Hallo minna~ Mbik hadir dengan fic baru\(^_^)/
gomen padahal fic yang lagi satu belum kelar :(
entah kenapa ide ini terlintas, dan udah lama pula Mbik pingin buat Vampfic :D
Be. te. we. Mbik suka banget dengan karakter vampire, baik itu novel maupun film.
Ada yang tau ga Vampire Diaries? Mbik terinspirasi dengan Drama dari Amerika itu. tapi buka jalan ceritanya, cuman fakta-fakta mengenai vampire aja.
Yo kalo gitu selamat membaca ya...
I hope U like it :))
Summary: Hinata seorang VBG―Vampire Baru Gede datang ke Konoha untuk mencari mangsa pertamanya, sialnya mangsa pertamanya adalah seorang Uchiha si pecinta tomat. "Ingat, Hinata. Mereka tidak boleh mengetahui jati dirimu yang sesungguhnya!"/ "Te-tenang saja, Tou-sama."
Naruto by Masashi Kishimoto, Mbik cuman pinjem chara-nya aja.
.
Tomato Vampire by Mbik Si Kambing
.
Warning: OOC, Abal, AU, Typo (bertebaran), dan masih banyak keanehan lainnya
.
Don't Like? Don't Read!
Chapter 1
Di sebuah tempat, dimana tidak ada manusia dan tumbuhan hijau yang hidup, terdapat sebuah kastil tua. Kastil itu dibuat dari batu berwarna hitam. Entah sudah berapa abad umur kastil itu, walau sudah tua, kastil itu tetap berdiri kokoh.
Kastil itu dikelilingi oleh hutan—yang pohon-pohonnya menjulang tinggi—sehingga membuat kastil tersebut tak terlihat, ditambah lagi kabut yang tidak pernah pergi dari tempat itu membuat kastil itu tersembunyi dari dunia luar.
Di salah satu jendela—yang terang karena nyala lilin, terdapat seorang gadis berwajah pucat dengan rambut panjangnya sedang mengalami pembicaraan serius dengan seorang laki-laki paruh baya.
"Besok adalah hari ulang tahunmu yang ke-170, Hinata,"sambil mendesah pelan laki-laki itu melanjutkan, "apa kau sudah siap?"
"Tentu saja, Tou-sama."jawab gadis bernama Hinata itu mantap.
"Kalau begitu, istirahatlah. Besok adalah hari yang berat bagimu."
Kemudian laki-laki itu pergi dan menutup pintu, meninggalkan Hinata sendiri. Perlahan ia beranjak dari tempat tidur, menuju jendela luar dan memandang bulan dan bintang yang menghiasi langit malam.
Seperti ayahnya, Hinata mempunyai warna pupil berwarna putih pucat, berbeda dengan manusia yang lain. Mata pucatnya melihat langit malam dengan tatapan sendu. Ternyata hampir 170 tahun ia tinggal di kastil ini, jari-jari pucatnya menelusuri dinding-dinding batu kamarnya sambil membuka memori tentang dirinya dan kastil tua ini. Mulai besok ia akan keluar dari kastil ini, meninggalkan keluarganya menuju dunia yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dunia di mana manusia tinggal dan hidup.
Manusia?
Tentu saja Hinata dan keluarganya bukanlah manusia—makhluk lemah dan berumur pendek itu. Hyuuga—nama Klan yang di sandang Hinata—adalah sebuah Klan terhormat, Klan yang sangat dihormati oleh kaumnya. Kaum imortal. Vampire.
Klan Hyuuga adalah salah satu dari empat Klan Vampire yang ada di dunia sejak ribuan tahun lalu. Sedangkan Hinata sendiri adalah anak perempuan dari Hyuuga Hiashi—sang ketua klan Hyuuga. Besok adalah hari penting bagi Hinata, karena besok untuk pertama kalinya ia berburu dan mencari makan sendiri, yaitu menghisap darah langsung dari tubuh manusia.
Biasanya Hinata hanya menghisap darah dari kantung-kantung darah yang bisa ia ambil sesuka hati di ruang khusus penyimpanan darah, namun mulai besok Hinata akan mencari makan sendiri, diumurnya yang genap 170 tahun― umur dewasa bagi kaum vampire.
Sedih dan takut adalah perasaan yang meliputi pikirannya hari ini. Sedih karena harus meninggalkan tempat tinggalnya. Takut karena baru pertama kali ia pergi sejauh itu, Hinata juga takut gagal akan tugas pertamanya itu. Tugas yang harus dilaksanakan semua vampire yang beranjak dewasa.
Selama hampir 170 tahun hidupnya, Hinata bahkan tidak pernah keluar dari kastil. Karena cahaya matahari dapat membakar kulitnya yang sensitif. Namun sekarang berbeda, sambil memutar-mutar cincin berbatu safir, Hinata mengingat kembali pertemuannya dengan seorang penyihir tua. Penyihir yang sudah mengabdi dengan keluarga Hyuuga berpuluh-puluh tahun—Nenek Chiyo. Penyihir yang membuatkannya sebuah cincin. Cincin istimewa yang membuatnya kebal dengan terik matahari.
.
.
Satu minggu sebelumnya
"Kemarilah, cucuku."
Terdengar suara pelan dari dalam gua. Gua yang sangat gelap dan pengap itu berada di bawah kastil. Tiba-tiba saja kemarin ayahnya memanggil Hinata dan menyuruhnya pergi ke gua bawah tanah. Gua yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya.
Setelah meneguk ludahnya dengan susah payah, Hinata berjalan selangkah demi selangkah menuju sumber suara itu. Hanya berbekal obor di tangannya, ia menyusuri tempat itu. Akhirnya Hinata sampai juga di sebuah ruang yang berisi tumpukan-tumpukan kertas dan benda-benda asing yang berbau aneh. Hinata sedikit ngeri melihat ruangan itu. Ruangan itu dipenuhi lilin-lilin yang menyala. Di tengah ruangan berdirilah seorang nenek tua, tampak jelas kerutan-kerutan menghiasi wajahnya. Perempuan itu meringis memandang Hinata. Hinata yang melihat tatapan itu hanya bisa bergidik ngeri.
"Duduklah," tawar nenek Chiyo pada Hinata.
"Ba-baik."
Hinata duduk di depan meja berisi kuali berwarna perak, disampingnya terdapat ukiran-ukiran huruf kuno yang Hinata tidak ketahui maknanya.
"Berikan tanganmu,"perintah nenek itu.
Karena takut, Hinata mengikuti perintah nenek Chiyo. Diulurkan tangan putihnya ke arah wanita tua itu. Sebuah tangan dingin menggenggam erat pergelangan tangan Hinata. Hinata sedikit terkejut dengan sensasi yang ia dapat dari tangan keriput itu. Namun sesuatu yang lebih mengejutkan terjadi setelahnya. Nenek itu sedang memegang sebuah belati di tangan kanannya. Sambil menyeringai, Chiyo langsung menorehkan belati itu ke tangan Hinata.
Tes. Tes. Tes.
Hinata meringis menahan sakit dari torehan luka itu. Perlahan tetes-tetes darah memenuhi kuali yang diletakkan di atas meja.
"Ap-apa yang kau lakukan?!" tanya Hinata sambil berusaha menarik tangannya yang terluka.
Wanita tua itu hanya tersenyum dan kembali memfokuskan dirinya pada darah yang ada di kuali itu.
Hinata melihat luka goresan itu mulai tertutup. Sebuah rasa syukur terlintas dalam benaknya karena lahir sebagai vampire. Karena vampire bisa beregenerasi dengan cepat.
Kembali Hinata melihat nenek Chiyo. Wanita itu sedang merapalkan suatu matra dan memasukkan benda-benda aneh ke dalam kuali. Hinata yang melihat kejadian itu hanya bisa tertegun, tidak tahu harus berbuat apa. Dilihatnya lilin-lilin yang menerangi ruang itu bergoyang-goyang gelisah. Entah dari mana angin masuk hingga memadamkan beberapa lilin dan membuat ruangan itu lebih gelap. Hinata semakin mengkerut di kursinya. Sedangkan nenek Chiyo merapalkan mantra lebih cepat, kening wanita tua itu berkerut dan keringat membasahi keningnya.
Selang beberapa menit akhirnya ritual mengerikan itu selesai juga, nenek tua itu perlahan membuka matanya dan menatap Hinata tajam.
"Jangan sampai hilang!"perintahnya sambil memberikan sebuah cincin bermata blue sapphire—yang diambilnya dari dalam kuali―kepada Hinata.
Hinata yang masih binggung tidak menjawab, hanya bisa terduduk kaku di depan nenek Chiyo.
"Ini.. pakailah,"kata Chiyo sampil menyerahkan cincin itu ke tangan Hinata.
Hinata memandang cincin yang ada di telapak tangannya dengan takjub. Jarinya menyentuh permukaan cincin itu. Bisa ia rasakan sebuah sihir yang amat besar menyelimuti cincin tersebut. Masih dengan tatapan bingung, ia menyematkan cincin itu di jari manisnya.
"Cincin itu akan melindungimu dari sinar matahari, jangan sekali-kali kau melepasnya!" ucap Chiyo sambil mengusap keringat dengan punggung tangannya.
Akhirnya ia memiliki cincin juga, cincin yang sama yang di pakai ayah dan kakaknya, Neji. Seulas senyum terbit dari bibirnya, sambil tersenyum ia berkata,
"Arigatou, Chiyo baa-san."
"Hmm."
"Kalau begitu, saya permisi dulu,"ucap Hinata sambil berdiri dari kursinya.
"Kata siapa kau boleh pergi? Kita belum selesai, Hinata,"ucap Chiyo masih dengan senyum penyihirnya yang mengerikan itu.
Kembali, Hinata duduk di tempat semula, takut akan nasibnya selanjutnya.
"Kemarikan tanganmu,"
"Ap-apa...ak-aku,"Hinata terbata-bata takut kejadian mengerikan itu terjadi lagi.
"Aku tidak akan menyakitimu, apa kau tidak mau tahu, kemana kau akan pergi ketika umurmu 170 tahun?" tanya Chiyo.
Dengan berat hati, Hinata mengulurkan kembali tangannya. Nenek itu langsung mencengkram tangan Hinata dan melihat garis tangannya. Sedikit mengernyit, nenek berambut putih itu beranjak dari kursi dan mengambil sebuah gulungan kertas dan membentangkannya di atas meja. Gulungan kertas itu ternyata adalah sebuah peta. Kembali Chiyo memejamkan mata dan meletakkan kedua tangannya di atas kertas itu.
"Hemmmm..." Chiyo mulai bergumam.
Hinata kembali mencengkram ujung bajunya dengan gugup.
"Wahai penguasa tanah dan kegelapan... tunjukkan dimana gadis Hyuuga ini akan pergi,"ucap Chiyo.
Hinata melihat ujung-ujung kertas itu mulai terbakar, entah dari mana api itu muncul. Perlahan, kertas itu terbakar hampir seluruhnya dan tiba-tiba saja api padam, meninggalkan sebuah gambar negara di dalamnya.
"Ko..no..ha? Konohagakure?" Hinata mengeja huruf-huruf yang bertuliskan nama negara itu.
Nenek Chiyo kembali membuka matanya dan berkata,
"Ketika kamu tepat berumur 170 tahun, kau akan pergi ke sana, Hinata."jelas nenek Chiyo.
"Be-benarkah?" tanya Hinata dan dijawab dengan anggukan nenek tua itu.
"Sekarang..."sambil memijit pelipisnya, "Kau boleh pergi. Aku sangat lelah." Ucap Chiyo.
Hinata akhirnya keluar dari gua itu dengan membawa peta terbakar Konoha dan cincin yang melingkar di jari manisnya.
Dirinya masih tidak percaya dengan kejadian luar biasa yang baru dilaluinya beberapa menit lalu.
..
..
..
Kembali dari lamunannya, Hinata berjalan ke tepi ranjang dan membaringkan tubuhnya. Matanya menatap langit-langit kamarnya.
"Hah...besok ya..." desah gadis bersurai indigo itu sambil menatap kilau biru yang di pancarkan cincin yang menghiasi jarinya.
"Semoga aku akan baik-baik saja,"doanya dalam hati dan menit kemudian mata bulannya tertutup sempurna. Membuatnya berada di alam mimpi dan berharap esok tidak akan datang.
.
.
.
.TBC.
Bagaimana minna~?
Saran dan kritik kalian akan sangat membantuku :))
Akhir kata...
RnR please...