Tears of Regret

Author: RiN

Chapter: 1/4

Disclaimer: All casts is belong to themselves.

Rated: T

Pair: ZhouRy (Zhou Mi – Henry), slight KiHyun.

.

Warning: AU, YAOI, OOC, Death-chara, Typo, Dll.

.

Genre: Romance – Angst

.

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

Untuk istriku tercinta di dunia RP ._.

.

.

Adakalanya… bahkan walau cinta telah menyatukan dua orang manusia, ia bahkan bisa memisahkan keduanya kembali—

.

.

Suara detak jarum jam memenuhi ruangan yang tidak terlalu besar itu. Hanya ada ia, ditemani oleh perabot rumah dan suara hujan di luar sana. Keadaan statis seperti itu sejak beberapa jam yang lalu. Ia yang duduk, memeluk dan menenggelamkan wajahnya pada lutut. Sesekali terdengar helaan nafas—lelah dan frustasi. Penampilannya berantakan, layaknya orang-orang ketika bangun tidur. Hanya yang membedakan adalah mata. Matanya sembab, iris gelapnya tak bersinar seperti ia yang biasanya.

"Hhh…"

Helaan nafas—entah yang keberapa kalinya hari itu—kembali terdengar. Ia memejamkan kedua matanya. Ingin tidur—kalau saja bisa. Ia lelah, bukan hanya tubuh tapi hati dan juga pikirannya. Istirahat adalah satu-satunya hal yang ia inginkan, tapi itu jelas adalah sesuatu yang sangat sulit. Mustahil bisa ia lakukan, terutama dengan keadaannya saat ini.

Ia merindukannya. Merindukan orang itu.

Dan bertemu dengan orang itu adalah satu diantara banyaknya hal mustahil di dunia ini—kecuali jika ia punya niat untuk menyusulnya.

Kalau saja ia lebih peka, setidaknya… ini tidak akan berakhir seperti ini… kalau saja…

.

.

.

FLASHBACK—

'Henry Lau adalah english namenya. Ia keturunan China, tapi tinggal dan besar di Canada. Mahasiswa jurusan seni musik. Tinggal di Korea seorang diri di sebuah apartemen yang tidak terlalu besar tapi cukup untuk dihuni olehnya, dan hanya berjarak lima belas menit dengan bus dari tempatnya kuliah. Pipinya chubby, tubuhnya lumayan tinggi walau tidak menembus angka 180. Piawai memainkan beberapa alat musik, terutama biola, piano dan gitar. Selain itu kemampuan dance dan olah vokalnya juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Punya banyak anti-fans sekaligus juga fans terutama dari kalangan yeoja dan namja tipe seme—'

"Mwo!?"

Zhou Mi mengerutkan alisnya. Namja bersurai kemerahan itu mengerjapkan kedua matanya beberapa kali melihat tulisan hangeul acak-acakan—mungkin karena ditulis terburu-buru atau mungkin juga ketika si penulis membuat tulisan ini ia juga sekalian pacaran dengan kekasihnya via telepon—yang berisikan informasi mengenai seorang namja, hoobaenya di jurusan ini.

"Fans? Bahkan anti-fans? Lalu… kalau yeoja sih aku masih bisa memakluminya, tapi… namja…? Seme pula…"

Namja lain—berambut ikal kecoklatan dan sedikit lebih pendek darinya yang tinggi badannya sudah cocok untuk dipanggil tiang—mempoutkan bibirnya kesal. "Yaakk, gege. Aku tidak bohong. Dia memang punya banyak fans. Kebanyakan ya yeoja yang gemas melihat sisi aegyonya kalau tidak ya namja yang berstatus seme…"

"Ini… serius…?"

"Gege… kau meragukan kemampuan pengamatanku? Aku sekelas dengannya di beberapa mata kuliah—hampir dua per tiga mata kuliahku di semester ini lebih tepatnya—jadi aku punya banyak kesempatan untuk memperhatikannya…"

"Ng… jinjja?"

Namja itu menghela nafasnya. "Minggu lalu, dia menolak ketika diajak kencan oleh Donghae-hyung. Tiga hari sebelumnya ia menolak ajakan pulang bareng dari Siwon-hyung. Bahkan empat hari sebelumnya lagi, dia juga menolak ajakan Yesung-hyung. Sisanya aku tidak tahu siapa lagi yang dia tolak…"

"Gui Xian…"

Kyuhyun mendongakkan kepalanya. "Ne?"

"Kau stalker yang hebat…"

Plak.

Kyuhyun memukulkan gulungan kertas—itu partitur penting untuk tesnya besok sebenarnya—tepat di kepala Zhou Mi. "Jangan sebut aku stalker. Setidaknya katakan aku itu pengamat yang baik!"

.

.

.

Henry menghentikan langkah kakinya. Lagi, ia merasa kalau ada seseorang yang mengikutinya. Ini sudah dua minggu berlalu sejak ia mengalami hal itu. Tidak terlalu parah sih, si stalker hanya mengikutinya di sekitar universitas, di luar itu ia aman. Tapi... tetap saja mengganggu.

Ia memandangi sekelilingnya, sepi. Hampir tidak orang, kecuali dirinya mungkin. Ia mengendikkan bahunya. Mungkin hanya halusinasinya, atau mungkin si stalker sudah pergi. Henry kembali melanjutkan langkahnya, padahal kalau saja ia sedikit menoleh ke arah kanannya ia akan bertemu dengan si stalker yang akhir-akhir ini hobi mengikutinya.

Trek.

"Huft… hampir saja…"

Kyuhyun melangkahkan kakinya keluar dari belokan yang menuju ruang musik. Sedikit bersyukur karena walaupun Henry menyadari ada seseorang yang mengikutinya, sosoknya tidak ketahuan sedikit pun. Kalau tingkahnya seperti ini, wajar saja kan Zhou Mi menyebutnya stalker yang hebat.

"Tinggal dua hari lagi, baru aku akan benar-benar menjodohkan mereka… setidaknya Mimi-gege harus punya kekasih… sebelum dia benar-benar… pergi…"

.

.

.

Zhou Mi sedikit berlari ketika disadarinya waktu telah menunjukkan pukul lima sore. Ia merutuki ketika tak ada seorang pun—terserah mau dengan cara apa—yang mengingatkannya kalau waktu sudah selarut ini. Kyuhyun juga tak menghubunginya—yang artinya ia tidak akan memiliki tumpangan untuk pulang ke apartemennya. Anak itu jelas sudah pulang, mungkin.

Ia semakin mempercepat langkahnya, hingga rasanya seperti melayang. Well, ada untungnya juga memiliki kaki jenjang yang bisa digunakan untuk melangkah dengan lebar. Setidaknya ia tidak akan membuang waktu terlalu banyak. Ia ada janji dan ketiadaan Kyuhyun yang tidak bisa ditumpanginya tidak akan terlalu berpengaruh padanya. Tapi dalam waktu satu jam—kurang lima menit mengingat itu adalah waktu yang bisa digunakannya untuk berlari dari gedung hingga gerbang depan—ia harus sudah berada di tempat yang ditujunya.

Kalau tidak… mungkin ia akan kena sedikit bentakan… mungkin.

Deg.

Mwo?

Langkah kakinya sedikit melambat. Tidak, tidak ada yang salah dengannya. Hanya saja… tiba-tiba melambat…?

BRUK!

"Ah, mianhae…"

Seseorang menabraknya. Dan untungnya ia masih sedikit memiliki refleks untuk berpegangan pada tembok di dekatnya. Ia mendongakkan kepalanya, mendapati seorang namja tengah membungkukkan badannya. Tipikal orang yang menjunjung kesopanan yang tinggi.

"Mianhae… aku tidak sengaja… aku sedang buru-buru…"

Ia masih membungkukkan badannya. Beberapa buku miliknya berjatuhan. Alih-alih memungutnya, kelihatannya orang ini refleks langsung meminta maaf padanya.

"Ng… ne, gwaenchana…"

Zhou Mi berjongkok memunguti benda-benda yang berserakan di sekitarnya. Gerakannya kembali normal. Mungkin hanya… perasaannya?

"Ah itu…"

Namja yang menabraknya ikut berjongkok. Kelihatannya merasa tidak enak ketika Zhou Mi malah memunguti buku-bukunya.

"Tidak apa-apa. Aku juga yang salah karena diam di tengah jalan barusan… ini…" Zhou Mi menyerahkan buku-buku itu, dan tepat saat itulah ia melihat wajah namja yang—menabrak atau ditabraknya itu?

Ia terbelalak. Ya Tuhan

Zhou Mi diam. Namja ini, namja yang informasinya baru saja ia baca tadi siang. Apa ini yang namanya jodoh, malah bertemu setelah berusaha mencari tahu—well, yang itu sebenarnya kerjaan Kyuhyun sih bukan ia yang meminta. Ia kan hanya minta dicarikan orang yang—mungkin—bisa jadi kekasihnya. Dan gilanya… Kyuhyun malah mencarikannya seorang namja. Gila, dan ia yang tidak mengeluarkan protes apapun jelas sama gilanya.

"Sunbae?"

Zhou Mi tersentak. "Ah… n-ne?"

"Gwaenchana? Mian… aku malah menabrakmu tadi, ditambah setelah itu kau malah memunguti buku-bukuku yang jatuh…"

"Ne… gwaenchana… sudah kubilang kan kalau itu aku juga yang salah…" Zhou Mi mengeluarkan senyumnya—dan percaya atau tidak rasanya ia sedikit melihat rona merah tipis di pipi chubby anak itu.

"Mianhae… kalau begitu aku permisi dulu…" Ia membungkukkan badannya sekali lagi, lalu beranjak pergi dari tempat itu—sedikit berlari.

Zhou Mi menatap kepergian anak itu hingga ia menghilang di sebuah belokan. "Henry Lau ya… jauh lebih manis daripada foto yang diambil Gui Xian…"

Ia kembali melangkahkan kakinya, merasakan sesuatu yang aneh kembali terjadi padanya. "Ng… lagi…?"

Namja bertubuh tinggi itu mengangkat tangan kanannya—perlahan. Bukan gerakannya yang biasa. "Apa mungkin…?"

.

.

.

Henry sedikit menengokkan kepalanya ke belakang ketika ia berbelok. Namja tadi sedikit menarik perhatiannya, selain karena tinggi badannya yang memang sedikit di atas rata-rata dan surai kemerahan yang membingkai wajahnya. Terlihat tampan dan… mempesona…?

PLAK!

"Yaakk! Apa yang kupikirkan? Aishh…"

Henry memegangi pipinya. Rasanya pipi chubbynya kini tengah merona. Ya Tuhan, kenapa bisa jadi seperti ini.

"Jangan-jangan… aku… malah menyukainya?"

Blush!

"Aish…"

Namja berkulit putih itu semakin mempercepat langkahnya, berharap itu bisa membantu usahanya melupakan apa yang baru saja terlintas dalam pikirannya. Menyukainya? Yang benar saja kan?

Tidak mungkin kan kalau ia menyukai… namja?

.

.

.

"Spinocerebellar Degeneration?" Kim Kibum mengerutkan alisnya membaca dua kata bercetak miring di selembar kertas yang tidak sengaja ia temukan di salah satu buku-buku milik kekasihnya, Kyuhyun.

Bukannya ia tidak tahu atau apalah. Itu familiar terutama untuknya yang merupakan mahasiswa jurusan kedokteran. Hanya saja yang mengherankan adalah kenapa ditemukan di kamar kekasihnya? Kyuhyun mungkin namja jenius, tapi menemukan kalimat itu—bahkan hanya di selebaran yang bisa saja dianggap tidak berarti oleh orang lain—di tempat ini adalah hal yang bisa dibilang mustahil. Anak itu jurusan musik, dan menemukan kalimat ini di sini rasanya aneh.

Itu nama penyakit. Penyakit saraf lebih tepatnya. Bukan penyakit yang umum terjadi pada manusia, bahkan presentasenya mungkin bisa dibilang sedikit, jika dibandingkan dengan penyakit saraf yang jauh lebih dikenal lainnya. Tak ada obatnya, dan bisa dipastikan si penderita akan mengalami kematian—entah cepat atau lambat.

Kibum melangkahkan kakinya menuju rak buku. Iris gelapnya yang dibingkai kacamata persegi menyusuri setiap kalimat di punggung buku. Rata-rata buku musik, sisanya yang berhubungan dengan matematika, mengingat itu adalah subjek yang disukai Kyuhyun selain musik. Pandangannya berhenti pada sebuah buku bersampul coklat tua, tidak berjudul. Kibum mengambilnya lalu membukanya perlahan.

"Untuk apa Kyuhyun mencari tahu soal penyakit ini, kalau ia sendiri bukan dari jurusan kedokteran…? Kecuali…"

Namja berkulit putih itu menyimpan buku tersebut di tempatnya semula, lalu berjalan ke luar. Kyuhyun belum pulang dan berada di kamarnya—sambil menggeledah seperti ini—jelas tidak sopan. Yah, walau sebenarnya Kyuhyun membebaskannya untuk keluar masuk kamar miliknya ini.

Kecuali… yah, kecuali Kyuhyun sendiri yang mengalaminya—atau orang lain yang dekat dengannya… mungkin?

.

.

.

Kyuhyun berlari menuju kamarnya. Ia baru tahu kalau Kibum masuk ke kamarnya. Bukannya ia tidak mengizinkannya, hanya saja ia melupakan sesuatu. Kertas itu… kertas itu pasti masih ada di buku itu. Dan kemungkinan Kibum melihatnya sangat besar, mengingat kekasihnya itu selalu membuka-buka buku yang ditumpukkannya di atas meja.

Ia membuka pintu kamarnya, dan berdiri dengan kaki lemas. Posisi buku-buku di atas mejanya berubah. Kyuhyun berjalan mendekati meja. Ia membuka buku yang paling atas. Kertas itu tidak ada. Hanya sebuah coretan kecil yang mungkin terlihat tidak berguna bagi orang lain. Tapi untuk orang sejenius kekasihnya, kertas bertuliskan dua kalimat itu jelas bisa memiliki arti lain…

Kyuhyun berjalan ke rak bukunya. Mendapati bahwa buku bersampul coklat tua itu sedikit menyembul keluar, dan bisa ia asumsikan kalau Kibum jelas sudah mengambil dan sedikit membacanya.

Kibum sudah pulang sejak tadi. Itu yang dikatakan oleh kakak perempuannya. Ia tidak tahu apa yang akan dipikirkan oleh Kibum, toh ia juga kadang tidak bisa menebaknya. Kyuhyun terduduk lemas di atas kursi.

"Aish… bagaimana ini? Padahal tidak ada yang boleh tahu…"

.

To Be Continued—

.

a/n Ini hanya ff selingan, di tengah numpuknya ff saya yang masih harus diupdate. xD Kapan-kapan pasti saya lanjutin kok yang lain, harap sabar aja.. #emangada.

Ini ff request, yang minta biar endingnya harus sad. Udah agak lama sih, tapi plotnya baru saya dapet kemarin-kemarin, ketika saya—gak ada angin gak ada hujan—mendadak pengen nonton dorama One Litre of Tears. ._. Tau kan? Yang dulu… waktu jaman saya masih unyu-unyu plus imut pake seragam putih biru (#plak) tayang di TV. ._.

Cuma terinspirasi sama penyakitnya doang kok, plotnya sih tetep saya cari sendiri sambil nyoret2 bangku kuliah. xD Dan yang pasti ini bakalan sad ending~ *nari-nari* kenapa? Karena Spinocerebellar Degenertion atau SCD atau Ataxia itu gak ada obatnya, dan—untuk saat ini—penderitanya dipastikan bakalan meninggal. ._.

Oke, sekian dari saya~

Next update kalau saya ada waktu luang buat ngetik lagi: Compass sama Addicted.

.

See You~

.

BEST REGARDS

RiN—

.