Don't Leave me

Chapter 4

Disclaimer : Masashi Kishimoto, T-ara day and night MV drama ver

Genre : Sci-Fi, family, drama

Warnings : typos tak kasat mata, OOCs (berusaha keras tetep on character, tapi iya enggaknya Readers-lah yang menentukan), abal, DLL

But still,

I hope you like it

Have a nice reading! \(^_^)/


"Kau seharusnya tak membiarkannya pergi sendirian, baka!" Omel Naruto sambil mengencangkan gesper bootnya.

"Kau benar," jawab Sasuke murung. " Mungkin dia tidak akan kembali lagi."

PLAK! Pukulan keras menghantam punggung Sasuke.

"Sakit, Bodoh." Keluh Sasuke sambil menggosok punggungnya yang panas.

"Oh, ayolah. Kalau kau saja lemah seperti ini, kita bisa apa?"

Sasuke tertegun memandang sahabat sejiwanya itu. Naruto hanya melempar senyum dan memakai helm motornya.

"Aku bosan dengan fase ini" lanjut Sasuke yang masih merasa merana sendiri, "Gagal mempertahankan dia, disini."

"Kau memang lebih payah jika dibanding aku," ujar Naruto yang langsung mendapat death glare dari Sasuke, dan buru-buru menambahkan, "Tapi belum terlambat untuk membawanya kembali. Kali ini pastikan dia akhirnya selalu berada di sampingmu, Deal?"

Sasuke hanya mendengus pendek seperti kekehan menanggapi sahabatnya yang sedang on fire itu.

"Nah, Ayo kita selamatkan gadismu, ketua. Jangan loyo!" cetus Naruto sambil menyalakan mesin motornya.

Sasuke hanya tersenyum sekilas sambil berjalan ke arah pasukannya yang siap mati mengikuti arahannya.

"Terima kasih, teman-teman. Kalian Siap?" kata Sasuke yang sudah memiliki kembali kepercayaan dirinya.

/

Dentang pedang bertalu-talu tertutupi dengan hingar bingar musik EDM yang semakin keras. Tak ada seorangpun yang tahu jika dua wanita paling berbahaya di kawasan itu sedang bertarung habis-habisan.

"Kau mau apa, manis?"

"Kembalikan waktuku, penyihir."

"Ah, baru sadar? Kau-ter-ti-pu…. Kyahahahaha." Karis dengan seenaknya tertawa nyaring sambil menyabetkan pedangnya.

Tak kalah sengit, Hinata dengan mudah menyeimbangkanya.

TANG! Hinata menahan pukulan Karin yang datang dari atas. "Dimana kakakku, nenek tua?" ujar Hinata dingin dengan menatap Karin dengan mata birunya, kekuatannya sedang aktif. Pedang Hinata malah balik mendesak Karin hingga Karin mulai kehilangan pertahanannya.

"HE-He. Mana kutahu, gadis bodoh." Ujar Karin sambil menyeringai keji, seperti ular. "Mungkin sudah membusuk di dalam tanah atau di dalam perut pada gagak pemakan bangkai. Hahaha."

Cukup. Karin tak sadar ia sudah kelewat menekan batas Hinata. Hinata melepas kekuatannya. Ia sudah mulai bisa merasakan auranya keluar dari setiap pori-pori kulit nya. Tubuhnya terasa ringan dan matanya fokus, tak lagi buram seputih susu seperti biasannya.

Hinata mundur selangkah kemudian menerjang Karin yang tak siap dengan serangan Hinata yang langsung memberikan tebasan mematikan. Karin yang awalnya tertawa-tawa sambil menangkal serangan Hinata mulai kewalahan. Senyuman memudar berganti geraman yang tak mampu ia redam.

"Kau pikir mudah mengalahkanku, ular kecil." Ejek Karin

"Diamlah, perempuan tua. Mana senyuman kendormu tadi? Apakah lelah tersenyum dengan otot wajah keriputmu itu, nenek?" balas Hinata dengan tenang sehingga tidak kehilangan ritme serangannya.

"Dasar keparat, jangan panggil aku tua!" Karin Murka dan langsung menyabetkan pedangnya sekuat tenaga

Tebasan itu dapat Hinata tahan, kendati menghasilkan bunga api dan percikan-percikan besi yang mengenai Hinata. Hinata tak peduli dengan luka akibat serangan balik Karin, toh rasa sakitnya tak ia rasakan karena kekuatannya sedang aktif. Dan dalam satu gerakan, Hinata langsung merendah saat Karin mengangkat pedangnya dan berhasil bergeser ke sisi belakang Karin. Cukup dekat hingga Hinata dapat membisikkan,

"Berhenti bicara dengan lidah ularmu, dan Jawab pertanyaan ku, Karin!"

SYUT! CRASH! Hinata melayangkan satu sabetan dengan mengerahkan kekuatan dalam tubuhnya. Karin yang sempat menghindar dapat terhindar dari kematian dan hanya mendapatkan luka tebasan di lengan atasnya. Namun tak ayal serangan itu membuat kulit dan daging Karin sobek.

Karin langsung ambruk dengan jerit kesakitan dan menjatuhkan pedang dari tangan kanannya yang terluka. Hinata berhenti sejenak. Dengan sabar menatap Karin yang terengah-engah karena rasa sakit luar biasa yang dirasakannya. Namun ia tak dapat menunggu jawaban terlalu lama dari monster itu.

"Yah, waktumu sudah habis, nenek. Selamat tinggal!" ujar Hinata tenang dan mengangkat pedangnya ke arah tempurung kepala Karin.

"Bunuh aku dan biarkan rahasia kekuatanmu ikut terkubur bersamaku, kelinci kecil."

/

Pengamanan di gedung markas itu sangat sulit untuk ditembus. Sakura mati-matian mencari jalan menuju adiknya. Satu dua kali ia bertemu dengan para anggota Black Crow. Mau tak mau ia harus terlibat baku hantam dengan mereka. Dan untung saja, walaupun sempat mengalami koma selama beberapa waktu, Sakura masih sanggup mengimbangi mereka dan mengalahkan mereka.

Ia sudah sampai di bagian atrium. Sakura bersiap menebas orang-orang tak tahu diri di ruangan yang separuh difungsikan sebagai bar ini, tempat para pengikut karin berkumpul dan minum-minum sepuas mereka. Tiba-tiba megafon berbunyi nyaring. Sirine pun berbunyi bersahut-sahutan.

"PERHATIAN KEPADA GARDA SATU, SEGERA MENUJU AREA 5 DAN BACK UP YANG MULIA SEKUAT TENAGA, DAN PADA GARDA-GARDA LAINNYA, SEGERA BERSIAP, KARENA ADA SERANGAN YANG MENDEKAT DARI ARAH BARAT LAUT DAN AKAN SAMPAI DI MARKAS DALAM 5 MENIT. SEGERA!" Begitu bunyi dari pusat komando.

Orang-orang itu mengerang malas dan bergerak meninggalkan ruangan itu. Sakura menepi hingga tak seorang pun mendapatinya sedang bersembunyi di tempat itu.

'Serangan? Jangan-jangan….' Batin Sakura.

Sakura curiga yang disebut sebagai yang mulia dari komando tadi adalah Karin sendiri. Dan saat ruangan itu kosong, ia segera bergegas mengamati peta bangunan yang diletakkan di dinding, ia bersyukur anggota itu juga tak seberapa pandai untuk menghapalkan ruangan maskas mereka sendiri.

Sakura menemukan dimana letak Area 5. Tempat itu dekat dengan tempat berlambang bola disko dan jaraknya lumayan dekat dari atrium. Semoga saja itu benar area diskotik.

Ia mendecih melihat betapa payah orang-orang Black Crow disini. Bermalas-malasan, minum, hanya bersenang senang. Rupanya menjadi yang paling berkuasa membuat mereka lupa bagaimana mempertahankan kekuasaan mereka dan hanya terlena dengan kesenangan dunia.

Sakura berlari menuju lorong yang membawanya ke Area 5 saat ia mendengar ledakan granat memecah keributan. Disusul dengan beberapa dentuman yang sepertinya dipicu mortar darat. Serangan yang dimaksud telah tiba lebih awal dari waktu yang diperkirakan.

Tap! Sakura merasakan sebuah bayangan hitam hinggap di belakangnya. Ia berbalik tepat saat bayangan-bayangan hitam itu menjerit tak elit karena ditodong pedang dan pukulan telak, Sakura berbalik dan mendapati dua orang yang dikenalinya.

"Naruto?! S-Sasuke? Bagaimana kalian bisa disini?" Tanya nya tak percaya.

"Sakura-chaaaan. Kau baik-baik saja?" ujar Naruto, orang yang tadi menjerit, sambil menghambur ke arah Sakura

"Tapi, bukankah sudah kubilang biar aku yang mengatasi mereka sendiri?" Sergah Sakura sambil menoyor Naruto pergi dari hadapannya.

"Dan membiarkan kau menghadapi maut sendiri? Aku tidak sebodoh itu, Sakura." Ujar Sasuke tenang. "Lagipula, jika kau tidak menginginkan kami membantu, anggap saja kami hanya sedang melakukan serangan bulanan pada gagak-gagak bodoh ini."

"Aku tidak memin—"

"DAN bagiKU, ini kewajiban. Melindungi orang yang kau sayang bukanlah hal yang tabu, nona." Sasuke memotong ucapan Sakura dan maju selangkah. Matanya menatap tepat di mata emerald Sakura.

Perdebatan itu menghasilkan keheningan dan khususnya perdebatan bisu antara Sakura dan Sasuke. Naruto hanya berdiri salah tingkah diantara mereka berdua. Sakura akhirnya mendesah dan menyerah memandang mata setajam elang itu.

"Baiklah. Silahkan serang markas ini, tapi aku tidak meminta kalian mengorbankan nyawa demi tujuanku. Dan kuminta, apapun yang terjadi di antara adikku dan Karin di area 5, biarlah aku yang menghadapinya." Sakura akhirnya memutuskan.

"Kami akan mem-back up mu dari sini sampai ke sana. Deal?"

"Sas—" elak Sakura

"Ini perintah, nona Hyuga." Tegas Sasuke

Sakura hanya bisa menghembuskan napas kesal sambil kembali berlari ke arah area 5 diikuti oleh Naruto dan Sasuke.

"Ini membuatku hidup kembali! Yeah!" seru Naruto sambil berlari yang kemudian mendapat pukulan keras dari Sasuke di kepalanya.

/

Sesampainya di bagian depan area 5 mereka sudah disambut dengan sekelompok penjaga yang bersiap menghadapi serangan. Baku hantam tak terelakkan. Sasuke melawan mereka dengan pedang nya, Naruto dengan tangan kosong membuat penjaga-penjaga itu babak belur.

Sakura berusaha melepaskan diri, ini bukan pertempurannya. Sasuke menyadari itu dan segera mengambil alih lawan Sakura yang membombardir lawannya yang sedang tidak menempatkan pikirannya disana.

"Pergilah. Aku yakin adikmu lebih membutuhkanmu disana. Kami atasi yang disebelah sini."

Sakura hanya bisa meraih lengan Sasuke dan meremasnya. "Sampai kapanpun aku tak akan pernah bisa membalasmu."

"Oh, tentu saja kau bisa. Pria mempunyai cara lain untuk mendapatkan haknya." Ujar Sasuke jenaka dengan menyunggingkan seringai andalannya.

Sakura tidak paham dengan apa yang dikatakan Sasuke dan hanya mengangkat bahu sejenak sebelum berlari pergi. Mengindahkan teriakan riang Naruto yang menyuruhnya kembali dengan badan sehat wal afiat.

/

"Bunuh aku dan biarkan rahasia kekuatanmu ikut terkubur bersamaku,tikus kecil."

Hinata hanya bisa menatap wanita itu dengan tatapan kaget bercampur bingung. Sudut bibir Karin membentuk senyuman aneh dengan noda darah di tepi dalamnya.

"Berhentilah berbicara omong kosong, keparat. Aku tak sudi mendengar dongeng-dongengmu yang lain." Desis Hinata.

Karin terbahak-bahak dan berhenti dengan suara batuk yang kering, "Kau pikir, semua bencana ini murni kesalahanku, Honey." Karin senang melihat mata Hinata menyipit bingung, "Tidakkah kau tahu, ayah dan ibumu juga berperan sebagai penyebab semua kehancuran ini, manis."

"Bohong!" sentak Hinata, "Ayah dan ibuku bukan orang gila sepertimu. Ibuku mati dengan hormat karena jasanya terhadap negeri ini."

"Oh ayolah, tidakkah kau paham semua ini, hasil penemuan ibumu. Yah, aku tak pernah kecewa dengan kecerdasan muridku yang satu itu. Semua orang memuji-mujinya. Nobel, medali, gelar, semua memang pantas ia dapatkan. Tapi," Karin menatap jauh langit kelam tak berbintang.

"Tak akan ada yang ingat siapa yang mengajarinya, bukan. Permata akan dikenang karena keindahannya, bukan orang yang menggali dan memolesnya sampai berkilau, bukan begitu?"

"Kau.. apa?...mu-murid." Kata Hinata terbata.

"Ya. Aku guru ibumu, dear. Aku pula yang menghasutnya mendekati laksamana infanteri termuda dalam sejarah dan menikahinya. Aku yang menyarankannya untuk melakukan implantasi sel telur milik wanita Haruno itu saat ia dinyatakan tak bisa mengandung, dan yah… kakakmu yang berambut gulali itu adalah hasilnya. Kebahagiaan palsu tentu tidak akan bertahan lama, bukan? Namun keajaiban terjadi, kau lahir di dunia ini sebagai penyatu hubungan ayah dan ibumu yang retak." Kata Karin sendu.

"Aku juga yang mengajaknya berkerjasama untuk merancang proyek nuklir itu. Tak ada yang salah sampai suatu hari ia ingin membuat lebih dari satu reactor yang ia pikir bisa mengahasilkan sesuatu yang lebih spektakuler. Ada dua reactor pada akhirnya. Satu adalah rekator mekanik, dan yang satunya adalah reaktor biologis. Ah, kuingatkan bahwa kelahiranmu ada kaitannya dengan reaktor nuklir ini. Ingin tahu?"

Hinata menunggu kelnjutan kata-kata Karin.

"AKU lah yang dalang yang menciptakan omong kosong tentang keajaiban kelahiranmu. Aku yang memberikan ibu mu serum nuklir berbasis gen manusia yang berhasil menjadikan janin tumbuh di rahimnya yang kini sudah berani menodongkan pedang padaku. Ya, sweetheart. Surprise! Kau adalah reaktor biologi itu. " kata Karin dengan wajah bahagia yang anehnya membuat wajahnya semakin menakutkan. "Dan, disitulah awal mula tragedinya,"

"BERHENTI ATAU KUROBEK BIBIR TIPISMU ITU, ULAR BUSUK."

Hinata melirik dengan mata nyalang ke arah datangnya suara.

"Aw… welcome to my lair, kakak abal-abal." Cetus Karin pada Sakura yang datang dan langsung menghunuskan pedangnya pada 'guru' ibu mereka itu.

TRANG! Sakura langsung memisahkan silang antar pedang itu dan mengubah arah sabetannya pada Karin, karin yang sedang siaga, langsung menahan pedang Sakura, sedangkan Hinata hampir terjatuh terpapar serangan Sakura.

/

"ISI KEMBALI MORTARNYA!" Gelegar suara Ino membelah langit malam.

Artileri yang bergerak dalam kecepatan pasti itu mulai merangsek kedalam benteng The Crow. Di atas jeep yang paling depan. Berdirilah si gadis pirang berkuncir kuda yang memimpin garda serangan. Sedangkan di ruang kendali Zeppelin yang melayang di atas, Shikamaru mondar mandir mengatur semua agar tetap terstruktur.

"Siapkan serangan kedua, jaga sayap kanan dan kiri tetap dalam posisi siaga. Dan hubungkan aku dengan pusat kendali infanteri di belakang!" perintah cepat si rambut nanas menggema di ruang kendali itu. Semua tampak sibuk, radar berputar dalam kumparan. Semua operator berfokus pada panel dan layar yang mereka kendalikan.

"Ya? Aku disini, nanas?"Jawab Sai dari Walkie talkie.

"Berhenti memanggilku dengan sebutan aneh itu, dan laporkan status di belakang sana!" sergah Shikamaru.

"Yare-yare, kau ini pemarah sekali, padahal itu ben—"

"Sai."

"Baiklah, semua persediaan masih dalam jumlah yang cukup, baik amunisi ataupun ransum. Baru ada 3 orang yang datang kemari, tidak ada luka serius. Laporan selesai."

"Baik, terima kasih." Kata Shikamaru sebelum detik terakhir sambungan terputus.

Shikamaru mengomando untuk menghentikan serangan artileri dan menggantinya dengan posisi bertahan. Dan kini saatnya ia menghubungi Neji yang berperan sebagai komando infanteri yang kini terhubung melalui Jaringan Lingkaran Komando.

"Neji, aku sudah kirimkan peta dalam markas ini dari tim bayangan. Lihat PDA mu, Sudah? Baik, posisikan Serangan Jala. Dan Ino, aktifkan Posisi Jangkar. Tetap pada tempat kalian, tunggu aba-aba selanjutnya!"

Barisan pemuda pemudi berpelindung dan bersenjata sudah berbaris dalam garis yang rapat. Serangan artileri berhenti, dan digantikan dengan dengungan rendah yang timbul saat hologram biru berpendar menyebar menjadi kubah besar yang melindungi seluruh barisan pasukan. Zeppelin yang melayang di atas mereka sejenak berkelip dan dalam sekejap mata menghilang dalam lapisan penyamaran, sewarna dengan langit malam.

Dari pihak musuh sendiri masih menghujani mereka dengan serangan yang hanya mampu memantul di kubah perlindungan White Sun.

Dan dalam satu helaan napas, "MULAI!" komando Shikamaru menggema seakan membangunkan seluruh pasukan. Suar dilepaskan, sejenak langit malam seterang siang.

"All Hail The White Sun!" Seru Neji sambil berlari memimpin pasukan menyerbu bangunan markas Sang Gagak Hitam. Seruan itu bergaung dari seluruh pasukannya.

"Brightness for the Future!" Sahut Ino yang masih berdiri tegak di atas kendaraan nya, mengatasi gemuruh pasukan infanteri, Lepas dalam udara sarat adrenalin yang memenuhi langit malam ini. Ia mengangkat Rapier-nya melintang. Memberikan perintah pada seluruh artileri untuk tetap siaga.

/

TRAANGG!

Pedang Sakura menangkis serangan Karin. Kendati lengan kanannya tidak bisa bekerja secara maksimal, serangan Karin masih cukup kuat untuk membuat Sakura berhati-hati dalam memainkan langkahnya. Tak satupun serangan luput dari pertahanan Sakura.

Namun, Hinata masih menyela pertarungan mereka, tak ayal kemudian duel satu lawan satu itu berubah menjadi pertarungan 3 arah. Hinata masih belum yakin harus menebas siapa dan bertahan dari siapa. Sejenak Karin melirik Sakura, yang dilirik memandang Karin dengan segenap dendam yang berakar dalam sukmanya.

"Siap mati, kakak yang tak begitu pintar?" ujar Karin dengan nada kekanak-kanakan.

"Diamlah, Ular busuk." Sahut Sakura dingin.

Sepersekian detik berhenti, kemudian Karin melancarkan serangan mendadak ke Hinata dengan pedangnya, Hinata yang belum siap lantas menahannya dengan tangkisan setengah hati hingga pedangnya terlepas dan melayang hingga tak terjangkau di luar gedung. Sakura mengambil alih dengan langsung mengcover pertahanan Hinata dan mengadu pedangnya dengan milik Karin.

Denting pedang bersahutan memenuhi udara, Sakura yang belum sepenuhnya pulih mendapat beberapa sabetan di betis dan lengannya, luka menganga di pinggangnya memacarkan darah, namun Sakura masih bertahan hingga Karin memutuskan berbelok langsung ke Hinata yang kehilangan pedangnya.

"Hinata!" Sakura melempar pedangnya ke Hinata, meskipun lemparan itu sukses ditangkap Hinata yang mengaktifkan kemampuannya namun Karin masih bisa menebas dada Hinata hingga meninggalkan luka melintang ke bahu kirinya.

Sabetan itu menyebabkan Hinata oleng ke kiri dan membuatnya berputar membelakangi Karin, seketika kekuatannya menghilang, tubuhnya lebih memilih memulihkan dirinya dibanding berfokus untuk menyerang.

Melihat itu, Karin tersenyum bengis mengangkat pedang bersiap menebas apapun yang tersisa dari Hinata.

"Kau milikku, kelinci kecil…"

Samar Hinata melihat akhir hidupnya, dibantai nenek tua berbalut tubuh seorang gadis. Hingga sepasang lengan hangat merengkuhnya, dan segalanya gelap. Ia tahu pedang Karin telah menyabet targetnya. Jerit itu bukan miliknya, daging yang tercabik bukan miliknya, darah yang tertumpah bukan berasal dari nadinya. Tapi rasa sakit itu hadir dalam benaknya, rengkuhan itu mengendur, menambah perih yang Hinata rasakan.

"Aku… meny…nyayangimu, Adik kecil." Sakura berbisik sepelan deru angin, tersedak darah yang menggelegak ke tenggorokkannya. Sayatan panjang membelah punggungnya, mungkin tulang belakangnya pun ikut terkoyak.

Dalam kebingungannya, degup jantung Hinata berpacu seiring melemahnya tubuh yang memeluknya. "Ka-kakak."

Tak ada balasan. Sahutan yang ia tunggu tak datang. Kini malah Hinata yang harus menopang tubuh itu. Kenyataan membombardir tempurung kepalanya. Air mata mengalir dalam sunyi di pipinya yang bernoda.

Itu kakaknya.

Sakura diam. Memandang kosong. Meninggalkan senyum yang membeku di wajah ayunya.

Kesempatan itu tak disia-siakan Karin. Sekali lagi mengangkat pedangnya. Namun, Hinata lebih cepat. Berpusar pada kakinya dan menghujamkan pedangnya menembus batang tubuh Karin yang tak terlindungi.

Tubuh Karin ambruk dalam kolam darah.

Hinata biarkan Karin menanti ajalnya. Kini ia dekap tubuh Sakura yang mulai mendingin. Ia memanggil kakaknya dalam racauan putus asa, seakan membawanya kembali ke dunia fana.

"Satu hal yang harus kau ingat, Hinata." Desau Karin yang ternyata masih disana. Senyum tamak itu masih bertengger, kendati wajahnya tak lagi dapat dikenali. Hanya sosok wanita udzur yang sedang menanti maut.

"Sekuat apapun kau melawan Kematian, dia tak dapat dielakkan."

Satu hembusan napas terakhir, dan jiwa meninggalkan raga itu.

Tinggalah jeritan Hinata yang mendengung membelah angkasa.

/

"Selamat tinggal"

TBC


a/n

singkat saja, Maaf terlalu lama diupdate. Sorry about these lame fight scenes, and also sasuke OOC-ness… T-T

Dan, selamat anda sudah sampai di 4/5 cerita…

Saya usahakan update nya nggak selama yang ini

Peace,

Ellena Weasley