Big thanks for all the reviewers:
uzumakinamikazehaki, Naluto Romi Ucumaki, Ayuni Yukinojo, careless7, hanazawa kay, DheKyu, Azura AI-Rin, lutfisyahrizal, Atarashi ryuuna, mifta cinya, Red Fox Kurama, minyak tanah, Yamashita Miko, RyunkaSanachikyu, TOP, B-Rabbit Ai, Quiiny Riezuka Sylvester, Rizky2568, yuichi, Arum Junnie, D'yELLOw, Uzumaki Prince Dobe Nii, naru-chibi, Tsuna27, afifahfebri235, , shin-chan, UzumakiDesy, Guest (1), It's Myself / .myself, love sasunaru, Guest (2), Coccoon, aster-bunny-bee, Kenozoik Yankie, Harukichi Ajibana, Namikaze Yuui.
Thanks juga untuk yang nge-favourite dan nge-follow, and para silent readers yang sudah meluangkan waktunya. Saya udah nyoba untuk nge-reply satu per satu, maaf kalau ada yg gak sempet saya reply. Yang login saya balesnya di PM, nah di bawah ini balesan saya untuk yang gak login^^
RyunkaSanachikyu: soal update….maaf ya saya anaknya emang lemot nge-update orz. Soal naruto lupa sama Sasuke ato kagak kayak na dapet kejawab di chap ini, happy reading!
TOP: thanks banget pujian and kata2 semangat na! Sekali lagi, pertanyaan na bakal kejawab di chap ini :)
yuichi: emang malangnya nasib Sasuke di fic saya. Tapi, tenang, penderitaa-ehem! kebahagiaan buat Sasuke bakal ada di chap2 berikutnya, hahaha
naru-chibi: amnesia ato kagak ya…ketahuan kok klo baca chap ini hehehe Betul2! rasain si Sasuke #plak
shin-chan: makasih! OTL, maapin update author emang lama hiks TT^TT
Guest (1): Yow, udah update nih^^ met baca...
It's Myself / .myself: Eh? Ini orangnya sama kan ya? haha iya makasih, emang sengaja fic ini dibuat biar yang ngebaca diremes2 hatinya ampe nyesek bangettt, happy reading!
Guest (2): udah nih haha
love sasunaru: Klo Naruto saya bikin mati di fic ini, fic LKG bakal langsung selesai dong hahaha, silahkan baca aja ^^
Tsuna27: Ini udah update niih! Btw, nama na dari chara di fandom k*r ya? Author juga demen nonton anime na loh wkwkw
Namikaze Yuui: Hai, salam kenal. Arigatou ne! Wah itu sih jawabannya ada di chap ini, hahaha. Eh? Bakal ada dong romance na walaupun si Sasu kekurung kayak tikus hihihi #tawamisterius
.
.
.
.
.
LONG KISS GOODBYE
Author: Austine Sophie
Disclaimer: Naruto and all of its characters are the properties of Kishimoto-sensei
Warning: FEM!NARUTO, BEFORE! NARUTO SHIPPUDEN, OOC, TYPO(S), SCREWED UP TIMELINE, ETC.
Satu pasang mata itu terbuka perlahan di bawah gerayangan sang rembulan. Spontan mengerjap-kerjapkan kedua maniknya sebentar, ia pun memandang sekelilingnya.
Ruangan bercat putih, bau obat-obatan menusuk, interior ruangan yang sudah tak asing, plus gaun tidur yang dikenakannya...
Oh... Dia ternyata sedang berada di rumah sakit, toh...
. . . . .
. . . .
. . .
Tunggu, kenapa dia bisa berada di rumah sakit? Memangnya dia kenapa?
Memaksa otaknya kembali bekerja, namun nihil alasan yang didapat untuk menjelaskan kenapa dia bisa ada di sini. Setelah celingak-celinguk beberapa menit, ia akhirnya memutuskan untuk mengambil prioritas ke kamar mandi terlebih dahulu, melihat keinginan on impulse untuk membilas wajahnya yang sedikit kusut.
Berjalan ke arah yang ingin ditujunya, lalu berpapasan dengan cermin di sisi sebelah kanannya. Sontak menengok ke arah sang kaca, ia bergeming.
3 detik berlalu, ia tetap diam di tempatnya.
5 detik berlalu, tangan kanannya tergerak meraba sang bayangan.
10 detik berlalu, kedua mata biru itu melebar.
Sosok perempuan yang ada di hadapannya ini...dirinya, kan?
Tapi, kenapa?
Kenapa di benaknya ia tidak mengenal orang itu, dirinya sendiri!?
Tidak! Ini...lelucon, kan? Masa dia tak tahu wajahnya sendiri? Dia, kan, Uzu-...Uzu-...
Eh?
Siapa...namanya lagi? Kok, dia bisa lupa, sih...
'Tenang...tenang...!' Ia membatin.
Ia kembali memandangi sosok yang terpantul di cermin itu, mencoba untuk mengorek informasi di dalam otaknya. Namun...
...nihil.
Saat itulah, perempuan itu baru menyadari. Bahwa pikirannya terasa kosong, hampa tanpa satupun kepingan ingatan yang tersisa. Kenyataan bahwa ia lupa akan penampilan dirinya sendiri, nama, lalu identitasnya...
Alasan kenapa ia ada di tempat ini...
Semuanya...ia tidak tahu, sama sekali tak mengingatnya...
Tidak...ini tidak mungkin...
"Siapa...aku?"
.
.
.
.
.
CHAPTER V: COMRADES
Thank you my friend, ah, even though I
Still remember what happened that day
You're my dream, I still can't turn back to those days again
Oh, I'll go the distance
-Distance by Long Shot Party
.
.
.
.
.
Gadis pirang itu panik tak terkendali. Kehilangan memori bukan suatu hal yang biasa, jadi tidak heran kalau dia bersikap seperti itu. Namun, tiba-tiba...
WOOOOSHHH
...terpaan angin malam seketika terdengar dari balik jendela yang tak terkunci.
Si pemilik mata sapphire mengerutkaan alisnya heran, dia tidak merasa kalau jendela itu sejak tadi terbuka.
Keluar dari kamar mandi untuk menyelidiki sang jendela, dia menangkap sang kaca terbuka lebar dengan hordeng berkibaran tertiup angin.
Sumpah! Dia sepertinya yakin bahwa jendela itu tak terbuka sebelumnya!
'Jangan-jangan...hantu?!' batinnya konyol.
WOOOSHHHH
'Brrrrr...Dingin!' Mengesampingkan alasan bahwa pintu itu terbuka tanpa sepengetahuannya, si gadis itu menutup jendela dengan cepat, lalu berbalik dan melihat-
-manik berwarna hijau jade yang bersinar dalam kegelapan.
"AAAAAAAAAAAAHHHHHH!"
Si sumber teriakan meloncat mundur kebelakang, jatuh terduduk di atas lantai menatap sosok dengan mata itu yang semakin mendekatinya. Tangannya bergerak menunjuk si sosok dengan bergetar, mulutnya terbuka namun tak ada suara terkeluarkan.
Sementara si pemilik mata hijau berjalan seolah-olah tidak mencium ketakutan dan keterjutan dari pihak yang ditujunya, malah semakin mendekati si gadis yang masih syok dalam diam.
"Uzumaki Naruto, kenapa kau meringkuk di sana?"
Seketika suara itu keluar dari mulutnya, si pemilik nama mengangkat wajahnya dan melihat orang yang berdiri di depannya dengan raut wajah yang tak dapat ditebak.
Sialan! Apa orang di depannya tidak tau kalau dia kaget gara-gara kehadirannya yang bisa bikin jantung copot!? Tapi, tunggu...
"Uzumaki...Naruto?"
Kini giliran si sosok yang bingung dan menaikkan satu alisnya.
Gadis yang masih memakai gaun rumah sakit itu, menatap orang yang ada di hadapannya dengan lebih jelas. Sang so-laki-laki itu memiliki rambut merah maroon dengan tato 'Ai' di salah satu sisi dahinya. Kedua matanya bermanik jade muda, sekeliling matanya berwarna hitam, membentuk lingkaran.
"Tadi kau bilang...Uzumaki Naruto? I-itu namaku, kan? Iya, kan?"
Dan dengan sepatah kalimat itulah, sang pemuda yang ditanya pun mengetahui...bahwa ada yang tidak beres dengan Naruto.
.
.
.
.
.
Dia sudah berada di Konoha selama beberapa hari. Entah bagaimana kedua saudaranya mengizinkan dirinya tetap ada di Konoha meskipun hanya sendirian. Tapi yang jelas, dengan satu kata 'tolong', ia mampu melunakkan kakak lelaki dan perempuannya dengan sukses.
Katakan itu egois atau apa, tapi entah mengapa, dia ingin berada di samping 'orang itu', setidaknya sampai ia membuka matanya.
Jujur, saat berita yang mengatakan bahwa gadis itu kembali hidup, pemuda itu merasakan ada gejolak rasa yang timbul di dadanya. Rasa lega? Harapan? Entahlah, yang jelas baru pertama kali ini dia merasakannya.
Beberapa hari ia menemukan dirinya terdiam di atas atap rumah sakit, menolak beranjak-kecuali makan dan sebagainya. Berjaga di depan kamar tertentu, sekali-kali menengok sosok yang masih terbaring di atas ranjang.
Tidak pernah terpikirkan sebelumnya, masa-masa saat ia belum bertemu 'orang itu', bahwa ia akan bertindak seperti ini, peduli akan orang lain.
Rasanya...tidak buruk juga, peduli pada seseorang-orang yang telah membuka matanya. Melihat dunia dari sisi baru, menjadi seseorang yang baru, jauh dari kata 'monster'.
Lalu suatu hari, ia melihat bahwa orang yang ditunggunya tidak tertidur seperti biasa. Apakah ia sudah sadar?
Membuka pintu jendela perlahan, sang pengendali pasir itu pun memasuki ruangan tersebut dengan pelan dan...
...sewaktu ia ingin menyapa, yang disapa malah berteriak di depan wajahnya. Memangnya sebegitukah menyeramkannya dia? Memang dia dulu psycho dan sebagainya...tapi dia sudah mulai berubah, kan?
Gaara sebenarnya ingin menghela napas di depan Naruto, tapi keinginannya ditahan, mengingat bahwa itu di luar karakternya yang cool dan jaim.
Hahh...
.
.
.
.
.
"Uzumaki Naruto...Uzumaki Naruto...Naruto..."
Si empunya nama tampak melayangkan senyum kecil, mengulang terus kedua kata yang menjadi namanya. Tidak terbayangkan seberapa panik dan pusingnya ia, sewaktu bangun dan menyadari bahwa ia tidak mengingat apa-apa.
Naruto melirik pemuda yang ada di hadapannya sembunyi-sembunyi. Dalam hati, ia ingin lebih bertanya lebih lanjut. Namun agak diurungkan, melihat persona sang pemuda yang bahkan ia tak tahu namanya sangat irit kata dan tampak tak bersahabat.
"Uhm..."
"Sabaku no Gaara."
Gaara. Nama orang yang pertama kali dilihatnya sejak dia amnesia ini bernama Gaara.
Naruto melirik ke arah sang ninja Suna, berdiam sebentar tanda ia agak enggan untuk bertanya, sebelum akhirnya ia melontarkan pertanyaan yang mengganjal di otaknya itu dengan cepat.
Dan sekarang, malah Gaara yang terdiam dan mengerutkan alisnya setelah mendengar pertanyaan Naruto. Dahinya berkerut, tanda ia bingung.
Perempuan ini...ingin dia meceritakan tentang dirinya dulu seperti apa? Yang benar saja, Gaara, kan, baru mengenalnya tidak lama. Apa dia bisa menjawab pertanyaan Uzumaki Naruto tersebut dengan jelas?
Jeda beberapa detik, tidak ada yang mengeluarkan suara. Naruto menanti dengan gelisah, sementara Gaara menutup matanya. Untungnya, si pemilik nama kemudian menjawab, kalau tidak Naruto akan menganggap Gaara tersinggung atau marah karena pertanyaannya.
"Kau...adalah orang yang periang dan...baik, mungkin."
'...Mungkin?' pikir Naruto, spontan mengerutkan dahinya.
Lanjutnya, "Kau selalu optimis. Tidak pernah mudah menyerah. Kehadiranmu...membuat semua orang bahagia dan...hangat. Kau bagaikan matahari, menurutku."
Si orang yang dideskripsikan itu pun ber'o'-ria. Dia tidak menyangka dirinya seperti itu, mendengar langsung dari mulut si pemuda berambut merah. Tapi, tunggu! Siapa pemuda ini untuk dirinya? Kenalan? Partner? Teman? Atau...
"Gaara...Siapa kau untukku? Apakah kita teman dekat?" Mengingat pemuda ini berjaga semalaman di depan kamarnya, kan?
Petir bagaikan menyambar seketika pertanyaan itu dilontarkan.
Siapa Naruto untuk Gaara? Sel-sel di dalam otak Gaara bekerja mencari jawaban. Untuk Gaara pun sebenarnya status pertemenan mereka juga belum jelas. Apakah mereka sudah berteman? Ataukah belum? Kening itu pun menunjukkan kerutan kembali.
Uzumaki Naruto...perempuan itu dan dirinya...sama, namun berbeda. Terlahir dengan nasib sebagai jinchuuruki, tetapi memilih jalan yang bertolak belakang.
Dirinya...hanyut dalam kekecewaan, ketakutan, dan amarah...memilih untuk membunuh sebagai tujuan hidupnya, sebuah visi untuk menunjukkan eksistensinya bahwa dia 'hidup'.
Di sisi lain...Uzumaki Naruto...meskipun dilecehkan, dipandang rendah, tetap berjalan maju. Sampai akhirnya, semua orang mau mengakui dirinya, menerima ia, dan lalu menemukan orang-orang yang ingin dilindunginya.
Baginya, pertemuannya dengan Naruto itu seperti wake-up call. Genin yang pantang mundur dan bermental baja...seperti itulah Naruto.
Apakah dia iri?
Tidak...dia tidak iri. Malah sebaliknya. Orang itu bagaikan figur yang ingin diikutinya. Gaara sangat menghormati Naruto. Cara pikirnya, motivasi, dan sebagainya...dia ingin suatu hari seperti orang itu. Memiliki orang yang ingin dilindungi, teman untuk berbagi suka dan duka.
Seperti Naruto...
Jadi... Siapakah Naruto baginya?
Dan tak terasakan oleh dirinya, sudut bibirnya terangkat pelan-pelan.
"Kau adalah...orang yang kukagumi, orang yang kupandang. Suatu saat aku ingin sepertimu. Kita adalah...teman, dan kau...," senyum tipis terlukis di bibirnya saat ingin mengatakan kata-kata selanjutnya.
"...adalah teman pertama yang kumiliki."
Satu detik...lima detik...
"Woah! Aku tidak menyangka kalau aku sehebat itu! Meskipun aku tidak ingat apa-apa, mendengar apa yang kau ceritakan, kurasa aku orang yang hebat, dattebayo!"
Si pemilik mata sapphire tertawa ringan, lega tersirat di kedua maniknya. Namun, tiba-tiba dia seakan menyadari sesuatu.
"Tunggu! Tadi kau bilang...Ehhhhhh! Teman pertamamu ini, aku!?"
Yang ditanya memalingkan wajahnya ke samping, membuat orang yang di hadapannya tak dapat menerka ekspresi wajah yang dikenakannya.
Naruto memandang sebentar, lalu memunculkan senyum khas rubahnya, "Wahhh..., Gaara! Errrr... aku tidak tahu kapan kita bertemu dan bagaimana kita bisa berteman. Gomen! Aku memang tidak ingat! Tapi kurasa...kalau aku bisa meraih tempat sebagai teman pertamamu...sepertinya aku ini benar-benar DAN memang hebat, HAHAHA!"
Usai perkataan sang jinchuuruki di depannya, senyum tipis di wajahnya yang jarang menunjukkan emosi itu tidak pernah memudar.
Uzumaki Naruto...amnesia atau tidak sekalipun...dia tetap orang yang sama.
.
.
.
.
.
Drap drap drap drap
Hari telah berganti menunjukkan cahaya pagi. Suara langkah kaki berderap menuju suatu ruangan. Dengan sekali dobrakan, pintu terbuka dan...
"NARUTOOOOOO!"
...Senju Tsunade membuka pintu ruangan Naruto tanpa adanya basa-basi sekalipun.
Pagi itu, seorang suster membawa kabar bahwa Naruto telah siuman. Diketahui ketika ia tidak sengaja berjalan di sekitar lorong, dan mendengar teriakan histeris dari suatu kamar. Mendapati bahwa si pasien yang hidup lagi itu telah siuman, dan melihat ia berbicara dengan content bersama seorang bocah lainnya yang berambut merah.
Tapi, bukan itu yang membuat Tsunade terburu-buru meninggalkan kantornya. Sebuah tambahan informasi dari sang suster yang mengatakan bahwa Uzumaki Naruto telah hilang ingatan. Amnesia.
Permanen? Belum dapat diketahui secara pasti.
Dari hasil yang didapat dan kesaksian dari bocah Sabaku, Uzumaki Naruto, tidak dapat mengingat barang satupun, bahkan mengenai dirinya sendiri.
Itu bukan berita yang bagus.
Tanpa basa-basi, Godaime Hokage itu segera mengarahkan jutsu medisnya untuk mengecek tubuh Naruto yang menatapnya sedikit heran.
Beberapa menit berlalu, pemeriksaan pun selesai. Tsunade berpaling menatap si gadis Uzumaki.
"Naruto, apa kau merasakan sesuatu yang aneh? Gangguan di kepala, pusing, dementia, atau sebagainya, selain kehilangan ingatan tentunya?"
Dan dibalas gelengan kepala alakadarnya.
"Apa yang terakhir kau ingat?"
Naruto tampak berpikir sebentar. Ia diam sejenak, sebelum menjawab.
"Aku tidak ingat apa-apa...sepertinya...!...," Tiba-tiba si pemilik mata sapphire itu tersentak, kedua alisnya bertaut mengingat sesuatu.
Pandangan kedua bola mata birunya itu seakan menjauh. Terkonsentrasi akan suatu bayangan sekilas yang muncul dari lubuk ingatannya yang paling dalam.
"Kegelapan...," lanjutnya terbata-bata, "aku...merasa seperti...mengambang di suatu ruangan yang gelap..."
Dia seakan perlu menjulurkan kedua tangannya untuk membuat kepingan ingatan itu terus berada di sisinya. Namun, sangat sulit... Bayangan ingatan itu mulai memudar...menghilang...lenyap...
"..."
TIDAK! Dia harus mengingat sesuatu!
"...ca-cahaya m...erah...sa-n...gat te-terang...dan seseo-!"
Naruto tak tahan, menjerit lalu memegang kepalanya.
"Naruto!"
Seluruh penghuni ruangan memekik panik dan bergerak menghampirinya.
"A-aku tak apa-apa," senyum kecil terulas di wajahnya yang menahan perih, "Kepalaku...hanya sakit seklias saja..."
"Naruto," ujar Tsunade mengundang semua pasang mata kepadanya, "Jangan memaksakan dirimu untuk mengingat apapun. Tenangkan diri dan aku yakin ingatanmu akan kembali perlahan-lahan nantinya."
Dan dibalas dengan senyuman khas ala sang gadis Uzumaki.
Pemilik mata hazel itu menatap dalam-dalam bocah di hadapannya sebelum menghela napas. Lengkungan bibir terulas di wajahnya seperdetik kemudian.
"Syukurlah kalau begitu." Tangan kanannya terangkat mengelus kepala Naruto yang duduk di atas ranjang.
"Oh, iya. Aku lupa memperkenalkan diri." Tsunade menaruh tangannya di atas pinggul dan menatap ke arah si bocah Uzumaki, "Salam kenal, bocah! Aku adalah Konoha no Godaime Hokage, Senju Tsunade!"
Satu alis terangkat di wajah Naruto.
Loading...loading...
"AHHHHHHH!"Naruto mengangkat tangan kanannya menunjuk sosok dokter yang sekaligus adalah Hokage itu dengan tatapan tak percaya.
"K-k-kau...H-ho-hokage!? Hokage desa ini?" Tsunade tersenyum lebar penuh dengan rasa bangga menanggapinya.
Gadis pirang itu menoleh ke samping, tepatnya menatap orang yang berdiri di sebelah kasurnya.
"Gaara! Saat kau bilang Hokage yang sekarang ini itu wanita, aku tidak menyangka adalah Obaa-san ini!"
Ah...empat siku itu pun muncul di dahi orang yang menjadi subjek topik pembicaraan. Senyum lebar pun berganti sudut bibir yang berkedut menahan emosi.
Berusaha menenangkan diri sang master, khususnya tangan yang kini mulai berbentuk kepalan untuk menjotos kepala sang bocah, Shizune meredamkan suasana dengan ikut memperkenalkan diri pada Naruto.
"Naruto, namaku Shizune. Kau boleh memanggilku Nee-san jika kau mau. Yoroshiku ne~"
"Ah! Senang berkenalan denganmu, Nee-san!"
Wanita yang memiliki tanda di dahinya itu menghela napas untuk sekian kalinya. Wajahnya terlihat lebih relaks. Naruto...bocah itu memang masih saja sama. Menjengkelkan seperti biasa, tapi...
Dia memandang Naruto yang asyik bercengkerama dengan Shizune.
Tapi...meskipun dia bocah yang kurang ajar dan menyebalkan, Naruto tetaplah Naruto. Anak perempuan yang ia anggap sebagai adiknya sendiri.
"Naruto!"
Si pemilik nama menoleh.
Tsunade meraih sakunya, mengeluarkan sebuah liontin dengan batu biru kehijauan di tangan kanannya. Mengalungkannya pada Naruto, yang menatapnya dengan penuh tanda tanya, ia berujar.
"Kalung itu milikmu. Aku mengambilnya kembali karena kupikir kau akan meninggalkannya 'pergi' tanpa kau bawa bersamamu."
Senyum rintih ia layangkan pada Naruto, "Jangan pernah meninggalkan kalung pemberianku itu lagi sendirian, bocah!"
Cucu Hokage pertama itupun melayangkan sentilan pelan di dahi orang yang dikalungkannya. Setelah mengabaikan berbagai protes kecil, plus kebingungan dari Naruto dan memberikan perintah bagi Shizune untuk memeriksa ulang kembali tubuh si pasien, Tsunade keluar dari kamar itu, diikuti Gaara di belakangnya.
Hal yang mereka berdua dengar terakhir kalinya adalah suara penuh tawa dan janji Shizune untuk memanggil teman-teman Naruto, yang disambut antusias oleh si pirang.
.
.
.
.
.
Suasana hening mengalir di antara kedua orang yang berjalan beriringan melintasi lorong rumah sakit itu.
"Dia tidak menunjukkan tanda-tanda mengingat apapun sewaktu kau menceritakan ujian chuunin padanya?"
Gaara mengangguk singkat.
"Ya. Dia tidak ingat apapun, Hokage-sama."
Hening kembali meliputi keduanya. Suara tapak kaki saja yang menghiasi suasana di antara mereka.
"Anda...," kedua manik mata ninja Suna itu terpancar tatapan menyelidik, "Apakah ada yang salah dari pemeriksaan Anda tadi, Hokage-sama?"
Tsunade tidak langsung menjawab, raut wajah berpikir terpampang di wajahnya yang serius. Namun, Ia pun akhirnya mengangkat suaranya.
"Amnesia...adalah gangguan akibat banyak hal. Stres, syok, mental yang terganggu, benturan benda keras, sinyal saraf yang terputus, dan sebagainya. Dilihat dari kondisi Naruto, kupikir penyebabnya adalah syok karena kepalanya tidak terbentur ataupun terluka. Tapi..."
Lanjutnya, "Tapi, dari hasil yang kulakukan tadi...tidak terdeteksi satupun hal yang aneh. Peredaran darah, intensitas gula, sel, saraf, nadi...semuanya berfungsi normal tanpa menunjukkan tanda adanya kelainan, baik itu ciri-ciri syok, stres, dan sebagainya. Bahkan, bagian cerebellum-nya tidak ada yang rusak. Pusat memori dan saraf tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan."
Mendengar penjelasan itu, Gaara mengernyitkan kedua alisnya.
Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing, dengan satu pikiran yang sama.
Lalu, apa yang menyebabkan Naruto hilang ingatan?
.
.
.
.
.
Gelak tawa menghiasi ruangan tempat Naruto dirawat. Lembaran foto dan buku-buku album bertebaran dimana-mana di atas sprei putih.
Sebuah foto terukir momen wajah Naruto yang terlihat begitu khidmat menyantap semangkuk ramen. Bertumpuk-tumpuk mangkuk mie Jepang itu terlihat berjejer di sebelahnya.
"Ini! Pasti di Ichiraku Ramen!"
"Ya, tidak salah lagi! Lihat, Naruto! Kau makan bermangkuk-mangkuk ramen itu seperti vacuum cleaner!"
"Sehari tanpa ramen bagimu itu, rasanya seperti sehari tanpa bernapas!"
Naruto mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti, masih terpesona dengan dirinya yang menyantap bermangkuk-mangkuk makanan berkuah itu. Ah...ternyata dia jadi ngidam ramen, Saudara-saudara.
Berikut sebuah foto terlihat kembali.
"Hahaha! Naruto, kau lihat foto ini? Itu kau, aku, Shikamaru, dan Chouji yang bolos di tengah pelajaran Iruka-sensei!"
Disusul suara tawa lainnya, "Ehhhhhh? Benarkah, Kiba? Aku terlihat dungu di foto ini!"
"Kau memang selalu dungu, Naruto!"
Naruto tidak terima. "Kau yang selalu terlihat bodoh, dasar dungu!"
"Apa kau bil-!?"
Perempuan dengan potongan rambut sebatas leher, berjalan malu-malu mendekati dua kubu yang sedang berkonflik, lalu menyela, "An-ano! Na-na-naruto-chan! To-tolong...lih-aat fo-foto in-ini!"
Semua pasang mata melihat.
Terlihat di lembaran itu, seorang gadis pirang yang tengah berlatih melempar kunai ke sebuah batang pohon yang sudah ditandai cabikkan 'X'. Wajahnya terlihat serius, asyik terpaku dengan proses latihan, tidak memandang ke arah kamera yang membidiknya.
"Hinata! Kapan kau mengambil foto ini?"
Dan hanya dibalas wajah merah, bak kepiting rebus di wajah yang ditanya. Sejujurnya, Hinata memfoto Naruto yang sedang berlatih itu sebagai motivasi untuk dirinya lebih maju. Tapi, entah mengapa ia tak bisa mengatakan alasan itu keras-keras.
"Ah...lupakan. Ayo lihat foto berikutnya," seru Ino tak sabar. Halaman album lainnya pun tersibak kembali.
"OHHHHH! ITU SHIKAMARU-SAN DAN NARUTO-SAN! SEMANGAT JIWA MUDA KALIAN TERLIHAT DARI FOTO INI, MESKIPUN KALIAN HANYA DIAM TIDAK MELAKUKAN APA-APA! YOSHAAA! HIDUP SEMANGAT JIWA MUDA!" Ucap seseorang yang sudah jelas tertebak siapa pastinya dengan berapi-api.
Sementara kedua teman setim orang yang berteriak itu hanya menggelengkan kepala mereka secara mental. Yang satu hanya melipatkan kedua tangannya seolah tak peduli, yang satunya lagi berkacak pinggang. Menutup kedua telinganya tak tahan, gadis bercepol itu berceletuk, "Diam, Lee! Suaramu mengganggu seisi rumah sakit, kau tahu!?"
Foto itu menunjukkan Naruto yang sedang tidur siang, berbaring tak jauh dari pemuda dengan gaya rambut yang diikat. Shikamaru terlihat santai menatap awan sambil melipatkan kedua tangannya di bawah kepala.
"Merepotkan saja..."
"Apakah hanya itu komentarmu untuk foto itu, Shikamaru?"
". . . . "
"Shikamaru memang tidak pernah seru!"
"Berisik."
Naruto hanya cengengesan menanggapi adegan lucu antara Ino dan Shikamaru di hadapannya.
"Kau mau, Naruto?" Chouji menawarkan bungkusan keripik kentang yang ada di tangannya.
"Ohhhhh! Arigato na, Chouji!"
"Sama-sama."
Shikamaru yang melihat itu, spontan langsung berujar, "Oi, Chouji! Kau lupa kalau Naruto masih dalam perawatan. Dia tak boleh makan snack dulu!"
"Ah...Oh, iya... Maaf, aku lupa. Tapi, Naruto sudah memakannya."
". . . . . "
". . ."
"Lupakan."
Konoha 12 (minus dua orang) yang ada di satu ruangan itu tampak senang menghabiskan hari mereka bersama dengan Naruto. Mendengar kabar bahwa si bola matahari yang periang itu telah sadar, tidak ada kata 'tunggu' lagi untuk segera menjenguk Naruto.
Kiba dan Chouji yang baru dilepas dari rumah sakit saja datang menjenguk. Dan bahkan, seorang Hyuuga Neji saja hadir dalam ruangan itu.
Di balik atmosfir keceriaan, sebenarnya terselip rantaian kesedihan. Kenyataan bahwa Naruto sama sekali tidak mengingat mereka...seperti yang telah dikatakan oleh Hokage-sama.
Tapi, mereka membuang rasa itu jauh-jauh. Karena pihak yang terpukul lebih berat pastinya adalah Naruto sendiri, yang masih saja tersenyum dan tertawa menutupi apa yang sebenarnya dirasakan oleh hatinya.
Jadi, setidaknya inilah yang bisa mereka lakukan. Mencoba membuat Naruto ingat dengan menceritakan pengalaman mereka dan memperkenalkan diri masing-masing. Membawakan foto-foto kenangan, momen bersama dengan Naruto.
"Foto yang ini...saat kau berduaan dengan Shino melakukan misi itu, kan?(1)"
"Haha! Kalau tidak salah, Shino sesaat pulang dari misi itu tidak pernah menunjukkan mukanya lagi selama beberapa hari, hahaha."
"Iyaaa...aku pernah bertanya padanya waktu itu. Tapi dia tidak pernah mau mengatakan alasannya, begitu juga dengan Naruto yang langsung berkeringat dingin sewaktu kutanya," sengir Kiba.
"Kalian," bayangan hitam muncul di belakang Kiba dan Ino. "Jangan berbicara seolah-olah aku tidak ada di sini."
". . ."
"Maaf, kau tidak eksis, sih, Shino."
Lawakkan pun bertebaran kembali di mana-mana.
"Ne...neeee!," Naruto tidak tahan untuk menanyakan satu pertanyaan yang menyantol di benaknya sejak tadi, "Aku heran. Kalian, kan, punya tim shinobi masing-masing. Lalu, bagaimana denganku? Di mana mereka?"
Hening.
Ino yang merasakan itu pun dengan sigap melunturkan suasana akward tersebut, "Naruto, kau juga punya teammate, oke? Kalau kau tidak percaya, aku punya fotonya!"
Si pirang yang berwarna menyerupai platinum itu membulak-balikkan album miliknya. Dan...
"Ketemu!"
Ino memampangkan foto itu di depan wajah Naruto. Foto itu menampakkan empat orang yang sedang berdiri di pinggir hutan.
Dirinya tengah mengarahkan sengiran ke arah kamera dengan jarinya yang berbentuk 'V'. Rambut kepang duanya yang panjang bertebaran tertiup angin yang berhembus. Seorang perempuan lainnya tersenyum manis ke arah bidikan kamera dengan merapatkan kedua kakinya malu-malu. Seorang pria dewasa bermasker yang tengah asyik membaca buku di tangannya, sambil bersandar di belakang pohon. Dan terakhir...sosok laki-laki yang membelakangi kamera, sambil menaruh kedua tangannya ke dalam saku celananya.
"Kau lihat...ini salah satu teman setimmu, Si jidat lebar!" Jari telunjuk mengarah ke sosok perempuan berambut pink.
Alis terangkat sedemikian, "Jidat lebar...?"
"Itu hanya nama panggilan Ino untuk Sakura," Kiba terkekeh pelan, "Nama lengkapnya, Haruno Sakura."
"Ohh," Naruto menatap jeli foto di tangannya, "Memang kalau dilihat-lihat...benar juga yang dikatakan Ino, soal dahinya."
Tawa keras pun meledak kembali. Kiba tertawa terbahak-bahak di atas lantai. Ino memegang perutnya, geli dengan apa yang dikatakan Naruto barusan.
"Yang bersandar di pohon itu sensei-mu, Naruto-san! Dia adalah saingan berat dari guruku, dan memiliki jiwa muda yang tak kalah jauh dariku dan Gai-sensei!"
"Ehhhh? Benarkah, Lee? Menurutku, orang ini sangat misterius. Seperti stalker!"
"Yah...Kakashi-sensei memang seperti itu orangnya. Dan dia tidak pernah tak terlihat sedikitpun tanpa buku oranye favoritnya itu!"
"Buku oranye? Buku porno itu maksudmu?" celetuk Kiba.
"Haahh...aku tidak menyangka shinobi keren seperti Kakashi-sensei punya hobi aneh seperti itu. Sungguh mengecewakan!" Si gadis platinum mendesah kecewa.
"Na-naruto-chan!" Si pirang menoleh, "Ku-kurasa...Ka-kakashi-sensei dan Sa-sakura-san belum mengetahui ka-kabar kalau kau sudah bangun. Mu-mungkin...mereka a-akan mengunjungimu se-sebentar lagi..."
Chouji mengiyakan, "Benar Naruto, mereka berdua pasti akan datang. Shizune-san mungkin belum menemukan mereka untuk memberikan kabar."
"YA! BENAR YANG DIKATAKAN CHOUJI-SAN! MEREKA MUNGKIN AKAN DATANG BERSAMA DENGAN GAI-SENSEI!"
"Dan mungkin Kurenai-sensei dan Asuma-sensei juga..."
"Jangan lupakan Iruka-sensei!"
"Atau Ibiki dan Anko-sensei..."
Semua orang memalingkan wajah menatap Kiba datar.
"Apa? Aku, kan, hanya bercanda!"
"Lalu...orang ini siapa?" Tunjuk Naruto ke sosok yang belum disebut sejak tadi.
Seketika itu, bom yang pernah meledak di Hiroshima dan Nagasaki terasa dijatuhkan di ruangan itu.
"N-na-naruto-chan! O-orang itu-! Uhh..."
Masih dengan tatapan yang penuh siratan dan innocent, Naruto menunggu jawabannya dari Hinata yang masih gelagapan.
"Biarkan aku yang mengatakannya padamu," Neji menyahut datar.
Ia mengubah posisi-nya dari bersandar di pojok ruangan, berjalan mendekati Naruto. "Orang itu adalah Uchiha Sasuke."
"Dan bajingan." Tutup Kiba dengan muka gelap.
"KIBA!" Ino membentak.
Naruto hanya menunjukkan tanda ia tak mengerti.
"Aku tidak salah, kan? Memang kenyataannya begitu. Iya, kan, Akamaru?"
Akamaru menyalak tanda setuju pada master-nya.
Shikamaru yang tak tahan dengan suasana yang menggelap itu pun langsung mengendalikan keadaan.
"Kiba," satu kata bagaikan peringatan, sukses menutup mulut pemilik Akamaru tersebut.
Dia menghela napas sebelum berkata, "Sori, Naruto. Kiba...sedikit ada isu dengan Sasuke."
"Heh!" Si penyuka anjing itu mendengus, "Orang itu punya isu dengan semua orang!"
Chuunin jenius itu hanya bisa menggeleng, sambil membuang nafas kembali.
"Naruto," ekspresi itu berubah serius, "Sasuke itu sahabatmu, seperti...teman karib, mungkin. Yah...meskipun kalian memang kadang tak akur."
Seisi ruangan diam meresapi perkataan Shikamaru.
"Be-benarkah?" Suara Naruto menjadi sedikit serak, "Lalu? Di mana dia sekarang?"
Ruangan itu malah seperti diselimuti selaput es sekarang.
"Sasuke sedang berada dalam misi dari Hokage-sama," Shikamaru menjawab lancar, "Dia sedang dalam misi C-rank dengan anggota genin lainnya."
"Ehhhhh?" Raut wajah penuh cemburu muncul, "Kenapa aku tidak diikutsertakan?"
"Karena kau berada dalam misi lain waktu itu, Naruto." Neji menyela singkat, "Tapi kau terluka karena keteledoranmu, lalu tidak sengaja terkena jutsu musuh yang menyebabkan syok di kepalamu."
"Eh, benarkah?" Si gadis penyuka ramen itu lalu tampak berpikir sebentar, "Tunggu! Siapa yang kau bilang teledor, hah, Neji-teme!"
Yang dituju tampak acuh tak acuh lalu menunjukkan sengiran meledek, yang dibalas seruan kesal Naruto, tidak terima diperlakukan seperti itu.
Melihat kesempatan untuk mengalihkan pembicaraan, Ino berujar riang, "Naruto! Ayo, kita rayakan pesta untukmu nanti kalau kau sudah keluar dari rumah sakit! Ah, untuk Chouji, Kiba, dan Neji juga!"
"Ya, benar! Ayo kita rayakan!" sahut Tenten.
"Aku mem-voting untuk Yakiniku QQ!" kata Chouji seraya mengacungkan tangan.
"Aku juga!"
"Jangan lupakan aku! Aku juga mau!"
"Sepakat! Baiklah! Tinggal tunggu perintah Tsunade-sama supaya Naruto cepat-cepat dikeluarkan dari rumah sakit!"
"Traktiran dari Naruto! Asyikkkk!"
Si pemilik nama terperanjat, "Tunggu dulu, aku tidak bilang setuju!"
Obrolan berlanjut menjadi seru. Naruto juga menjadi antusias tak sabar menunggu pesta yang dirayakan untuknya nanti.
Tidak terasa hari telah menjadi sore. Mereka pun pamit pulang. Penjenguk berganti dari kumpulan genin menjadi gerombolan sensei yang berdatangan masuk mengerumuni Naruto. Dan satu hari itu, menjadi hari terbahagia bagi Naruto semenjak dia kehilangan ingatannya.
.
.
.
.
.
"Oi, Shikamaru!" Para genin tersebut, plus satu orang chuunin, kini sedang berjalan meninggalkan lorong rumah sakit.
"Hah?"
"Memangnya tidak apa-apa berkata seperti itu tentang Sasuke?"
"Lalu?" Shikamaru menaikkan satu alisnya, "Memangnya aku harus berkata seperti apa?"
"Cih!" Kiba menyentakkan lidahnya, "Kau seharusnya mengalihkan perhatiannya ke topik yang lain dan tak menyinggung orang itu lagi!"
"Dan selamanya menutup eksistensi Sasuke dari Naruto? Kurasa itu mustahil."
Si pemilik Akamaru itu pun bungkam.
Tenten memandang Kiba yang tertunduk sambil mengepalkan tangannya, lalu beralih pada Shikamaru. "Kalian tadi mengatakan kebohongan itu pada Naruto...apa tidak apa-apa juga?"
"Soal yang mana, Tenten?"
"Tentang kecelakaan Naruto yang terkena jutsu musuh... dan soal Sasuke yang sedang dalam misi, bukankah it-"
"Itu adalah perintah Tsunade-sama," Neji memotong, "Kami hanya mengikutinya saja."
Hinata tampak cemas, "La-lalu...bagaimana se-seterusnya? Ap-apakah kita akan terus b-be-berbohong?"
"Bohong itu tidak bagus, Hinata-san! Kebohongan itu tidak sesuai dengan api jiwa muda!"
"J-jadi, ba-bagaimana?"
"Entahlah. Tidak mungkin kita menghindari topik tentang Sasuke terus-menerus. Sebodoh apapun dia, Naruto pasti akan curiga!"
"Menurutku, Sasuke-san seharusnya diberikan satu kesempatan lagi untuk meminta maaf pada Naruto-san! Bukankah mereka sahabat? Tentu Naruto-san akan dengan senang hati memaaf-"
"Hentikan omong kosongmu, Lee!" Bentak Kiba meluapkan amarahnya, "Satu kata maaf tidak dapat mengubah apa-apa! Kau pikir itu bisa mengembalikan ingatan Naruto, hah? Tidak akan!"
"Ya, aku setuju juga," tambah Neji, "Kalau Uchiha Sasuke pun meminta maaf... minta maaf untuk apa? Naruto tidak mengingat apapun yang diperbuatnya. Perminta-maafannya hanya sia-sia."
Keringat tampak membasahi wajah si ahli taijutsu yang gelagapan.
"Yah...aku hanya memberikan pendapat. Kita tahu bahwa Naruto-san bukan orang yang akan menaruh dendam pada orang lain..."
"Kau yakin?" Shikamaru bertanya serius, "Bayangkan satu-satunya sahabat yang kau anggap sebagai saudaramu sendiri, menembuskan tangannya ke dadamu dengan tujuan membunuh. Lalu, kau hampir mati dan mungkin saja kehilangan masa depanmu untuk menjadi shinobi." Mendengar itu, Lee bergeridik, mengingat cederanya yang dulu dan hampir membuatnya tak bisa menjadi shinobi lagi.
"Masih dapat memaafkan, hah? Lucu." Shikamaru mengahiri perkataannya dengan dingin.
"Kalau aku itu Naruto," Tenten bermuka suram, "Orang itu sudah menjadi dummy latihan dengan senjataku."
"Dan kalau itu aku," sebuah suara dengan aura suram tiba-tiba beujar.
"103 tulangnya sudah kujadikan bubuk kapur(2)," kata Hinata OOC(?) dengan senyum mengerikan.
Semua orang yang berada di sekitar si pewaris Hyuuga tampak mundur satu langkah ke belakang.
Namun, momen itu buyar ketika Ino tiba-tiba menyela, "Maaf, kalian duluan pulang saja. Aku ada urusan sebentar."
Dan dengan itu, Ino pun segera berlari meninggalkan kelompoknya, yang tengah menatap dirinya dengan penuh tanda tanya.
.
.
.
.
.
Sosok perempuan itu tampak berpangku tangan menatap pemandangan di hadapannya, yang hanya berupa orang-orang yang lalu-lalang saja.
Di sinilah dia, Haruno Sakura, duduk sendirian, wajahnya terlihat murung, rupanya kusam dengan tatapan kosong.
Ia tidak beranjak dari kursi panjang itu selama beberapa jam, alasan yang tidak diketahuinya bahkan oleh dirinya sendiri. Dia terus memandang dengan tatapan menjauh, sampai-
"SAKURAAAAA!"
-sebuah suara memanggilnya.
Gadis berambut pirang terikat satu ke belakang itu, menghampiri Sakura dengan tergesa-gesa, lalu berhenti di depannya sambil berkacak pinggang.
"Di sini rupanya, kau, jidat lebar!"
Sakura memandang tak tertarik dengan kehadiran teman masa kecilnya sebentar, lalu memandang ke depan kembali.
"Aku sedang tidak mood untuk menanggapi ledekanmu, Ino."
Si pemilik nama menaikkan alisnya, "Ho? Meskipun aku ke sini untuk memberitahukan padamu kalau Naruto sudah sadar?"
Seketika si perempuan pink itu menengok kembali, "Be-benarkah? Naruto sudah sadar? Syu-"
"Tapi...ia kehilangan ingatannya, Sakura. Dan saat kubilang dia amnesia, maksudku, semua ingatannya tentang dirinya sendiri pun hilang!"
Iris hijau itu melebar, ia menggigit sudut bibirnya. "Ti-tidak! Ini tidak mungkin..."
Ino yang hanya dapat melihat tingkah laku temannya itu hanya bisa menghela napas, "Sudahlah, lebih baik kita pergi ke tempat Naruto sekarang!"
Gadis Yamanaka itu menarik tangan Sakura dan hendak berlari kembali, tetapi yang ditarik hanya diam bergeming.
"Kenapa diam saja, bodoh!? Kau tidak bisa berdiri, hah?"
"Ino," suranya kian merendah seperti bergumam pelan, "Kau pergi saja sendiri...aku mau di sini saja."
"Hahhh?" Ia hendak menerka wajah Sakura yang masih terduduk di atas bangku, namun poni itu menghalangi wajahnya. "Bicara apa kau, Sakura? Aku ini sudah menjenguk Naruto beberapa jam yang lalu, semua teman-teman kita pun sudah. Tinggal kau, saja!"
"Dan Sasuke-kun, kan?" tambah Sakura pelan.
"Kau..." Ino melihat temannya itu dengan ekspresi wajah tak dapat ditebak. Entah karena dorongan emosi atau apa, dia lalu menarik kerah baju yang dipakai oleh temannya itu kasar.
"Sakura! Kau ini bodoh, ya!?" Bentak Ino, "Sewaktu Sasuke-kun sakit dan dirawat, kau setia menunggunya sampai dia siuman! Aku maklum karena dia adalah orang yang kau suka! Tapi-"
Cengkraman itu dipererat, "Tapi, Naruto itu temanmu juga, Sakura! Dia teman setim-mu! Setidak-sukanya kau pada Naruto, bukan berarti kau boleh tidak peduli pada Naruto dan tidak menjenguknya sama sekali, Baka! Dasar kau perempuan tidak punya perasaan!"
Bentakkan Ino mengundang perhatian orang-orang yang lewat di depan mereka, namun keduanya tampak tak menggubris sama sekali. Perhatian Ino masih tertuju pada sosok Sakura yang tetap saja diam, bak patung.
"Pura-pura bisu sekarang, heh? Ayo, jawab, Sakura! Kau punya mulut, kan?"
Si pemilik nama perlahan-lahan mengangkat wajahya, menunjukkan siratan pilu dari kolam hijaunya.
"Terserah kau mau mengatakan apa," linangan air mata terikut serta, "KATAI AKU SESUKA HATIMU, INO! AKU TAK PEDULI!"
Yamanaka Ino perlahan melepasakan cengkramannya, membiarkan Sakura yang kini menutup wajahnya dengan kedua tangan agar kembali duduk.
"Kau... Sebenarnya...apa yang terjadi, Sakura?"
"..."
"Kalau kau tak mengatakan apapun, bagaimana orang lain bisa tahu!"
Sakura mengusap bekas air matanya dengan kedua tangannya. Dia menatap Ino sekilas, sedikit ragu mengungkapkan perasaan yang diembannya. Kian beberapa detik terlewat, akhirnya ia memutuskan untuk mengangkat suaranya yang sedikit serak.
"Setelah Sasuke-kun ditahan oleh para Anbu, aku menanyakan apa yang diperbuat Hokage-sama pada Kakashi-sensei. Dia bilang bahwa Sasuke-kun akan dihukum untuk menjalani masa probasi di rumahnya sendiri."
". . ."
"Dan entah takdir seperti meledekku atau tidak, aku tak sengaja berpapasan dengan Sasuke-kun yang dikawal oleh dua Anbu di sebelah kanan-kirinya. Tangannya diborgol oleh kekangan chakra, luka lebam yang baru terlihat di wajahnya."
Sakura menarik napas pelan-pelan, berusaha untuk membuat suaranya tak gemetar.
"Aku memanggil namanya, tapi dia tak membalas apapun, berpaling saja tidak. Dia hanya berjalan melewatiku, menganggap seakan aku ini memang tidak ada. Lalu, aku melihat wajahnya, Ino, dan..."
Kedua tangan itu tergerak meremas kepalanya sendiri. "Hampa! Kosong! Bukan wajah tanpa ekspresi yang biasa dikenakannya! Melihat itu, aku..." Suara si gadis berambut pink itu terasa bergetar.
"Lalu...apa kaitannya dengan Naruto?"
Sakura langsung berpaling padanya, "Kau tidak tahu, Ino! Sasuke-kun merasa sangat bersalah waktu Naruto hampir meninggal! Aku dengar, dia akan dikeluarkan dari tim 7! Tidak boleh bertemu dengan Naruto lagi! Kau mengerti?"
Air mata itu kembali turun, "Saat aku mendengar dan membandingkan wajah yang dikenakan Sasuke-kun waktu itu, aku merasa bahwa aku merasa sangat bersalah! Karena permohonan bodoh yang kubuat, Naruto hampir meninggal! Kalau saja aku tidak memohon padanya untuk membawa pulang Sasuke-kun, mungkin saja Sasuke-kun tidak akan melukai Naruto gara-gara segel Orochimaru di tubuhnya! Kalau saja aku tidak lemah...Sasuke-kun dan Naruto tak perlu menderita seperti ini!"
Genggaman tangan mengeras, Ino berkata pelan, "Hanya karena alasan seperti itu...jadi kau tidak mau menjenguk Naruto?"
"Hanya karena alsan seperti itu?" Sakura berwajah seakan tak percaya. "HANYA KARENA ALASAN SEPERTI ITU KAU BILANG!?"
Kini giliran Sakura yang mencengkram baju si gadis pirang, "BAGAIMANA AKU BISA MENUNJUKKAN WAJAHKU PADA NARUTO ATAS SEMUA KESALAHAN YANG TELAH KULAKUKAN? APALAGI DIA AMNESIA, INO! KARENA KEINGINAN EGOISKU DIA HAMPIR MATI! HAMPIR MATI! APALAGI, AKU TAK PERNAH BERLAKU SEBAGAI TEMAN UNTUKNYA! AKU TIDAK PANTAS BERTEMU DENGANNYA, INO! TIDAK PAN-"
PLAKKKK
Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi sang gadis berambut pink itu. Sakura menatap Ino dengan amarah, "SAKIT! APA YANG KAU LAKUKAN!?"
Ino mendengus sebelum menjawab, "Kau sadar apa yang kau lakukan sekarang, Sakura? Tindakanmu tak lebih dari seorang penakut! Pengecut!"
"A-apa?"
Tatapan tajam ditujukan pada wajah yang ada di hadapannya, "Jangan berlaku seperti seorang protagonist tak berdaya yang bernasib tragis! Kalau kau sadar bahwa kau salah, lakukan yang baik padanya mulai dari sekarang! Bukan berlaku seperti ini, dasar bodoh!"
Ino menarik tangan Sakura dan memaksanya berjalan mengikutinya.
"Tu-tunggu! Kita mau kemana, Ino-baka!" Sakura berusaha melepaskan genggaman tangan di lengan kanannya.
"Ke toko bungaku," jawab Ino cuek, "Kalau ingin menjenguk seseorang, etikanya kita harus membawa bunga dan bungkusan buah-buahan, kan?"
"Ap-!" Sakura membuka mulutnya terkejut, "Kapan aku setuju untuk ikut bersama denganmu!"
"Kalaupun kau tak setuju, aku akan tetap membawamu, bahkan menyeretmu jika perlu."
Sakura bungkam dengan tatapan tak percaya.
"Semua orang pernah melakukan kesalahan, tapi setiap kita itu...juga memiliki kesempatan kedua." Ino tersenyum, lalu menghadap wajah Sakura.
"Tapi, jika kau tak menggunakan kesempatan yag telah diberikan kepadamu dengan segera, kau akan kehilangannya untuk selamanya. Karena itu ambil, dan buatlah perubahan baru, ba-ka!" Ino menjulurkan lidahnya sebelum menghadap ke arah depan lagi.
Spontan balasannya, "Siapa yang kau bilang baka, dasar Ino gendut!"
Si gadis Haruno menatap teman masa kecilnya itu dengan heran. Dia tak habis pikir kalau Ino bisa juga berkata bijak seperti itu.
'Ambil kesempatan itu dengan segera dan buka lembaran baru, hah?' batin Sakura tersenyum.
"Hei, Ino jelek!" seru Sakura sambil memasang muka meledek.
"Apa, jidat lebar!?" sahut Ino tak kalah menjengkelkan.
Haruno Sakura menatap temannya itu dengan senyum lebar sambil mengeratkan genggaman pada tangannya.
"...arigatou, Ino-buta!"
". . ."
". . ."
Sepersekian detik barulah ucapan terima kasih unik itu dibalas dengan sengiran dan tawa jahil.
"Sama-sama, baka!"
.
.
.
.
.
Naruto membalut sekujur tubuhnya dengan selimut setelah para guru keluar dari kamarnya. Ia sangat letih, apalagi setelah dipaksa mendengarkan luncuran nasehat dari Iruka-sensei dengan big head no jutsu-nya tentang tindakan gegabah yang tidak dia ingat. Plus, teriakan tentang semangat jiwa muda yang membuat gendang telinganya serasa mau pecah dari guru Lee. Siapa namanya...ah...Gai-sensei.
Satu hari ini semua orang mengunjunginya dengan meriah. Dia sempat syok melihat banyak orang yang menjenguknya, sedikit merasa bersalah karena tak ada satupun yang ia kenal.
Meskipun begitu, mereka tetap tak ambil pusing. Tidak menunjukkan ekspresi sedih di depan Naruto.
Oh, iya. Ngomong-ngomong pria bermasker yang katanya adalah sensei-nya itu datang. Tapi dia tak melihat teman setimnya bersama Kakashi-sensei.
Kecewa sedikit, sih. Tapi, ya, apa boleh buat. Shizune nee-san bilang dia tidak dapat menemukan Sakura.
Si gadis Uzumaki itu hendak menutup matanya, namun tak jadi karena ada suara ketukan dari arah pintu.
Memaksa tubuhnya kembali dalam posisi duduk, dia agak heran siapa lagi yang akan datang. Gaara? Tsunade baa-chan? Shizune nee-san? Atau perawat yang akan membawakannya obat?
Dengan singkat dia berkata, "Masuk."
Dua orang perempuan seumuran dengannya pun terlihat setelah pintu terbuka.
Dilirikkannya mata ke arah satu sosok di depan Ino yang seperti memaksanya untuk masuk. Eh, tunggu, kunoichi ini...
Berpakaian baju merah muda, ikatan hitai-ate dikenakan seperti bando, dan rambut pink.
Dia...
"Sa-..." dan nama yang ingin ia katakan tidak sempat ia katakan sepenuhnya karena sepasang tangan merangkulnya dengan erat.
Naruto bergeming mendapati tangan yang merangkulnya itu adalah milik si kunoichi yang tadi diam di dekat daun pintu.
Kedua tangannya memeluk tubuh Naruto, kepalanya bersandar di atas pundaknya.
Beberapa menit berlalu, tetapi Sakura tetap tak mau melepaskan pelukannya pada Naruto. Tak terasa, buliran air kembali membasahi pelupuk matanya.
Ne, naruto...
Ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu...
Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu...
Hal-hal seperti kata maaf dan terima kasih...
Maaf, karena aku egois dan menaruh beban yang berat padamu...
Maaf, karena aku ini tak pernah menjadi teman yang sesungguhnya untukmu...
Soshite,
Terima kasih karena kau telah mengabulkan permintaanku...
Terima kasih karena kau telah menjaga janjimu...
Dan terima kasih...karena kau masih ada di sini untuk kami, Naruto...
Sakura dengan cepat menghapus air matanya dan melepaskan pelukannya. Ia memandang Naruto yang bingung dengan senyum lebar.
"Maaf aku telat, Naruto! Aku akan memperkenalkan diriku dari awal dulu sebelumnya, oke?"
Naruto spontan menganggukkan kepala, masih bingung dengan kejadian barusan.
"Perkenalkan," ia membungkuk sedikit, "Namaku Haruno Sakura. Aku teman setim-mu di team 7. Yoroshiku, ne!"
"Ah!" Naruto tampak baru sadar kembali, "Kau Sakura yang itu! Teman setimku yang itu, ya!?"
Yang dituju menunjukkan senyum kembali, "Aku membawakan bunga dan apel untukmu. Kau mau, Naruto? Akan kukupaskan beberapa untukmu."
"Ah! Terima kasih, Sakura!"
"Sakura-chan." Timpal si pemilik rambut pink itu.
Dia berpaling menatap Naruto dengan tatapan yang campur aduk, "Kau biasa memanggilku Sakura-chan, Naruto."
"Eh?" Suara membalas dengan nada penuh ekspresi. Naruto namun menganggukkan kepala dan menunjukkan sengiran rubahnya, "Baiklah, Sakura-chan!"
Ino memantau dua sosok yang saling bercengkrama dengan gembira itu di hadapannya.
"Aku ingin bentuk apelnya seperti usagi seperti yang diberikan Shizune-neechan, Sakura-chan!"
"Hai hai...Sabar sebentar!"
Ia tersenyum kecil dan menutup pintu pelan-pelan, lalu berbalik meninggalkan ruangan. Namun, tiba-tiba ia menghentikan langkah kakinya, menatap dua sosok yang menunggunya di sudut lorong.
"Shikamaru? Chouji? Kenapa kalian bisa ada di sini?" Ino bertanya heran.
Tatapan jengkel dan bosan terukir di salah satu wajah sang sosok.
"Merepotkan saja, kau dicari Asuma-sensei!"
Dan dengan itu, Shikamaru lalu berjalan cuek meninggalkan duo teman genin-nya.
Chouji memalingkan wajahnya dari sosok sahabatnya ke Ino, sambil mengunyah potato snack dengan khidmat.
"Misi membawa Sakura pada Naruto sukses, ya?" Perkataan yang didengarnya itu tidak seperti bukan pertanyaan namun pernyataan.
"Saa, ne..."
"Kau mau, Ino?" Tawar Chouji sambil menyodorkan keripik kentang yang di bawanya, "Rasa barbeque, loh."
Ino menghela napas. Sepertinya ia memang tak bisa menyembunyikan apapun dari kedua teman se-timnya ini.
Ia mengambil satu keripik, indera pengecap mulai merasakan rasa makanan yang disentuhnya. Bibir itu pun membentuk lengkungan.
"Hm... rasanya lumayan juga..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TO BE CONTINUED
Keterangan: (1) Itu misinya Naruto sama Shino di filler anime sebelum shippuden, maaf lupa episode berapa, (2) parody tokyo ghoul (?)
AUTHOR'S OTL NOTE:
1) Hai, lama gak jumpa. Sorry update na lama, naruto udah abis saya baru update hiks btw jd ngerasa fic ini kok jadul amat ya…ngerasa basi juga jadi na….
2) Walaupun naruto udah abis, sequel masih dibuat. Nah, moga2 fandom ini gak mati, ya guys. And…. walaupun kita udah tau pairing dari Kishimoto-sensei…TAPI KOKORO SAYA TETEP NGE-SHIP SASUFEM!NARU TITIK
3) Sesuai janji saya masukin Gaara di sini. Maaf ya guys Sasuke baru muncul di chap selanjutnya….dimohon untuk bersabar supaya plot na gak kerasa buru2 hiks
4) Hem. Ngomong apa lagi ya? Oh iya, btw, ini chapter adalah yang terpanjang dan tersusah yang saya bikin T-T Gimana, readers?
And, cut! Saya tunggu unek2, saran, pesan, tanggapan, dan bacot2an na di kotak review dan pm saya…..just no flame please
Sampai jumpa di chap LKG dan fic baru saya *wink* selanjutnya!
LONG KISS GOODBYE
Austine Sophie *out*