia sudah tahu kalau itu aku…maka ia bertanya 'apa yang salah pada wajahku…' aku tidak tahu, kenapa ia tidak langsung mengatakan saja 'Ini Harry Potter!' ia akan mendapat pujian dari Voldemort. Tapi ia tidak melakukan itu. Ia hanya terdiam sekalipun ia tahu kalau orang dihadapannya 'Harry Potter'.

Aku berterimakasih padanya, tapi aku belum mengucapkannya. Akan aku ucapkan pada saat ku kembalikan tongkatnya. Perang sudah berlalu, benar…seminggu yang lalu, dan aku sudah membeli tongkat yang baru.

Erm… benar-benar sebuah tongkat…uhuk. Aku akan mengembalikan Hawthorn 10 inci ini padanya. Aku harus berpakaian apa? Hermione menanyakan kenapa aku seperti ini? awalnya aku anggap aku sudah melupakan Malfoy dan sudah berpaling pada Ginny, karena aku dan Ginny memang cocok satu sama lain. Namun tetap terasa ada yang kurang. Passion, pikirku. Saat aku berhadapan dengannya, aku sangat membencinya. mulutnya itu…kalau bisa aku robek, aku robek ditempat. Aku penasaran, selain membuatku emosi…mulutnya itu bisa apa lagi? *ups.

Hermione paham. Itu yang membuatku menyayanginya lebih dari Ron (rahasiakan ini dari, Ron…semoga ia tidak membaca fanfic ini). Aku dan Ron sedang marahan ini hari ketiga kami. Semoga setelah aku mengembalikan tongkat sihir Malfoy, dan kalau-kalau memang tidak terjadi apa-apa…erm..maksudku seperti ia menyatakan rasa sukanya padaku. Aku akan kembali lagi pada Ginny. Ginny tidak tahu aku tertarik pada Malfoy. Ron melarangku memberitahu adikknya, Ron tetap memaksaku untuk tetap bersama dengan adiknya. Ia pikir adiknya lah orang yang paling tepat dan cocok untukku.

Tapi ia tidak tahu, kalau diam-diam aku terobsesi pada Malfoy dan Malfoy pun menyukaiku. Aku tahu Malfoy menyukaiku, selain faktanya ia melindungiku saat di Malfoy Manor (kurasa aku harus memanggilnya Draco, tapi saat menyebut nama kecilnya, hatiku berdebar lebih kencang dan aku malu). Draco (ermmm…/) selalu memperhatikanku. Ini bukan pemikiran sepihakku saja! tapi ini kenyataannya.

Ingat tidak saat kami belajar menaiki sapu terbang untuk pertama kalinya. Ia menantangku…dan erm ini bukan tanda ia menyukai ku ya? Baik yang lainnya. Ingat saat pertama kali aku masuk ke kelas Prof. McGonagall dan terlambat…saat itu memalukan, aku akui. Tapi…setelah aku duduk seseorang berbisik-bisik dibelakangku, aku tahu itu Draco. Ia memperhatikanku.

Kami selalu bertengkar, aku tidak mengerti kenapa kami selalu bertengkar. Ia selalu menatapku dengan sinis. Awalnya aku pikir ia menatap Hermione sahabatku, karena sepertinya ia membenci sekali gadis ini. kau tahu kan? Pepatah cinta dan benci itu tipis? Saat itu aku pikir ia sengaja mencari masalah dengan ku untuk mendekati Hermione. Tapi saat tahun ketiga dan pingsan karena Dementor. Ia menanyakan keadaanku.

Aku tahu itu aneh, tapi ia benar-benar berkata 'Benarkah kau pingsan? Sungguh pingsan?' walaupun setelah itu Ron menyuruhku untuk tidak memperhatikannya tapi, saat itu aku tahu…kalau sepertinya ia walaupun sedikit, walaupun bukan dalam artian memperhatikanku, aku tahu…ia sedikit peduli padaku dan bukan Hermione. Jadi saat ia memaki 'Mudblood' pada Hermione ia sungguh membenci Hermione, aku entahkenapa merasa lega. Anehnya, selain ia juga memaki Ron dengan 'Blood-Traitor' tapi, ia tidak pernah memanggilku 'Half-Mudblood' atau apalah yang membuatku kesal karena mengatai ibuku.

Atau ia tidak tahu aku half-blood? Kurasa tidak. Karena seperti apa yang dikatakan Hermione, tanpa sepengetahuanku sepertinya orang-orang lebih tahu tentang masalaluku dari pada diriku sendiri.

Aku tahu ia tidak bisa mendekatiku, entah kenapa ia memilih untuk menjadi rivalku? Atau…siapa yang memutuskan ia menjadi rivalku? Ah..iya, semenjak aku menolak menjadi temannya di awal tahun, ia yang sombong pasti kesal setengah mati. Tapi tidak apa-apa, aku tidak menyesalinya. Karena aku memiliki sahabatku. Kalau Ron dan Hermione tidak bersama, mungkinkah aku akan bersama Hermione? Ah..tidak…tidak ada Passion diantara kami, padahal kami remaja muda yang darahnya bergolak. Tinggal bersama di dalam tenda selama berbulan-bulan hanya kami berdua, tapi tidak terjadi apapun. Sungguh. Itu karena memang tidak ada Passion.

Tapi aku bukan gay, aku tahu. Karena aku sempat menyukai Chochang dan Ginny. Eh aku masih menyukai Ginny, tapi rasanya berbeda saat aku bersama (bertengkar) dengan Draco. Dengan Ginny rasanya sepi dan tenang, sedangkan dengan Draco rasanya…menggairahkan. Tapi aku bukan gay. Karena hanya pada Draco aku merasakannya.

Aku tahu aku tertarik pada Draco semenjak kecil walaupun baru menyadari perasaanku ditahun keenam. Tapi saat Draco diserang oleh Buck Beak ditahun ketiga kami, sebenarnya aku khawatir padanya. Entahlah kenapa.

Ia selalu menjadi nomor kedua setelah Hermione, itu yang membuatku diam-diam juga semakin kesal padanya. Karena kalau dikelas, ia diam-diam menatap Hermione. Walaupun tatapan kesal dan sinis, tapi aku lebih suka kalau aku yang tetap ia tatap. Kalau Hermione tahu ini, ia pasti akan berkata 'Kau kurang ditatap oleh Malfoy? Kau pasti gila Harry! Perhatiannya itu selalu padamu, dan kau iri padaku karena ia sesekali menatapku?'… begitu. Rahasiakan hal ini dari Hermione.

Hari ini Hermione membantuku memilihkan pakaian untukku. Ia berkata aku tidak boleh menggunakan kaos berwarna abu-abu kebiruan dan jaket biru atau hitam. aku hanya tertawa saat sahabatku berkata demikian. Ternyata tanpa kusadari pakaian favoritku adalah 'warna' khas Draco. Ingat, matanya berwarna abu-abu, dan sedikit kebiruan di pagi hari, dan pakaiannya…ia sepertinya selalu menggunakan jas hitam.

Di dalam suratnya ia hanya menuliskan 'Aku akan menemuimu tanggal 9 Mei, di hutan terlarang, pukul 12.00 tepat.'

Aku langsung meng-iya-kan. Karena sepertinya ia sangat membutuhkan tongkat sihirnya. Selama seminggu ini apa yang ia lakukan tanpa tongkat sihirnya? Aku tidak bisa membayangkannya. Aku ingat saat ia meminta tongkatnya…kejadian itu berakhir pada aku yang menyelamatkan dirinya dari api yang dibuat oleh sahabatnya sendiri. Sayang…sahabatnya itu mati. Pasti ia sedih.

Tiga hari pertama setelah perang, dihabiskan untuk bersantai dan pesta merayakan kemenangannya, walaupun diadakan setelah kami menangisi kepergian para korban perang. Fred, meninggal dan George masih belum menerimanya. Kakak Ron itu masih sering berbicara sendiri. Aku masih ingat saat mereka berdua memberiku Marauder Map. Terimakasih pada mereka karena dengan peta itu aku bisa tahu Draco ada dimana kapanpun yang aku mau. Kalau aku ingin menemuinya aku hanya tinggal melihat peta dan ditempat yang aman aku akan menatapnya semauku dengan jubahku. Pernah sekali, ditahun keenam, aku memergokinya berciuman dengan anak Ravenclaw. Itu..kenangan yang menyakitkan.

Aku tahu mungkin aku hanya besar kepala, kalau berpikir ia menyukaiku! Tapi siapapun yang buta pun akan tahu! Ia menyukaiku!

Semoga bukan hanya pengharapanku.

Sekalipun siang hari, tapi Hutan Terlarang itu tetap gelap. Aku tidak tahu kenapa ia memilih hutan terlarang. Yang kuingat dari hutan terlarang adalah tempat ini adalah tempat pertamakali kami di detensi bersama. Ia penakut, aku tahu hal itu karena ia Slytherin. Kalau pemberani, ia akan masuk ke Gryffindor.

Jantungku berdebar-debar, aku…aku harap ia benar-benar menyukaiku. Tanganku basah saking gugupnya. Bajuku sudah rapi, begitupula dengan rambutku. Aku berjalan dengan sangat perlahan. Semoga aku tidak terlambat, karena kurang dari lima menit lagi adalah waktu janjian kami. Ron tidak tahu aku pergi kemari.

Kemudian langkahku terhenti, bagaimana kalau ini jebakan untukku? Ia tidak mungkin menyukaiku, dan Death Eater pasti dengan senang hati membunuhku. Aku membeku, dan langkahku terhenti. Tapi itu bisa saja.

Ia hanya memancingku untuk keluar, ke hutan terlarang. Kalau aku mati dihutan terlarang, tidak akan yang tahu. Bahkan Hagrid mungkin tidak akan sadar aku mati di hutan terlarang. Aku bingung, keringatku bercucuran, dan jantungku berdetak lebih kencang.

Tapi…

Aku ingin mempercayainya. Ron pasti akan berteriak 'Kau bodoh percaya pada musuh, Harry!' tapi bukankah musuh tidak akan menolongmu? Kenyataannya Draco sudah menolongku. Hermione pun tidak berkata apapun tentang hutan terlarang. Tidak mungkin Hermione akan membiarkanku pergi begitu saja. oh…Merlin! Aku bahkan tidak pakai jubah yang diberikan ayahku.

Aku berjalan lagi perlahan, dan keraguanku semakin membesar, karena Draco tidak juga kelihatan. Jangan-jangan memang ini rencana Death Eater untuk menjebakku?

Merlin…

Aku ingin tetap mempercayai Draco.

Hutan semakin gelap, dan ini sudah lewat dari jam 12. Draco tidak juga kutemukan, aku bingung dan semenjak tadi aku merasa ada seseorang yang mengikutiku. Aku panic, seseorang ah…tidak lebih dari seorang…benarkah itu Death Eater?

Langkah kaki dibelakangku semakin kencang, aku reflek mengambil tongkat sihir Draco dan mengacungkan tongkat sihirku setelah aku membalikkan tubuhku. Tidak ada seorangpun, aku sedikit lega. Aku tidak tahu kenapa, tapi rasanya hutan terlarang semakin sepi. Udara yang dingin menyesakkan, dan jantung tidak hentinya untuk menambah kecepatan berdetaknya.

'srakkk' ada bunyi lagi.

Aku benar-benar yakin kalau memang ada seseorang yang mengikutiku.

'Expelliarmus!' teriakku.

Orang itu terlempar kebelakang, ia menggunakan jubah hitam dan berteriak kesakitan. Aku tetap mengacungkan tongkatku padanya.

'Aaaaarrkkkhhh! Sakiittt!' erangnya.

Aku hapal suara ini.

'Itu kau Dra-Malfoy?'

'Potter!' Bentaknya, 'kenapa kau tiba-tiba menyerangku!' ia bangkit dan menepuk-nepukkan jubah hitamnya.

'Kenapa kau tiba-tiba muncul dibelakangku!'

'Aku tidak tahu, Harry James Potter! Aku berapparated kemari!'

Sedetik jantungku berdetak lebih kencang lagi, karena namaku disebutnya.

'Ah…maaf.' Kataku benar-benar menyesal, 'Kau tidak apa-apa?'

'Kau bisa melihatnya sendiri dengan matamu, Potter!'

Kata-kata sinis darinya itu membuatku terkejut. Aku tahu..ia yang menyukaiku, ia yang memperhatikanku dan ia yang melindungiku secara sembunyi-sembunyi itu hanya mimpiku. Draco Malfoy yang seperti itu tidak akan pernah ada.

Aku harus menahannya, wajahku harus tetap netral, kalau perlu harus kupenuhi dengan kebencian.

Aku menarik napasku, berat rasanya, 'Aku akan membuat ini cepat.'

'Itu juga yang kuharapkan.'

'Kau barusan menggunakan tongkat sihirku?'

"Ah iya…aku…tanpa kusadari aku menggunakannya lagi. Kau tidak perlu terlihat senang seperti itu Malfoy, karena aku sudah memiliki tongkat lainnya. Kalau-kalau kau akan mencoba lagi tongkatmu dengan mengutukku.'

Menyebut nama belakangnya, terasa pahit dilidahku. Tapi memang sampai sinilah tempatku, sampai sinilah mimpiku.

'Aku tidak bermaksud untuk mengutukmu, tapi menggunakan tongkat ini…memang paling nyaman bagiku.' Katanya sambil menunjukkan tongkat sihir miliknya yang ku genggam.

'Kau tahu, kata Olivander, tongkatmu ini sudah berganti kesetiaannya padaku.' Kataku santai.

Ia terlihat terkejut.

'Apa maksudmu?' tanyanya terlihat tidak sabaran ingin menggenggam kembali tongkat sihirnya.

Kini aku yakin kalau tidak ada satupun Death Eater yang akan mengancam nyawaku. Draco memang hanya ingin tongkatnya kembali, tapi aku masih tidak habis pikir kenapa hutan terlarang.

'Tongkatmu, lebih suka aku dari padamu.'

Ia mendengus, 'Kau berbicara, seolah-olah tongkat sihir bisa merasakan sesuatu, Potter. Kau tidak sakitkan?'

'Olivander yang mengatakannya. Bukan aku!'

'Terserah kau! berikan tongkatku kembali.'

Aku memberikan tongkatnya kembali, ia mengenggamnya dengan erat dan seperti anak kecil yang mendapatkan mainannya kembali setelah hilang. Ia terlihat senang.

'Tongkatku…' bisiknya. Kemudian ia mencoba mengucapkan beberapa mantra, dan diarahkan pada pepohonan disekitar mereka, 'Aku merasa ada hal yang sedikit berbeda. Sama…tapi ada yang berbeda.'

'kan sudah kubilang kalau kesetiaannya telah berubah.'

Ia terdiam lama sekali, kemudian ia berbisik 'Tongkat yang cerdas, tahu dimana kesetiaanmu itu berada.' Awalnya aku berpikir kalau ia berbicara soal dirinya sendiri. Tapi setelah ia melirikku, dan tatapanku tidak berubah. Wajahnya berubah kemerahan. Aku tiba-tiba menjadi gugup.

Aku lupa, ia ini Draco Malfoy. Sekalipun pada kenyataannya ia tidak menyukaiku, tapi aku menyukainya.

Aku menyukainya.

Dan jantungku kembali berdebar kencang.

'Kau kenapa Malfoy? Tiba-tiba bersikap aneh…' kataku asal, untuk menutupi rasa gugupku.

Tak kusangka itu tepat mengenainya, wajahnya semakin memerah.

'Kau tahu, aku rasa tongkat ini mengerti maksud tuannya.'

'Hm?'

'Ah…kau ini bebal sekali Potter!'

Klik. Rasanya aku mengerti.

'Kau…kau menyukaiku Malfoy?"

Ia terkejut, wajahnya sudah tidak lagi berwarna merah. tapi pucat pasi.

'A…apa maksudmu?' tanyanya.

'Eh?'

Mungkinkah aku salah?

Rasanya wajahku pun berubah seperti seseorang yang sedang melihat film hantu.

'Ah! Iya! Aku mengerti maksudmu! Kau menyukai Hermione kan? Kau mengatakan kalau tongkat itu cerdas, itu maksudnya Hermione kan?" wajahnya semakin memucat.

Ternyata itu benar.

'Dan tentang kesetiaan itu…kau memang tepat sekali. Hermione sangat setia padaku. Tapi kau tidak usah khawatir karena aku dan dia hanya teman…jadi..'

'Kau…'

'Aku memang membencimu…' diam-diam ku tambahkan, pada saat yang sama aku menyukaimu. 'tapi kalau kau bisa membahagiakan Her-'

'Cukup Potter! Aku tidak membutuhkan dukunganmu!' dan lihat sekarang Malfoy berwajah sangat merah. Ia benar-benar marah.

Aku terdiam.

'cih! Terimakasih atas tongkatnya.' Dan ia mulai beranjak pergi.

Aku menundukkan kepalaku. Hatiku sangat sakit. Ternyata ia memang menyukai Hermione, sahabatku sendiri. Bahkan aku tidak mengatakan padanya kalau Hermione itu kekasih Ron.

Aku sampai akhir tidak bisa menyakitinya.

Padahal akan lebih mudah kalau begitu. Kenapa kau harus terpikat pada sahabatku sendiri? Kenapa? Apakah karena cinta dan benci itu sangat tipis.

Kenapa Malfoy.

'Kenapa bukan aku?'

End.

….

Dead.