Warning! HinataPOV, friendship, humor, drama, high school, love, live, unfortunate, OOC, Typos

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

.

LINE

.

.

Presented by Mademoiselledi

.

Aku tidak pernah menyangka akan jadi seperti ini. Ya, aku tak pernah berpikir kalau akan semudah ini, mereka menerimaku. Aku hanya melakukan tes dan tidak pernah berharap banyak, tapi aku diterima. Konoha Gakuen, sekolah borjuis menerimaku!

.

.

.

.

"Apa kau sudah beli seragam?" tanya Hanabi, adik sekaligus sahabat baikku, duduk di atas tempat tidurku.

"Ya, tentu, lihat ini." kataku sambil mengambil seragamku dari lemari. Seragam sekolah gaya sailor putih dan merah.

"Waw terlihat mahal." katanya dengan mata berbinar.

"Ya memang mahal, tapi Otousan dan Okaasan sangat senang aku mendapat beasiswa di sana, jadi mereka bilang tidak peduli seperapa mahal seragam ini." kataku sambil melihat diriku dicermin, membayangkan saat aku mengenakan seragam ini.

"Aku iriii..." kata Hanabi.

"Aku juga tak menyangka, ini terlalu hebat untuk jadi kenyataan." kataku merendah.

"Kau terlihat sangat bahagia." katanya, "Sepertinya kau akan melupakanku."

Aku menoleh ke arahnya. Aku bisa lihat air mukanya yang sendu. "Hey," aku duduk di sebelahnya setelah meletakkan seragamku. "Aku sangat senang bisa bersekolah di sana, tapi aku pasti akan merindukanmu, tidak bersekolah lagi di tempat yang sama denganmu, kau harus belajar yang benar dan susul aku di sana ya."

"Ok." dia tampak lebih bahagia dan tersenyum.

"Dan aku tidak terlalu yakin akan mendapat teman disana. Kau tahu, fasilitas hebat, guru berpendidikan tinggi, tapi murid yang nakal dan manja. Aku benar-benar tidak yakin bisa bergaul dengan mereka."

"Jangan khawatir, tidak semua dari mereka sepayah itu. Disamping itu kau gadis yang baik, tak sulit bagimu mencari teman."

"Yah, aku akan mencoba bersikap baik tetapi kau tak akan mendapat teman dengan hanya bersikap baik." kataku sambil menaruh kembali seragamku ke lemari.

"Itu tidak benar, orang-orang menyukai orang baik."

"Ya, mereka menyukaiku dan pada saat yang sama berpikir kalau aku membosankan. Apakah kamu tidak melihat mengapa mereka jadi populer? Mereka pikir tindakan memberontak mereka menarik."

"Whatever, aku tak mau berdebat denganmu. Kamu baik tapi keras kepala, aku sangat mengenalmu."

Kemudian aku membaca majalah remaja yang baru kubeli.

"Hey, sangat bagus kalau kamu bertemu lelaki tampan di sekolah barumu. Dan dia menjadi pacarmu dan berakhir sebagai suamimu, mengendarai BMW atau Mercy setiap hari, dengan sebuah rumah besar seperti kastil."

"Ok, berhenti bermimpi putri tidur. Pertama, tidak mudah untuk mendapatkan pacar. Kedua, jika aku mendapatkan pacar, kupikir ibu atau ayah atau kakak atau bahkan kakek-neneknya tak akan menyukaiku, karena status sosial. Ketiga, umurku baru tujuh belas tahun masih terlalu muda untuk menikah."

Tepat ketika Hanabi membuka mulut, Okaasan berteriak dari dapur. "Anak-anak jika kalian ingin makan siang sebaiknya membantuku sekarang!"

"Datang!" Kami berdua berlari keluar dari kamar. Saling menertawakan satu sama lain ketika bertubrukan saat mencoba keluar dari pintu bersamaan.

.

.

.

.

Aku sedang duduk dibangku panjang samping meja resepsionis. Banyak murid dengan seragam yang sama denganku, berjalan dengan teman se-geng, berbincang dan tertawa sambil membawa tas mereka. Sepertinya tak satu pun menyadari kehadiranku. Dan meskipun aku mengenakan seragam yang sama, aku seperti orang asing, sepertinya aku tak cocok disini.

"Maaf membuatmu menunggu." kata seorang resepsionis. "Kepala sekolah sekarang siap bertemu kamu."

Aku masuk ke dalam ruangan kantor besar yang dipenuhi buku, beberapa piala dan medali emas, sebuah meja dengan setumpuk kertas yang tertata rapi. Di sana ada seorang laki-laki bertubuh besar, beramput putih panjang, berkacamata, dan berpakaian formal.

"Selamat datang, Nona Hyuuga. Bagaimana kabar anda?"

"Ba-baik. Terima kasih." kataku tersenyum.

"Saya Jiraya, saya tak akan lama menahan anda di sini karena sebentar lagi kelas akan dimulai."

"Itu benar."

"Saya berharap anda bisa cepat beradaptasi di sini. Saya yakin anda bisa, mengingat nilai test masuk anda yang hebat. Dan saya harap dengan prestasi anda dimasa depan dapat membawa pengaruh baik pada nama sekolah. Saya sudah baca resume anda dan saya menemukan hal yang menarik."

"Tentang saya?"

"Ya. Oh, maksudku dari kepala sekolah sekolah anda sebelumnya, karena dia merekomendasikan beberapa nama. Dan saya membaca kalau anda mempunyai prestasi yang cemerlang tetapi di tahun terakhir prestasimu menurun."

Aku merasa malu tentang penurunan itu. Aku tak tahu kalau dia membaca resumeku sampai sejauh itu. "Ya. Itu benar. Sepertinya tahun itu saya terlalu meremehkan, saya terlalu banyak main. Tapi setelah itu saya menyadari bahwa saya harus serius di sekolah saya."

"Itulah yang saya maksud!" Dia tampak bersemangat, aku tidak tahu mengapa.

"Apa yang saya inginkan di sini adalah tekad. Saya tidak ingin orang jenius dengan perilaku ceroboh dan meremehkan. Ada banyak orang pintar tetapi tidak semua dari mereka berhasil. Apakah Anda tahu mengapa? Karena jenius bukan faktor utama. Faktor utama adalah tekad. " Dia menunjuk ke arahku. "Saya tahu apa yang kebanyakan anak muda pikirkan. Mereka hanya ingin bersenang-senang, saya tahu, karena saya pernah muda sebelumnya."

Aku tersenyum padanya.

"Tapi menyedihkan melihat mereka harus bertanggung jawab atas masa depan mereka. Mereka harus berpikir lebih tentang masa depan mereka. Saya percaya anda bisa bersenang-senang tetapi juga serius dalam belajar."

"Saya benar-benar setuju." Aku berkata pasti.
"Jadi sepertinya kita memiliki pandangan yang sama. Sangat baik. Ah, saya hampir kehabisan waktu. Kita akan bicara lagi lain waktu. Temui aku jika ada yang tak kau mengerti" Ia mengatakan, dan membukakan pintu untukku.

"Ya. Terima kasih." Aku berjalan keluar ruangan.
"Tapi tidak tentang kimia. Saya tidak begitu baik."

Aku tertawa. "Senang bertemu Anda, Jiraya-sama."

Kepala sekolah yang ramah, pikirku. Tapi aku harus pergi ke kelas, aku tak yakin apa semua orang akan seramah kepala sekolah. Jenis murid seperti apa yang akan kutemui? Waktunya untuk mencari tahu.

Ketika aku masuk ke kelas, sebagian besar siswa di dalam tidak menyadari kehadiranku. Beberapa menyadari, tapi mereka hanya menatapku selama 2 detik. Aku tersenyum pada mereka, tapi mereka mengabaikan aku dan meneruskan apa pun yang mereka lakukan-ngobrol dengan teman, membaca buku, atau sarapan. Beberapa sedang tidur. Jadi aku duduk di salah satu meja kosong. Untung saja tidak lama setelah itu bel berbunyi, sehingga siswa duduk di meja masing-masing, dan seorang guru wanita tua(?) dengan rambut pirang terkuncir datang ke kelas. "Selamat pagi. Mari kita absen dulu. Aburame Shino!"

Seorang lelaki mengangkat tangannya, absen berdasarkan urutan abjad, sampai tiba giliranku, "Hyuuga Hinata."

Ketika aku mengangkat tangan, semua siswa menatapku, membuatku gugup. "Jadi kita punya murid baru di sini. Aku mendengar Anda tiba di sini dengan beasiswa. Apakah itu benar?"

"Ya." Aku menjawab, dan aku tahu semua siswa masih mengamati setiap gerakan kecil yang kubuat bahkan ekspresi wajahku.

"Bagus. Saya harap Anda akan bersekolah dengan baik di sini." Dia berkata, "Oh, dan nama saya adalah Tsunade. Aku mengajar Sastra Jepang." Dia tersenyum dan terus memanggil nama.

Pada waktu istirahat, tiga gadis mendekatiku. Hanya satu dari mereka yang berbicara kepadaku. Dia cantik, dengan rambut pirang terkuncir kebelakang. "Hi. Hinata, kan? Aku Ino, dan ini adalah Tenten dan Sakura." Dia menunjuk teman-temannya di belakangnya, yang juga cantik menawan.

"Hai."

"Aku ketua kelasnya dan aku akan mengajakmu melihat-lihat bagian sekolah ini. Apakah kamu tahu di mana kantin, gym, dan perpustakaan?"

"Tidak"

"Ok, maka aku akan menunjukkannya kepadamu." Dia mengatakan jadi aku mengikutinya.

"Yang ini adalah laboratorium komputer." Dia menunjuk sebuah ruangan besar dengan banyak komputer dan siswa di dalam, "Dan di sana, toilet."

Kami berjalan begitu lambat karena sebagian besar waktu dia gunakan untuk berbicara dengan teman-temannya tentang apa pun, anak laki-laki, tas atau gosip. Dia berbicara kepadaku hanya ketika kita melewati sesuatu yang perlu kuketahui dan ia tidak benar-benar menjelaskan.

"Jadi, akhirnya Shikamaru sudah putus dengan dia?" Tanya Ino kaget pada Tenten.

"Ya. Akhirnya. Kau tahu, dia terus berkata 'tapi dia tidak punya salah padaku'. Oh my gosh, dia hanya peduli tentang perasaan orang lain." Tenten mengatakan.

"Nah, itulah yang membuatnya berbeda dengan lelaki lain, kan?" Sakura menyeringai.

"Benarkah? Akhirnya gadis membosankan itu tahu apa yang pacarnya pikirkan tentang dia. Aku ingin tahu apa reaksinya." Ujar Ino.

"Nah, kenapa kau tidak tanyakan langsung pada Shikamaru?" kata Tenten
"Dia tidak ingin memberitahuku. Sepertinya ia merasa bersalah sekarang." tutur Ino.

"Aww, maka kau harus berhati-hati. Dia mungkin akan menyesali apa yang telah dilakukannya dan memilih untuk kembali kepadanya." Sakura menambahkan.

"Aku tahu, tapi kupikir dia tidak akan seperti itu." Ino menjawab.

Kemudian kami melewati sebuah lapangan di mana anak laki-laki bermain sepak bola. Sangat bising karena banyak gadis bersorak untuk mereka.

Beberapa anak laki-laki melihat kami lewat, dan salah satu dari mereka berteriak kepada kami, "Hei Ino, punya waktu sepulang sekolah?"

"Tidakkah kau tahu aku punya kelas piano pada hari Senin." Teriak Ino kembali.

"Ok, kalau begitu lain waktu saja!" Katanya kemudian berlari ke tengah lapangan, berkumpul dengan anak-anak lain.

"Oh, dia benar-benar menyukaimu." Sakura berkata kepada Ino.

"Tapi dia sangat moody. Sekarang dia memintaku untuk kencan, tapi minggu depan ia mengabaikanku."
.

.

.

.

.
Ketika aku kembali ke rumah, aku baru sadar betapa aku mencintai kamarku. Aku menjatuhkan diri ke tempat tidur dan memejamkan mata. Setelah tiga menit, Hanabi masuk ke kamarku.

"Hei, bagaimana?"

"Menyebalkan. Tak seorang pun di kelas berbicara padaku selain ketua kelas, dan dia bahkan tidak benar-benar berbicara kepadaku. Dia berbicara kepada teman-temannya dan beberapa kali kepadaku, menjelaskan setiap ruangan yang kami lewati, hanya itu."

"Ok, tapi itu hari pertamamu, tak heran jika kau belum punya teman."

"Yah, aku harap begitu.".

"Jadi, bagaimana gedung sekolahnya? Pasti sangat sangat besar dan keren."

"Ya, benar." Aku berkata tak seantusias adikku.

"Bagaimana para lelakinya? Pasti ada banyak lelaki tampan di sana. Dan kaya, juga."

"Hana, aku tidak tertarik pada semua keindahan, gedung keren, lelaki tampan... tidak menyenangkan bersekolah di sana."

"Hei, tenang. Normal jika kamu tidak suka sekolahnya karena itu adalah hari pertama. Kau harus beradaptasi dengan hal-hal baru, dan kau akan terbiasa setelah beberapa saat."

"Oh, aku tidak tahu. Aku sangat merindukanmu. Dan sekolah kita."

.

.

.

TBC

.

.

.

Kritik dan Saran?