Disclaimer: Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Warning: AU, bahasa kasar, typo, oOC, shounen ai, delusi tentang iblis dan neraka (tolong jangan dianggap serius, terutama karakter Lucifer), dll…
A/N: Bukan maksud hati luna membuat para pembaca menunggu lama…apa daya kemampuan luna menulis memang sangat lambat, ugh (0_0).
Maafkan luna pembaca, atas ketelatan luna dalam mengapdet cerita ini. Maklum, dunia luna berputar tidak hanya untuk menulis fanfic, sih… tapi luna berniat menyelesaikan semua cerita, kok. Jadi, silakan dilanjutkan bacanya… heheh.
Cerita sebelumnya…
"Tu—! Sloth!?" Kagami melepaskan Kuroko dan pemuda kecil itu sepertinya tersentak kaget, begitu juga Kise, ketika Kagami langsung tancap gas mengejar iblis itu.
"Tunggu, Kagami-kun!"
"Kagami-chi!"
Namun, Kagami tak menggubris panggilan mereka. Perasaannya sangat tidak enak. Sepertinya Sloth hendak melakukan sesuatu yang terlarang.
Apa yang akan ia lakukan?!
Janji di Bawah Bulan Purnama ©
~lunaryu
Bagian 11: Bayaran
Takao sedang asyik mendengarkan musik-musik J-Pop baru dari mp3 player yang dibawakan adik perempuannya -mencoba mengejar ketertinggalannya akan kemajuan trend dan budaya saat ia harus opname dalam waktu yang cukup lama sejak tahun lalu di RS- ketika sayup-sayup ia mendengar ada kerusuhan di luar jendela kamarnya. Penasaran, Takao melepas head-phone nirkabel yang tertambat di telinganya dan menggeser posisi duduknya di tempat tidur mendekati jendela kamarnya.
"Kok ada ribut-ribut di rumah sakit? Apa ada kecelakaan, ya?" Takao memiringkan kepalanya, heran. Ia menjulurkan tangannya hendak membuka jendela kaca tersebut ketika sesuatu bergerak dari arah bawah dan tiba-tiba saja sesosok makhluk dengan sayap hitam yang sangat lebar muncul di hadapannya.
Takao terperanjat mundur dan membelalakkan mata hitam keabu-abuannya ketika bertemu pandang dengan sepasang manik amethyst yang berkilat dengan misterius.
"Wadah sang Maut, ketemu," desis makhluk tinggi nan bongsor tersebut, seringai kecil berkembang di bibirnya. Rambut violetnya yang agak panjang sampai ke bahu berkibar-kibar di tengah hembusan angin kuat. Suara kepakan sayap besarnya semakin keras saat ia mendekati jendela dan tangan kanan besarnya meraih kusen besi yang dicat putih itu dengan yakinnya. Kaca bening yang seharusnya ada di sana seolah tidak memiliki arti ketika tubuh besar makhluk tersebut menembus masuk dan melayang di atas kasur Takao yang hanya bisa ternganga menyaksikannya.
"Siapa…?!" Takao gelagapan, tak kuasa mengalihkan tatapannya. Ia masih sangat terkejut karena tiba-tiba saja ada makhluk aneh dengan sayap hitam masuk ke kamar rumah sakit yang ia tempati, tetapi bukan itu yang membuatnya terkesan. Meskipun makhluk tersebut terlihat sangat unik, ia memiliki perawakan yang begitu… besar dan gagah –wow, tingginya pasti lebih dari dua meter!- lalu, bentuk wajahnya juga sangat menyenangkan untuk dipandang.
"Namaku 'Murasakibara' Atsushi," jawab makhluk menakjubkan bersurai ungu itu tanpa ekspresi. "Aku diperintahkan oleh tuanku untuk menjauhkan Maut dari sahabat beliau," lanjutnya sembari mengangkat tangan kiri kekarnya, yang tengah memegang sesuatu.
Takao menelan ludah dan perlahan melirik benda panjang yang ada di genggaman tangan Murasakibara. Bentuknya seperti tongkat berwarna putih… bukan. Kilauan itu adalah warna perak dan ada hiasan kepala naga di pangkalnya. Ujung tongkat itu sedikit melengkung, seperti… sepertti pedang.
"Menjauhkan… Maut?" Takao tak paham dengan apa yang dikatakannya. Namun, ia merasakan adanya bahaya. Tatapan makhluk itu menggelitik benaknya, seperti ada suatu keganjilan yang seharusnya tidak ada di sana.
Minggir! Menjauh dari makhluk itu!—batinnya memperingatkannya dan—
"Enyahlah, Maut." Pria bersayap itu menarik keluar pedang dari sarung peraknya.
"Oh—!" Takao makin melebarkan matanya, lapang pandangannya terperangkap oleh kilau tajam mata pedang tersebut. Namun, sebelum ia sempat berpikir-
"Takao! Menunduk!"
Tubuh Takao bereaksi terlebih dahulu terhadap teriakan lantang seseorang yang suaranya terdengar familiar yang didahului gebrakan pintu seolah seseorang telah mendobrak masuk. Refleksnya menuruti perintah dengan urgensi tingkat tinggi tersebut dan beruntunglah ia karena ujung mata pedang yang terhunus ke arahnya itu hanya melewati kepalanya. Beberapa helai rambutnya terpotong karena tak sempat mencapai tempat aman sebelum mata pedang itu menyerang dan Takao kontan kelabakan untuk merangkak dan menjauh dari makhluk gila yang baru saja berniat membelahnya jadi dua. Ia sampai terjatuh dari tempat tidur saking paniknya.
"A-a-a—! Apa-apaan!? Kenapa kau tiba-tiba melakukan hal yang berbahaya begitu?! Apa kau bermaksud membunuhku?!" teriak Takao dengan sangat syok karena—
Astaga! Aku hampir saja mati!—Takao mencengkeram kaos hitamnya tepat di dada kuat-kuat. Tangannya gemetar, jantungnya masih memburu, dan nafasnya tersengal-sengal. Adrenalin mengalir deras dalam aliran darahnya. Ia sendiri tak menyangka kalau ia bisa bergerak segesit itu meskipun gerak-geriknya sama sekali tidak terlihat anggun.
Makhluk besar bersayap hitam itu berdecak pelan dan menegakkan tubuhnya yang sempat condong ke depan saat ia menghunus pedang tadi. "Jangan bergerak, Wadah Maut. Merepotkan saja," gerundelnya terlihat sebal dan Takao merasa kalau ia baru saja dipermainkan.
"Enak saja! Kau pikir aku akan diam saja kalau akan dibunuh?! Sudah susah payah aku sembuh dari penyakit parah! Mana mau aku mati begitu saja tanpa melawan!" protes Takao keras, marah.
"Hentikan, Sloth!"
Takao tersentak mendengar suara teriakan itu lagi dan kontan menoleh. Di sebelahnya ada Kagami. Ia juga tersengal-sengal seolah ia baru saja selesai lari maraton. Baiklah, mungkin bukan maraton, tetapi sprint jarak pendek yang dilakukan bolak-balik. Benar tebakan Takao, yang memperingatkannya dan menyuruhnya menunduk tadi adalah iblis bersurai merah-cokelat gelap tersebut.
Tunggu, iblis?—Takao dengan cepat menyambungkan fakta itu dengan sosok bersayap di hadapan mereka berdua. Makhluk itu… apa ia juga iblis?!
Takao mati kutu, sedangkan Kagami masih berteriak ke arah pria bongsor berambut ungu tersebut. "Apa yang kau lakukan?! Apa kau sudah gila?! Membunuh manusia secara langsung adalah larangan terbesar bagi iblis dan malaikat! Apa kau ingin dilenyapkan?!"
"Tu—! Kenapa kau lebih mengkhawatirkan makhluk itu, Kagami?!" protes Takao lagi sambil menoleh ke arah pria tinggi tersebut dengan sangat cepat, pikirnya hampir saja lehernya patah. "Yang dalam bahaya kan, aku!"
"Hah? Oh… ya, tapi Sloth juga dalam bahaya. Kalau tadi tebasannya mengenaimu, ia akan dimusnahkan di tempat," bela Kagami dengan suara dan raut muka serius. "Biar bagaimana pun juga, ia salah satu saudaraku. Mana mungkin aku diam saja kalau ia hendak melakukan sesuatu yang tabu."
"Saudara… jadi benar dia juga iblis? Tapi kok…" Takao melirik ke arah Murasakibara yang tadi dipanggil Sloth oleh Kagami dengan agak ngeri. "Kok kalian sama sekali tidak mirip? Murasakibara jauh lebih besar dan terlihat sepuluh kali lebih kuat dan menakutkan dibanding kau."
Meskipun kalian berdua sama-sama ganteng, sih…
"Ah… Sloth adalah salah satu dari Tujuh Dosa Besar, kelompok iblis tertua di bawah naungan Jenderal Iblis Bellial. Aku adalah salah satu Nephilim di bawah naungan Yang Mulia Astaroth. Kami berdua dari divisi yang berbeda, wajar kalau tidak mirip. Biasanya, kerja Sloth hanya bermalas-malasan. Seperti namanya, ia benci melakukan hal-hal yang merepotkan, tetapi kemampuannya sama sekali berkebalikan dengan namanya. Kalau ia sedang berniat untuk melakukan sesuatu, ia mampu bergerak lebih cepat dari siapapun dan kekuatannya fisiknya juga akan meningkat ke level yang terkuat di antara yang lain," jelas Kagami panjang lebar.
"Kalian ini… memangnya ada berapa iblis di dunia sih?!" Takao tak habis pikir mengapa iblis juga dipisahkan dengan divisi-divisi* khusus. Memangnya apa yang membuat mereka berbeda? Semuanya juga kan, iblis? Lagipula, mengapa tiba-tiba ada iblis yang berniat menghabisi Takao?
"Tak cukup banyak untuk menyaingi jumlah manusia yang makin meluap. Makanya kami bekerja keras untuk menyeret mereka ke neraka, menyeimbangkan jumlah yang ada di sini dan di sana," Kagami mengangguk pasti dan Takao hanya bisa tertegun, memandangnya dengan konyol.
"Oke, baiklah, aku akan pura-pura mengerti hanya karena aku tak mau mendengar penjelasan yang lebih panjang lagi." Takao menyerah, mengangkat kedua tangannya ke atas kepala. "Lagipula… yang ingin kuketahui itu kenapa Murasakibara itu-," ia menunjuk iblis di hadapannya, "-mengincar nyawaku," ujarnya agak senewen.
Ini sama sekali tidak lucu. Takao akhirnya bisa lolos dari kanker sial itu. Akhirnya ia memiliki harapan untuk menyambut masa depan. Ia tak sudi kalau semuanya menjadi sia-sia hanya karena ada iblis yang iseng. Ia tak akan jatuh begitu saja tanpa ada perlawanan!
"Sloth… hentikan niatmu," Kagami sepertinya mencoba membujuk Murasakibara. Namun,ia tidak tampak yakin dengan kemampuan delegasinya. Padahal iblis seharusnya pandai bersilat lidah untuk merayu dan memikat manusia ke jalan sesat, tetapi mengapa Kagami terlihat sangat khawatir? "Dengarkan aku! Kau sedang ada dalam pengaruh makhluk lain, Sloth! Kau sesungguhnya tak ingin melakukan hal tabu. Ini bukan keinginanmu. Takao… manusia ini tidak ada dalam tugas untuk dibawa ke neraka," katanya.
Apa? Jadi kalau tidak dijadwalkan untuk dibawa ke neraka, manusia tidak bisa dibawa ke sana ya?—pikiran Takao sempat-sempatnya menyimpan pengetahuan baru itu walaupun situasinya sungguh tak masuk akal. Akan tetapi, samar-samar ia sedikit memahami kalau Sloth… Murasakibara tidak bertindak atas kemauannya sendiri.
"…diperintah oleh tuanku…"
Takao terperanjat saat ia teringat kata-kata iblis itu. "Kagami! Ia bilang kalau ia diperintah 'tuannya' untuk menjauhkan Maut dari sahabatnya!" ujarnya.
Kagami menoleh ke arah Takao dengan mata terbelalak. "Tuannya?" tanyanya dengan nada tak percaya sebelum ia kembali memandang Murasakibara lagi, tatapan itu terlihat seolah dunia akan kiamat. "Kau… kau menjadi Familiar seseorang, Sloth?!"
Belum sempat Takao berkomentar apa-apa terhadap istilah aneh itu, Murasakibara yang tak menggubris lontaran kata-kata Kagami kembali bergerak dalam sekejap mata, dan sekarang ia telah berada tepat di depan Takao. "Ap—!?"
"Ia bukan manusia," Murasakibara mendesah, ekspresinya sama sekali tak berubah ketika tangannya sekali lagi bergerak untuk menghunuskna pedangnya. "Wadah sang Maut bukan lagi manusia."
Tubuh Takao tak dapat bergerak ketika mata pedang tersebut menuju kepalanya dan entah mengapa tiba-tiba suara di sekitarnya menghilang, digantiakn oleh dengungan sirene dalam kepalanya yang memaksa kesadarannya untuk tenggelam dalam rasa takut akan tibanya ajal.
Aku akan mati—
"Takao." Senyuman kecil Midorima terbesit dalam benaknya.
Shin-chan!—Takao hanya bisa memejamkan mata memanggil nama Midorima dalam hati ketika tiba-tiba saja ada rantai tak korporeal yang menyembur dari dada Takao, memaksanya untuk membuka mata sekali lagi, dan ia masih cukup awas saat kesadarannya diambil alih oleh sesuatu…
Sesuatu itu begitu gelap dan dingin, mencengkeram jiwanya, menjerat tubuhnya bak benang pancing yang melilit marionette, mengambil alih kendali atas—
"Beraninya kau, Iblis!"
Itu… teriakan itu adalah suara Takao, tetapi bukan dirinya yang berkata demikian. Tubuhnya bergerak sendiri dan—Astaganaga!—Apa dia baru saja menangkap mata pedang perak itu dengan tangan kosong?!
"Kau tak punya hak untuk melakukan ini, Iblis! Manusia ini MILIKKU! Aku membuat perjanjian dengannya!"
Mulut Takao menjerit, nadanya melengking bagai suara ban mobil yang berdecit akibat direm mendadak. Namun, bukan Takao yang berkata demikian. Kesadaran Takao bagai terpecah-pecah. Ia tidak mengendalikan tubuhnya sendiri. Ada sesuatu yang membuatnya bertingkah begitu. Mekipun demikian, Takao tetap bisa mendengar dan merasakan apa yang terjadi. Ia masih sadar. Ia bahkan bisa merasakan cengekeraman tangan besar Murasakibara di permukaan kepalanya, meremas tengkoraknya, dan oh, betapa menyakitkan kuku-kuku tajam yang hampir tertanam di ubun-ubunnya.
"Hentikan! Apa yang kau lakukan?! JANGAAAAAN!"
Kontan Takao merasakan sensasi seperti tertusuk dan terpotong. Lantas, rantai-rantai yang mengikat jiwanya pun tercerai berai, hancur berantakan dan ia terjatuh, jauh… jauh ke dasar kegelapan yang tak berujung.
#
"Takao!" Kagami hanya dapat berteriak penuh horor saat ia melihat Sloth menancapkan pedangnya ke dada Takao. Meskipun di detik-detik sebelumnya Maut sempat mengambil alih tubuh Takao yang ditandai dengan iris matanya yang memutih dengan skleranya yang menghitam dan ia sempat menangkap ujung pedang Ginryuu sebelum mata tajamnya sempat menebas lehernya, ia tak cukup gesit untuk menghindari serangan Sloth yang berikutnya.
Tangan Sloth yang tidak memegang pedang mencengkeram kepala Maut dalam tubuh Takao. Maut menjerit garang, tetapi semua protes dan peringatannya hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri Sloth. Iblis bongsor itu bahkan tak memberikan respon yang adekuat terhadap angkara panik Maut.
Semua terjadi begitu cepat, seolah ada dalam dimensi lain yang terlihat oleh Kagami, tetapi ia tak mampu berbuat apapun untuk menghentikannya. Tubuh mortal yang terbatas kemampuannya itu tak dapat mengikuti gerakan Sloth ketika serangan pedang Ginryuu yang berikutnya dilancarkan dan Sloth pun berhasil menancapkan pedangnya tepat di tengah-tengah rantai takdir yang terurai dari dada Takao.
Cahaya perak yang menyilaukan muncul dari hubungan mata pedang dan rantai takdir Takao. Rantai-rantai hitam Maut yang melilit di sekeliling rantai Takdir Takao pun musnah terpapar cahaya tersebut.
Kagami membuka dan menutup mulutnya, sungguh tercengang saat tubuh Takao terjatuh dan ketika pedang itu tercabut dari rantai takdirnya, rantai tak kasat mata berwarna putih panjang tersebut hanya kembali masuk ke dalam tubuh Takao. Tak ada secuilpun rantai takdirnya yang terpotong oleh hunusan pedang itu. Hanya rantai hitam Maut yang sirna dari sana.
"Terkutuklah kau, Iblis!"Umpatan kemurkaan maut ketika pengaruhnya terlepas sepenuhnya dari Takao membuat gangguan listrik muncul di kamar itu, tetapi sesaat kemudian keberadaan Maut di kamar itu semakin menipis dan akhirnya menghilang sepenuhnya.
Kagami masih tak kuasa berkedip dalam kesunyian dan akhirnya tersentak kaget saat Sloth menyarungkan kembali pedang Ginryuu. Pria bersurai ungu bersayap hitam itu menghela nafas panjang sebelum jatuh terduduk di lantai, sayapnya terkulai lemah dan ekspresinya terlihat sangat limbung.
"Sloth!" Kagami berlari ke arahnya sebelum ia sadar kalau ada penghalang yang memisahkan posisinya dengan Sloth dan Takao. Ia nyaris saja menubruk penghalang itu kalau saja seseorang tidak menghentikannya dengan menarik kerah belakang bajunya. "Akh—!"
"Kagami-chi, stop-ssu!" teriak Kise memperingatkan dan Kagami merasa kesal karena Kise seenaknya saja menghentikannya tanpa peringatan.
"Kise! Apa-apaan, sih!? Kau hampir mencekikku!" omelnya tak terima sembari mengelus lehernya yang sakit.
"Maaf-ssu, tapi badanmu bisa hancur kalau menabrak dinding penghalang sekuat itu-ssu," kata Kise tampak agak menyesal. Kagami mendengus kesal ke arahnya.
"Takao…kun…?"
Suara lirih seseorang di dekat pintu mencuri perhatian Kagami dan ia sadar kalau Kuroko juga ada di sana. Pemuda bersurai biru langit itu tampak terguncang, menutup mulutnya dengan satu tangan dan kedua matanya terbuka lebar, seperti tak mempercayai apa yang dilihatnya.
"Kuroko…" Kagami sadar kalau Kuroko mungkin merasa syok. "Hei…"
"Takao-kun… apa Takao-kun baik-baik saja?" Ia menatap Kagami dengan pandangan memohon, begitu khawatirnya ia terhadap sahabatnya itu.
Kagami merasa sangsi saat ia kembali menoleh ke arah Takao yang masih terbaring di lantai tak sadarkan diri. "Aku tak tahu," jawabnya lirih. Ia lantas melihat ke arah Sloth yang masih terduduk tak bergerak. "Sloth…"
"Murasakibara," iblis bersayap itu tiba-tiba memotong, sedikit mengejutkan Kagami ketika akhirnya ia menoleh ke arah Kagami. Sinar matanya terlihat normal sekarang, tidak lagi bercahaya aneh seperti beberapa saat lalu.
"Apa?" Kagami sedikit tak mengerti dengan apa yang ia katakan.
"Namaku sekarang adalah Murasakibara, Murasakibara Atsushi," sahut Sloth… Murasakibara lagi sembari mengusap belakang lehernya dan sepertinya mencoba menghilangkan rasa pegalnya dengan membuat gerakan patah-patah ke kanan dan ke kiri. "Master Akashi memberiku nama baru."
Kagami dan kedua malaikat dan peri pun membelalakkan mata mendengarnya. "Akashi-kun…?!"
"Ini perintah Akashi-chi-ssu?!" Kise menjatuhkan dagunya.
"Onmyouji keparat…!" Kagami menggeram frustrasi. Bisa-bisanya mereka kecolongan. Ia sudah merasakan firasat tak enak ketika terakhir melihat Akashi pergi, tetapi ia tak menyangka kalau pria pendek bersurai merah itu bermaksud melakukan hal seperti ini. Menjerat iblis untuk menjadi Familiar-nya… dan memerintahkannya untuk mencelakakan manusia…
Lho?—Sekarang Kagami merasa aneh. Ia melihat Murasakibara dengan sangat heran. Sloth… Murasakibara baru saja melukai manusia dengan pedang secara langsung, tetapi mengapa tak ada yang terjadi padanya?
"Sl—Murasakibara, kau baik-baik saja?" tanyanya kemudian.
"Ah… tapi aku lapar. Menggunakan Ginryuu menghabiskan banyak energi…" keluh Murasakibara yang diselingi suara perutnya yang berkoar.
Ginryuu… oh!—Sekarang Kagami sadar dan meninju telapak tangannya sendiri. Begitu rupanya…
"Kagami-chi, kau mengerti apa yang terjadi?" Kise yang dari tadi juga terlihat bingung sekarang melihat Kagami dengan pandangan meminta penjelasan. Ia sepertinya cukup khawatir saat melihat kondisi Takao yang tak sadarkan diri, tetapi mereka masih tak bisa mendekat karena penghalang yang terhampar di antara mereka dan Murasakibara-Takao.
"Ginryuu… pedang legendaris yang dimantrai agar memiliki kemampuan untuk membasmi makhluk tak kasat mata, iblis dan sebangsanya… Yang ditebas oleh Murasakibara barusan bukanlah Takao, tetapi cengkeraman Maut terhadap rantai takdirnya," Kagami tak mampu menahan ekspresinya yang ingin tersenyum penuh kemenangan. "Ia membebaskan Takao dari cengkeraman Maut…!"
"Eh? Jadi…" Kuroko mendongak ke arah Kagami sekali lagi, ekspresinya agak terkejut, tetapi ada kilatan penuh harap di mata biru cemerlangnya.
"Orang itu… sudah kembali menjadi manusia biasa," Kise juga menyadarinya dan lebih terlihat takjub daripada terkejut.
"Ha… hahaha… dan aku baru saja mengumpat Akashi… dia itu, benar-benar…!" Kagami tertawa sekarang, merasa sedikit bodoh karena meragukan kemampuan Onmyouji yang sudah berhasil mengadali Satan sebelumnya.
Akashi Seijuurou memang manusia yang tak boleh dianggap remeh…!
~Kagami x Kuroko~
Midorima tercekat merasakan sesuatu yang tajam menusuk dadanya saat ia mereview rekam medis pasien di ruangannya. Rasa sakitnya hanya sesaat, tetapi ia hampir terjatuh dari kursinya dan rekan-rekan seresidennya kontan bertanya apa ia baik-baik saja.
"Iya, aku tak apa… hanya teringat sesuatu yang membuatku kaget," sahutnya agak canggung sembari mengelus dadanya. "Aku harus pergi sebentar. Aku akan segera kembali." Tiba-tiba saja ia merasa khawatir. Benaknya berbisik bahwa sesuatu telah terjadi dan itu berhubungan dengan Takao.
Ia segera keluar dari ruangannya dan dengan kecepatan dan lebar langkah kakinya yang panjang itu, jarak yang ditempuhnya dalam waktu singkat hampir sama dengan jarak tempuh orang dengan tinggi standar yang sedang berlari. Saat tak ada orang yang mengawasinya, Midorima melompati dua anak tangga sekali langkah dan tak sampai lima menit ia sudah sampai di depan kamar Takao.
"Takao, aku masuk ya!" Ia memberi salam, membuka pintu, dan mendapati Kagami yang sedang mengangkat tubuh lunglai Takao dari lantai. Midorima membelalakkan matanya. "Takao!"
Midorima kontan berlari ke arahnya, tetapi sesuatu menarik jasnya dari belakang dan ia terpaksa berhenti. Ia menoleh untuk menyuruh siapapun itu agar melepaskannya, tetapi ia tak melihat siapapun di sana. "Huh…?" Sekarang ia bingung.
"Jangan panik, Midorima," suara Kagami yang memanggilnya mengalihkan perhatiannya dari kehampaan di belakangnya. "Takao baik-baik saja. Ia hanya pingsan karena terlalu bersemangat tadi," jelas Kagami sembari membaringkan Takao di tempat tidur berseprai putih itu.
Benar katanya. Takao terlihat damai dalam tidurnya. Pipinya sedikit berwarna pink, tidak pucat seperti saat ia masih menderita kanker. Ia terlihat sangat sehat malah, sampai-sampai dengkurannya terdengar. Kagami berdiri memandangi pemuda bersurai hitam itu dalam diam, tidak juga menoleh ke arah Midorima yang diajaknya bicara. Namun, begitu ia membalikkan badannya, Midorima melihat senyuman lega di sana.
"Kagami… kenapa kau di sini? Bukannya tadi kau mencari Kuroko?" Midorima berjalan mendekat sembari melihat sekelilingnya, mencari sosok berambut dan bermata biru, tetapi ia tak menemukannya. "Mana Kuroko?"
Kagami terlihat sedikit terkejut ketika ia bertanya. Namun, sesaat kemudian senyuman senang kembali tersungging di bibirnya dan ia terlihat begitu… begitu bercahaya meskipun ia mengaku dirinya iblis. "Kuroko bilang," ujar Kagami perlahan, matanya melirik ke samping sang dokter, membuat Midorima heran mengapa Kagami bertingkah layaknya Kuroko ada di sana, tetapi Midorima hanya tak melihat sosoknya. "Ia bersyukur karena bisa bertemu kau dan Takao."
"Apa?" Midorima mengangkat wajahnya, sedikit tak paham dengan maksud Kagami berkata demikian.
"Jagalah kesehatanmu dan hiduplah dengan bahagia," kata Kagami tanpa penjelasan sebelum ia menepuk pundak Midorima dan berjalan keluar dari kamar. "Sampai bertemu lagi, Midorima." Tangan Kagami yang bebas meraih ruang kosong di sampingnya, seolah-olah ada seseorang di sana yang menyambut uluran tangan Kagami dan menggandengnya pergi.
Begitu ia keluar dari pintu, Midorima menyusulnya dengan cepat hendak bertanya mengapa ia berkata seolah-olah ia akan pergi jauh, tetapi saat ia keluar dari kamar, sosok Kagami tak lagi ada di koridor rumah sakit tersebut.
"Ada apa ini…?" Saat ini Midorima merasa semakin kebingungan.
~Kagami x Kuroko~
"Apa tidak apa-apa begini saja-ssu? Dikau akan pergi begitu saja, Kagami-chi?" Kise bertanya, melayang di sebelah Kagami sedangkan sang iblis berjalan dengan normal bersebelahan dengan kuroko yang diggandengnya dengan erat. Murasakibara hanya berjalan di sisi Kuroko yang lain, sayapnya terlipat dan ia terlihat begitu malas saat menguap.
"Yah… baik Takao maupun Midorima sudah tidak berhubungan lagi dengan Maut. Midorima tidak lagi bisa melihatmu dan Kuroko, kan? Artinya Maut sudah tak ada di dekat mereka," Kagami masih tersenyum saja. Kelihatannya ia benar-benar senang dengan perkembangan ini.
"Kita harus berterima kasih pada Akashi-kun, ya?" Kuroko juga tersenyum kecil, terlihat sangat lega dan bahagia.
"Uh… daku rasa diriku tak perlu bertemu dengan anak itu-ssu," Kise melirik ke arah lain. Akashi tetaplah orang aneh yang menyeramkan. Namun, Kise juga merasa sedikit senang karena ia telah berbuat baik kali ini. Meskipun lagi-lagi caranya salah. Ia memperbudak makhluk tak kasat mata macam Murasakibara, sih.
Ia tak menyangka kalau Murasakibara adalah Sloth yang itu. Tujuh dosa besar adalah iblis pertama yang diciptakan oleh Satan setelah empat Jenderal Besar Neraka menduduki tahta mereka. Satan memberikan ketujuh iblis itu kepada Bellial untuk menjalankan misi menarik sebanyak-banyaknya manusia ke Neraka.
Pride—arogansi, Wrath—angkara murka, Envy—rasa iri, Greed—keserakahan, Gluttony—kerakusan, Lust—nafsu birahi, dan Sloth —kemalasan. Ketujuh iblis itu sangat mudah memancing manusia ke neraka karena sifat mereka yang memang sudah tertanam dalam diri manusia. Tak terhitung jumlah manusia yang jatuh ke neraka karena terinfeksi sifat mereka. Lain dengan iblis-iblis Nephilim yang harus merayu dan membuat perjanjian dengan manusia, iblis Tujuh Dosa Besar hanya perlu berada di dekat manusia untuk mengikis sifat-sifat baik mereka dengan sifat-sifat dasar mereka yang karnal. Tanpa pertahanan sifat-sifat baik, arogansi berubah menjadi kata-kata buruk yang melukai hati, kemurkaan berubah menjadi kekerasan dan kekejaman, rasa iri menjadi dengki dan niat jahat, keserakahan menjadi kebatilan, kerakusan menjadi konsumsi tak terkendali, nafsu birahi menjadi kebejatan seksual, dan kemalasan semakin menjadi hingga tak ada keinginan untuk hidup.
Meskipun Sloth ada di level terakhir dari Tujuh Dosa Besar, ia tetaplah salah satu dari iblis-iblis tertua tersebut. Bahkan mungkin usia mereka lebih tua dari Kagami. Sloth sangat berbahaya. Kalau tidak hati-hati, manusia yang ada di sekelilingnya akan terinfeksi kemalasan hingga mereka malas untuk hidup.
Dan Akashi-chi memperbudak iblis semacam itu! Apa yang dipikirkannya, sih?!—Kise tak habis pikir bagaimana Akashi bisa memanggil Sloth. Ia bukan iblis yang memberikan perjanjian. Bagaimana ia bisa terpanggil dalam ritual pemanggilan iblis?
"Hei, Murasakibara-chi," Kise memanggilnya dan hanya satu alis mata iblis bermanik violet itu yang naik sebagai tanda kalau ia mendengarnya. "Bagaimana caranya sampai dirimu bisa terikat kontrak dengan Akashi-chi?"
Murasakibara mengangkat bahunya. "Ia memanggilku," jawabnya ringkas.
"Tapi bagaimana bisa dirimu terpanggil-ssu? Dikau bukan jenis iblis yang membuat perjanjian, kan?" Kise benar-benar penasaran dengan hal itu. Akashi sudah terlalu banyak melanggar kodrat dengan kemampuannya. Entah sampai di mana dirinya bisa berulah tanpa pertukaran yang setimpal. Kise khawatir kalau Akashi-chi hanya tengah menumpuk hutang dengan segala perbuatannya dan suatu saat ia harus membayar semuanya secara tunai.
"Aku sendiri kurang mengerti. Aku hanya mendengar panggilan itu dan tubuhku bergerak sendiri untuk muncul ke hadapannya. Ia mencari iblis yang selevel denganku atau lebih tinggi derajadnya. Karena yang lain tak bisa dipanggil semudah itu, akulah yang terpanggil… mungkin," jelasnya dengan nada tak yakin.
"Terus… dirimu setuju dijadikan pelayannya begitu saja-ssu?" Kise mengernyitkan dahinya. Memangnya ada makhluk yang senang-senang saja diperbudak?
"Tidak begitu saja, kok." Ujung bibir Murasakibara terangkat sedikit ke atas, membentuk seringai kecil yang aneh. "Ia menukar jiwa Ginryuu dengan permintaannya… dan meskipun ia mengerjaiku dengan membuatku lengah karena terpesona oleh kilauan pedang itu dan mencampurkan darahnya dengan darahku sehingga jiwaku terikat olehnya," ia mendongak sedikit untuk menyentuh kalung kulit berwarna hitam yang mengikat lehernya itu dengan ujung jarinya. Kontan perhatian Kise serta yang lain teralih ke sana. "Aku sempat mencicipi darahnya. Ia memiliki darah yang sangat manis dan lezat. Kurasa bukan hal buruk untuk berada di dekatnya sampai Maut menjemputnya," ia menjilat bibir bawahnya. "Aku tak sabar untuk mencicipinya lagi nanti… terutama saat ia meregang nyawa…"
Kise sedikit memucat saat Murasakibara tertawa kecil dan Kagami hanya menghela nafas panjang sembari menggaruk-garuk kepalanya. Kuroko hanya melirik Murasakibara dengan tatapan tak terbaca. "Lagi-lagi kau berkata hal yang mengerikan begitu…" gerundel Kagami.
"Yah, ini bukan urusan malaikat dan iblis lain yang tak ada hubungannya, kan?" Murasakibara mengangkat bahu lagi, tampak tak peduli, sebelum pandangannya tertuju ke arah Kuroko. "Heeh… kau masih ada di dunia ini ya, Kuro-chin?"
Kise dan Kagami terkejut saat mendengarnya. "Kau kenal Kuroko?!"
"Kuroko-chi… ada hubungan apa dengan Murasakibara-chi?" Kepala kise mulai berputar. Ia tak ingat Kuroko pernah memanggil atau bertemu dengan Murasakibara.
"Yup~, aku kenal Kuro-chin~. Tapi bukan dengan tampilan begini," Murasakibara bersiul rendah, merendahkan lirikannya seolah ia tengah memperhitungkan ukuran penampilan Kuroko. Bulu kuduk Kise agak meremang melihatnya.
"Murasakibara-kun," Kuroko memandang Murasakibara dengan tatapan mewanti. Murasakibara hanya tersenyum misterius setelah itu, tak melanjutkan kata-katanya dan bersikap tak acuh.
Kagami memandang Kuroko dan Murasakibara bergantian dengan ekspresi curiga, sedangkan Kise mulai merasa resah memikirkan kalau ia sesungguhnya tak begitu mengetahui jati diri Kuroko meskipun sudah cukup lama mereka saling mengenal.
Diri Kuroko selalu diliputi misteri. Ia adalah anak manusia yang spesial… Ia dicintai Tuhan dan diberi kemampuan untuk menenangkan jiwa manusia yang akan tiada. Meskipun manusia yang belum mendekati ajal tak bisa melihatnya dengan mata telanjang, tak mampu mendengar suara merdunya, dan tak dapat merasakan kehadirannya, eksistensinya selama enam belas tahun hidupnya sejak ia lahir telah menjadi suatu yang sangat krusial di RS Teikou tersebut…
Kuroko-chi… apakah ia merasa terperangkap di tempat ini?—Kise tak tahu hal itu. Kuroko tak pernah mengeluh kepadanya saat ia bersama pemuda belia itu. Namun, untuk ukuran manusia, terkurung di dalam rumah sakit sepanjang hidupnya tentu bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Ia bahkan tidak sakit, tetapi Kuroko tetap harus tinggal di sana terus menerus.
Sampai kapan? –Kise merasa sangsi akan hal itu. Ia tak pernah menanyakan 'mengapa' pada Kuroko. Ia takut alasannya hanya akan membebani batin pemuda manis tersebut dan membawa kesedihan padanya.
"Kuroko… pembicaraan kita tentang dirimu belumlah tuntas," kata Kagami tiba-tiba, membawa Kise kembali dari debat pikirnya. "Maut memberikan sedikit petunjuk tentang dirimu kepadaku," katanya dan sesaat Kuroko melebarkan matanya. "Ia bilang… kau 'terperangkap' di dunia fana…"
Kuroko menoleh ke arahnya dengan tatapan cemas, masih membisu hingga Kagami melanjutkan kata-katanya.
"Apakah terjebaknya jiwamu di dunia ini… ada hubungannya dengan permintaanku pada Satan untuk menghidupkanmu kembali saat itu?" Kagami menatap Kuroko lekat-lekat sekarang dan Kise terperanjat mendengarnya serta makin khawatir karena ekspresi Kuroko berubah menjadi ketakutan.
Terjebaknya jiwa… dan menghidupkan kembali?—Kise tak kuasa menahan rasa terkejutnya saat ia menangkap kata-kata kunci tersebut.
"A-aku…," pemuda itu tergagap, sebulir peluh mengalir dari pelipis ke pipinya. "Aku…."
Kuroko-chi…! Apakah ia… sesungguhnya...?
~Kagami x Kuroko~
Tahta Lucifer, Neraka Jahanam—
"Yang Mulia," panggil sesosok iblis dari tempatnya bersujud di bawah kaki Lucifer.
Lucifer membuka mata dan melirik makhluk buruk rupa itu dengan tatapan kalem. "Ada apa?"
"Ada laporan dari pengawas iblis di kediaman Jenderal Besar Astaroth," lapor makhluk bertanduk hitam tersebut.
"Lanjutkan," titah Lucifer.
"Mereka semua merasakan keganjilan saat mengawasi daerah Tokyo," katanya. "Satu dari iblis Nephilim yang terbaik milik Yang Mulia Astaroth tidak dapat dideteksi keberadaannya."
Lucifer menaikkan satu alis matanya. "Siapa nama iblis itu?"
"Nama iblis itu Kagami Taiga."
Lucifer menegakkan badannya dari sandaran tahtanya. "Taiga… menghilang?"
Iblis favoritnya… tangan kanannya… Nephilim yang ia boyong dengan tangannya sendiri ke Neraka setelah menyeretnya jatuh dalam kekejaman yang tiada taranya… MENGHILANG?
Ekspresi tenang Lucifer berubah secara tiba-tiba. Parasnya yang biasanya begitu cantik dan indah berkerut dengan gurat-gurat amarah yang membuat Kerajaan Kegelapan bergetar seiring dengan membuncahnya kemurkaan Lucifer. "Cari dia! Temukan dan seret Kagami kembali ke neraka!" Lucifer berdiri dan berteriak, membuat iblis level rendah di bawah kakinya terpekik dalam teror.
"Ba-baik, Yang Mulia Lucifer!" Iblis itu segera menyingkir dari hadapan Lucifer, mungkin ketakutan setengah mati jika Lucifer memutuskan akan menghancurkannya hidup-hidup.
Lucifer mengambil nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan emosinya. Neraka selalu menjadi lebih panas kalau ia sedang marah. Ia teringat pernah membuat lava meluap di neraka level III dan ia tak mau mengulang insiden lenyapnya beberapa iblis akibat angkara murkanya yang tak terkendali. Semua itu terjadi gara-gara seorang bocah manusia laknat yang telah membuat perjanjian dengannya menantangnya bermain game dan Lucifer dikalahkan olehnya dalam permainan bodoh itu. Taruhan dalam permainan itu adalah kebebasan jiwanya dari cengkeraman Satan.
Hanya sekali saja aku membuat kesalahan…! Tak akan terulang lagi dengan jiwa lainnya!—itu adalah sumpah Lucifer pada dirinya sendiri. Tak ada lagi taruhan bodoh dengan manusia.
"Yang Mulia," kembali sesosok iblis muncul di bawah tahta Lucifer. Kali ini Lucifer mengenal iblis ini secara pribadi karena ia menciptakannya sendiri dengan helaian bulu-bulu sayap malaikatnya yang telah ternoda oleh rasa iri dengkinya terhadap makhluk baru ciptaan Ayahandanya tercinta.
"Envy…" desah lucifer perlahan.
"Biarkan hamba yang mencari Taiga di dunia manusia," katanya dengan senyuman indah di paras cantiknya. Rambut hitam lurusnya yang terlihat sangat lembut dan menutup sebelah kiri wajahnya bergeser ringan. Iris ungu gelapnya bergelimang temaram memantulkan cahaya dari api lilin jingga di sekelilingnya. Sedangkan tahi lalat di bawah mata kanannya terangkat naik sedikit merespon lengkungan kelopak matanya saat senyumannya melebar dan ia melanjutkan kata-katanya, "Hamba, Himuro Tatsuya, Envy… bersumpah akan membawa Kagami Taiga kembali ke neraka… bagaimana pun caranya."
Bersambung…
Catatan Tambahan:
*Sedikit info tentang Divisi Iblis di Universe Cerita Ini…
Baiklah, karena pasti banyak yang bingung bagaimana iblis-iblis terbagi menjadi beberapa divisi di Neraka, luna akan menjelaskan sedikit delusi luna tentang iblis dan neraka tempat mereka tinggal.
Delusi 1: Neraka terdiri dari Tujuh Lapis, Lapis terakhir adalah Neraka Jahanam (tahta Satan). Masing-masing lapisan neraka memiliki nama sendiri dan siksaan berbeda (yang belum dipikirkan satu-satu karena repot!) Yang jelas lapis ketiga adalah siksaan yang berhubungan dengan api dan benda panas (lava, batu bara, api dll).
Delusi 2: Seperti yang dimasukkan ke dalam cerita di bagian-bagian sebelumnya, ada 4 Jenderal Besar Iblis yang mnguasai Neraka di bawah Satan, dan masing-masing jenderal memiliki pasukan dan tanggung jawab akan wilayah tertentu di Neraka. Di sebelah selatan: Astaroth penanggung jawab iblis Nephilim—iblis yang tercipta dari jiwa manusia yang membuat perjanjian dengan iblis; di Utara: Mammon penanggung jawab iblis Chimera—iblis yang tercipta akibat hubungan seksual manusia dengan iblis; di Barat: Beelzebub penanggung jawab iblis Behemoth—iblis yang tercipta dari jiwa-jiwa manusia yang mati dengan membawa kepercayaan bahwa Tuhan itu tidak ada (btw, Lilith adalah iblis di divisi ini dan merupakan tangan kanan Beelzebub); dan di Timur: Bellial penanggung jawab iblis Tujuh Dosa Besar (Seven Deadly Sins)—iblis-iblis tertua ciptaan Satan yang berasal dari bulu-bulu sayapnya yang menghitam karena tercemar sifat-sifat karnal. Dari semua Jenderal Iblis, hanya Bellial yang punya 7 bawahan langsung (tidak ada favorit), sedangkan masing-masing Jenderal Iblis lain memiliki iblis favorit mereka yang diberi nama sendiri oleh Satan (salah satunya Kagami, favorit Astaroth dan Satan—makanya ia bantu-bantu Satan di kantornya) ;D
A/N: Oke, sedikit penjelasan di atas seharusnya bisa dipahami… tentang Tujuh Lapis Neraka dan masing-masing siksaannya akan menyusul suatu saat, kalau luna nggak lupa sih… *eheh*
So, gimana ceritanya kali ini? Menarik? Fufu, tentu saja Himuro bakal jadi iblis envy. Karakternya kan, PAS BANGET dengan Envy. Akhirnya bisa munculin karakter baru. Capter depan bakal rame nih!
Oya. Um... feed-back selalu dibutuhkan…