Title : I Can't Say It

Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi

Genre : Hurt/comfort, romance(?), humor (?)

Pairing : Kise Ryota, Akashi Seijurou

Warning : Gaje, OOC, Salah ketik, abal, dan mengandung unsur kebosanan

~ Selamat Dinikmati ~


Seperti hari-hari sebelumnya, hujan kembali turun dengan derasnya. Lelaki berambut kuning itu berdecak kesal memandangi tetesan hujan dari balik jendela. Hari ini ia terpaksa harus ke sekolah dengan bus. Padahal ia lebih senang jika ke sekolah dengan mengendarai sepeda. Dengan begitu ia bisa lebih leluasa memandangi keindahan alam serta menghirup segarnya udara pagi. Selain itu, bersepeda juga merupakan rutinitas yang ia lakukan sebelum bermain basket.

Kise segera membuka payung yang dibawanya ketika turun dari bus. Ia berjalan dari halte menuju sekolahnya sambil bersenandung kecil. Kise pun mengerjapkan matanya ketika melihat seorang pemuda bersurai merah berjalan tak jauh darinya.

"Akashicchi!" Kise segera berlari kecil, menyamakan langkahnya menuju ke pemuda yang dikenalnya, "Ohayou, Akashicchi," sapa Kise seraya menepuk pundak pemuda di sampingnya. Akashi yang sedari tadi fokus berjalan sambil membaca buku pelajaran, sedikit terkejut dengan kehadiran Kise yang tiba-tiba menurutnya. Namun 3 detik kemudian, ekspresinya kembali seperti sedia kala. "Pagi," Akashi kembali fokus dengan buku yang dipegangnya. Mereka pun berjalan menuju sekolah bersama. Dugaan Kise berjalan bareng dengan temannya ke sekolah membuat hati riang ternyata salah besar. Justru sebaliknya, berjalan bersama Akashi kini membuat hatinya tak nyaman. Bukan tak nyaman karena Akashi merupakan orang yang anti sosial dan tak mampu mengajaknya berbicara. Tapi ia tak nyaman karena jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Ini aneh. Sudah sering kali ia merasakan hal seperti ini. Terutama ketika ia bersama dengan Akashi.

"Eh,...mmm hari ini Akashicchi ulangan sejarah ya?" tanya Kise sedikit gugup mencoba untuk memecah keheningan di antara mereka.

"Tidak," jawab Akashi singkat tetap fokus dengan bukunya, namun matanya sedikit melirik ke arah lawan bicaranya yang kini menatap bingung buku sejarah yang dibaca Akashi sedari tadi.

"Apakah orang yang membaca buku pelajaran hanya orang yang ingin menghadapi ujian," ujar Akashi seakan tahu apa yang Kise pikirkan.

"Hehe...iya juga ya," cengir Kise mendengar perkataan Akashi yang tepat dengan apa yang ia pikirkan.

Akhirnya waktu terpanjang yang Kise rasakan berakhir juga. Mereka sudah tiba di sekolah. Selesai meletakkan sepatu di locker, Kise langsung buru-buru ke kelas.

"Akashichi, aku duluan ya. Aku lupa mengerjakan PR," ujarnya bohong, karena sudah tak tahan berlama-lama dengan kaptennya yang psikopat itu. Mereka pun berpisah. Akashi menatap Kise yang berlari menuju ke kelasnya dengan tergesa-gesa. Ia kemudian menghela napas, "Akting yang buruk,"

Sore ini Kise menjalankan latihan 3 kali dari biasanya. Hadiah istimewa itu khusus diberikan Akashi kepadanya karena kemarin ia bolos latihan untuk pemrotetan majalah tanpa izin terlebih dahulu. Selesai menjalani hukumannya, Kise langsung tidur terkapar di tengah-tengah lapangan. Napasnya masih tersengal-sengal karena aktivitas barusan. Keringat pun masih bercucuran di wajah tampannya.

"Hoi, Kise! kau baik-baik saja?!" teriak pemuda berkulit tan dari pinggir lapangan. Disebelahnya, Momoi sudah membawa handuk dan minum untuknya.

"Sankyuu, momoicchi," Kise menerima sebotol minuman yang disodorkan Satsuki. Ia kembali duduk, lalu meneguk minuman itu hingga habis.

"Kise, kami duluan ya!" teriak Aomine lalu pergi diikuti ke tiga temannya.

"Maaf tak bisa menemanimu sampai akhir," Satsuki mengatupkan kedua tangannya meminta maaf.

"Tidak apa, ini sudah selesai,"

"Jangan pulang terlalu malam. Hari ini Gemini bernasib sial," gantian Midorima yang memperingatkannya, kemudian pergi sambil membawa benda keberuntungannya boneka berbentuk kucing.

"Jaa~ ne, Kise-chin," disusul pemuda jakung berambut ungu itu. Kise tersenyum sambil melambaikan tangannya sesaat untuk mengantar kepergian teman-temannya. Sekarang hanya ada dirinya, Kuroko, dan...Akashi.

'Akashicchi masih disini?' batin Kise celingak-celinguk mencari pemuda bersurai merah tersebut. Tak lama ia menemukan Akashi dan Kuroko sudah mengganti seragamnya bersiap untuk pulang.

Kise terus memandangi kedua sosok itu tanpa kedip. Entah apa yang dia pikirkan.

"Tetsuya, bisakah kau membantuku membawa ini?" Akashi mengangkat setumpuk kertas yang entah diambilnya darimana, "Aku diminta sensei untuk membantu mengoreksinya,"

"Ya, tentu saja," Kuroko ingin menerima setumpuk kertas yang diberikan Akashi. Namun...

"Aku! Biar aku yang membawanya," Kise yang sedari tadi mendengar pembicaraan mereka, langsung berdiri lalu melesat menuju kedua temannya berada.

"Akashicchi, biar aku saja yang membawakan kertas-kertas ini," entah ada angin apa, tumben-tumbennya Kise menawarkan diri untuk membantu Akashi. Kuroko dan Akashi pun sampai heran dibuatnya.

"Lagipula rumah kita kan searah," tambah Kise. Akashi menatap Kise sesaat. Dan pada akhirnya...

"Baiklah. Tolong antarkan ini ke rumahku ya," Akashi lalu menyerahkan setumpuk kertas yang sedari tadi dipegangnya dan diterima dengan senang hati oleh Kise.

"Kalau gitu kami duluan. Ada hal yang ingin kami bicarakan," Akashi lalu menarik tangan Kuroko untuk segera pergi bersamanya.

"Ehhh?"

"Ryota, jangan pulang terlalu larut ya," pesan Akashi, lalu ia pun pergi. Kise? Dia masih menatap bingung orang yang baru saja menghilang didepannya, mulutnya menganga, dan kedua tangannya masih setia memegang kertas yang diberikan sang kapten.

'Bukan ini maksudku, Akashicchi,'


18 Juni 20xx

Pagi-pagi Kise sudah dikejutkan dengan banyaknya hadiah di dalam lockernya dari para fans girlnya. Hari ini memang hari ulang tahunnya. Makanya sejak pagi Kise sudah senyum-senyum sendiri. Siapa sih yang tidak senang dengan hari ulang tahunnya.

Ketika pulang sekolah, Kise menyempatkan diri untuk membaca kartu ucapan ulang tahun dari para fansnya. Kebetulan sekali hari ini latihan diliburkan karena besok sedang ada test. Kise sedari tadi senyum-senyum sendiri membaca kartu ucapan itu. Di kelas kini ia sendirian. Tentu saja yang lain sudah pada pulang, karena hari akan gelap. Selesai membaca seluruh kartu ucapan itu, raut Kise berubah menjadi sedih. Tak ada satu pun anggota Kiseki no Sedai yang mengingat hari ulang tahunnya.

"Huh, Kurokocchi yang kukira ingat dengan hari ulang tahunku saja ternyata tidak ingat," gerutu Kise sedih seraya membereskan kartu ucapan yang berserakan di atas meja, untuk dimasukkan ke dalam tasnya. Ia pun memasukkan hadiah-hadiah itu ke dalam kantong besar yang sudah ia bawa dari rumah.

"Masih disini ternyata," Kise menoleh ke arah sumber suara. Di depan pintu terlihat Akashi sedang berdiri mengamatinya.

"Akashicchi? Kamu belum pulang?" tanya Kise kaget karena Akashi datang dengan tiba-tiba.

"Seharusnya aku yang tanya itu kepadamu," Akashi melangkah masuk ke dalam kelas. Manik emas Kise terus memperhatikan setiap langkah Akashi hingga matanya tertuju pada sebuah bingkisan berukuran sedang yang dibawa Akashi.

"Ah, ini?" Akashi langsung menunjukkan bingkisan itu ketika sadar Kise terus memperhatikan bingkisan itu.

"Ini untukmu," Akashi langsung memberikan bikisan yang dibawanya ketika berdiri tepat di depan Kise.

"Ehh, apa ini?" Kise membolak-balikan hadiah yang diberikan Akashi.

"Aku terus menunggumu, Ryota. Ternyata kau masih disini. Itu hadiah ulang tahun untukmu," Kise membulatkan matanya. Mukanya langsung bersemu. Ia terharu Akashi terus menunggunya hanya sekedar untuk memberikan hadiah ulang tahun untuknya.

"Akashicchi, terima ka-"

"Aomine yang memberikannya untukmu. Dia tidak bisa memberikannya langsung kepadamu, karena tadi dia buru-buru harus pergi membeli majalah Horikita Mai yang limited edition. Jadi dia menitipkan hadiah itu padaku yang kebetulan tadi masih bermain shogi di kelas," ujar Akashi panjang lebar. Kise lansung terdiam seribu bahasa mendengar penjelasan dari Akashi. Entah harus sedih atau senang. Sedih, karena hadiah itu bukan dari Akashi. Senang, karena Aomine, orang yang ia kagumi sejak ia mulai bermain basket, ternyata masih mengingat ulang tahunnya. Tapi pada akhirnya, Kise mencoba untuk tetap tersenyum.

"Hmm...begitu, ya?" manik heterochrome Akashi terus memandangi perubahan mimik yang diberikan Kise kepadanya. Menurutnya, itu adalah senyumam palsu sang model.

"Sampaikan ucapan terima kasihku untuknya," ujar Kise lembut. Akashi hanya mengangguk.

"Kalau gitu, aku duluan," Akashi pamit pergi. Namun baru selangkah ia berjalan, Kise reflek langsung memegang ujung kemeja milik Akashi.

"Akashicchi," panggil Kise pelan. Tentu si surai merah langsung menoleh ketika sadar ujung kemejanya ada yang menariknya.
"Hmm, apa?" mata mereka bertatapan sebentar. Muka Kise bersemu ketika tangannya masih memegang ujung kemeja milik sang kapten.

'Tak inginkah kau memberikan sebuah kalimat ucapan 'selamat ulang tahun' untukku,' batin Kise. Mata mereka masih saling beradu pandang. Akashi menunggu kalimat yang diucapkan Kise selanjutnya.

"Emm, anu...hati-hati di jalan," namun hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Kise. Akashi mengangguk pelan. Lalu ia kembali melangkah setelah Kise melepas ujung kemejanya. Kise menghela napas menatap punggung Akashi yang berjalan menjauhinya.

"Yah, sudahlah,"


"Kise-kun, kau suka Akashi-kun?" pertanyaan itu tiba-tiba saja terlontar dari si bayangan disela-sela waktu istirahat mereka.

"Hahh?!" Kise tentu terkejut dengan pertanyaan temannya. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mmm...sepertinya tidak," jawab Kise walau agak ragu dengan jawabannya sendiri, "Ada apa Kurokocchi?"

"Tidak apa-apa. Hanya saja-"

"Hanya apa?" mata Kise tiba-tiba terlihat serius. Kuroko memandang Kise dengan tatapan datarnya.

"Tidak apa. Tak usah dipikirkan," akhirnya Kuroko kembali menarik kata-katanya dan dengan tenang menyeruput kembali milkshake vanilla kesukaannya.


"Semuanya, sebentar lagi liburan musim panas akan tiba," Akashi memulai bicaranya. Anggota Kiseki no Sedai mulai berkeringat dingin. Tahu apa maksud pembicaraan Akashi, "Maka dari itu-"

"Kau akan mengadakan training camp seperti tahun lalu, kan?" Aomine dengan berani memotong pembicaraan si surai merah tersebut. Tentu saja sang kapten melotot ke Aomine. Sudah punya nyali rupanya.

"Ehhh...A..Anu...Maksudku..." Aomine langsung takut ketika tahu ajal akan menjemputnya.

"Ehem," Akashi berdehem sebelum melanjutkan pembicaraannya, "Jadi, aku akan mengadakan training selama tiga minggu penuh,"

"APAAAA?!" serentak semua berteriak. Sadis sekali kapten mereka yang satu ini.

'Noh, kan bener apa kataku,' batin Aomine.

"Kenapa? Ini kan demi kebaikan kalian juga," ujar Akashi yang tadi mendengar teriakan protes dari teman setimnya.

"Ta...Tapi Akashi, kita kan punya banyak tugas musim panas juga," sela Midorima yang tak terima seluruh liburan musim panasnya hanya digunakan untuk latihan basket.

"Kan masih ada beberapa hari buat ngerjain tugas,"

"Emang bisa kelar?" gantian Aomine yang bicara. Ternyata dia juga memikirkan tugas musim panasnya. Tunggu. Sejak kapan seorang Aomine memikirkan pelajaran?

"Kan bisa dibawa sekalian ke penginapan," jawab Akashi enteng.

"Ta...Tapi Akashicchi, aku ada jadwal-"

"Hmm, apa?"

"Ti-Tidak jadi," Kise langsung bergedik ngeri ketika melihat tatapan tajam Akashi.

"Aku tak menerima protes lagi kalau kalian masih mau hidup. Ada yang belum jelas?" semua menggeleng kepala pelan. Padahal semua bersemangat ketika mendengar pengumuman libur dari wali kelas mereka. Tapi kini mereka menjadi lesu karena mendengar pidato singkat dari Akashi.

"Baiklah, kalian boleh pulang," ujar Akashi menandakan pembicaraannya telah selesai.


Training Camp mereka pun dimulai. Mereka melakukan apa yang diperintah oleh Akashi. Tak ada yang berani menolak ataupun membangkang. Ketika sore hari, mereka pun baru diizinkan beristitarahat.

"Hhahh," Midorima menghela napasnya, "kalau begini bagaimana bisa menyicil tugas musim panas?" seru Midorima yang masih kepikiran dengan tugas musim panasnya.

"Padahal musim panas ini aku berencana untuk berjemur di pantai bersama cewek-cewek seksi," Aomine ngedumel.

"Sudahlah, semuanya. Kita jalani saja," ujar Kuroko dengan tampang datarnya.

"Kise-chin? Kenapa?" tanya Murasakibara yang menyadari Kise sedari tadi diam saja.

Kise menggeleng pelan, "Tidak apa. Hanya saja-" Kise menggantungkan kalimatnya. Ia menghela napas sambil melirik ke ponselnya yang dia pegang. Ada sepuluh panggilan dari managernya yang sengaja tak ia jawab, "Tidak apa-apa kok, Murasakibaracchi," ujar Kise berbohong sambil tersenyum palsu.


Seminggu berlalu sudah latihan neraka bagi mereka. Hari ini, mereka diberikan waktu bebas. Anggota Kiseki no Sedai menggunakan kesempatan ini untuk menyicil tugas musim panas mereka yang segunung. Kecuali Kise. Dia pergi ke tempat kerjanya. Tanpa sepengetahuan Akashi pastinya. Tadi dia cuma izin pingin jalan-jalan keluar sebentar. Ketika mereka sudah suntuk mengerjakan tugas, ternyata Akashi berbaik hati memasakkan makanan spesial untuk mereka.

"Tunggu dulu!" Momoi mencegah Aomine ketika hendak memakan hidangan yang dibuat Akashi.

"Apa lagi, Satsuki?"

"Anggota kita kan belum berkumpul semuanya," ujar Momoi.

"Iya, ya. Kemana Kise-kun? Seharusnya dia sudah kembali" ujar Kuroko yang sadar ternyata tidak ada sang model diantara mereka.

"Pantas saja sedari tadi tenang," ujar si wakil kapten.

"Satsuki, cepat hubungi dia," usul Aomine.

"Iya, aku sudah lapar," ujar Murasakibara, padahal sedari tadi ia sudah banyak makan coklat.

Momoi pun mencoba menghubungi Kise. Namun sayang, teleponnya tak diangkat- sengaja tak diangkat oleh Kise karena takut akan mengganggu pekerjaannya.

"Bagaimana, momoi-san?" tanya Kuroko ketika melihat Momoi menutup teleponnya. Momoi menggeleng, "Tak ada jawaban,"

"Tidak apa, makan saja. Ini salahnya pergi tanpa seizinku," Akashi angkat bicara. Tentu Aomine dan Murasakibara berteriak senang. Mereka sudah lapar dari tadi. Mereka langsung cepat membabat habis santapan di depannya. Begitu juga dengan yang lain.


"Apa? Aku tak disisakan?!" teriak Kise yang tahu hari ini ada hidangan istimewa dari Akashi.

"Salah sendiri kau lama perginya. Kau kemana saja sih?" tanya Aomine kesal.

"Ia, Kicchan. Kami cemas loh memikirkanmu," ujar Momoi yang melihat Kise baru tiba di penginapan pada malam hari.

"Kami?" gantian Midorima yang angkat bicara, "Aku tak cemas dengannya,"

"Maaf. Hmm...Tadi aku sedikit tersesat," ujar Kise bohong. Akashi yang sedari tadi tak angkat suara terus memandang Kise tajam. Dia tahu Kise berbohong.

"Semuanya, ini menu latihan yang harus kalian jalani besok," Akashi lalu membagikan masing-masing selembar kertas pada anggotanya.

"Heh, punyaku kenapa beda dengan yang lain?!" ujar Kise tak terima ketika melihat menu latihan milik teman-temannya.

"Hukuman untukmu karena pergi tanpa seizinku," ujar Akashi tenang namun tatapan matanya cukup mengerikan.

"Ayo kita segera tidur. Besok pagi kita harus kembali memulai latihan," ujar si wakil kapten lalu berjalan menuju kamarnya.

"Tu-Tunggu! Lalu aku bagaimana? Aku kan belum makan. Lapar~" mewek Kise.

"Itu sih salahmu sendiri," ujar Aomine lalu mengikuti Midorima ke kamarnya.

"Kise-chin, makanan buatan Aka-chin enak loh," ujar Murasakibara lalu juga pergi menuju kamarnya.

"Huu...Huu...Murasakibaracchi, jangan makin memanas-manasiku," ujar Kise makin menjadi-jadi.

Akashi masih memandang Kise yang masih asyik dengan kesedihannya. Ia pun berjalan melewati Kise sambil menepuk pundaknya, "Lainkali akan kubuatkan yang lebih enak," ujar Akashi dengan suara yang sangat pelan namun masih mampu terdengar Kise yang ada di sebelahnya. Lalu ia pun berjalan menuju kamarnya. Kise terdiam. Wajahnya sedikit cerah mendengar omongan Akashi.

"Ayo kita cepat tidur, Kise-kun. Kalau kesiangan, Latihannya akan ditambahkan loh," ujar Kuroko yang masih tersisa disana, lalu menarik tangan Kise untuk ikut ke kamar.

"A-Aku tahu, Kurokocchi. Tak perlu menarikku,"


Akhirnya training camp mereka berakhir juga. Untuk mengisi sisa-sisa liburan, mereka pun menyelesaikan semua tugas musim panas bersama di rumah Midorima.

"Hhaaah!" Kise menghela napas untuk kesekian kalinya. Ia berpikir sambil memutar pulpen yang sedari tadi dipegangnya.

"Ada apa, Ryota? Ada soal yang tak kau mengerti?" Akashi yang tahu kalau Kise sedang kesulitan mencoba menawarkan bantuan. Kise menggeleng."Tidak, kok. Aku hanya agak capek berpikir saja," ujarnya berbohong. Ia tentunya malu jika harus menanyakannya ke Akashi lagi. Selama mereka mengerjakan tugas musim panas, yang daritadi mendapat kesulitan hanyalah Kise seorang. Sedang teman-temannya yang lain tetap tenang mengerjakan tugasnya masing-masing. Tapi sebenarnya sih ada satu orang lagi yang hampir sama sekali tak mengerti dengan tugas musim panasnya. Aomine tentunya. Tapi ia terlalu gengsi jika bolak-balik bertanya seperti Kise. Jadi ia memilih diam dan pura-pura mengerjakan soal dengan tenang. Toh nanti dia bisa mengambil tugas milik Satsuki diam-diam.

Bosan melihat deretan angka yang tertera di buku, Kise lalu mencoret-coret di buku tulisnya.

'Padahal Matematika adalah pelajaran keahlianku. Tapi kenapa kini otakku tak mampu berpikir. Apa karena keberadaanmu di dekatku yang membuat semua pikiranku kacau?'

Kise tersenyum sendiri membaca tuliannya barusan. Tentu teman-temannya memandangnya aneh.

"Ehh?" Kise sadar ia menjadi pusat perhatian, "Haha...Haha..."Ia lalu pura-pura tertawa sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Yang lain pun lalu kembali berkutat dengan tugasnya masing-masing.

Setelah itu, Kise kini beralih mengambil tasnya yang ia letakkan di pojok kamar Midorima. Ia lalu mengacak-acak isi tasnya, seperti mencari sesuatu.

"Hei, semuanya, lihat!" teriak Kise. Anggota Kiseki no Sedai pun semua menoleh ke arah sumber suara, menghentikan aktivitas belajar mereka sejenak.

"Ini photobook terbaruku loh," Kise memamerkan photobooknya yang baru ia ambil dari dalam tas. Anggota Kiseki no Sedai kembali melanjutkan tugas mereka. Mereka menyesal sudah hampir tertarik dengan apa yang Kise perlihatkan. Kise memajukan bibirnya. Ia ngambek karena tak ada yang mau memperhatikannya.

"Ayolah~ Lihat dulu photobooknya. Aku manis loh disini," Kise mencoba merayu teman-temannya. Namun tak ada satu pun yang termakan rayuannya. Kise melirik ke arah Murasakibara yang asik makan snack sambil sedikit-sedikit ngerjain soal.

"Murasakibaracchi, apa kau tak ingin melihat photobook terbaruku?" tawar Kise.

"Apakah kalau aku melihatnya, aku akan mendapatkan bonus coklat, Kise-chin?" tanya Murasakibara dengan tampang polosnya. Kise tak menjawab pertanyaan pemuda berambut ungu itu. Ia kini beralih ke Kuroko dan Akashi yang ada disebelahnya.

"Kurokocchi, Akashicchi, lihat! Aku manis kan?" Kise menunjukkan halaman paling depan photobook itu ke Kuroko. Namun Kuroko sama sekali tak tertarik dengan apa yang dipamerkan Kise. Merasa dicuekkan, Kise kembali memajukan bibirnya, "Huhhh, hidoi!"

"Sudahlah, Ryota. Cepat selesaikan tugasmu, setelah itu kita bisa pulang," ujar Akashi yang mulai risih dengan kelakuan Kise.

"Iya, kau itu berisik!" tambah Aomine kesal. Kise menyerah. Ia kembali berkutat dengan soal-soal di depannya. Momoi melirik ke arah Kise yang kesal karena sifat cuek teman-temannya.

"Mou, Ki-chan, jangan bertingkah seperti anak kecil begitu, ah,"

"Biarkan saja. Aku kan suka sekali anak-anak. Karena mereka selalu riang, tidak terlalu serius seperti kalian," ujar Kise sambil menekankan kata-kata terakhirnya. "Ne, Akashicchi, kamu juga suka anak-anak, kan?" Akashi diam. Tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan sang copy cat.

"Kise, kamu tuh bodoh, ya? Tentu saja Akashi membenci anak-anak. Akashi kan suka sekali ketenangan. Anak-anak terlalu berisik baginya," jelas Midorima, menggantikan jawaban Akashi. Kise terdiam mendengar penjelasan pemuda berambut hijau itu.

'Ne, Akashicchi, kenapa kita terlalu berbeda?'


Hari ini adalah hari terakhir liburan musim panas. Tak ada latihan basket dan tak ada pemrotetan. Hari ini dia berencana untuk menenangkan diri di rumah sebelum besok ia harus kembali berkutat dengan pelajaran, basket, ataupun jadwal pemrotetan.

"Huh, tapi bosan juga ya kalau hanya tidur dan santai-santai seperti ini," Kise segera beranjak dari sofa, tempat ia tadi bermalas-malasan. Ia melesat mencari dompet di atas meja dan pergi menuju minimarket depan.

"Lebih baik aku membuat coklat saja," pikir Kise lalu berjalan menyusuri rak-rak makanan yang ada disana. Diambilnya beberapa macam coklat batang di rak tersebut lalu diletakkannya di atas keranjang yang ia bawa.

Selesai berbelanja, Kise meletakkan barang-barang belanjaannya di dapur. Ia pun sudah siap dengan mengenakan celemek.

"Yosh, mari kita masak," ujar Kise dengan semangat yang menggebu-gebu. Dilelehkannya beberapa batang coklat, lalu dibentuk dan dihiasnya hingga semenarik mungkin. Setelah selesai, coklat tersebut didinginkan di dalam kulkas selama beberapa menit. Sambil menunggu coklatnya jadi, Kise membuat teh hangat dan diseduhnya sendiri sambil membolak-balikkan photobook terbarunya. Senyuman tersungging di bibirnya ketika melihat gambarnya sendiri yang begitu rupawan. Suara dering handphone tiba-tiba terdengar memecah kesunyian di rumahnya. Kise melihat layar handphonenya tersebut.

"Akashicchi?" Kise terdiam membaca nama yang tertera di layar handphonenya. Bukannya langsung mengangkat, Kise malah terus diam mengamati layar handphonenya yang masih terus berdering. Kise menghela napas, ketika handphonenya sudah tak lagi berdering. Namun, selang beberapa detik, handphonenya kembali berdering. Tanpa pikir panjang, Kise langsung mengangkatnya.

"Moshi moshi,"

"Ryota?" terdengar suara berat dari seberang.

"Ya, ini aku, Akashicchi~" jawab Kise riang. 'Akashicchi, rindu dan kangenkah kau denganku?' batin Kise.

"Ryota, kau disana?" Akashicchi kembali memastikan ketika terjadi keheningan selama beberapa detik karena Kise asyik melamun sendiri.

"Ah, iya. Ada apa?" Kise berharap jawaban yang dilontarkan Akashi seperti apa yang ia pikirkan.

"Cuma mau kasih tahu, kamus bahasa Inggris yang kau pinjam waktu itu, besok tolong kau bawa. Aku membutuhkannya,"

"Hm, baiklah," jawaban Akashi sama sekali berbeda dengan apa yang ia harapkan. Setelah itu telepon langsung terputus. Kise tersenyum, 'Tentu saja. Kalau Akashicchi mengatakan itu kepadaku, seperti bukan Akashicchi namanya,' batin Kise.

"Ah, cokelatnya pasti sudah jadi!" Kise segera melesat ke dapur. Diambilnya cokelat yang tadi ia dinginkan di kulkas.

"Hmm...sepertinya enak," Kise mengambil cokelat itu sebuah dan mencicipinya. Wajahnya sedikit bersemu merasakan sensasi rasa coklat yang dibuatnya sendiri. Ia pun memakannya lagi, lagi, lagi, dan...tangannya langsung terhenti untuk meraih cokelat yang selanjutnya. Tentu ia teringat akan seseorang yang baru saja menelponnya. Kise tersenyum dan segera mengambil sebuah kotak berukuran kecil dan meletakkan sisa cokelat yang belum sempat ia makan disana. Kotak itu kemudian dibungkus rapi dan diberi pita merah, seperti warna rambut orang itu. Kotak itu ia letakkan di atas meja, agar besok ia tak lupa membawanya.


Seharusnya cokelat yang ia buat kemarin sudah di tangan Akashi, andai saja ia tidak melihat Akashi mengelap mulut Kuroko yang belepotan karena memakan es krim vanilla.

'DUKKK!' Kise menghantam lemari baju ganti di ruang klubnya. Kemudian diambilnya handuk kecil yang sudah terlipat rapi di dalam keranjang. Handuk tersebut ia gantungkan di atas kepalanya hingga menutupi wajah tampannya. Ia terus duduk tertunduk. Ia geram. Geram? Geram karena apa? Karena Aomine kembali berhasil mengalahkannya dalam one on one? Tidak, itu sudah biasa baginya. Lalu?

Kise tertawa sendiri. Entah apa yang ia tertawakan. Sepertinya ia merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya marah hanya karena melihat hal sepele itu.

Manik emas Kise kembali mengamati kotak kecil yang masih dipegangnya sejak tadi. Sesuatu yang seharusnya ia berikan kepada seseorang. Pandangannya benar-benar sayu. Dengan sembarang, kotak kecil itu ia lempar dengan satu tangannya, namun tepat memasuki tong sampah di ruang klub itu.

"Kau sudah mau pulang?" tanya pemuda berambut biru gelap itu ketika melihat Kise keluar ruangan klub dengan memakai seragam sekolah dan membawa tasnya.

"Kise mengangguk, "Aku ditelepon managerku. Ada kerjaan katanya," ujar Kise berbohong tentunya, "Tolong izinkan ke Akashicchi, ya-"

"Tidak, kau belum boleh pulang," terlihat Akashi yang baru saja keluar dari ruang klub, diikuti Midorima dibelakangnya.

"Tapi, Akashicchi-"

"Maaf, Ryota. Tapi kau belum boleh pulang. Latihan belum selesai," sela Akashi.

"Tapi aku akan dimarahi managerku kalau aku tidak kesana sekarang," ujar Kise mencoba membantah perkataan Akashi. Si surai merah itu menatap Kise begitu intens. Dari atas hingga bawah. Akashi tahu, tersembunyi kebohongan di dirinya.

"Apa yang terjadi padamu, Ryota?" tanya Akashi yang sepertinya tahu kalau sedang terjadi sesuatu pada anggotanya yang satu ini.

"Aku? Aku baik-baik saja," ujar Kise, namun ia tak berani menatap mata lawan bicarnya. Akashi kembali menatap Kise sekali lagi.

"Bagus kalau begitu. Lanjutkan latihanmu," titah Akashi.

"Ta-" Akashi langsung menatapnya tajam ketika Kise hendak kembali memprotes perintahnya. Kise terdiam. Tak berani melawan Akashi, kalau dia masih sayang dengan masa mudanya.


Lama-kelamaan, Kise jadi malas latihan basket. Sudah berhari-hari ia bolos latihan tanpa ada keterangan apapun. Bukan karena ia sudah tak suka lagi dengan basket. Namun ia merasa sesak dengan perasaannya. Dia akui dia sedang jatuh cinta dengan kaptennya yang psikopat itu. Dan cintanya itu semakin lama semakin tumbuh seiring berjalan waktunya. Pertemuan yang semakin sering karena diharuskannya latihan basket setiap hari, membuat ia tak bisa lagi membendung semua perasaannya. Dia tak mau terus berharap. Dia tahu, Akashi tidak suka dan tidak akan pernah menyukainya sedikit pun. Dan pada akhirnya, ia harus membuat suatu keputusan. Keputusan yang mungkin salah untuknya. Tapi hanya itu yang bisa ia lakukan.

"Hari ini Kise-chin tak masuk lagi," tanya Murasakibara setelah itu membuka snack terakhirnya yang ia bawa. Midorima hanya mengangkat bahu, seolah tak peduli dengan temannya itu.

"Tapi tadi aku melihat Kise di ruang klub," sela Aomine.

"Ya. Tapi bukan untuk latihan basket. Untuk urusan lain," ujar Kuroko masih tanpa ekspresi.

"Untuk apa?" tanya Midorima yang ternyata penasaran juga dengan ketidakhadiran Kise selama beberapa hari ini.

Kuroko menggeleng pelan, "Tidak tahu,"

Di ruang klub, Kise datang untuk menemui Akashi.

"Ryota? Kemana saja kau baru datang sekarang," tanya Akashi ketika melihat Kise datang menghampirinya, "Latihanmu akan menjadi sepuluh kali li-"

"Akashicchi, maaf, aku tidak datang untuk latihan," Akashi menatap manik emas itu yang kini sudah berdiri di depannya. Lalu matanya beralih ke sebuah amplop yang dibawa Kise yang berisi surat pengunduran diri.

"Maaf, Akashicchi,"

~TBC~

Minna-san, gimana ceritanya? Bosen dan kurang seru ya? Ini cerita pertamaku di fandom Kuroko no Basket. Kelanjutan cerita ini tergantung kalian.

Komentar, kritik, saran, hujatan, flame, review atau apapun akan saya terima dengan senang hati.

Review kalian adalah semangatku

Salam manis, Kazuki ^_^