My Prince [A NaruSaku Fanfiction]

.

Disclamer : Masashi Kishimoto

Warning : Typo(s), Out Of Character, AU, and more

Riz Riz 21

presented

.

.

.

Chapter X

.

.

.

"Baru pulang, eh?" sindir Sasuke saat menemukan sosok gadis berambut panjang yang sekarang tengah menatapnya dengan datar.

"Apa yang kamu lakukan diluar, Sasuke-sama?" tanya gadis itu dengan tenang.

"Kenapa tiba-tiba kamu memanggilku dengan sebutan seperti itu?"

"Bukankah kamu sendiri yang meminta agar aku tidak memanggilmu 'Uchiha-san' lagi?" gadis itu malah balik bertanya.

Sasuke menenangkan pikirannya, sifat gadis yang ada dihadapannya ini padanya sudah berubah seratus delapan derajat sejak tahu segalanya tentang Kerajaan Konoha dan itu benar-benar menyebalkan. Sasuke membuang muka, sedangkan gadis itu masih menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Mereka hanya berjarak dua langkah dan secara perlahan tangan gadis itu terulur kedepan, seakan ingin menyentuh wajah laki-laki yang ada dihadapannya—Sasuke.

Tapi sebelum tangannya berhasil menyentuh wajah Sasuke, gadis itu langsung menurunkan kembali tangannya dan berbalik kearah pintu apartementnya lalu membukanya.

"Jadi hanya ini percakapan yang terjadi setiap kita bertemu," kata Sasuke yang menyadari bahwa gadis itu sudah membuka pintu apartementnya.

"Memangnya apa yang harus kita bicarakan?"

"Pembicaraan penuh emosi yang terjadi saat kita berada di atap sekolah." Sasuke memasukan kedua tangannya pada dua kantong celananya.

Gadis itu menatap Sasuke lalu berkata, "Aku harap kamu tidak menganggu Naruto-oujisama, dan menepati janjimu."

"Aku tidak pernah berjanji padamu."

"Kepentingan Naruto-oujisama lebih penting dari kepentinganmu."

"Terserah!" Sasuke berbalik lalu mulai melangkah menuju pintu apartementnya yang berada tak jauh dari apartement gadis itu karena bersebelahan.

Gadis itu menghela napas lalu melangkahkan kakinya masuk, tapi sebelum seluruh tubuhnya benar-benar masuk dirinya dapat mendengar Sasuke mengatakan sesuatu dengan cukup nyaring.

"Harusnya kamu ingat derajatmu, Hyuuga!"

Brak.

Pintu apartement milih gadis itu tertutup dengan cukup keras, gadis itu atau yang tadi dipanggil Hyuuga oleh Sasuke langsung menyederkan tubuhnya pada daun pintu apartementnya. Kedua matanya tertutup pelan, menyembunyikan manik lavender nan indah yang berada disana. Perlahan tubuhnya merosot hingga ia terduduk diatas lantai sambil menunduk dengan helaian rambut panjang berwarna indigonya yang menutupi separuh wajahnya.

Gadis itu adalah Hinata Hyuuga.

.

.

.

Sakura menatap tidak suka pada Hinata dan Naruto yang tengah bercakap-cakap entah apa, mereka—dirinya, Naruto, Hinata, Kiba, Sai, Shino, Shikamaru, dan Ino tengah berada diatap sekolah untuk menikmati makan siang. Tapi setelah selesai makan siang, Naruto langsung menarik Hinata menjauh dari yang lain dan bercakap-cakap disamping pembatas besi yang ada diatap.

Apa yang mereka bicarakan?

Kenapa Naruto terlihat begitu antusias?

Dan kenapa Hinata membalasnya dengan begitu hangat?

Ugh. Sakura benar-benar ingin menghampiri mereka lalu menjauhkan mereka, sangat tidak baik untuknya jika melihat Naruto dan Hinata selalu berdekatan seperti itu!

Apakah…, apakah ini yang namanya cemburu?

"Sakura-chan, kenapa kamu cemberut seperti itu?" tanya Ino yang menyadari ekspresi kesal diwajah Sakura.

"Eh?"

"Melihatmu cemberut seperti ini sangat tidak dirimu sekali, forehead," sahut Ino sebelum terkekeh dengan perkataannya sendiri.

"Diamlah, piggy!" Sakura menatap Ino dengan tajam, dirinya sedang tidak bersemangat untuk meladeni Ino.

"Oh, ayolah. Ada apa dengamu?" tanya Ino dan duduk disamping Sakura. "Apakah terjadi sesuatu? Katakanlah pada sahabat baikmu ini."

"Ini sesuatu yang sulit untuk dibagi, Ino," jawab Sakura sambil kembali menatap Naruto dan Hinata yang tengah tertawa.

Apa yang tengah mereka bicarakan, sih?

"Sesulit itukah?"

Sakura menatap Ino lalu menghela napas, dirinya tidak mungkin bilang bahwa ia ingin menyingkirkan Hinata untuk jauh-jauh dari Naruto, kan? Tapi, ayolah, Hinata juga sahabatnya dan kenapa dirinya sampai punya pikiran sejahat itu? Sakura jadi merasa bersalah untuk Hinata.

Jika tidak bisa menyingkirkan, bagaimana dengan rencana untuk menjauhkan Naruto dari Hinata?

Tetap saja Sakura tidak mungkin mengatakan hal itu pada Ino.

"—ra, Sakura-chan!" kata Ino dengan nyaring sambil menguncang tubuh Sakura pelan.

"Eh? Nande?" Sakura menatap Ino heran, apakah tadi dirinya melamun?

"Aku bertanya padamu dan kamu malah melamun?" Ino menatap tidak percaya pada Sakura lalu menghela napas. "Kamu ini benar-benar—"

"Minna-san!"

Perkataan Ino langsung terpotong dengan teriakan nyaring Naruto yang sudah kembali kekerumunan.

"Ada apa Pangeran?" tanya Sai yang sudah siap sedia untuk mendengarkan apa saja yang akan dikatakan oleh Naruto.

"Bagaimana jika hari ini kita hang-out bersama!" seru Naruto tanpa lupa menunjukkan senyuman lima jari-nya yang khas.

"Hang-out?" ulang Kiba dengan tatapan bingung yang ketara dikedua matanya. "Apa kamu akan mentraktir kami Pangeran?"

Naruto menatap Kiba tidak percaya. "Hei, jika aku masih jadi Pangeran Kaya tidak hanya aku traktir. Tapi akan aku beli tempat hang-out kita," katanya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ahahahahaha…," Kiba tertawa. "Aku kan hanya bertanya."

"Itu tidak lucu."

"Merepotkan. Untuk apa hang-out segala?" tanya Shikamaru yang lebih memilih untuk tidur disore hari dari pada melakukan hal merepotkan seperti hang-out.

"Ayolah, Shikamaru. Ini akan menyenangkan!" Naruto menatap Shikamaru dengan penuh harap.

"Memangnya mau hang-out kemana?" tanya Ino sebagai perwakilan dari ketiga gadis yang ada disana.

"Café baru yang ada di pusat kota!" seru Naruto dengan penuh antusias. "Bagaimana? Karena besok libur, ayo bertemu disana pukul tiga."

Semuanya terdiam.

Ino yang terlihat berpikir, Sai yang hanya bisa mengiyakan apa kata sang Pangeran—begitu juga Shino, Kiba, dan Shikamaru, Hinata yang tersenyum pertada dirinya tidak keberatan, dan Sakura yang menatap Naruto dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kamu setuju kan, Sakura-chan?!" tanya Naruto sambil menatap Sakura dengan jarak yang begitu dekat.

"Eh." Sakura tersentak, lalu pandangan matanya seakan terkunci pada mata biru langit Naruto yang selalu berhasil menenangkan perasaannya sekaligus membuat jantungnya berdetak dengan cepat. "A-Aku…, aku tidak keberatan."

"Yey! Sudah ditentukan! Jam tiga, jangan lupa."

"Tapi Pangeran, apakah anda memiliki uang?" tanya Shino yang langsung menyebabkan aura canggung disekitar mereka.

Naruto tersenyum kaku lalu menjawab sambil tertawa yang tidak kalah canggung, "Ah. itu bisa dipikiran nanti. Haha.."

Sakura menundukkan kepalanya.

Ini semua karena dirinya, tapi apa yang bisa dilakukannya untuk mengembalikan semua uang Naruto?

.

.

.

Sakura melangkahkan kakinya dengan buru-buru, ia merasa sudah terlambat dari waktu yang sudah dijanjikan tapi saat ingin menyebarang kedua matanya menemukan Naruto yang tengah melambai kepadanya bersama keempat bodyguard laki-laki itu yang menatapnya dipersimpangan jalan dan belum masuk kedalam café yang saat ini dibelakangi mereka. Sakura menghela napas pelan, ternyata dirinya tidak seterlambat yang dikiranya. Begitu lampu untuk para penyebrang berganti warna menjadi hijau, ia segera menyebrang dengan langkah riang.

Rasanya seperti ini seperti kencan jika saja keempat bodyguard Naruto tidak ikut serta kedua sahabat Sakura—Ino dan Hinata—yang sekarang tengah menghampiri Naruto.

Seulas senyum terukir diwajah Sakura saat Naruto mengalihkan pandangannya dari Hinata kearahnya, raut wajah Naruto terlihat tegang serta panik dengan kedua matanya yang melebar. Sakura bingung, kenapa Naruto menunjukan raut wajah seperti itu? Tak lama, Kiba, Shikamaru, Shino, Sai, Ino, dan Hinata juga menunjukan raut wajah yang sama bahkan mereka terlihat akan berteriak.

TIIITT!

Sakura tersentak kaget lalu menoleh kedua matanya melebar begitu menyadari bahwa ada sebuah truk besar yang melaju tepat dihadapannya.

"SAKURA, AWAS!"

Baru saja Naruto ingin menolong Sakura agar tidak tertabrak, dirinya tiba-tiba ditarik seseorang kebelakang lalu seseorang itu melangkah maju dan mendorong Sakura dari tempatnya.

BRAKKK!

Truk itu terhenti, sepertinya menabrak sesuatu—atau seseorang.

Sakura duduk tersungkur dengan kedua mata yang melebar karena tidak percaya, ia melihat semuanya—bahwa ada seseorang yang telah mendorongnya agar tidak tertabrak tetapi seseorang itulah yang malah tertabrak. Tak beberapa lama, Sakura langsung dikeliling oleh beberapa orang yang telah menjadi saksi dari kecelakaan yang hampir mengenainya. Tapi, Sakura tidak menemukan Naruto dan yang lainnya disekelilingnya, ia bangkit lalu berjalan ke depan truk yang sudah berhenti tersebut.

Benar saja, Naruto dan yang lainnya mengeliling seseorang yang telah menjadi penyelamat hidupnya itu. Sakura mengernyit bingung saat mendengar Naruto menangis histeris sambil memeluk penyelamatnya, sebenarnya siapa penyelamatnya itu hingga membuat Naruto menangis seperti ini? Tak lama, Naruto melonggarkan pelukannya hingga membuat wajah penyelamatnya itu terlihat. Sakura terkesiap lalu melangkah mundur dan terduduk diatas aspal, kedua matanya mengeluarkan air mata. Ino yang menyadari kehadirannya langsung memeluknya dari samping sambil menangis.

Seseorang itu. Penyelamat hidupnya adalah—

"HINATA!"

—sahabatnya sendiri.

.

.

.

To Be Continue


Thanks for reading, sorry for super late update. From now I will try to update weekly.

with love,
Riz Riz 21