"If you DON'T LIKE, DON'T you READ, right?"

C.R.A.C.K.H.A.C.K.E.R.Z

NARUTO © Masashi Kishimoto

CrackHackerz © Huicergo Montediesberg®
CHz Cover © Huicergo Montediesberg®

CAUTION OF:
OOC, OC, miss typo(s), WIP, terdapat adegan baku hantam, jadwal update tidak tetap,
and many more inside.

GENRES:
Crime, Action, Romance
, Thriller, Friendship

RATED:
Still T

COMMAND:
"ZIP YOUR MOUTH AND STAY FOCUS!"

.

"HAPPY READING AND ENJOY IT, PAL!"

.

[E]CHO
"
THE REAL NEXT MISSION"

Baiklah, malam telah tiba.

Kini bulan yang berbentuk hampir menjadi sebuah lingkaran penuh dan berwarna kuning terang dengan santainya berada di atas kepala setiap manusia yang berada di bawahnya. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Padahal sepertinya baru saja dirinya bangun dari jangka waktu tidur malamnya yang panjang, tapi sekarang malam yang lain telah tiba.

Lagi.

Untuk ke sekian kalinya.

Seseorang yang terlihat sedang membaringkan badannya di atas sofa berbahan beludru berwarna cokelat itu pun tampak melipat kedua tangan di belakang kepalanya. Kelopak matanya menutupi manik matanya. Lalu, dia berpikir sejenak.

Mengapa semua makhluk hidup itu harus tidur dan beraktivitas silih berganti? Kenapa waktu beraktivitas dan waktu tidur tidak dipisahkan menjadi dua rutinitas yang berbeda? Seperti sebulan penuh beraktivitas terlebih dahulu, lalu sekitar dua minggu lamanya manusia tertidur dengan pulas, misalnya?

Ia terlihat menghela napas yang sangat panjang.

Ini sangat mengesalkan.

'Uchiha Sasuke ... sudah saatnya Anda melanjutkan pekerjaan Anda ... Uchiha Sasuke ...'

"Dasar alarm sialan."

Sang pemilik nama yang hampir tertidur pulas itu berhasil dibuat terkejut. Ia merutuk alarm handphone yang tanpa ia duga akan berbunyi seperti itu sambil mematikan alarm yang terus berada di atas meja di sebelah kirinya. Memang ia menyetel alarm sebagai tanda kalau ia akan kembali melanjutkan apa yang harus ia lakukan, tapi ... dering alarm macam itu ...

Hanya ada satu orang yang bisa melakukannya.

"Uchiha Itachi bodoh! Kakak macam apa dia," rutuknya sekali lagi kepada seseorang yang dipanggilnya kakak.

Ya, hanya Uchiha Itachi yang bisa.

Walau sang kakak—yang notabene adalah si anak sulung—sedang berlibur dengan seenaknya mengelilingi benua Eropa, tapi ia masih bisa menjahili adik satu-satunya itu melalui teknologi yang berhasil diciptakannya. Sudah tiga tahun belakangan ini Uchiha Itachi berhasil menguasai satelit milik Uchiha yang berada di luar angkasa sana dengan diam-diam. Dan hanya adik semata wayangnya saja yang tahu akan hal ini.

Tentu saja, bagaimana bisa sang Uchiha Itachi menguasai mereka jika tidak menggabungkan kejeniusan otaknya dengan sang adik? Yah, setidaknya si anak bungsu dari klan Uchiha itu masih bisa menyombongkan dirinya karena ikut berpartisipasi dalam tindakan kakaknya itu.

Nah, dari satelit itulah sang kakak—pasti—dengan sengaja mengganti nada dering alarm-nya dengan android voice synthesizer buatan sang kakak atau semacam itulah.

Sebelum Uchiha Sasuke terbangun dari posisi tidurnya, matanya berkeliling melihat keadaan sekitar kamarnya yang terbilang sangat luas tersebut. Masih memiliki unsur putih dan stainless-steel di dalamya, tapi bedanya warna putih hanya menguasai lantai, dinding, dan beberapa barang saja.

Ketika kalian membuka pintu kamarnya, maka matamu akan langsung memandang sebuah kaca tembus pandang yang membentang di seluruh sisi yang berlawanan dengan posisimu menggantikan fungsi batu bata sebagai dinding. Jika kau menurunkan arah pandangmu, maka kau akan menemukan lima buah anak tangga berwarna putih ke bawah dimana ruang menonton berada, tidak lupa dengan beberapa rak hias dan rak buku yang berada di tiap sisi SmartTV di sebelah kiri yang tergantung dengan elegannya di dinding putih di belakangnya. Tak lupa dengan sofa hitam legam untuk menonton yang mengelilingi sebuah meja kaca bening—di sinilah Sasuke berada, di sebuah sofa yang panjang menghadap SmartTV. Di bawahnya terdapat karpet beludru biru tua tebal penahan dingin.

Kemudian, kalau kau melihat ke arah kanan—lebih tepatnya di balik punggung sofa yang Sasuke tiduri, maka akan terlihat lagi beberapa anak tangga yang—juga berwarna putih—jauh lebih banyak daripada di pintu masuk tadi. Anak tangga yang lebar itu dibelah oleh sebuah tiang stainless-steel di tengah-tengahnya. Sisi kiri anak tangga terdapat tempat membaca dan sisi kanannya terdapat sebuah karpet berbulu halus coklat muda yang di atasnya terdapat sebuah meja kaca bening berukuran pendek.

Beberapa meter setelah anak tangga, terdapat sebuah ranjang king size berwarna biru tua. Di sudut kanan terdapat meja belajar putih melengkung menutup sudut, tak lupa dengan sebuah IMac yang menghiasi meja itu. Sedangkan di sebelah kiri ranjang terdapat rak gantung yang diisi oleh beberapa buku dan foto yang sengaja dipajang di sana, serta terdapat sebuah tangga spiral—yang tampaknya dihiasi oleh lampu berwarna biru jika dinyalakan—menuju ke lantai atas yang memanjang dari ujung ke ujung dinding kaca serta bersiku dan melintang di atas kepala tempat tidur. Lantai atas ini beralaskan karpet berbulu halus berwarna krem dan hanya diisi dengan rak-rak buku yang tidak terlalu tinggi layaknya perpustakaan mini.

Yah, itulah kamar seorang Uchiha Sasuke. Tempat ternyaman di dunia—baginya.

Uchiha Sasuke pun dengan enggan membangunkan dirinya dan beranjak menuju lantai teratas kamarnya di mana perpustakaan mini-nya berada, lalu segera berdiri tepat di tengah koridor rak buku yang berada tepat di atas tempat tidurnya. Dengan sentuhan zaman kuno, tangan kekar Sasuke menarik setengah keluar bagian atas salah satu dari rentetan buku yang terpajang saling memunggungi dengan jemari panjangnya.

Tak ada reaksi.

Kemudian, tangan kiri Sasuke kembali bergerak dengan cara mendorong pelan salah satu sisi rak buku tersebut hingga membuat rak buku berputar ke dalam seratus delapan puluh derajat secara otomatis dan perlahan—mempersilakan sang empunya dan pencipta, Uchiha Sasuke, untuk masuk ke dalam. Lalu, rak pun menutup hingga susunan buku yang berada di dalam terpampang ke arah luar.

Well, keturunan Uchiha terakhir ini menggabungkan dua metode kuno dalam membuka sebuah pintu atau ruangan rahasia menjadi satu perpaduan. Karena menurutnya, membuka jalan rahasia dengan menarik sebuah buku atau hanya mendorong bidangnya sudah terlalu mainstream.

Saat berada di dalam sana, terpampanglah ruang 'kerja' seorang Uchiha Sasuke yang didominasi oleh warna gelap—berbanding terbalik dengan ruangan di sebelah sana. Sinar lampu kuning yang menyorot ruangan itu tampak bersinar terang dan nyaman di mata.

Segera saja ia menduduki kursi kerjanya yang sudah mendingin karena pendingin ruangan yang sepertinya sudah lama diaktivkan. Di saat sebelah tangannya mengambil seberkas data yang sudah ia satukan dalam sebuah flip case berwarna merah, sebelah tangannya yang lain bergerak untuk membuka kunci tablet yang selalu berdiri di atas meja dengan menggunakan sidik jarinya.

Matanya tampak sesekali berkedip saat membandingkan data yang berada di tangannya itu dengan apa yang tertera di dalam tablet-nya. Otaknya yang terlampau jenius tidak hanya diam begitu saja, beberapa rencana pun sudah berhasil disusun dengan sangat rapi seraya menduga-duga apa yang akan terjadi dan apa yang akan ia lakukan jika hal-hal yang tidak diinginkan itu terjadi.

OK. Sama. Tidak ada yang berbeda baik dari segi bangunan museum maupun dari segi tata ruangannya. Semuanya sama.

Tunggu dulu.

Seharusnya Sasuke merasa senang. Seharusnya Sasuke mengeluarkan sebuah seringaian andalannya yang tanpa diperintahkan pun akan keluar dengan sendirinya. Yah ... seharusnya.

Tapi ini berbeda.

Apa yang berbeda? Entahlah. Entah kenapa perasaaan Sasuke menjadi flat. Biasa saja. Bukankah harusnya dirinya merasa senang karena apa yang tadi dia dan temannya teliti itu benar dan sama adanya? Tinggal 'mencuri' permata yang ditargetkannya itu dengan aksi-aksi memukau darinya dan misi selesai.

Sepertinya ada yang mengganjal di sini. Pasti. Perasaan dan insting Sasuke tidak pernah salah. Terutama untuk dirinya sendiri.

Tidak tahu ada angin apa, tiba-tiba saja Sasuke ingin mencari tahu perasaan tidak enak apa yang dirasakannya dengan cara menjelajah salah satu web searching terkenal bernama 'Yahoo!' melalui tablet-nya setelah ia menutup sementara folder sebelumnya.

Dan ... benar saja apa yang dirasakannya.

Baru saja ia memasuki tampak muka website tersebut, sebuah berita heboh pun terpajang dengan judul tak kalah heboh di layar tablet-nya.

'BERITA TERKINI: TELAH DIKETAHUI, SEBUAH PROYEK PENTAS DRAMA MENYEWA PERMATA TERMAHAL DI DUNIA UNTUK PEMENTASAN DRAMA-MUSIKAL TERBARUNYA!'

Aa ... Berita sialan. Kenapa kau baru muncul di saat Sasuke beserta kawan-kawannya bersusah payah menjalankan aksinya guna mengetahui denah Konoha's Philosophy Museum?

Benar, 'kan? Perasaan dan insting Sasuke tidak pernah salah.

Tanpa basa-basi lagi, Sasuke pun mengklik judul yang amat sangat mengesalkan itu dengan agak kasar. Ditambah gambar yang menjadi perwakilan isi dari berita tersebut adalah permata yang baru saja ia temui di museum tersebut.

Sasuke membaca isi berita secepat kilat, namun anehnya tak ada penjelasan terang di sini. Berita tersebut tak menceritakan siapa yang telah menyewa permata tersebut, di mana acara pementasan tersebut, atau kapan pementasan tersebut.

Terlalu rahasia.

Pemuda chicken-ass itu pun menopang dagu dengan kedua tangannya yang menumpu di atas meja kerja. Apakah ini semua disengaja?

Pemuda bermata hitam legam ini pun dengan tangkas mengambil smartphone yang berada di saku celananya. Membiarkan ibu jarinya menari di atas layar sensitif tersebut hingga dirinya mendekatkan handphone itu ke arah bibirnya yang dingin.

"Bersiaplah di posisi kalian sekarang."

Itulah nada perintah khas Uchiha Sasuke. Datar dan dingin.

Tak ingin berangsur lama, Sasuke pun segera menyalakan SmarTV yang menggantung manis di tengah dinding yang berlawanan dengan dirinya dan tak kalah besar dengan SmarTV di luar sana. Ia mengatur beberapa sentuhan dengan remote yang berada di tangannya, lalu layar TV-nya terbagi menjadi delapan kotak—empat kotak horizontal di atas dan empat kotak lainnya di bawah.

Beberapa wajah yang sudah sangat familiar baginya bermunculan satu-persatu mengisi kotak-kotak yang tadinya hitam tersebut, siapa lagi kalau bukan rekan satu timnya? Ucapan salam pun tak terelakkan keluar dari mulut mereka masing-masing—ini membuktikan bahwa walau hanya terhubung melalui media televisi saja mereka masih bisa berisik.

"Hei, mana Naruto?" tanya Kiba dengan perasaan bingung melihat salah satu kotak di televisinya menampilkan ruang yang kosong.

"Iya, iya, aku di sini!" seru Naruto sambil berlari kecil menuju kursinya dengan membawa sebuah cup ramen dan menaruhnya di atas meja.

Shikamaru mendengus singkat. "Ini dia si penggila ramen kita," ucapnya entah berniat menyindir atau bukan.

Tidak suka dengan kalimat Shikamaru, Naruto pun mencoba melawan, "Hei, aku lapar! Lagipula, ini memang jadwal makan ramenku." Kemudian, matanya terarah ke arah dimana wajah—sok—cool Sasuke terlihat di layar TV-nya. "Kau sendiri juga kenapa tiba-tiba memanggil di detik-detik kesenanganku?"

Tanpa rasa dosa sedikit pun Sasuke menjawab, "Karena ini urgent, makanya aku memanggil. Jika tidak, untuk apa?"

Pemuda Uzumaki tersebut memutar bola matanya. "You don't say?" Lalu, ia kembali ke topik awal, "Bukankah kau tahu kalau ini adalah jadwal makan ramenku yang berharga?" Ia tampak memasang wajah memelas.

Si chicken-ass berdecak pelan seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Memangnya kau tidak makan malam?"

"Tentu saja aku makan malam!" balas pemuda keturunan Uzumaki ini keras. "Tapi," ia memasang wajah sedikit malu, "aku sengaja mengurangi setengah porsiku untuk memakan ramen berhargaku ini."

Seperti apa yang diduga-duganya, yang lain pun tertawa terbahak-bahak dibuatnya. Kecuali Sasuke. Ia tahu jika Naruto, yang menjadikan makan sebagai hobinya tersebut, bisa merelakan setengah porsi makannya hanya untuk segelas ramen instan. Karena ia pernah melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

Sasuke memotong segala cibiran yang diarahkan teman-temannya ke arah Naruto dengan berkata, "Alright, pals." Hanya dengan kata singkat, Sasuke berhasil mendiamkan keributan dan membuat semua pasang mata tertuju ke arahnya, "ada yang mau kutunjukkan pada kalian."

Tangan Sasuke mulai beraksi. Ia menghubungkan jaringan tablet dengan TV-nya hingga memunculkan sebuah layar baru berukuran sedang hingga membuat layar yang berisi video teman-temannya itu mengelilingi apa yang ingin ditunjukkan Sasuke.

Mereka pun secara serentak membaca tulisan yang muncul di antara mereka dengan nada yang berbeda-beda.

"Berita terkini, telah diketahui sebuah proyek pentas drama..." mereka membaca dengan nada semakin menurun dan menghilang, "EH?"

Akasuna no Sasori menyatukan kedua alisnya tidak suka. "Berita macam apa ini?"

"Bergembiralah, kawan-kawan," kata Sai dengan senyuman andalannya, "Ini berarti apa yang kita lakukan tadi adalah kesia-siaan belaka."

Nara Shikamaru yang sudah terlihat lemas dan kesal melihat berita itu memalingkan kepalanya dengan tatapan malas ke tempat Sai berada. "Sai, bisakah kau tidak mengucapkan kalimat yang membuatku tambah kesal?"

Permintaan Shikamaru membuat Sai mengangkat sebelah tangan sembari mengucapkan kata "sorry" secara lugas.

Aburame Shino menaikkan kacamata hitamnya. "Sou, dari mana kau mendapatkan berita itu, Sasuke?" tanya Shino to the point.

Uchiha Sasuke yang—sudah dipastikan— merasa kecewa lebih dulu daripada yang lainnya itu pun berkata, "tadi, baru saja, karena itulah aku memanggil kalian," terdapat jeda sejenak di kalimatnya, "aku ingin kalian mencari informasi mengenai berita ini secara dalam."

"EH?" seru para rekannya di layar secara bersamaan, tak terkecuali Naruto yang notabene sedang memasukkan ramen-nya itu ke dalam mulut.

"Maksudmu, Sasuke?" seseorang dari mereka memberanikan diri untuk angkat bicara.

Badan Sasuke tersandar ke punggung kursi dan ia mengangkat kakinya lurus ke atas meja sambil melipat kedua tangannya. Like a boss. "Yah, apalagi kalau bukan untuk memastikan?"

Rekannya yang berambut kuning ini terlihat berusaha keras menelan ramen yang telah dikunyah terlebih dahulu. "Memastikan?" ulang Naruto tak mengerti.

Sebuah decakkan keras Sasuke pun tak luput dari pendengaran. "Buanglah kebodohanmu itu." Mata elangnya menatap Naruto setengah malas. "Tentu saja untuk memastikan benar-tidaknya berita yang tersebar di internet itu, 'kan?"

"Oh ..." respon Naruto pelan, membuat Sasuke yang mendengar hal itu agak kesal dibuatnya karena seakan pertanyaan Naruto tadi terdengar seperti sedang mengujinya.

Merasa ketuanya yang berada di layar yang lain itu terlihat akan mengamuk, Kabuto pun berusaha mengalihkan perhatian dengan cara bertanya yang berhubungan dengan deklarasi perintah Sasuke yang baru itu, "Ano, apa yang harus kita cari dari berita itu? Apakah hanya memastikan benar-tidaknya saja?"

"Tentu saja tidak," jawab Sasuke dengan tatapan tajam ke arah layar Kabuto diikuti suara rendah khasnya. Membuat yang lainnya pun ikut bergidik ngeri.

Sadar bahwa ia menjawab pertanyaan Kabuto dengan terbawa emosi, Sasuke pun segera merubah suasana hatinya. Ia terlihat sedang merubah posisinya menjadi duduk secara normal nan santai.

"Maksudku, jika kalian menemukan bahwa berita tersebut hanya sebuah hoax belaka, berikanlah kabar itu padaku. Tapi jika berita itu benar adanya, carilah informasi mengenai pertunjukkan drama itu sedalam mungkin dan berikanlah informasi itu padaku." Sasuke berhenti sejenak. "Ada pertanyaan?"

Suasana sunyi dan senyap mengelilingi mereka, pertanda bahwa mereka sangat mengerti tuturan kata dari sang ketua. Beberapa anggukkan setuju pun terlihat dengan sangat jelas, kecuali Naruto yang sedang sibuk dengan tegukkan ramen terakhirnya.

Setelah menyerap perkataan Sasuke di dalam otak mereka, dengan lantang mereka pun berkata, "Ryoukai!" secara bersamaan.

Rasa bangga Sasuke memiliki rekan kerja seperti mereka setelah mendengar respon hormat tersebut berhasil menggoreskan sebuah senyuman tipis di bibirnya yang dingin.

"Bagus," respon Sasuke singkat, tapi berarti. "Kerja sama tim antara kalian sangat dibutuhkan dalam perncarian informasi ini."

Teman-temannya yang berada di dalam layar pun terlihat saling melempar pandang satu sama lain dan kegaduhan kecil pun dimulai.

Pemuda berambut merah yang belum mengungkapkan satu kata pun terhadap Sasuke akhirnya memutuskan mengeluarkan kalimat tanya pertamanya, "Lalu, apa yang akan kau lakukan saat kita sedang sibuk mencari informasi, Sasuke?"

Mata Sasuke yang sempat dipejamkan sebentar kembali membuka dan menatap Gaara yang sedari tadi sudah menatapnya di ujung sana. Helaan nafas berat ia hembuskan. "Aku akan memikirkan strategi untuk aksi kita jika berita itu memang benar adanya selagi menunggu kabar dari kalian besok."

"Aa ...," ucap Gaara seakan di otaknya sama sekali tidak melintas alasan yang diucapkan oleh Sasuke, "kau benar."

Tak ingin membuang waktu yang kosong, pemuda berambut chicken-ass itu pun segera berkata, "Kutunggu laporannya besok di tempat perkumpulan kita dengan waktu seperti biasa."

Onyx Sasuke kembali melihat temannya satu-persatu. "Laksanakan."

Kemudian, secara serentak pun layar televisi di depan Sasuke pun menghitam secara tiba-tiba. Masing-masing dari mereka telah memutuskan koneksi yang ada. Sepertinya mereka semua langsung melakukan apa yang dikatakan Sasuke sebelumnya.

Yah, sebuah perintah yang baru.

Deritan kursi yang diduduki oleh Sasuke mengisi ruang kerja pribadinya yang telah sepi kembali itu. Suasana tenang berhasil diraihnya, terlihat dari cara ia menyandarkan punggung ke sadaran kursi di belakangnya disertai dengan matanya yang terpejam dengan sangat rileks. Walau terlihat akan tidur, tetapi otaknya masih berusaha bekerja mencari akal apa yang akan ia lakukan nanti.

Beberapa menit pun terasa berlalu begitu cepat di sekelilingnya. Beberapa asumsi dan metode mengenai hari esok dan seterusnya tergambar seperti kepingan cerita dan film di otaknya. Ia sudah mendapatkan beberapa gambaran apa yang akan ia lakukan jika berita yang ia dapat dari internet itu benar dan apa yang akan ia lakukan jika berita itu tidak nyata keberadaannya.

Merasa otaknya sudah tidak dapat berpikir lebih lanjut lagi, si pemuda chicken-ass itu pun mulai bangkit dari kursi yang sepertinya sudah panas karenanya dan mulai berjalan meninggalkan ruangannya ke arah pintu—jika bisa dibilang begitu—tempat ia masuk tadi setelah menata kembali kursi kerjanya dengan rapi.

"Kurasa mandi akan terasa menyegarkan," gumamnya pada dirinya sendiri seraya memutar lemari bukunya menuju di mana ruang kamarnya berada.

.

~Crack or Hack?~

.

"Sudah, di sini saja."

Nada perintah yang terdengar sudah lemah itu terdengar sangat jelas oleh seseorang—dan memang hanya seseorang—di sebelahnya.

Lawan bicaranya tersebut memalingkan kepala ke arah sumber suara yang berhasil membuatnya sedikit terkejut itu setelah ia menginjak pedal rem mobilnya. Terlihat pula alisnya yang terangkat sebelah. "Bukankah tadi kau tertidur pulas?"

Untuk menunjukkan bahwa ternyata sesaat sebelumnya ia tidak tidur, sang pemerintah pun memalingkan kepala yang tadinya menghadap ke luar jendela mobil menjadi menatap sang supir malas. "Apakah raut mukaku terlihat seperti orang yang baru saja bangun tidur?"

"Haruno Sakura ... Kau ...," ucapnya dengan tatapan mata kekesalan tersirat di sana.

Perempuan berambut merah muda yang sangat langka itu pun mulai terlihat menguap. "Sudahlah, Ino. Lebih baik kau hentikan tatapan mata aktingmu itu." Ya, berkat ia telah lama bersama-sama dengan Ino-lah ia jadi bisa sedikit membedakan jati diri Ino yang palsu dan yang asli. Sedikit.

Yamanaka Ino menggerutu kesal kepada sahabatnya yang terlampau santai itu. "Sakura, sekarang ini aku sedang dalam mode serius, bukan akting!" ucapnya yang terlampau tinggi, lalu ia menurunkan intonasi suaranya, "dan aku kesal karena kau pura-pura tidur di saat aku sedang memberitahukan hal yang mengembirakan."

Yang hanya bisa dilakukan oleh Sakura saat ini adalah merespon perkataan Ino dengan sebuah "hmm"-an panjang. "Habisnya, kau terlihat lebih antusias terhadap hal itu daripada memikirkan aksi aktingmu di atas panggung nanti."

Perkataan Sakura berhasil membuat Ino tertegun dan mengoreksi kembali dirinya dengan hal yang baru saja didengarnya. "Ah, kau benar." Lalu, ia pun melanjutkan kalimatnya, "maaf."

Salah satu sudut bibir Sakura terangkat. Matanya menatap lembut sahabat kesayangannya itu. "Sudahlah, aku hanya mengingatkan. Dan, kurasa reaksiku yang terlalu berlebihan." Tangan Sakura terulur untuk menepuk pundak temannya sebanyak dua kali, lalu keluar dari mobil dengan luwesnya sambil memakai tas ransel modisnya dengan benar. Ia berlari kecil ke arah pintu pagarnya berada.

Jendela kaca bagian kemudi terbuka lebar, menampakkan sesosok perempuan sang pemain drama profesional dari dalam sana. "Kau yakin hari ini tidak mau menginap di tempatku saja?" Matanya memandangi Sakura lekat-lekat. "Lihatlah, kau terlihat lelah."

Ia terlihat sedang merogoh saku roknya, lalu mulai berbicara melalui handphone-nya, "Gate, open." Sekali lagi, Sakura menampilkan senyumannya yang indah dengan membalas tawaran Ino. "Tidak, aku tak apa. Lagipula, yang lebih terlihat lelah itu kau, bukan aku."

Kedua tangan Ino terangkat ke atas. "Baiklah, jika itu memang maumu pasti kau akan berubah menjadi keras kepala." Sebelum Ino menaikkan kaca samping kemudinya, ia pun menyempatkan diri berkata, "Selamat malam, Sakura. Sampai jumpa."

Guratan senyuman di bibirnya yang manis masih setia berada di sana. "Ya, selamat malam, Ino."

Setelah yakin mendapat balasan dari Sakura, Ino pun menaikkan kaca mobilnya dengan mode auto dan mulai melajukan kembali Honda Oddyssey-nya yang sempat diam di tempat beberapa menit lamanya.

Merasa mobil Ino sudah hilang dari pandangan, Haruno Sakura pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam pekarangan rumah yang bisa dibilang berjarak lumayan. Setelah dikira-kira jarak antara dirinya dan pagar rumah cukup jauh, ia pun kembali berkata melalui ponsel yang di dekatkan ke mulutnya, "Gate, close."

Sesampainya di dalam rumah, tanpa basa-basi lagi ia langsung bergegas menuju di mana kamarnya berada setelah mengunci pintu rumahnya. Rumah yang berukuran besar ini terasa sepi mengingat Sakura hanya tinggal seorang diri selama beberapa tahun lamanya. Ditambah ia juga tidak mempekerjakan satu orang pun sebagai pelayan rumahnya, sempurnalah rasa sepi yang terasa di rumah ini.

Ketika ia masuk ke dalam kamarnya yang bisa dibilang luas tersebut, Sakura pun segera melepas dan melemparkan tas ransel yang berada di balik punggungnya itu tanpa segan-segan tepat di samping ranjang queen size-nya. Sedangkan ia sendiri menghempaskan tubuhnya ke atas kursi kerja yang sudah menjadi kursi kebesarannya setelah menaruh dengan sedikit kasar smartphone miliknya di atas meja. Raut wajahnya yang tadi berparas lembut di depan Ino kini berubah menjadi percampuran rasa kesal dan malas.

Ya, hari ini adalah hari terburuk baginya.

Kenapa? Tentu saja karena ia merasa dirinya telah ditipu! Dari awal sepertinya ia sudah punya firasat bahwa hari ini adalah hari sial baginya, mengingat tadi pagi pun dengan sangat kebetulan sekali ia bangun kesiangan padahal biasanya pada hari yang penting ia tidak pernah seperti itu.

Sepertinya Tuhan sudah marah kepadanya.

Tangan kanannya yang mungil kembali merogoh saku roknya—seperti sedang mencari sesuatu yang penting selain handphone-nya. Setelah berhasil menemukannya, ia pun mengeluarkan sebuah permata dari dalam sana. Ia menyalakan sebuah lampu belajar yang berada di mejanya dan menyodorkan permata tersebut sesaat. Setelah itu, ia melihatnya lagi dengan seksama. Ia memutar permata itu berkali-kali.

Giginya tampak mengerat kesal ketika ia mengingat kejadian di dalam mobil saat perjalanan pulang tadi, Ino menceritakan bahwa tadi ia baru saja berlatih drama dengan menggunakan permata yang selama ini ia ceritakan. Permata yang seharusnya berada di dalam genggaman tangannya sekarang. Permata yang ... Ah, sudahlah! Semakin diingat, semakin erat pula genggaman tangan Sakura terhadap permata yang ternyata imitasi ini.

Ya, i-mi-tas-si. Sama dengan pal-su.

Hell, ini berarti apa yang telah ia lakukan tadi adalah sia-sia. Tidak ada guna! Padahal ia sudah membuat barang imitasi permata itu sengan sebongkah kaca yang sudah ia buat dengan sangta hati-hati dan detail. Dirinya terlihat seperti orang bodoh yang menukar sebongkah kaca dengan sebongkah kaca. Kalau tahu akan terjadi seperti ini lebih baik ia melanjutkan tidurnya yang notabene sudah terlanjur kesiangan, lebih baik ia menunggu sehari lagi sehingga Ino bisa menceritakan tentang keberadaan permata itu, dan yang paling penting ... lebih baik ia makan terlebih dahulu.

Hanya karena seonggok permata palsu sialan ini ia jadi menunda makan paginya—yang memang sudah terlanjur telat banyak. Bertambah kuruslah dia. Sungguh kasihan, bukan?

Dan sekarang ... nasi sudah menjadi bubur. Sudahlah, Sakura sudah tidak ingin memikirkan kejadian yang baru saja menimpanya. Ia ingin segera melupakannya dan menganggapnya tidak pernah terjadi.

Dengan rasa kesal dan kecewa yang masih menyelimuti dirinya, ia pun melempar permata imitasi tersebut ke balik punggungnya tanpa melihat barang itu sama sekali. Alhasil, barang imitasi yang terbuat dari kaca tersebut hancur berkeping-keping di atas kerpet beludru yang melapisi lantai marmer di bawahnya.

Sakura kembali memutar otaknya yang memang sudah sedikit tidak bisa berpikir jernih lagi. Dan—lagi—Sakura kembali menyesal kenapa ia harus melempar permata itu dengan sembarang ke arah belakang. Jelas saja permata imitasi yang sama-sama terbuat dari kaca dengan permata imitasi buatannya itu pecah berkeping-keping membentur lantai di bawahnya. Walau sudah tertutupi dengan karpet tebal di atasnya, tapi tetap saja.

Argh, bertambahlah kesialannya hari ini.

Dengan rasa malas dan langkah gontai, Sakura pun mengambil peralatan yang ia butuhkan di luar kamarnya. Kemudian, ia pun mulai membersihkan serpihan kaca tersebut dengan peralatan yang dibawanya seraya disertai raut wajah yang sudah kusut dan sulit diartikan lagi.

Sepertinya setelah ini ia harus memikirkan apa yang harus ia lakukan lagi selanjutnya. Yeah, kembali berpikir panjang dan kembali membuat persiapan yang matang. Melelahkan.

This is really really her bad day.

.

~Crack or Hack?~

.

Kini matahari tampak kembali bersinar terik seperti hari sebelumnya. Awan pun terlihat tipis dan jarang di langit sana. Biru. Itulah warna yang mendominasi langit saat ini. Kicauan burung beraneka ragam terdengar sangat merdu di daerah pegunungan yang sangat jarang tersentuh manusia ini. Tak tertinggal suara air terjun alami yang selalu setia meluncur dari ke tempat tinggi ke rendah dengan disertai suara sedarnya air yang jatuh ke bawah.

Hari yang sangat indah.

Sayangnya, semua itu tidak bisa dirasakan oleh kesembilan pemuda yang sudah berkumpul di dalam basecamp-nya. Mereka tampak menduduki sofa yang biasa mereka tempatkan untuk berdiskusi dalam ruangan putih itu dengan sangat rileks, seperti tak ada beban. Percakapan kecil pun tak terhindari di antara mereka.

Tapi, semua itu menghilang ketika sang ketua yang duduk di sofa tunggal salah satu ujung meja kaca bening tersebut mulai mengangkat suaranya, "Jadi, bagaimana hasil penelitian kalian?"

Naruto yang sedari tadi seru dengan permen lollipop di mulutnya, kini rela melepaskan sementara permen itu dan berkata, "Menurut hasil penelitianku—"

"Kami," koreksi Shikamaru dengan nada malas. Beberapa temannya pun tertawa kecil dibuatnya.

"Iya, iya ..." Naruto berdeham singkat. "Menurut hasil penelitian kami," ia menekankan kata 'kami' di kalimatnya, "berita yang tersebar di internet itu ternyata memang benar adanya! Bagaimana? Seru, 'kan?"

Sasuke hanya bisa memandang Naruto datar, ia tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Pada akhirnya, ia pun lebih memilih menghela napas berat. "Entah aku harus senang atau sedih mendengarnya."

Mata Naruto membelalak kaget. "EH? Memangnya kau belum memikirkan apa saja yang harus kita lakukan nanti?"

"Bukan, bukan begitu," bantah Sasuke sekenanya. "Hanya saja itu berarti kita harus mempersiapkan segala persiapan kita yang baru sesuai rencana yang telah ku-planning kembali."

"Wah ..." respon Naruto tercengang sambil bertepuk tangan pelan. Mengherankan otak jenius Sasuke yang cepat dalam berpikir.

Sasori yang merasa bingung dengan perkataan Sasuke pun bertanya, "Memangnya ada apa dengan rencana yang telah kau susun kembali itu? Bukankah segala rencanamu memang selalu ter-planning dengan baik?" ia sedikit membanggakan kepintaran otak Sasuke.

Suara dengusan keras berhasil Sasuke keluarkan. "Bukan karena itu juga." Ia berhenti sejenak untuk merangkai kalimatnya. "Maksudku, hanya saja dalam aksi kita nanti kita harus bertindak sedikit lebih ekstrim dari yang seelumnya kita lakukan."

Suara keterkejutan Naruto mendengar kalimat itu mengalihkan seluruh pasang mata yang ada di sana. "Oh, Oh ... No, Sasuke ... Ini akan sangat sulit."

Iris onyx Sasuke menatap Naruto dalam. "Bukankah kubilang sedikit lebih esktrim?"

"Tidak, tidak," ia menggelengkan kepalanya pelan, "walau kau bilang seperti itu, tapi yang terdengar di telingaku adalah lebih ekstrim, Sasuke."

"Ada kata sedikit di dalam kalimatku, Dobe," koreksi Sasuke tajam.

"Tapi bagiku kata sedikit-mu itu tidak ada sama sekali, Teme! Walau hanya sedikit, tapi itu sama saja dengan lebih ekstrim dari yang sebelumnya kita lakukan."

Sasuke menghela napas sembari menjengut frustrasi rambutnya pelan. "Bisakah kau tenang, Naruto? Yang beraksi dan menanggung segala risiko itu hanya aku, sedangkan kau ... kutempatkan sebagai pemantau seperti biasa."

Mendengar kalimat Sasuke barusan mampu membuat dirinya merasa lega dan tidak terbebani. "Oh ... OK, baguslah kalau begitu." Lalu, ia pun tertawa lantang.

Melihat tingkah Naruto pun semua orang yang melihatnya langsung mengeluarkan pendapat di dalam hati mereka masing-masing, "Dasar penakut." Kecuali Sasuke.

"Selain itu," suara Sasuke kembali memecah keheningan yang ada, "apa lagi yang telah kalian temukan?"

"Hmm ..." Shino tampak mengeluarkan sesuatu dari saku jaket yang dikenakannya. Ia membuka sebuah note kecil yang berhasil diambilnya. "Pementasan drama tersebut akan diadakan di sebuah gedung bernama Crystal Palace."

"Bukankah itu gedung termegah di Konoha?" tanya Sasori entah pada siapa.

Kabuto pun menoleh ke arahnya dan kembali bertanya, "Kau tahu gedung itu?"

Sang pemuda bernama Sasori itu menggedikkan bahunya. "Entahlah, rasanya pernah dengar dari perbincangan orang lain. Itu pun kalau tidak salah dengar."

"Bangunan itu baru saja selesai dibuat seminggu yang lalu. Lokasinya tidak begitu jauh dari Ko-FaMS."

Lagi, suara pernyataan itu membuat semua pasang mata tertuju ke arah sang sumber suara.

"Kau tahu itu, Gaara?" tanya Sasuke datar.

Sabaku no Gaara terlihat mengangguk pasti. "Ya, karena dalam proses pembangunannya mereka memakai perusahaanku sebagai distributor bahan bangunan utama mereka."

"Berarti secara kasar bisa diartikan pementasan drama di sana dijadikan sebagai acara pembuka untuk grand opening mereka," simpul Shikamaru begitu saja.

Naruto menatap Shikamaru dengan pandangan menyipit. "Tahu dari mana kau, Shikamaru?"

Pemuda keturunan Nara yang ditatap oleh Naruto seperti itu merasa tidak enak. "Hei, hei ... aku, 'kan, hanya bilang secara kasar, jadi belum pasti."

Walau Shikamaru beranggapan seperti itu, tetapi secara diam Sasuke memasukkan kesimpulan Shikamaru di dalam ingatannya. "Lalu?" Sasuke menuntut kelanjutan.

"Menurut data yang berhasil kami temukan," kini giliran Sai yang berbicara, "nama klub drama yang akan pentas tersebut bernama Dreamworkers."

"Dan mereka akan pentas pada hari Sabtu dan Minggu pekan ini!" seru Kiba melanjutkan perkataan Sai secara langsung dan semangat. "Tiga hari lagi, bukan?"

"APA? Tiga hari lagi?" tanya Naruto yang hampir menyerupai sebuah teriakan yang menyebabkan mulutnya dengan paksa dibekap oleh Kiba yang berada di sebelahnya.

Sasuke yang berada di dekat Naruto saja sampai menutup telinganya yang sudah terlanjur berdenging dibuatnya. "Dobe, bisakah suaramu itu kau kecilkan, hah?"

Badan Naruto bergerak gelisah—berusaha melepaskan diri dari bekapan lengan Kiba. "Maafkan aku, Tuan Sasuke. Tapi, bukankah tiga hari adalah waktu yang singkat? Bukankah kita belum mempersiapkan segala yang kita butuhkan?"

"Masalah persiapan, kita tidak membutuhkan waktu sehari untuk melakukannya," jelas Sasuke, "kita tidak perlu membuat sebuah atau beberapa alat—dengan kata lain, kita akan memakai peralatan yang seadanya." Jeda sejenak. "Setidaknya itu yang kuperkirakan."

Helaan napas lega berhasil Naruto keluarkan melalui mulutnya. "Baguslah kalau begitu."

"Sasuke," panggil Gaara untuk menarik perhatian sang ketua. "Hari apa kita akan beraksi? Bukankah mereka melakukan pentas selama dua hari lamanya."

"Hn? Tentu saja kita akan melakukan kegiatan kita pada hari kedua," jawab Sasuke singkat.

Gaara tampak sedang berpikir sejenak, entah apa yang ia pikirkan. "Baiklah, hari terakhir lebih baik."

Sedetik kemudian seluruh temannya pun mulai gaduh dengan apa yang harus mereka lakukan pada aksi mereka selanjutnya. Mulai dari yang paling biasa hingga aksi paling ekstrim a la film action pun menjadi bahan bincangan hangat di antara mereka. Bahkan, tak jarang Naruto terkena bully-an dari para temannya yang menyebutnya penakut karena reaksi yang berlebihan atas perkataan Sasuke beberapa menit sebelumnya.

Di samping itu, Sasuke yang tengah berdiam diri di sofa single yang telah menjadi singgasana-nya itu mulai memejamkan matanya perlahan. Otaknya yang jenius memasukkan segala hal dan informasi yang didengarnya barusan dari teman-temannya ke dalam rencana yang ia buat.

Tunggu. Mereka akan beraksi pada hari kedua. Lalu, apa yang akan mereka lakukan pada hari pertama? Otak jenius Sasuke kembali berputar mencari akal yang pasti demi kepentingan misinya.

Dua hari ... Aksi ... Drama ... Gedung baru ...

Ah!

Sepertinya Uchiha Sasuke sudah mengetahui apa yang harus ia lakukan. Jika pada hari kedua mereka akan melaksanakan aksinya, maka tentu saja hari sebelumnya adalah hari persiapan, bukan?

Segaris senyum tipis khas Uchiha Sasuke tergores tanpa disadari oleh para rekannya bahkan dirinya sendiri. Nah, inilah senyuman yang ditunggu-tunggu oleh Sasuke. Senyuman alaminya.

Kalau begitu, sudah diputuskan hari pertama adalah hari personal mission-nya.

Misi dimana ia tidak membutuhkan peralatan khusus yang biasa ia bawa dalam misinya dan ...

... Misi dimana ia tidak memerlukan bantuan orang lain.

Misi pada hari pertama.

Sendiri.

~CrackHackerz~

Tsuzuku

To be Continued...

Hari Sabtu | Jakarta, 24 Januari 2015 | Pukul 01.21 WIB


A/N: Halo, minna! Pada akhirnya fict CHz ini berhasil ku-update hari ini juga—walau hari sudah malam. Sebenarnya fict ini sudah selesai sejak hari Sabtu kemarin jam satu dini hari (karena Author suka tidur pagi-pagi), tapi baru sempat ku-update sekarang mengingat aku belum menulis jawaban review dari para relawan pembaca. Betapa baiknya aku karena masih sempat meng-update di tengah hiruk-pikuknya minggu UAS ini ... Doakan semoga nilaiku A+ semua, ya.

Untuk ending chap ini kuusahakan agar tidak membuat para pembaca penasaran karena setiap review yang ada selalu ada kata "penasaran" ... Aku jadi tidak tega. So, gimana? Sudah gak membuat kalian penasaran lagi, 'kan? Apa masih? Lalu, jumlah words di fict ini gak kalah banyak dari yang sebelumnya, kok. Semoga puas.

Thanks for all of you who always be a watcher in my fict.
Jaa, langsung saja membaca balasan review di bawah ini.

Reply of Review:

Dherisha Uchiha: Apakah Sakura pencuri atau tidak, kurasa kau bisa menerka ulang saat membaca adegan Sakura. Thanks for your review!

Eunike Yuen: Aku juga tidak tahu kenapa aku melakukan tbc di saat yang tanggung, karena review-mu inilah di chap ini aku berusaha untuk tidak tbc di saat yang nanggung ... Gimana? Sudah tidak penasaran, 'kan? Terima kasih sudah mau mengerti, saat kuliah nanti kamu juga bisa merasakan apa yang kurasakan *EvilLaugh* walau tergantung dengan jurusan, sih... Thanks for your review!

Haruka smile: Di chap ini kurasa kau sudah tahu Sakura itu berniat curi berliannya atau tidak. Sorry ya, memang harus tbc mengingat kemarin lebih panjang dari chap ini. SasuSaku akan segera bertemu, kok ... Dan maaf tidak bisa update kilat seperti maumu. Thanks for your review!

Yu: Sudah kulanjut, Kouhai #Eh? Wah, terima kasih sudah mau mengoreksi chap kemarin! Gomen, karena memang terkadang apa yang dipikirkan otak dan gerakan tangan terkadang tidak sinkron. Ganbarimasu! Thanks for your review!

Yamasaki Kane: *laughing* Tenang, untuk membuat kelanjutan fict ini kuusahakan untuk membuang jauh-jauh rasa malasku. Kuusahakan. Santai saja, terkadang aku juga suka me-riview fict yang ada di FFn, kok. Itupun kalau aku gak malas. Thanks for your review!

Luca Marvell: Arigatou! Semoga saja fict ini tetap berlanjut dengan ciri khas kekerenannya sendiri ... walau Author-nya lama banget ngupdate-nya. Penjelasan pembuka tentang keluarga Haruno kusinggung sedikit di sini, sementara untuk sisanya nantikan, ya. Thanks for your review!

Broken Reveries: Tak apa review lama, yang penting masih punya niat untuk me-review, 'kan? Bukannya cliff hanger itu bagus? Kalau gak ada, ya gak bisa buat reader penasaran dong... Aku juga merasa Author berspesies sepertiku ini amat sangat langka di sini, jika aku ketemu barang satu saja mungkin aku senang. Mungkin. Thanks for your review!

Sofia siquelle: Maaf menunggu lama, aku jadi merasa gak enak karena kau masih setia menunggu. Fict ini memang—kurang-lebih—menggunakan taktik, tapi kuusahakan agar ceritanya itu berjalan dengan santai, walau kutahu pendeskripsian di fict ini gak nyantai... Thanks for your spirit and review!

Jf: Halo juga ... jf? Tulisan namaku yang kau tulis benar, kok. Maaf ya lama menunggu, semoga saja penungguanmu atas chap ini lebih cepat dari chap kemarin. Apakah Sakura jahat atau tidak bisa kau ketahui nanti dan sisanya mungkin sudah kau ketahui di chap ini. Thanks for your review!

Sofi asat: Sudah kulanjut. Thanks for your review!

Muthmainnah067: Sudah ku-next. Thanks for your review!

Eysha CherryBlossom: Saking lama update, dikira discontinued, ya... Tenang saja, fict ini tidak akan discontinued, kok. Pekerjaan Sakura akan kau ketahui nanti. Dan mengapa penjaga itu tidak memasang alat super canggih untuk menjaga permata tersebut sepertinya kau sudah mengetahuinya di chap ini. Thanks for your review!

Yollapebriana: Sudah lanjut, tapi maaf tidak bisa update kilat. Thanks for your review!

Zizy Hinamori: Maafkan saya telah mengupdate fict ini lama banget... terima kasih untukmu yang sudah menunggu dengan setia dan sabar. Semua pertanyaan yang kau tulis di review sepertinya sudah terjawab di chap ini, nih... Mungkin aku itu rajanya membuat penasaran orang, tapi kuusahakan chap ini gak buat penasaran orang. Thanks for your review!

Shaun: Kau memang mengirim pesan dengan tidak polos karena selalu ada nada penagihan di dalamnya. Alasan Sakura mengambil permata itu akan ada di chap-chap yang akan datang. Lebih keren itu kalau ceritanya rada remang-remang, apalagi gelap gulita. Hah? Main? Dengan si Piran? Maksud? Maaf tidak bisa update sebulan sekali, ternyata meng-update cerita itu susah. Thanks for your review!

uchihA keiME: Hmm... Mungkin maksudmu, The Dead Justice. Sakura jahat atau tidak akan kau ketahui nanti. Romance SasuSaku ngantri dulu, ya... Saat ini belum tepat. Thanks for your waiting and review!

Lyn kuromuno: Menurutmu setelah membaca chap ini bagaimana? Apakah permata itu disewakan ke teater Ino? Thanks for your review!

Narnialow2003: Wah, berarti kita sama! Sebenarnya, sih, misteri di fict ini tergantung keadaan mengingat fict ini ber-genre crime—jadi kadang ada, kadang hilang. Aku gak hiatus, kok, cuma lama update-nya saja. Thanks for your review!

Blupii: Baguslah jika cerita ini masih setia pada kekerenannya. Kurasa di chap ini sifat Sakura sudah sedikit terlihat ... ya? Sakura di fict ini memang sengaja kubuat keren dari si chicken-ass. Sasuka cs juga kubuat sekompak mungkin, walau susah. Kelanjutan kisah mereka, lihat saja nanti. Semoga chap ini tidak membat penasaran. Thanks for your review!

Ikalutfi97: Salam kenal juga! Tak apalah, 'kan hanya tiap percakapan terdapat misterinya. Yah, setidaknya saat kau membaca fict ini itu berarti otakmu harus ikut bermain sedikit *laughing* Thanks for your review!

Guest: Baru baca fict ini? Tak masalah, fict ini memang sering berkamuflase, kok, jadi tidak kelihatan. Apalagi mengingat genre-nya yang minor, Author yang juga gak kelihatan, serta rentan waktu update yang bisa dibilang jarang ... Lengkap sudah. Tapi, terima kasih sudah berkomentar positif dan diusahakan agar kekerenan fict ini tidak memudar sedikit pun. Thanks for you review!

Aulia: Chap selanjutnya sudah di-update, kok ... Thanks for your review!

Iyes Zayyana: Salam kenal juga untukmu! Masih baru di FFn? Jangan sungkan, silakan bertanya jika kau ingin mengetahui sesuatu tentang dunia FFn ini, OK? Thanks for your review!

MerisChintya97: Senyum-senyum sendiri baca fict ini? Itu pertanda bahwa kau mungkin sudah gila. Sampai terharu pula—padahal ini fict gak adegan sedihnya ... itu 'kan tanda-tanda. Aku itu bukannya pelit, tapi hanya tidak sempat menulis kelanjutannya. Beda. Ore wa totemo genki desu. Omae wa? Dou desuka? Ohisashiburi desu yo ne .... Thanks for your review!

Kao Mitsu: Semoga sekarang kau tidak lagi merasa penasaran. Thanks for your review!

Gerobakebeglepung: Wah, namamu ini totemo subarashii desu yo. Aku saja sampai salah mengetiknya berulang kali. Tapi, akhirnya ada yang memerhatikan penggunaan elipsis-ku! Thanks a lot. Aku memang rada bingung dengan tanda baca yang satu ini. Ada yang bilang tanda elipsis seperti yang kaukatakan adalah yang terbaru, sedangkan elipsis yang kugunakan ini model lama. Berhubung aku suka yang model lama, jadi tidak kuganti deh... Thanks for your review!

Keybaekyixing: Belakangan ini fict CHz sedang berada dalam tahap misterinya. Sakura jahat atau tidak masih dirahasiakan. Thanks for your review!

Crystal Sheen: Ehem ... Sudah dilanjutin, kok. Thanks for your review!

Shhsj: Merasa terharu saat kau mengucapkan terima kasih, maaf sudah membuatmu menunggu dan menahan rasa penasaranmu selama berbulan-bulan, ya. Semoga kau sudah tidak penasaran lagi dengan adanya chap ini. Ganbarimasu! Thanks for your review!

So sorry for makes you waiting month by month, my friend.
I swear, you the real MVP!
"The next mission is the real mission."
"What they are do?"

Signature,

Huicergo Montediesberg