Turn On The Light

All character belong to Naruto

Naruto © Masashi Kishimoto

1999

Turn On The Light by Putpit

02 Mei 2013

Inspiration:
Sunshine Becomes You karya Ilana Tan and All Musical Drama (HSM, iSkul, etc)

"Step one, two, three. Move your body. Right, left. Tap tap. Konohamaru, badanmu kurang lentur. Apa kau sudah pemanasan tadi?" seru seorang lelaki berambut jabrik berwarna kuning nyaring. Dia berdiri garang di depan studio tari yang berisi anak-anak junior yang sedang berlatih.

"Maaf, kak Naruto!" sahut junior berambut hitam yang berusaha menggerakan badannya sesuai tempo lagu yang diputar.

"Kak Naruto, kaki Konohamaru kemarin terkilir akibat terjatuh sewaktu bermain basket. Makanya hari ini, dia sulit menari," sela junior di sebelah Konohamaru.

"Ssst, diamlah Udon!" ancam Konohamaru pada temannya.

Senior yang bernama Naruto mengangkat sebelah alisnya. Ia kemudian berjalan mendekati Konohamaru dengan tampang yang sulit diartikan.

Spontan Konohamaru menghentikan aktvitas tubuhnya dan berdiri ketakutan.

Ketika Naruto semakin dekat, Konohamaru segera menutupi kepalanya dengan kedua tangan.

"Istirahat sana!" perintah Naruto.

"Hah! Apa?" tanya Konohamaru masih ketakutan.

"Kalau sakit, jangan dipaksa untuk berlatih! Nanti kakimu malah semakin parah," nasehat Naruto pelan.

Kedua tangan Konohamaru menurun dan ia menatap hati-hati. "Aku bukannya mau dihukum?" tanyanya polos.

Naruto menghela nafas. "Kalau itu maumu, aku bisa saja melakukannya," jawabnya santai.

Konohamaru dengan cepat mengibas-ibaskan kedua tangannya. "Tidak! Baiklah, aku istirahat sekarang," ucapnya sambil berjalan sedikit terseok.

"Hei!" panggil Naruto.

Konohamaru membalikan badannya pelan.

Duuaak

"Aduh," rintih Konohamaru, memegang kepalanya yang barusan di pukul Naruto.

"Seorang penari seharusnya menjaga tubuhnya dengan baik," ujar Naruto sambil berlalu kembali ke depan.

Konohamaru merengut. "Maaf," ucapnya lagi.

"Apa diantara kalian ada lagi yang sakit?" tanya Naruto keras.

Belasan junior menjawab serempak, "Tidak, Kak."

"Baik, lanjutkan latihannya!" kata Naruto.

…TOTL…

"Mi fa sol re mi fa fa fa." Suara anak-anak junior yang berlatih bernyanyi, terendam dalam ruangan khusus berwarna putih.

"Tempo nadanya kurang cepat!" seru perempuan berambut merah muda panjang sepinggang yang tengah berdiri di depan.

Para junior pun menurut dan mempercepat tempo nada mereka.

Lima menit kemudian, perempuan itu berseru lagi, "Cukup!"

Dan seketika ruangan sunyi. "Hanabi, pundakmu masih berguncang saat latihan pernafasan. Kuharap kau lebih sering berlatih di rumah," lanjut perempuan itu.

Gadis berumur sekitar empat belas tahun dan berambut biru kehitaman mengangguk kecil. "Baik, Kak Sakura."

"Sekian untuk latihannya. Sekarang serahkan tugas yang aku berikan kemarin," kata Sakura.

Para junior jurusan seni tarik suara segera merogoh tas mereka masing-masing, mengambil lembar kertas putih, lalu bergerombol menyerahkannya pada Sakura.

Sakura memperhatikan tumpukan di tangannya dan berujar, "Apa ini sudah semua?"

"Sudah, Kak!" sahut anak-anak junior kompak.

"Baiklah," kata Sakura seraya melangkah dan duduk di kursi di sebelah kanannya.

Sakura membaca tiga bait lirik lagu yang tertulis pada lembaran-lembaran kertas secara sekilas sambil sesekali bergumam, "Sesuai dengan tema." "Lumayan." "Bagus." Hingga pada satu lembar ia sedikit mengerutkan kening. "Hanabi," panggil Sakura.

"Iya, kak," balas Hanabi yang berdiri di barisan kedua.

"Bisakah kau nyanyikan lagumu?" tanya Sakura.

"Apa maksud, Kakak?" Hanabi justru bertanya balik.

Sakura menghembuskan nafas pendek. "Aku ingin kau menyanyikan tiga bait lirik lagu ciptaanmu. Kau masih mengingatnya kan?"

"Eh, iya Kak," ucap Hanabi .

Hanabi pun mulai melantukan lagu pendeknya.

"Aku tak ingin kau dekat dengannya. Aku pun tak ingin kau tersenyum padanya

Yang kumau, kau selalu dekat denganku. Yang kumau, kau hanya tersenyum padaku.

Karena cinta ini serakah"

Saat Hanabi usai bernyanyi, tepuk tangan riuh terdengar.

"Bagus Hanabi," respon Sakura.

"Ah, terima kasih Kak," kata Hanabi tersipu malu.

Sakura tersenyum. "Apa maksud dari cinta ini serakah?"

Hanabi membalas senyum Sakura lalu menjelaskan, "Jika kau memiliki pasangan, tentu kau tidak ingin kekasihmu itu terlalu dekat dengan gadis lain. Em, merasa bahwa dia hanyalah milikmu. Jadi, bukankah itu dinamakan serakah?"

Sakura mengangguk paham. "Bisa dibilang, kau tidak ingin membagi kekasihmu dengan orang lain. Oke, bagus juga."

"Terima kasih Kak," balas Hanabi.

…TOTL…

Bel istirahat telah berbunyi. Antrian makan siswa-siswi Konoha Art Senior High School nampak mengular sekitar lima meter. Kegaduhan akibat perbincangan antar siswa berpadu oleh dentingan peralatan memasak para koki yang menyiapkan makanan.

"Hoam, hari ini yang melelahkan," keluh Naruto seraya menguap lebar.

"Hei, kalau menguap itu ditutup dong. Nafasmu bau tahu," sindir sebuah suara yang berdiri agak jauh di depan Naruto.

Naruto melotot tajam. "Beraninya kau mengejekku. Dasar pinky!" balasnya kesal.

Sang gadis sontak menoleh. Matanya memancarkan kemarahan sekaligus kebencian. "Jika sekali lagi kau mengataiku pinky, maka kau akan mati saat itu juga!" bentaknya.

"Aku bicara kenyataan. Rambutmu memang berwarna merah muda kan, Sakura?" balas Naruto santai.

Sakura memukul meja penyaji makanan dengan keras. "Kau sungguh ingin mati ya?" ancamnya.

Suasana kantin tiba-tiba hening dan puluhan pasang mata langsung tertuju pada dua sosok yang tengah menyalakan api permusuhan begitu besar.

"Sakura, tenanglah! Kita diperhatikan anak-anak tuh," kata gadis berambut pirang panjang di belakang Sakura.

"Aku tidak mau kalah dengan penari jelek seperti dia, Ino. Hah, awas kau Naruto!" sahut Sakura seraya melangkah mendekati Naruto.

Tenten, seorang gadis bercepol dua merentangkan kedua tangannya ke samping. "Kumohon, jangan Sakura!" cegahnya.

"Tidak bisa!" seru Sakura yang telah kalap.

"Sakura, ini hanya persoalan kecil. Kumohon, tenanglah!" pinta Ino, memegang lengan Sakura.

"Penyanyi seriosa itu memang terkenal dengan suaranya yang melengking," komentar Naruto semakin memperkeruh keadaan.

Kedua alis Sakura menyatu, tanda ia marah besar. "Apa kau bilang? Akan kuhajar kau, Naruto!" teriaknya.

Teng teng teng

Suara benda logam mengalihkan pertengkaran keduanya. Di balik meja penyaji makanan, terlihat seorang lelaki bertubuh gemuk memegang sendok sayur dengan tatapan kesal.

"Jika kalian ingin bertengkar, lebih baik di arena gulat saja. Disini adalah tempat untuk mengisi perut-perut yang kelaparan," ucap lelaki itu sinis.

Sakura memejamkan mata sejenak, mencoba meredam amarah yang berkecamuk. Ketika ia membuka mata, Sakura langsung membungkuk ke arah sang lelaki itu.

"Maaf, Koki Chouji. Ini semua ulah Naruto, dia yang membuat keributan terlebih dahulu," ucap Sakura.

"Heh, jangan suka bicara sembarangan pinky!" maki Naruto.

Sakura mengepalkan kedua tangannya erat. "Naruto!" Gelegar teriakan suaranya membahana bak kompor meledak hingga membuat seluruh manusia di kantin menutup telinga kaget.

Dengan langkah lebar yang sulit dicegah oleh Ino maupun Tenten, Sakura menghampiri Naruto lalu mencengkeram kerah kemeja seragamnya.

Mata Sakura melotot dan giginya bergemeletuk marah. "Sekali lagi, aku peringatkan. Jika satu kata itu keluar dari mulutmu, maka aku tak akan sungkan membuatmu berada di rumah sakit. Kesabaran itu ada batasnya, Naruto," desis Sakura sambil melepaskan cengkeramannya.

Sang gadis yang tengah marah besar itu berbalik dan melangkah pergi. Tak lupa, ia mengambil jatah makan siangnya sebelum menuju meja makan.

Beberapa menit, Naruto hanya terbengong. "Kalau kau suka marah, kau akan cepat tua, Sakura!" seru Naruto lantang.

Sakura sekedar mendecakan lidah terhadap perkataan Naruto dan terus berjalan ke meja di sisi kanan kantin dekat jendela.

"Kau benar-benar tukang pembuat masalah, Naruto," kata lelaki berambut mirip nanas yang berdiri di belakang lelaki Naruto.

"Dan aku suka itu," timpal lelaki jabrik sambil tersenyum tipis. Iris biru safirnya terus memandang ke arah direksi barat.

Ketika Naruto telah mengisi nampan makannya sesuai keinginannya, ia pun berjalan mencari tempat duduk sambil menoleh ke kanan dan kiri. Ia sesekali melongok untuk melihat kemungkinan kursi kosong.

Braakk

Insiden tak terduga terjadi, Naruto bertabrakan dengan seseorang hingga menyebabkan makanannya tumpah ke depan dan mengotori kemeja bagian bawah si korban.

"Maaf," ucap Naruto sambil membersihkan seragam orang yang ditabraknya tanpa memperhatikan lebih lanjut.

"Kau sungguh menjengkelkan, Naruto!" maki orang tersebut.

Naruto sedikit mendongakan kepala dan pandangan matanya bertemu dengan iris berwarna hijau zambrud yang indah. "Eh, Sakura."

"Tuhan, karma apa yang menyebabkan aku selalu berurusan denganmu. Kau sengaja melakukan ini kan karena tidak terima atas kejadian tadi?" tuduh Sakura.

Naruto mendengus. "Sampai kapan kau akan terus marah dan berpikiran jelek, Sakura?"

Sakura tertawa kecil. Tawa yang mengejek. "Aku sehabis dari wastafel dan tiba-tiba saja kau menabrakku. Hah, itu bukanlah suatu kebetulan, Naruto."

Naruto memejamkan, mencoba menahan emosinya. Sebenarnya, ia tidak tahan dituduh. Tapi, ia tak mau larut dalam api amarah. "Maaf. Aku tidak sengaja," ucapnya lirih.

Sakura mendadak mencomot kue dari meja di sebelah kirinya, memakannya secuil, kemudian menjatuhkan diri ke depan.

Naruto dengan sigap menangkap tubuh ramping itu seraya memegang kedua lengan mungilnya erat. "Kau tidak apa-apa, Sakura?" tanyanya.

Dan dengan sigap pula si gadis musim semi menegakan diri lalu berjalan pergi. "Kita impas, Naruto," ujarnya.

Naruto bergeming beberapa saat sebelum melihat seragamnya yang telah ternodai oleh krim kue. Lelaki itu mengulas senyum kecil sambil meraih botol saus tomat di samping kiri. "Sakura!" panggilnya.

Sang gadis merespon dan membalikan badannya.

Croott

Semprotan cairan kental berwarna merah sukses mengenai seragam Sakura. "Aku tidak akan kalah semudah itu," ucap Naruto yang berdiri tak jauh dari Sakura.

Sebelah alis Sakura terangkat. "Dasar baka!" serunya. Ia pun mengambil kue lain di meja di samping kiri dan melemparkannya ke Naruto.

Ternyata reaksi Naruto lebih cepat daripada aksi Sakura. Naruto segera berjongkok untuk menghindar dari serangan sang gadis musim semi.

"Haruno! Uzumaki!" Sebuah teriakan memekakan telinga berhasil membuat bulu kuduk semua orang di kantin berdiri terkejut.

Sakura terbelalak pada hasil lemparannya. "Maaf Guru Tsunade," ucap Sakura ketakutan.

"Kalian berdua, ikut saya ke ruang kepala sekolah sekarang!" perintah Guru Tsunade keras sambil membersihkan kotoran di bajunya.

…TOTL…

Ruangan berpenerangan temaram itu seakan bagai ruang dakwa bagi dua siswa yang tengah berdiri di hadapan seorang wanita berambut pirang dikuncir dua rendah.

Untunglah, ada meja kayu yang memisahkan jarak sehingga tatapan mematikan dari sang wanita tidak begitu menyorot dua siswa itu.

"Apa kegemaran kalian adalah berbuat keributan? Hampir setiap hari, kalian tidak absen dari yang namanya pertengkaran," kata sang wanita membuka percakapan.

Seorang siswa perempuan menyahut tegas, "Ini salah Naruto, Guru Tsunade. Dia tidak ingin hidup saya tenang."

"Aku tadi kan sudah minta maaf," balas siswa lelaki tidak terima.

Wanita yang bernama Guru Tsunade memukul mejanya kencang. "Cukup, Naruto, Sakura!" bentaknya.

Keduanya langsung membungkam dan menunduk dalam.

Guru Tsunade menghela nafas sejenak. "Jika ingin pertarungan yang sebenarnya, minggu depanlah waktunya."

Naruto mengerutkan kening bingung. "Memang ada apa minggu depan?" tanyanya.

Sakura mendengus. "Minggu depan itu ajang adu bakat antar jurusan. Selain membimbing para junior, kita juga harus unjuk bakat sebagai persyaratan agar naik ke kelas tiga."

Naruto mengangguk paham. "Iya, aku baru ingat. Hahaha," ucapnya seraya menggaruk belakang kepala.

"Dasar pikun!" ejek Sakura.

"Manusia wajar kalau lupa. Kesempurnaan kan hanya milik Tuhan," sanggah Naruto.

"Yang mendapat nilai tertinggi boleh meminta satu permintaan dari nilai di bawahnya. Bagaimana menurut kalian? Daripada saling memaki tak jelas, lebih baik tunjukkan yang terbaik diantara berdua," saran Guru Tsunade.

Dua siswa itu mematung, berpikir.

Detik selanjutnya, Sakura mengangguk. "Ide yang bagus. Baiklah, terima kasih Guru Tsunade," kata Sakura, membungkuk sekilas. Saat hendak pergi, ia berhenti oleh ucapan Gurunya.

"Tapi kalian tidak luput dari hukuman akibat keributan di kantin tadi. Sakura, kamu menyapu halaman belakang sekolah. Dan Naruto, mengepel semua kamar mandi cowok di lantai dua," perintah Guru Tsunade.

Sakura kembali berbalik sembari berujar, "Baik, Guru Tsunade."

"Melelahkan sekali," tanggap Naruto acuh.

…TOTL…

Saat bel pulang sekolah berbunyi, Naruto menuruti perintah Guru Tsunade. Ia menjalani hukuman bersama dua sahabatnya. Neji serta Shikamaru.

"Merepotkan," komentar Shikamaru, bersandar pada dinding koridor kamar mandi dekat pintu masuk.

"Memang, tapi anggap santai saja. Kita bisa latihan disini," balas Naruto.

"Hah?" kata Neji tak mengerti.

"Lihat," kata Naruto. Ia memegang alat pel seraya menggerakan kaki secara zig-zag ke belakang, menimbulkan decitan sepatu yang berirama.

Ketika Naruto sampai di ujung selatan koridor sepanjang tujuh meter itu, lantai kamar mandi telah nampak bersih. Dia meletakan ujung alat pel pada dinding, berlari kecil sambil mengangkat kedua tangan ke atas kepala, kemudian merapatkan kedua kakinya hingga meluncur kembali ke tempat semula.

"Mengasyikan bukan?" ujar Naruto senang.

"Kekanak-kanakan," komentar Neji pendek.

Naruto memajukan bibirnya. "Yang penting asyik," ucapnya. Jeda sejenak dan Naruto berkata lagi, "Kalian sudah siap untuk ajang bakat minggu depan?"

"Aku belum latihan," jawab Neji.

Sedangkan Shikamaru menjawab, "Itu masih lama."

"Ayo kita latihan bersama! Aku tidak mau kalah dari Sakura," ajak Naruto dengan nada merajuk.

"Aku tidak mau berurusan dengan hal-hal yang merepotkan," ucap Shikamaru malas.

"Kenapa selalu Sakura? Kalian itu seperti anjing dan kucing. Bertengkar tiada henti," kata Neji.

Naruto tersenyum kecut lalu bergumam, "Em, bisa dibilang…"

…TOTL…

Di Jepang, Musim Semi selalu disangkut pautkan dengan bunga Sakura. Sayangnya, bunga yang menjadi kebanggaan Negara Matahari Terbit itu hanya mekar beberapa hari saja.

Keindahannya terbatas oleh waktu. Dan tepat hari ini, sang bunga jenis someiyoshino itu gugur meninggalkan ranting menuju ke dinginnya tanah.

Ino yang duduk di bawah pohon Sakura, mulai nampak bosan. "Eh, Sakura. Apa kau terlahir di Musim Semi?" tanya Ino mencoba memecah keheningan.

"Ya. Maka dari itu, orang tuaku menamaiku Sakura," jawab Sakura sambil terus menyapu bunga serta dedaunan yang berserakan.

"Apa mood-mu masih jelek gara-gara Naruto?" tanya Tenten duduk di samping kanan Ino.

"Aku benci dia," jawab Sakura sinis.

Dua sahabat Sakura menghembuskan nafas. "Memang sejak kapan kalian bermusuhan?" Ino bertanya lagi.

Sakura menghentikan aktivitasnya sejenak. "Entahlah, aku lupa kapan pastinya. Pokoknya sejak kita masih anak-anak."

"Apa kau tidak capek bertengkar terus?" Kali ini gantian Tenten bertanya.

Sakura tampak berpikir. "Tidak," ucapnya. "Eh, memangnya kenapa kalian bertanya begitu?" lanjutnya penasaran.

Ino dan Tenten gelagapan. "Tidak apa-apa kok," kata keduanya terbata-bata.

Sakura hanya mengangguk sekilas lalu berujar, "Aku akan bertarung dengan Naruto di ajang adu bakat minggu depan. Hah, aku tidak ingin kalah cowok blonde itu."

"Kalian tidak terpisah ya?" gumam Ino tanpa sadar.

Sakura yang menangkap suara Ino spontan mendelik. "Apa yang kau bilang, Ino?"

Ino mengibas-ibaskan dua tangannya. "Maksudnya, jika bicara seputar masalah mesti langsung berurusan dengan Naruto," kata Ino cepat.

Sakura mendongak dan menatap langit biru. "Entahlah, mungkin karena…"

…TOTL…

"Dia adalah musuh abadiku," kata Naruto dan Sakura berbarengan di dua tempat berbeda.


Cerita singkat

I'm Sakura centric. Jadi, aku suka membuat pair yang berhubungan dengan Sakura.

Ini project pertama NaruSaku-ku.

Hah, sebenarnya aku berencana hiatus dari FFN selama dua minggu atau satu bulan. Eh ternyata hanya bertahan satu minggu #Efek merdeka UKK

Semoga reader senang dengan fanfiction ini.

Sedikit bocoran. Chapter kedua: Love Contest

Akhir kata.

REVIEW

~Please~