Sekeliling Iris amethyst itu memerah, bendungan-bendungan air mata tak dapat dikuasainya. Bibirnya terus menggumamkan nama orang yang sangat ia sayangi di dunia ini, yang sangat ia kasihi dan yang sangat ia cintai selain kedua orangtuanya.
"Shion-chan! Ja-jangan tinggalkan aku! Hiks..hiks...Na-nanti siapa yang akan membantuku merawat..hiks..hiks..bunga kesayangan kita berdua? Siapa?! Siapa yang akan..hiks..hiks...menemaniku tidur? Siapa?!"
"Hi...Hina-chan...ja-jaga dirimu. Ja-jaga ibu dan ayah.A-aku menyayangi ka-kalian.."
Tut...
Suara mesin pendeteksi detak jantung yang menandakan bahwa tidak ada lagi gejolak disana. Sang gadis hanya terpaku di tempat. Wajahnya mengatakan bahwa ia tak percaya dengan apa yang baru saja ia alami. Shock, sedih, terpuruk, semua jadi satu.
"SHION-CHAAAAAANNNNN!"
.
.
.
Kaki jenjangnya melangkah dengan cepat menuju pesawat yang akan ia naiki. Tiada senyuman yang terpampang di wajahnya, tatapannya lurus atau lebih tepatnya kosong. Tangan kanannya mencengkram tas kecil yang ia bawa dengan kuat, tangan kirinya sendiri memegang telepon genggam berwarna lavender.
"Ya bu, pesawat sebentar lagi take off. Sudah dulu ya." Ucapnya, kemudian mematikan teleponnya.
Helaian nafas kembali berderu dari bibir merah mudanya. Tatapan tajamnya berubah sendu, helaian poni pirangnya menutupi keseluruhan matanya. Perlahan, bulir-bulir air suci turun dari amethystnya. Ia menangis dalam diam, tanpa isakan.
"Um, Nona? Aku akan duduk disini." Ujar seseorang, mengagetkan pemilik berlian lavender itu.
"Hn." Hanya itu yang keluar dari bibir sang gadis, ia sama sekali tidak berniat berbicara dengan siapapun saat ini.
"Eh? Apakah kau menangis, nona?" Tanya orang itu lagi yang diketahui berjenis kelamin lelaki. Sang gadis hanya diam, tidak menanggapi pertanyaan yang dilontarkan pria tersebut.
Menangis? Tidak, aku tidak menangis, aku hanya mengeluarkan kesedihanku.
Tiba-tiba, sehelai kain sapu tangan tersodor di hadapannya. Ia mendongkakkan kepalanya dan melihat pemuda berambut jabrik yang tengah melihatnya dengan tatapan khawatir.
"Umm.. Tidak baik jika air mata itu membasahi bajumu, kau akan kedinginan. Lebih baik, kau menghapusnya dengan ini." Ucap pria tersebut. Jemari lentik gadis itu pun mengambil sapu tangan itu dengan senyuman tipis.
"Terima kasih." Ujarnya.
Sang pemuda tersenyum lima jari, tangannya terulur ke arah sang gadis.
"Aku Namikaze Naruto, siapa namamu?"
"Aku..Hyuuga, Hyuuga Shion."
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
.
Love and truth.
.
By Yukimura Hana
.
Warning: Abal, Gaje. Typo dimana-mana. RnR please:)
.
.
Chapter 1 - Awal yang menyakitkan.
Taksi berwarna biru berhenti di sebuah kawasan elit. Simbol khas bangsawan pun terpampang di depan gerbangnya. Jari lentik itu perlahan menekan tombol yang ada dan menunggu. Menunggu seseorang membukakan pintu.
"Ah! Shion-chan! Kau sudah datang! Tunggu sebentar!" Teriak seorang wanita dengan suara yang keibuan dari ujung telepon. Shion-gadis itu hanya menghela nafas berat, sudah berapa lama ia tidak mengunjungi orang tuanya.
Akhirnya, gerbang coklat itu terbuka dan menampakkan seorang wanita berambut kuning pucat dengan senyuman sumringah. Ia segera menarik sang gadis ke dalam pelukan hangatnya.
"Halo, bu.." Ujarnya disertai senyuman getir. Sang ibu mengusap air mata yang banjir dari pelupuknya.
"Ibu sangat merindukanmu!" Gumam sang ibu, tangannya menarik Shion memasuki rumah yang mewah itu.
Kaki yang terbalut jeans itu melangkahkan dirinya menuju pintu berwarna lavender yang berada di lantai dua. Senyuman tipis terukir di wajahnya, sudah lama ternyata ia tidak kembali ke rumahnya ini.
"Lho? Kenapa kamu menuju kamar Hinata? Kamarmu kan disini, Shion-chan!" Tanya ibunya. Shion menghentikan langkahnya dan berbalik menuju ibunya, senyuman getir kembali terulas di wajah porselen miliknya.
"Maaf bu, aku hanya ingin bernostalgia dengan Hinata dulu."
"Ya sudah, cepat sana istirahat. Ibu tau kau sangaaaat capek. Ibu akan buatkan teh kesukaanmu." Ujar ibu, disertai senyuman khasnya. Iris lavender itu membulat.
Teh? Teh adalah salah satu yang dihindarinya saat ini.
"Ah.. Ti-tidak usah bu. Saat di Eropa, aku sudah tidak terlalu menyukai teh." Ungkapnya. Sang ibu mengernyitkan dahi.
Anaknya tidak suka teh?
"Ah, baiklah. Ibu akan buatkan waffle blueberry saja. Sudah sana ke kamarmu!" Tegas sang ibu. Dengan segera Shion melangkahkan kakinya menuju daun pintu berwarna putih itu.
Kamar bercat pink yang sangat luas. Bahkan 2x lebih luas dibanding kamar berdaun pintu lavender yang tadi. Matanya menerawang ke sekeliling, dan terdapat foto seorang gadis bersurau pirang yang tengah tersenyum bersama gadis bersurau indigo.
Banyak sekali foto-foto bersama gadis bersurau indigo itu, dan beberapa di antaranya ada yang bersama dengan pemuda berambut spike berwarna coklat.
Ia merebahkan tubuhnya di kasur king size yang tersedia disana. Tangan kanannya meraba-raba kasur tersebut dengan lembut, air matanya kembali membrembes lewat kelopaknya, tangisannya pecah, isakan pelan terdengar dari bibir ranumnya. Dan perlahan, kelopak matanya menutupi seluruh berlian amethystnya.
Aroma blueberry menyeruak memasuki ke segala ruang, reflek kaki jenjangnya melangkah ke asal datangnya wangi tersebut. Kelopak porselennya terbuka, menampakkan iris amethyst di dalamnya.
"Waffle Blueberry atau strawberry?"
Tanya sang ibu di meja makan, menunggu anaknya tiba disana.
"Blueberry."
Sang ibu mengangguk, tangannya menyodorkan sepiring waffle blueberry yang menggiurkan.
Shion menatapnya dengan datar, tangan lentiknya berusaha meraih piring tersebut agar ia bisa memakannya.
"Kenapa makannya seperti itu? Kau sedang tidak nafsu ya sayang?" Tanya sang ibu, mengkhawatirkan. Sang gadis hanya menggeleng dan kembali melanjutkan makannya.
"Oiya, apa kau sudah memutuskan hubungan dengan pemuda berambut spike coklat itu?"
Amethyst itu membulat, makanannya secara perlahan menyangkut di tenggorokannya. Ia tersedak.
"Uhuk..uhuk.. A-apa maksud ibu?"
"Ya, nanti malam teman ibu akan membawa anaknya kemari. Ibu harap, kalian bisa berumah tangga dengan baik."
Shion lagi-lagi membelalakan matanya, ia dijodohkan? Kenapa tiba-tiba?
"Ya, baiklah bu.." Ujar Shion lesu.
Dan apakah ibunya tidak tau bahwa kiba sudah tiada?
Ia menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh larut dalam kesedihan. Dia harus menjadi perempuan yang kuat!
"Dan, jangan lupa dandan yang benar. Anak teman ibu sangat tampan lhoo.." Goda sang ibu.
"Ya ya ya, terserah ibu."
"Serius lho dia sangat tampan."
"Jangan goda aku ibu.."
"Dia tampan, sangat tampan!"
"Ibuuuuuu!"
.
.
.
Matahari telah tenggelam, menandakan malam akan segera tiba. Seorang gadis bersurau kuning terlihat dari pintu berwarna putih, iris amethystnya mengerjap-ngerjap berkali-kali di depan cermin. Baju pink tua dengan pita di pinggangnya terpasang manis di tubuh indahnya. Tak lupa bando dengan hiasan bunga sakura yang menambah kesan 'imut' gadis hyuuga ini.
"Shion-chan, turunlah!"
"Ya bu, sebentar lagi." Jawabnya. Ia memasang sepatu putih yang senada dengan kulitnya. Dengan kecepatan kilat, ia segera turun dari kamarnya itu.
"Nah, Minato-san ini anakku.." Ujar pria bersuara bass, Hiashi, Ayah dari Shion.
"Shion, Hyuuga Shion." Gumam Shion sambil membungkuk.
"Wah manis sekali, iya kan sayang?" Tanya pria paruh baya-Minato-terhadap istrinya.
"Iya. Manis sekali, rasanya aku ingin mencubitnya, uhhh! Sepertimu Hikari-chan!" Teriak sang istri dengan gemas, Minato hanya terkekeh kecil.
"Haha..Kau bisa saja Kushina-chan!" Jawab ibu Shion.
"Baiklah, silakan duduk."
Kedua pasang suami-istri itu duduk di kursi meja makan masing-masing. Shion dengan kikuk duduk di sebelah ibunya, takut-takut jika salah bersikap.
"Nah, ayo sayang masuk~" ujar Kushina, tangannya melambai kepada seseorang yang berada di ruang tamu.
Shion membelalakan matanya, pemuda berambut pirang jabrik dengan kedua kumis kucing di pipinya.
"KAMU?!"
-TBC-
Huwaaa gaje! Apakah ada yang penasaran? Hahaha /evil laugh/
Pasti ada yang penasaran, karena di fict ini ada yang aneh. Ada yang nyadar?
Dan..
Keep or delete? *tulisan copas dari Hani(?)* *plakk XD