A Clock!
By : Mizu Kanata
Disclaimer : Masashi Kisimoto
A/N : Hy World! I'am back. Haha... setelah di MPLS habis-habisan di bulan puasa ini Mizu baru bisa update sekarang. Gomennasai minna-san!
Chapter 3
Tenten menatap langit-langit kamarnya dan tersenyum. Apa ada sesuatu yang lucu di sana? Tentu saja tidak, gadis itu hanya senang. Setelah Neji membetulkan jamnya beberapa hari lalu, pemuda itu membantunya mengerjakan tugas Asuma-sensei, selama 3 hari berturut-turut! Rona pink menjalari pipi gadis itu, menyadari Neji sangat baik padanya. Dan hari-hari setelah itu, setidaknya dirinya dan Neji tidak bersikap terlalu kaku lagi. Tenten masih bingung akan jantungnya yang berdebar saat di dekat Neji. Ia tak pernah merasakan ini sebelumnya. Ah, oke, jantungnya juga memang berdebar saat sedang dimarahi, tapi, tentu saja dengan sensasi yang berbeda. Tiba-tiba saja gadis itu merasakan pipinya memanas, rona pink itu kini bertambah pekat dan berubah merah. Ia telah jatuh cinta pada Neji, itu benar. Apa mungkin jika Neji juga –. Oh, tidak, tidak, Tenten segera menyingkirkan pikiran itu dari benaknya. Yang harus ia lakukan sekarang adalah menjalani semuanya. Kelopak mata gadis itu menutup iris indahnya, ini sudah terlalu larut…
…
Tenten turun dari sepeda dan memarkirkannya di halaman belakang, di antara beberapa sepeda yang juga diparkir di sana. Kebanyakan murid memang diantar jemput dengan mobil pribadi mereka yang mewah, tapi itu tidak membuat Tenten berkecil hati. Mereka ada di sini untuk belajar, bukan pamer kekayaan.
Gadis itu mengedarkan pandangannya saat menyadari sesuatu. Tunggu, di sini sangat sepi, jangan-jangan… kepanikan yang sering dirasakannya itu kembali datang. Jangan bilang jika ia telat lagi, ditambah, lagi-lagi ini juga pelajaran Asuma-sensei. Gadis itu berlari, melewati dua anak tangga sekaligus saat menaikinya. Dan tepat di depan pintu kelasnya, Tenten tercekat di tengah napas yang memburu, Asuma-sensei pasti sedang menjelaskan, ia bisa mendengar suaranya dari luar. Oh tidak, oh tidak! Ini benar-benar gawat!
Tapi bagaimanapun juga, Tenten sudah sampai di sini, ia tak bisa mundur lagi. Gadis itu memegang gagang pintu dan membukanya perlahan, Tenten tak berani bicara kali ini.
"Tenten," kata orang yang tak salah lagi adalah guru yang sama dengan yang menghukumnya seminggu lalu. "Bagus, kau sudah berani menjadi ratu telat sekarang." Dan sudah jelas suara itu menyindirnya.
Taman-teman sekelasnya menatap Tenten khawatir, aura gelap sudah mengelilingi Asuma-sensei. Dan tentu saja itu berarti buruk, sangat buruk malah.
"A-ada yang salah dengan jam milikku sensei." Tenten tahu itu alasan bodoh, tapi memang itu kenyataannya, jam itu seolah tak pernah berhenti berbuat ulah. Tenten memaki-maki jam itu dalam hati, apa sih yang diinginkannya? Padahal sebelumnya, jam itu baik-baik saja, ya, selalu baik-baik saja, hampir tak pernah ada masalah.
Asuma-sensei menggeleng pelan, seolah itu adalah alasan terburuk yang diterimanya selama ini. "Aku tak tahu apa yang akan membuatmu jera Ten–"
"Itu salah saya, Sensei."
Semua orang langsung mengalihkan pandangannya dari Tenten, melihat orang yang berani menyela pembicaraan Asuma-sensei. Melihat dari aura gelap itu, mereka tahu siapapun orang yang bicara tadi akan terkena batunya. Dan, oh! Beberapa orang membelalak kaget, seorang Neji-lah yang berbicara tadi! Apa hubungannya pemuda Hyuuga itu dan Tenten?
"Saya yang membetulkan jam itu. Jadi, itu pasti kesalahan saya." Neji bangkit dari kursinya, menghampiri Tenten dan Asuma-sensei yang berdiri di depan kelas. "Jika sensei akan memberi Tenten hukuman, maka tolong hukum saya juga."
Apa?
Tenten melongo tak percaya? Pipinya menghangat, pemuda itu sedang membelanya. Neji… Neji membelanya.
Selama sepersekian detik, Asuma mengernyit. Baru kali Hyuuga Neji membuat kesalahan. Koreksi, baru kali ini Hyuuga Neji terlibat masalah. "Kalau memang begitu, aku akan memberi kalian tugas sepulang sekolah nanti. Tenten, kau boleh masuk, dan sebaiknya kau belajar dari Tuan Hyuuga. Jika telat sekali lagi, di pelajaran apapun, aku tak akan ragu melaporkanmu."
Gadis bercepol dua itu segera menangkap iris lavender Neji dan menyiratkan banyak-banyak rasa terimakasih. Ia hampir tak percaya ini, tapi Neji menyelamatkannya.
…
Sepulang sekolah, setelah Neji dan Tenten mengambil tugas dari Asuma-sensei, mata-mata penasaran langsung menyambut mereka. Rupanya pembelaan Neji pada Tenten tadi sudah menyebar ke seluruh penjuru kelas. Dan murid-murid –mayoritas perempuan yang penasaran itu kini terpaku tak tercaya karena berita itu benar. Apalagi yang bisa mereka bantah? Neji dan Tenten ada di sana! Bersama-sama keluar dari ruang guru.
"Neji, sungguh, seharusnya tadi kau tidak usah melibatkan dirimu," kata Tenten begitu mereka sampai di halaman belakang. Gadis itu baru menyadarinya saat semua orang menatap mereka, ini bisa jadi benar-benar buruk bagi Neji. Ditambah lagi tatapan murid-murid perempuan yang seolah menatap menyalahkan pada Tenten. Ya, semua ini memang salahnya. Seharusnya dari awal ia tidak membiarkan Neji membetulkan jamnya.
Pemuda Hyuuga itu hanya menghela napas menghadapi perkataan Tenten. "Jangan pikirkan mereka. Itu memang kesalahanku."
"Tapi Neji, jika semua orang terus melihat kau bersama denganku, kau akan benar-benar hancur. Aku pembawa perubahan buruk bagimu." Tenten menatap Neji dengan serius.
"Kau salah, biar aku jelaskan nanti. Sekarang, sebaiknya kita mengerjakan tugas dulu." Neji menaiki sepeda Tenten. Ya, rumah gadis itu lebih dekat dari rumah Neji, karena itu mereka akan mengerjakan tugas di sana.
Namun Tenten masih terdiam di tempatnya tadi dengan kepala tertunduk. Tak tahu lagi apa yang harus ia Iakukan.
"Hei, lihat aku..."
Tenten mengangkat kepalanya perlahan, ia tidak mau citra Neji hancur hanya gara-gara dirinya. Iris lavender pemuda itu menatap kedua iris Tenten dengan lekat. Tatapan yang sangat meyakinkan, dan perkataan lembut pemuda itu membuat jantung Tenten berdegup lebih cepat. "Percayalah, kau tidak memberi perubahan buruk apapun padaku."
Dan dengan begitu mereka melaju ke rumah Tenten. Walau gadis itu masih merasakan perasaan bersalah, tingkatnya bisa dibilang sedikit berkurang. Gadis itu bahkan tak tahu kenapa ia bisa begitu yakin pada perkataan Neji. Tapi mata itu… melalui mata itu Tenten tahu Neji bersungguh-sungguh. Perasaan berkecamuk melandanya saat sepeda meluncur, apa mungkin ia harus menjauhi Neji untuk menjaga citranya? Tapi, sebagian dari dirinya menolak itu, ia tak mau kehilangan Neji.
"Ten, kita sampai," kata Neji.
"Eh, ma-maaf." Gadis itu menurunkan tangannya dari bahu Neji, tak sadar sudah melamun.
Di ruang tamu keheningan kembali membeku di antara mereka. Dan lama-lama Neji juga menjadi tidak enak akan perubahan sikap Tenten yang sebelumnya selalu ceria.
"Sudah kubilang –"
"Mungkin sebaiknya setelah tugas ini selesai. Kita harus menjaga jarak, aku tidak mau melibatkanmu lagi dalam semua masalahku." Tenten mengambil napas berat setelah mengatakannya, gadis itu sudah memutuskan, ia tak bisa terus mengusik kehidupan Neji.
"Tidakkah kau mengerti tentang arti semua ini?" tanya Neji sambil menatap kertas tugas Asuma-sensei.
Mau tak mau Tenten ikut menatapnya. Aneh sekali Neji tak mengerti tugas seperti ini. Bahkan Tentenpun mengerti, baru ketika gadis itu akan membuka mulutnya, Neji mengatakan sesuatu yang aneh.
"Waktu yang telah mempertemukan kita, dan kita tak bisa menghindarinya."
Tenten mengalihkan pandangannya dari kertas. "A-apa maksudmu?"
"Awal pertemuan kita karena jam milikmu. Dan kau tahu apa arti dari jam itu? Jam adalah waktu. Sudah 3 kali kejadian itu berulang, semua penyebabnya adalah jam. Dan menurutku kejadian yang terus –"
Tenten memotong perkataan Neji, ia benar-benar baru menyadarinya sekarang. Dan itu membuat jantungnya berdegup cepat. "Kejadian yang terus berulang tidak bisa disebut sebagai kebetulan lagi."
Pemuda itu tersenyum, "Ya. Waktu bahkan tak mau melihat kita menjauh. Dan disadari atau tidak, jam itu terus rusak saat tak ada yang menghubungkan kita lagi, waktu juga menghubungkan kita pada Asuma-sensei, melalui tugasnya, yang kembali melibatkan kita," ujar Neji.
Tenten membeku saat perkataan Neji yang amat sangat jelas itu meresap di otaknya. Wajah gadis itu memanas, seorang Neji mengatakan hal yang sangat tak terduga padanya. Tangan Neji tiba-tiba menggenggam tangannya, membua gadis itu kaget sekaligus membisu.
"Kita tak bisa menghindar dari waktu. Karena waktu tak akan lelah mempersatukan kita."
Tenten tahu pipinya sudah sangat merah sekarang. Perasaan aneh melandanya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Neji menatapnya lagi, tatapan yang kali ini tak bisa membuat gadis itu berpaling.
"Aku juga tak bisa menghindar saat menyadari..."
Gadis itu bisa melihat Neji sedikit salah tingkah, dan bersamaan dengan itu juga Tenten merasa jantungnya akan meledak.
"Sejak pertama melihatmu aku tahu kau berbeda. Sejak itu juga aku mulai memperhatikanmu, dan tanpa sadar… telah jatuh hati padamu."
Eh? Namun, lagi-lagi mata Neji tak menyiratkan sedikitpun kebohongan. Pemuda itu memang cukup kaku dalam berbicara, tapi Tenten sangat senang jika Neji juga… punya perasaan yang sama dengannya. Gadis itu tersenyum dan meremas tangan Neji. Wajah pemuda yang sebelumnya selalu terlihat pucat itu kini terlihat sedikit berwarna oleh semburat –perasaan, ya, semburat perasaannya. Bagaimanapun, seperti Tenten, ini pertama kalinya Neji mencintai seseorang dan mengakui perasaannya.
"Aku juga," jawab Tenten.
Entah mengapa Tenten melihat raut lega di wajah Neji, mungkin lega karena perasaanya terbalas.
"Kalau begitu, jangan pedulikan mereka, kau membawa pengaruh baik untukku." Neji mengulurkan tangan dan menyentuh rambut panjang Tenten yang terlepas di cepolannya karena angin ketika mereka bersepeda, menyelipkannya kembali ke telinga gadis itu.
Deg.
Entah untuk yang keberapa kalinya Tenten merasa akan meledak hari ini…
Lalu…
Brak!
"Nah, aku sudah tahu pasti ada sesuatu di antara kalian berdua!"
Sontak Neji dan Tenten melihat siapa orang yang berbicara itu, orang yang berani-berani merenggut momen berharga tadi. Apa? Si gadis berambut ekor kuda dan teman bermbut pink-nya sudah ada di sini!
"I-Ino! Sakura!" kata Tenten kaget.
"Aku bukan penguntit, oke?" kata Sakura. "Ino-pig ini yang menyeret-nyeretku. Tapi, tak buruk juga." Dan kini gadis itu tersenyum.
"Sudah kubilang, ini akan menjadi berita bagus," kata Ino.
Berita bagus?
Oh, biang-biang gossip ini sepertinya memang tak pernah lelah mencari berita baru. Tapi tunggu, jika berita ini tersebar, Neji…
"Sebarkan berita bagus ini sesukamu." Pemuda Hyuuga itu menarik tangan Tenten dan melewati Sakura dan Ino. Neji menaiki sepeda yang sudah menunggu mereka dan tersenyum pada gadis itu –ya, gadisnya. Segera saja Tenten membalas dengan senyuman terbaiknya dan meraih bahu Neji untuk menaiki sepeda. Dua penyebar gossip tadi hanya melongo saat melihat dua insan itu meluncur menjauh, dan mendapat juluran lidah dari si gadis bercepol dua.
"Hei, Neji. Sekarang aku ragu jika menganggap jam itu sebagai masalah lagi. Sebaliknya, aku senang, kau benar, waktu akan terus mempertemukan kita," ujar Tenten sementara Neji terus mengayuh menjauh dari rumahnya.
"Karena itu aku akan menjemputmu mulai besok," kata Neji. "Aku tidak mau kau terus kesiangan di sekolah."
"Ah, omong-omong tentang sekolah. Bagaimana dengan tugas kita Neji?"
Pemuda itu menghentikan sepedanya dan membalikkan wajahnya menatap Tenten. "Itu bisa menunggu."
Gadis itu hanya tertawa menghadapi perkataan 'kekasihnya'. Angin berembus menerpa wajah mereka. Dan seolah alam ingin memperindah suasana, burung beterbangan di atas dua remaja itu, menuju matahari sore yang indah…
Mungkin kau kurang menyadari, sebuah jam itu tidak se-simple katanya yang hanya terdiri dari 3 huruf. Jam adalah waktu. Dan jika waktu sudah bekerja sama dengan takdir, kau tak dapat menghindar lagi. Hadapi, dan percayalah kau bisa menjalani semuanya. Pemuda Hyuuga dan gadis bisa itu sudah membuktikannya.
Dan sampai kapanpun mereka akan terus mengingat,
Sebuah jam,
Seorang guru,
Dan serentetan tugas.
Oh, jangan lupakan juga dua gadis penyebar gossip!