Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto semata
Understanding chapter 11 (extra chapter)
Berhubung pembicara di fanfic ini sudah enggak ada *lirik-lirik kuburan Sasusai-dibunuh* maka sekarang memakai author's POV.
.
.
Seorang gadis berambut blonde sedang berbaring di atas tempat tidur sambil menatap langit-langit. Memikirkan mengenai sosok berkulit pucat yang sering tersenyum padanya. Memikirkan mengapa dirinya marah pada sosok itu.
'Kenapa aku harus marah?'
Begitulah isi pikirannya.
Dia melihat ke arah jam weker yang berdiri di sampingnya. Sudah pukul satu dini hari. Sudah berapa lama dirinya yang berbaring sambil memeluk bantal gara-gara marah pada Sai? Sudah berapa lama dirinya mematikan ponsel-nya dan sudah berapa banyak pesan singkat yang sudah dikirim oleh Sai untukknya?
Dia menyalakan ponsel-nya dan menemukan empat pesan singkat dari pengirim yang sama. Dia menghela napas, lalu menunggu lagi jika mungkin saja ada pesan singkat lain yang diterima oleh ponsel-nya itu.
Namun lima belas menit kemudian, tidak ada pesan singkat dari yang ditunggu. Ino menghela napas dan berjalan menuju ke sebuah kotak yang baru saja dia buang tutupnya. Di dalam kotak itu muncul sebuah benda yang sering dibawanya ketika pergi ke Gereja.
Bedanya hanyalah buka dirinya pemilik benda itu…
"Apa dia sudah tidur? Apa dia sakit lagi? Apa aku…. Keterlaluan…"
Dia kembali mengambil tutup kotak itu dan menutupnya lagi. Kenapa dia harus marah? Apakah ini adalah benar?
Dia membuka inbox di ponselnya. Empat pesan singkat…
Pikirannya melayang mengenai sosok yang sering tersenyum di depannya. Selalu memberinya nasehat dan Ino membalasnya dengan sikap merengut sambil memalingkan wajahnya. Namun ujung-ujungnya Sai akan mengajaknya ke sebuah kedai es krim dan mentraktirnya hingga puas.
"Apa dia sakit lagi? Kami-sama…. Tolong lindungi dia….."
Dia mulai membaca pesan yang diterimanya.
From :Snow prince
20.00 Pm
Kau marah? Aku minta maaf kalau hadiah itu membuatmu marah, Ino. Aku tahu kau marah karena diriku yang putus asa menghadapi semuanya. Namun aku juga tidak bisa apa-apa lagi. Mungkin kedengarannya agak gila jika aku mengatakan kalau hidupku tinggal hari ini dan esok. Namun itulah yang kurasakan saat ini. Ino.
Kumohon, tolong maafkan aku…..:(
From :Snow prince
20.10 PM
Yappari, kau benar-benar marah . Aku bisa mengerti itu. Gomen. Untuk yang keberapa kalinya aku benar-benar minta maaf, my precious Barbie girl. Mungkin kau sudah membuang benda itu sekarang.
From :Snow prince
20.15 Pm
Baiklah, kau tida membalas pesanku. Aku tahu kau tidak akan memaafkanku. Oyasuminasai, semoga mimpi indah. My Barbie girl…..
"Tidak Sai, aku yang salah…" ucap Ino seraya memeluk ponselnya. Berharap kalau yang dia peluk itu adalah Sai yang kemudian memeluknya balik dan mengusap belakang kepalanya seraya menciumi ubun-ubunnya.
Namun, yang dia peluk bukan Sai kan?
Bukan dia…
Ino hanya kembali berbaring dan menatap langit-langit. Tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini. Hingga matanya kembali tertutup.
.
.
.
Ino merenggangkan tubuhnya dan menatap ke arah jendela yang baru saja dibukanya. Hari ini matahri bersinar terang. Namun entah kenapa perasaannya begitu aneh. Entah kenapa dia tidak merasa senang ketika kuantitas salju yang turun mulai berkurang…
Terasa ada yang kurang disini..
Dia segera berlari ke atas kasur dan mengambil handphone yang tergeletak disana. Dengan memijat sana sini akhirnya dia bisa menemukan sebuah pesan baru yang telat dikirim ataupun memang tunda.
'Ino, aku tahu kau selalu menyimpan nomor apapun yang kupakai meskipun nomor itu sudah tidak aktif lagi. Kali ini aku pakai nomor yang sudah lama tidak kupakai gara-gara HP-ku yang error….'
Ino hanya tersenyum dan kembali menekan tombol scroll ke bawah.
"Aku tahu nomormu yang ini. Ini adalah nomor pertamamu kan? Kenapa pakai yang ini? Apa kau kehabisan pulsa?" ucapnya. Dia kembali membaca alinea kedua dengan rasa penasaran. Namun dalam hatinya sendiri dia merasakan hal yang buruk.
'Hm…. Sebentar.. tadi ngomong masalah apa ya? Oh ya! Gomen kalau aku ngelantur kemana-mana. Kalau boleh tahu, kapan kau buka sms-ku yang ini? Yang kutahu nona Barbie masih marah padaku. Tapi, yokatta kalau kau tidak melempar HP-mu jauh-jauh hanya karena ada sms dari aku. Bisa-bisa kamu dimarahi sama Ibumu yang kelihatan galak itu…..'
"Darimana kamu tahu kalau aku tidak marah?" ucapnya.
'Mungkin kamu bertanya-tanya kenapa bisa tahu kalau kamu enggak banting HP-mu yang satu ini. Soalnya kamu masih tahan untuk menekan tombol scroll kebawah di HP-mu itu. Tapi kalau masalah dibanting habis dibaca, ya…. Fiuh! Gomen ne…'
Ino tersenyum ketika membaca bagian alinea ketiga ini. Otaknya membayangkan kenapa pesan ini sampainya lama banget sampai tunda lagi!
'Berhubung kamu masih mau membaca, aku ingin meluruskan masalah hadiah natal yang barusan kamu terima. Gomen ne aku membuatmu takut. Tapi, alkitab itu sendiri juga merupakan benda yang berharga bagiku. Aku hanya ingin kamu menyimpan benda yang kusayang itu. Karena aku tahu, hubungan kita tidak akan bisa sampai ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Bukan maksudku untuk memutuskanmu. Tapi yang kutahu hubungan kita sebentar lagi akan terputus…'
Deg
"Sai…."
Entah kenapa pesan di bagian ini begitu menyakitkan baginya. Namun dia tidak sedikitpun merasa marah terhadap Sai. Dia hanya tidak ingin kehilangan Sai saat ini. Ino hanya bisa duduk di samping ranjangnya. Hingga sebuah dering nada panggil terdengar dari HP-nya.
"Moshi-moshi….. ada apa Sakura?" ucap Ino seraya membuka-buka hadiah dari Sai.
"Ino…. Sai…"
Deg
Perasaan déjà vu mengelilingi hatinya. Namun pikiran itu segera diusirnya jauh-jauh. Tapi dari nada Sakura di seberang sana mengindikasikan kalau apa yang dia rasakan memang benar adanya.
"Ada apa dengan Sai? Apa kau baru dari rumah Sasuke?"
Tok tok tok
Ino segera membuka pintu kamarnya dan yang terlihat adalah Sakura yang sedang menempelkan HP-nya di telinga kanannya. Wajah Sakura sudah tidak karuan. Ino hanya bisa mengambil satu kesimpulan. Perasaan ini….
"Sakura… kau dari mana saja? Apa dari rumah Sasuke? Apa si ayam itu bikin kamu sakit ati?" ucap Ino. Sakura menggeleng dan tiba-tiba saja dia memeluk Ino. Ino yang kaget bercampur khawatir segera menarik Sakura untuk masuk ke dalam kamarnya. Lalu dengan perlahan dia menutup pintu kamarnya.
"Ada apa Sakura?"
"Sai….."
"Sai kenapa?!"
"Hiks!"
Pelukan Sakura makin erat. Membuat Ino semakin panic.
"Kumohon katakan padaku,Sakura! Kau jangan membuatku takut!" ucap Ino seraya menghentakkan kedua lengan Sakura yang melingkar di bahunya.
"Sai… sudah pergi…"
Ino merasa mati rasa. Jangan bilang kalau indera pendengarannya mulai berkurang kemampuannya…. Namun kalimat itu terdengar jelas di telinganya.
"Dia….. mau berobat kemana lagi?" ucap Ino seraya menatap manik hijau milik Sakura yang sudah berlinang air mata. Pergi bukan berarti mati kan?
"Tidak, dia sudah tidak disini lagi…."
Dan untuk kali ini, Ino tidak bisa menyangkal pikiran buruknya lagi…
"Sai-kun, kalau seandainya kita nanti jadi nikah, gimana perasaanmu?"
"Heh…. Baru jadian aja sudah mau nikah! Dasar anak muda libido-nya tinggi!"
Ino hanya bisa mem-poutkan bibirnya ketika pertanyaannya dijawab dengan setengah hati oleh Sai. Namun justru itu yang selalu dinantikannya.
"Memangnya Sai-kun itu kakek-kakek ya? Kan kamu juga anak muda…."
"Ngomong-omong soal nikah, kenapa tiba-tiba kamu nanya yang begituan? Umur dan masa depan kita masih panjang dan kenapa di tengah jalan ngomongin nikah? Apakah aku terlalu tampan bagimu? Hingga membuatmu berpikir tak ada cara lain untuk mengikatku kecuali dengan pernikahan?" ucap Sai dengan gaya yang cukup membuat Ino menyemburkan minuman bersoda yang baru saja ditelannya.
"Ge-er banget ya kamu ini! Dasar narsis!"
"Tapi kamu suka kan? Hayo…. Ngaku… mukanya merah begitu…"
"Ini memang merah karena make-up!"
"Yang bener?"
"UP to you!"
"Yah… Barbie-nya marah nih! Ya udah, biar kujawab. Meskipun kita belum tentu bisa sampai ke jenjang yang begituan, aku merasa senang juga sih. Punya cewek yang cantik dan bertubuh indah bak boneka Barbie memang impianku….."
"Kau mikir yang enggak-enggak ya?"
"Hm? Maksudnya?"
"Hentai!"
Buagh!
Sai hanya bisa mengelus-elus kepalanya yang jika di anime mungkin sudah berasap akibat pukulan dari Ino. Untung saja tempat itu cukup sepi sehingga mereka tidak menjadi omongan orang-orang banyak yang bisa membuat harga diri anjlok seketika.
"Gomen na… Ino-chan…."
Ujung-ujungnya Ino hanya bisa berjalan dan membantunya berdiri dari posisi sujud-sujud minta ampun. Hingga akhirnya mereka berjalan berdua menuju ke rumah Ino.
"Sai-kun, lebih baik kalau kencan jangan di tempat sepi-sepi ya? Takut.." ucap Ino seraya merangkul lengan Sai. Sai sendiri yang belum lama ini menyatakan cintanya pada Ino mulai menunjukkan tanda-tanda 'terbakar'. Namun sebisa mungkin dia tetap memasang wajah stoic.
"Memangnya kenapa?"
"Yah, kemaren aku baca berita katanya dua orang sejoli yang diem di sepi-sepian tiba-tiba didatangi sama orang-orang bergaya preman., terus yang cowok malah lari melarikan diri dan yang cewek ditinggal. Terus akhirnya yang cewek diperkosa…. Hue… aku takut…." Ucap Ino seraya memasang wajah mewek.
"Ya ampun.. ya enggak lah! Mana mungkin aku mau ninggalin kamu disaat seperti itu."
"Kalau orangnya banyak, terus badannya kekar-kekar, terus ujung-ujungnya kamu nanti mati?"
"Aku memilih mati.."
Ino hanya bisa memasang wajah meremehkan ke arah Sai yang menaikkan sebelah alisnya.
"Katanya masa depan masih panjang….. berarti kamu lebih memilih hidup lebih lama buat ngewujudin masa depanmu itu dong!" ucap Ino seraya 'membanting' lengan Sai. Sai hanya tersenyum.
"Untuk itu urusan lain, kau tahu kenapa aku ingin mati lebih awal darimu?"
Ino menggeleng.
"Karena aku ingin memilikimu hingga akhir…."
.
.
.
Ino hanya bisa tersenyum ketika percakapan itu terngiang-ngiang di kepalanya. Dia hanya bisa memandang ke arah batu nisan yang berada di depannya.
"Sekarang kau sudah bisa mewujudkan keinginanmu itu. Kau sudah memilikiku hingga akhir…" ucapnya.
"Kenapa kau tidka bilang-bilang kalau kau mau menyusul Sai kesana?"
Ino hanya bisa tersenyum ketika melihat wajah Sakura yang cemberut di sampingnya. Yah, entah kenapa dia selalu merasa kalau Sai dan Sasuke selalu bersama dari awal hingga akhir. Dari lahir hingga sekarang, mereka selalu bersebelahan.
"Iya kalau kamu masuk surge bareng sama Sai! Lha kalau masuk neraka gimana?!" ucap Sakura seraya menggenggam erat buket bunga yang seharusnya dia taruh di atas kuburan Sasuke.
"Terus gimana kalau Sai yang ke neraka terus kamu kesasar ke surga! Atau mungkin, salah satu dari kalian malah jadi arwah penasaran lagi!" ucap Sakura dengan nada ketakutan. Ino akhirnya tertawa kecil.
"Yah, kita doakan agar mereka selalu bersama di surga. Sai-kun, Sasuke-san, selamat jalan…" ucap Ino seraya menaruh buket bunga di atas kuburan Sai. Lalu dia menarik lengan Sakura dan mengajakkanya berlari ke sekolah.
…..
"Puah…. SMA Konoha… I'm coming….."
Seorang remaja berambut kuning sedang berpose lebay sambil memasuki gerbang sekolahnya. Di lengannya terdapat alokasi berwarna kuning yang menandakan kalau dia sudah kelas dua alias kelas sebelas. Teman di sebelahnya mundur secara perlahan ketika melihat kelakuan remaja berambut kuning ini.
"Aku merindukan kalian," gumamnya. Hingga sebuah telapak tangan menepuk bahunya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati teman sekelasnya sewaktu kelas sepuluh dulu. Mungkin saja mereka berdua bakalan berpisah karena penjurusan.
"Aku juga merindukan mereka,Naruto."
"Sora, kira-kira kita masuk ke jurusan apa ya?"
"Lho? Bukannya di rapor udah ada?"
"He? Beneran?"
Naruto segera menurunkan tas-nya dan mengambil rapornya yang baru saja ditandatangani oleh Minato tadi subuh. Terlihat cap jurusan yang membuatnya syok.
"Aku….. masuk sastra….."
.
.
.
Naruto hanya berdiam diri ketika kedua nama yang membuatnya kangen terpampang di depan pintu kelas jurusan sastra kelas sebelas. Namun nama itu sudah bertanda bold hitam dengan keterangan di sampingnya berupa meninggal. Naruto hanya bisa duduk kursi panjang di depan kelas sambil menunduk.
"Hey, Sai. Kau tahu? Keinginanmu terwujud sekarang. Kau bisa masuk ke kelas jurusan sastra. Dan seperti yang kau duga,kelas ini penuh dengan siswa-siswi yang kreatif dan memiliki caranya sendiri untuk menyelesaikan masalah. Benar-benar sama sepertimu," gumamnya.
"Hey Naruto!"
Naruto menoleh dan mendapati Chouji yang masih asyik dengan keripik kentangnya serta Shikamaru yang masih menguap. Bedanya Chouji mengenakan seragam yang sama dengan Naruto sedangkan Shikamaru mengenakan seragam khusus panitia MOS.
Shikamaru melihat ke arah pintu dan menemukan apa yang ditemukan oleh Naruto. Naruto sendiri mendekat dan memandang name-tag Shikamaru dengan penuh rasa kaget.
"He? Kau jadi wakilnya acara MOS tahun ini?! Yang bener nih?!" ucap Naruto seraya menunjuk-nunjuk ke name tag Shikamaru.
"Hoam… iya nih… seharusnya aku jadi ketua dua-nya…."
"Memang siapa yang turun pangkat terus nyerahin tugasnya ke kamu?" Tanya Sora yang tiba-tiba nongol dari kelas sebelas IPA 2.
"Dia tidak turun pangkat. Tapi dia sudah tidak ada disini….." ucap Shikamaru seraya memandang ke sebuah nama yang telah di bold.
"Maksudmu Sasuke?"
"Hn."
Naruto terduduk sambil merogoh ke saku celananya. Sebuah HP muncul dari sana. Dia membuka inbox yang sudah hampir kosong. Namun yang dia buka adalah pesan yang paling atas.
From: Sai
'Naruto, entah apakah kamu ingat nomor ini atau tidak. Yang jelas ini aku, Sai. Gomen kalau aku ganti-ganti nomor terus selama ini.'
"Baka! Kau selalu bilang kalau aku mau sms kamu pake nomor ini!" ucap Naruto seraya menekan tombol navigasi ke bawah. Membuat tiga temannya juga merogoh saku mereka dan membuka kunci Handphone mereka.
'Aku cuma ingin minta maaf. Soalnya aku sudah menyusahkanmu sejak kita SMP. Yang ini lah yang itu lah, bahkan sampai kelas sepuluh saja aku masih bikin kamu susah gara-gara insiden yang begituan. Tapi, kalau seandainya kita masih sekelas kamu tidak keberatan kan?'
"Kita itu udah sekelas lagi! Kamu kenapa tiba-tiba ngilang gitu aja! Hey! Aku enggak pernah keberatan jika kita sekelas lagi. Sekalian bantu-bantu gitu kalau aku kesusahan ngerjain soal. Kau tahu! Gara-gara kamu sering membantuku dalam pelajaran sastra, aku jadi kecemplung ke kelas sastra nih! Woy! Tanggung jawab!" ucap Naruto dengan wajah yang hampir mewek. Chouji yang juga sedang membaca sms dari Sai malah sekarang ikut menangis. Shikamaru hanya memejamkan mata dan segera menutup sms dari Sai. Dia sudah tidak tahan lagi.
'Tapi aku Cuma bisa bilang terimakasih buat segala support-mu,Naruto. Gomen kalau aku tidak bisa membalaskan semuanya. Tapi kamu mau kan memaafkan aku?'
"Memangnya apa salahmu padaku? Kalaupun ada, itu sudah kumaafkan apalagi kulupain jauh-jauh hari. Jadi, jangan merasa bersalah."
"Hey, aku mau ke ruang OSIS dulu! Mau ikutan briefing. Ja ne," ucap Shikamaru dengan dibalas anggukan dari tiga siswa yang lain.
"Lebih baik kita tidak usah terlalu sedih untuk mereka berdua. Mereka pasti juga tidak ingin kita sedih sampai begini…." Ucap Sora seraya menepuk bahu Chouji dan Naruto.
"Sai bahkan tidak pernah mengeluh tentang apapun. Bahkan aku tahu tentang penyakitnya setelah dia tidak ada. Aku tahu dia tidak ingin membuat kita khawatir," ucap Chouji.
"Aku bahkan baru tahu kalau Sai dan Sasuke sudah pergi dari Naruto tadi malam," ucap Sora.
"Hey, Sora. Apa kau mau kesana sepulang sekolah?" ajak Naruto. Sora mengangguk.
"Aku juga mau Naruto. Bisa bareng kan?" ucap Chouji.
.
.
.
Naruto tidak bisa menahan tangisnya ketika di tengah hujan deras begini, seluruh anggota Rookie-nine masih berdiam di depan nisan kedua sahabatnya. Dia tidak habis pikir mengenai Shikamaru yang rela bolos jadi panitia,Shino yang bolos dari acara makan-makan buat perayaan majalah sekolah serta para cewek yang pernah sekelas dengannya waktu SMP juga ikut hadir dalam 'acara' ini.
Hatinya cukup prihatin melihat Sakura dan Ino yang hanya memandangi nama-nama orang yang mereka cintai.
"Tak kusangka sebelum Sai pergi, dia minta maaf pake cara yang beginian," ucap Kiba seraya mengelus kepala Akamaru yang sedang duduk sambil menggumamkan sesuatu. Lalu Akamaru menjilat nisan Sai.
"Hey, jangan dijilat! Gomen ne, sudah mengotori rumahmu."
Naruto hanya bisa tersenyum. Sai adalah satu-satunya anggota Rookie-nine (kecuali Kiba) yang berhasil 'menjinakkan' Akamaru. Yah, Akamaru sering sekali menjilati wajah Sai. Dan karena wajahnya yang hampir mirip dengan Sasuke,maka Sasuke sukses mendapat jilatan dari Akamaru juga.
"Sai, kau tidak perlu minta maaf pada kami karena kami sudah memaafkan seluruh kesalahanmu di waktu dulu. Gomen kalau kami lupa mengenai apa yang kamu buat hingga kamu kirim-kirim sms ke kami di saat terakhirmu. Yang jelas, kami sudah memaafkanmu," ucap Lee dengan berlinang air mata. Membuat yang lain hanya menunduk.
"Jadi, kau tidak perlu khawatir lagi kan? Hey, Sasuke! Tolong jaga Sai ya! Dan juga Sai! Kau juga harus jaga Sasuke. Dia sudah rela menyusul kamu kesana," ucap Kiba.
"Yang jelas, kalian harus saling menjaga satu sama lain. Disini kami juga akan menjaga nama Rookie-nine."
"Hn, kami akan saling menjaga satu sama lain. Sama seperti kalian berdua," ucap Neji mengakhiri seluruhnya. Membuat semuanya menangis sekeras-kerasnya di tengah hujan deras yang mengguyur.
'Arigatou gozaimasu.'
.
.
.
.
The end
.
Author's note:
Gomen ne reader-sama, ceritanya kok kerasa aneh ya? Yah, beginilah after story-nya. Setelah hiatus akhirnya Kasumi bisa memenuhi request buat bikin after story-nya fanfic ini. Gomen ne kalau mash kurang….. T_T
Terakhir, seperti biasa dan tidak pernah ditinggalkan:
Review please….